You are on page 1of 12

"TEORI KEYNES TENTANG PERMINTAAN UANG"

Permintaan uang menurut keynes adalah jumlah uang yang diminta masyarakat untuk
keperluan transaksi, berjaga-jaga dan untuk spekulasi dalam sebuah perekonomian. Menurut
JohnMaynard Keynes ada 3 motif yang mempengaruhi permintaan uang tunai oleh
masyarakat. Ketiga motif tersebut yaitu:
1. Motif Transaksi
Merupakan motif memegang uang untuk melakukan transaksi dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya,hal ini dilakukan setiap hari oleh setiap individu. Bila seseorang digaji dalam
harian, maka ia akan memegang uang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang
menerima gaji bulanan. •Menurut Keynes, Orang rata-rata akan memegang uangnya sebesar
Y/2. apabila ia menerima gaji Rp.300.000 perbulan, maka ia akan rata-rata memegang
uangnya sebesar Rp.150.000.

Mdt = f(Y)
Dimana :
Mdt = motif transaksi
Y = Pendapatan
Jadi seberapa besar atau kecilnya orang memegang uang tergantung dari pendapatannya.

2. Motif berjaga-jaga
Merupakan motif yang akan digunakan untuk menghadapi ketidakpastian masa yang akan
datang,motif ini juga tergantung dengan seberapa banyak uang yang dihasilkan oleh setiap
individu jika semakin besar maka uang yang digunakan untuk berjaga-juga juga relatif lebih
besar.jadi motif ini juga dipengaruhi oleh pendapatan.
M1 = Mdt+Mdp
M1 = f(Y)
Dimana :
 Mdt = Motif transaksi
 Mdp= Motif jaga-jaga
 Y= Pendapatan

3. Motif spekulasi
Merupakan motif yang menyatakan bahwa uang merupakan salah satu alternatif
bentuk asset selain bentu asset lainnya,misal , kita memegang uang untuk berjaga-jaga dan
mengantisipasi jika kalau nanti nya ada surat berharga yang kita rasakan sesuai dengan yang
diharapkan, sehingga dapat memperoleh keuntungan ataupun pendapatan dari kepimilikan
surat berharga tersebut.

m2 = g (i)
Dimana :
m2 = permintaan uang untuk spekulasi
i = suku bunga

Implikasi teori permintaan uang Keynes


Teori permintaan uang Keynes mempunyai implikasi bahwa fungsi permintaan akan
uang (Liquidity Preference) adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa
bergeser dari waktu ke waktu. Hal ini karena Keynes menekankan faktor uncertainly dan
expectation dalam menentukan posisi permintaan uang untuk tujuan spekulasi

Karakteristik teori ekonomi Keynes


Keynesian atau Teori Keynes, adalah suatu teori ekonomi yang didasarkan pada ide
ekonom Inggris abad ke-20,teori ini mempromosikan suatu ekonomi campuran, di mana baik
negara maupun sektor swasta memegang peranan penting.
Dalam buku THe General theory of employment, Interest, and Money karangan J.M
Keynes menitik beratkan pada usaha-usaha menanggulangi situasi ekonomi depresi ketika
tingkat pengagguran tinggi.
Keynes menekankan pentingnya permintaan agregat sebagai faktor utama penggerak
perekonomian, terutama dalam perekonomian yang sedang lesu.

1 Teori Klasik
teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan penawaran akan uang, beserta
interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada hubungan antara penawaran uang atau
jumlah uang beredar dengan nilai uang atau tingkat harga. Hubungan dua variable dijabarkan
lewat konsepsi teori mereka mengenai permintaan akan uang. Perubahan akan jumlah uang
beredar atau penawaran uang berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya
menentukan nilai uang.
1.1 Irving Fisher
MVt = PT…………………………………….(1)
Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang dibayarkan oleh
pembeli harus sama dengan uang yang diterima oleh penjual. Hal ini berlaku juga untuk seluruh
perekonomian: didalam suatu periode tertentu nilai dari barang-barang atau jasa-jasa yang dibeli
harus sama dengan nilai dari barang yang dijual. Nilai dari barang yang dijual sama dengan
volume transaksi (T) dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut (P). Dilain pihak nilai dari
barang yang ditransaksikan ini harus sama dengan volume uang yang ada dimasyarakat (M)
dikalikan berapa kali rata-rata uang bertukar dari tangan satu ke tangan yang lain, atau rata
“perputaran uang”, dalam periode tersebut (Vt). MVt = PT adalah suatu identitas, dan pada
dirinnya bukan merupakan suatu teori moneter. Identitas ini bisa dikembangkan, seperti oleh
Fisher, menjadi teori moneter sebagai berikut:
Vt, atau “transaction velocity of circulation” adalah suatu variable yang ditentukan oleh faktor-
faktor kelembagaan yang ada didalam suatu masyarakat, dan dalam jangka pendek bisa dianggap
konstan. T, atau volume transaksi, dalam periode tertentu ditentukan oleh tingkat output
masyarakat (pendapatan nasional). Identitas tersebut diberi “nyawa” dengan
mentransformasikannya dalam bentuk:
Md = 1/Vt PT…………………………………….(2)
Permintaan atau kebutuhan akan uang dari masyarakat adalah suatu proporsi tertentu 1/Vt dari
nilai transaksi (PT). Persamaan 2, bersama dengan persamaan yang menunjukkan posisi
equilibrium di sektor moneter
Md = Ms………………………………………….(3)
Dimana Ms = supply uang beredar (yang dianggap ditentukan oleh pemerintah) menghasilkan
Ms = 1/Vt PT……………………………………..(4)
Persamaan (4) berbunyi: dalam jangka pendek tingkat harga umum (P) berubah secara
proporsional dengan perubahan uang yang diedarkan oleh pemerintah. Dalam teori ini T
ditentukan oleh tingkat output equilibrium masyarakat, yang untuk Fisher dan para ahli ekonomi
Klasik, adalah selalu pada posisi “full employment” (Hukum Say atau Say’s Law). Vt atau
transaction velocity of circulation, Fisher mengatakan bahwa permintaan akan uang timbul dari
penggunaan uang dalam proses transaksi. Besar-kecilnya Vt ditentukan oleh sifat proses transaksi
yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode (Boediono,2005 : 18).
1.2 Teori Cambridge (Marshall-Pigou)
Teori ini seperti halnya teori Fisher dan teori-teori klasik lainnya, berpangkal pokok pada
fungsi uang sebagai alat tukar umum (means of 25 exchange). Karena itu, teori-teori Klasik
melihat kebutuhan uang atau permintaan akan uang dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat
tukar yang likuid untuk tujuan transaksi. Perbedaan utama antara teori ini dengan Fisher, terletak
pada tekanan dalam teori permintaan uang Cambridge pada perilaku individu dalam
mengalokasikan kekayaannya antara berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya
berbentuk uang. Perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung-rugi dari pemegang kekayaan
dalam bentuk uang. Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan
untung-rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan volume
transaksi yang direncanakannya. Teoritisi Cambridge mengatakan bahwa permintaan akan uang
selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor kelembagaan (Fisher), juga dipengaruhi oleh
tingkat bunga, besar kekayaan warga masyarakat, dan ramalan/harapan dari masyarakat mengenai
masa mendatang.
Jadi dalam jangka pendek, teoritisi Cambridge menganggap bahwa jumlah kekayaan, volume
transaksi dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama
lainnya. Teori Cambridge menganggap bahwa, ceteris paribus permintaan akan uang adalah
proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.
Md = k PY………………………………………(1)
dimana Y adalah pendapatan nasional riil.
Supply akan uang (Ms) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Dalam posisi keseimbangan maka :
Ms = Md………………………………………...(2)
sehingga :
Ms = k PY………………………………………(3)
atau :
P = 1/k Ms Y…………………………………....(4)
Jadi ceteris paribus tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan
volume uang yang beredar. Tidak banyak berbeda dengan teori Fisher, kecuali tambahan ceteris
paribus (yang berarti tingkat harga, pendapatan nasional riil, tingkat bunga dan harapan adalah
konstan). Perbedaan ini cukup penting, karena teori Cambridge tidak menutup kemungkinan
bahwa faktor-faktor seperti tingkat bunga dan expectation berubah, walaupun dalam jangka
pendek. Dan kalau faktor-faktor berubah maka k juga berubah. Teori Cambridge mengatakan
kalau tingkat bunga naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin mereka
pegang, meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap. Demikian juga faktor
expectation mempengaruhi: bila seandainya masa datang tingkat bunga akan naik (yang berarti
penurunan surat berharga atau obligasi) maka orang akan cenderung untuk mengurangi jumlah
surat berharga yang dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai yang mereka pegang, dan ini
pun bisa mempengaruhi “k” dalam jangka pendek (Boediono, 2005: 23).
2 Teori Keynes
Meskipun bisa dikatakan bahwa teori uang Keynes adalah teori yang bersumber dari teori
Cambridge, tetapi Keynes mengemukakan sesuatu yang berbeda dengan teori moneter tradisi
klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini terletak pada penekanan pada fungsi uang yang lain, yaitu
sebagai store of value dan bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian dikenal
dengan nama teori Liquidity Preference.
2.1 Motif Transaksi dan Berjaga-jaga
Orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksinya, dan permintaan akan
uang dari masyarakat untuk tujuan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan
tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat pendapatan semakin besar volume transaksi dan semakin
besar pula kebutuhan uang untuk tujuan transaksi. Permintaan uang untuk tujuan transaksi ini pun
tidak merupakan suatu proporsi yang selalu konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi
rendahnya tingkat bunga. Hanya saja faktor tingkat bunga untuk permintaan transaksi untuk uang
ini tidak ditekankan oleh Keynes, akan tetapi tingkat bunga ditekankan pada permintaan uang
untuk tujuan spekulasi.
Motif berjaga-jaga (precautionary motive), orang akan mendapat manfaat dari memegang uang
untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga, karena sifat uang yang liquid, yaitu
mudah ditukarkan dengan barang-barang lain. Menurut Keynes permintaan uang untuk tujuan
berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi
permintaan uang untuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi pula oleh tingkat penghasilan orang
tersebut, dan mungkin dipengaruhi pula oleh tingkat bunga (meskipun tidak kuat pengaruhnya).
2.2 Motif Spekulasi
Sesuai dengan namanya , motif dari memegang uang ini adalah terutama untuk tujuan
memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh dari seandainya si pemegang uang tersebut meramal
apa yang akan terjadi dengan benar. Pada teori Cambridge faktor ketidaktentuan masa depan
(uncertainly) dan faktor harapan (expectations) dari pemilik kekayaan bisa mempengaruhi
permintaan akan uang dari pemilik kekayaan tersebut. Namun sayangnya teori ini tidak pernah
membakukan faktor-faktor ini ke dalam perumusan teori moneter mereka. (Kita lihat bahwa
bentuk permintaan dari teori Cambridge tidak berbeda dengan Fisher, dan faktor-faktor ini hanya
masuk analisa secara kualitatif). Perumusan permintaan uang untuk motif spekulasi dari Keynes
merupakan langkah “formalisasi” dari faktor-faktor ini ke dalam teori moneter.
Keynes tidak membicarakan faktor “uncertainly” dan “expectations” hanya secara umum, seperti
teori Cambridge. Tetapi ia membatasi “uncertainly” dan “expectations” mengenai satu variable
yaitu tingkat bunga. Pada garis besarnya teori Keynes membatasi pada keadaan dimana pemilik
kekayaan bisa memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi (bond).
Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan sedangkan obligasi dianggap memberikan
berupa sejumlah uang tertentu setiap periode. Dalam teori Keynes dibicarakan khusus obligasi
yang memberikan suatu penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode selama waktu
yang tak terbatas (perpetuity).
Secara umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
K = RP………………………………………(1)
Dimana K adalah hasil per tahun yang diterima, R adalah tingkat bunga, dan P adalah harga pasar
atau nilai sekarang dalam obligasi “perpetuity” tersebut. Persamaan tersebut bisa juga ditulis
sebagai berikut :
P = K/R………………………………………..(2)
yang menunjukkan bahwa (karena K adalah konstan) harga pasar obligasi (P) berbanding terbalik
dengan tingkat bunga R bila tingkat bunga turun, maka berarti harga pasar obligasi naik, dan
sebaliknya bila tingkat bunga naik maka harga pasar obligasi turun, atau dengan kata lain
semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh seseorang atau
masyarakat. Karena, semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin besar ongkos memegang
uang tunai sehingga seseorang atau masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya apabila
tingkat suku bunga semakin rendah maka semakin rendah pula ongkos memegang uang tunai dan
semakin besar seseorang atau masyarakat untuk menyimpan uang tunai.
Permintaan total akan uang :
Bentuk yang sederhana dari fungsi permintaan (total) akan uang dari teori Keynes adalah:
Md/P = [ k Y + Ø (R, W) ]…………………………….(1)
Md/P adalah permintaan uang total dalam arti riil, suku pertama dalam kurung, yaitu k Y adalah
permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga, yang dinyatakan sebagai suatu proporsi (k)
dari pendapatan nasional riil. Ø (R, W) adalah permintaan akan uang untuk motif spekulasi yang
dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat bunga yang berlaku (R) dan nilai asset (kekayaan atau
wealth) yang ada di masyarakat (W). Variable W ini dimasukkan karena permintaan uang untuk
motif spekulasi dinyatakan sebagai bagian dari W yang dipegang dalam bentuk uang tunai.
Persamaan (1) tersebut bisa pula dinyatakan dalam bentuk permintaan akan uang dalam satuan
moneter sebagai berikut :
Md = [ k Y + Ø (R, W) ] P…………………………..(2)
dalam analisa jangka pendek W biasanya dianggap konstan sehingga fungsi (2) menjadi :
Md = [ k Y + Ø (R) ] P………………………………(3)
dimana Ø (R) = Ø (R,W), dalam posisi equilibrium, supply uang (Ms), yang dianggap juga oleh
Keynes sebagai variable yang ditentukan oleh pemerintah, sama dengan Md. Sehingga :
Ms = [ k Y + Ø (R) ] P………………………………(4)
Teori permintaan uang Keynes mempunyai implikasi bahwa fungsi permintaan akan uang
(Liquidity Preference) adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser
dari waktu ke waktu. Hal ini karena Keynes menekankan faktor uncertainly dan expectation
dalam menentukan posisi permintaan uang untuk tujuan spekulasi (Boediono, 2005 : 27).
Penawaran uang adalah jumlah uang yang ada dan siap beredar untuk keperluan transaksi
bagi masyarakat pada wilayah dan waktu tertentu. Jumlah keseluruhan atau kuantitas uang
yang beredar dalam perekonomian (biasa disebut stok uang) memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam berbagai variabel ekonomi.

Ada dua pengertian uang yang beredar, yaitu uang dalam arti sempit (narrow mone atau M1)
dan uang dalam arti luas (broad money atau M2).

Uang dalam arti sempit berarti semua kewajiban sistem moneter (bank sentral dan bank-bank
umum) kepada sektor domestik atau masyarakat. Aset yang paling jelas dimasukkan ke
dalam penghitungan ini adalah mata uang berupa uang kertas dan yang logam. Mata uang
merupakan alat pertukaran yang secara luas diterima dalam perekonomian. Dengan demikian,
mata uang merupakan bagian dari stok uang. Selain mata uang, stok uang yang dihitung
dalam M1 adalah simpanan yang mudah ditarik, seperti rekening koran (demand deposit).

Dengan demikian, yang termasuk ke dalam M1 adalah mata uang, traveler s cheque, rekening
koran, dan simpanan lain yang mudah dicairkan.

Uang dalam arti luas merupakan M1 ditambah dengan uang kuasi (deposito, tabungan, pasar
dana, dan yang lainnya). Faktor-faktor yang memengaruhi penawaran uang adalah sebagai
berikut :

1. Pendapatan

Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh masyarakat dalam jangka waktu tertentu.
Semakin tinggi pendapatan masyarakat, semakin besar pula jumlah uang yang beredar dalam
masyarakat. Sebaliknya, semakin rendah pendapatan masyarakat, semakin sedikit jumlah
uang yang beredar dalam masyarakat.

2. Tingkat suku bunga

Tingkat suku bunga akan memengaruhi jumlah uang yang beredar. Bila tingkat suku bunga
rendah, masyarakat enggan menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu, jumlah uang yang
beredar akan meningkat. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga tinggi, jumlah uang yang
beredar menurun karena banyak orang yang menyimpan uangnya di bank.

3. Selera masyarakat

Selera masyarakat akan memengaruhi jumlah uang yang beredar.

4. Harga barang

5. Fasilitas kredit

Fasilitas kredit (cara pembayaran) dengan menggunakan kartu kredit atau cara angsuran akan
memengaruhi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat.

6. Kekayaan yang dimiliki masyarakat


Jumlah uang yang beredar dalam masyarakat semakin besar apabila ragam (variasi) bentuk
kekayaan sedikit. Sebaliknya, bila ragam bentuk kekayaan semakin banyak atau luas
(misalnya, tabungan, surat berharga, dan lain-lain), jumlah uang yang beredar dalam
masyarakat akan menurun.

PERMINTAAN UANG

Permintaan uang diartikan sebagai kebutuhan masyarakat akan uang tunai. Menurut John
Maynard Keynes ada 3 motif yang mempengaruhi permintaan uang tunai oleh masyarakat.
Ketiga motif tersebut yaitu:

1. Motif Transaksi (Transaction motive)


2. Motif Berjaga-jaga (Precautionary motive)
3. Motif Spekulasi (Specualtive motive)

Untuk dapat memahami secara lebih mudah tentang ketiga motif tersebut berikut ini akan
diuraikan satu persatu.

1. Permintaan uang untuk transaksi (transaction demand)

Terkait dengan fungsi uang sebagai alat tukar, kita menggunakan uang untuk membeli barang
dan jasa atau untuk membayar tagihan. Permintaan uang untuk transaksi memiliki hubungan
positif dengan pendapatan. Jika pendapatan naik, maka permintaan uang untuk keperluan
bertransaksi juga meningkat.

2. Permintaan uang untuk berjaga-jaga (precautionary demand)

Permintaan terhadap uang bisa saja karena orang ingin berjaga-jaga terhadap suatu peristiwa
yang tidak dikehendaki seperti sakit, kecelakaan, kebanjiran dan kebakaran. Permintaan uang
untuk berjaga-jaga juga memiliki hubungan positif dengan pendapatan.

3. Permintaan uang untuk spekulasi (speculative demand)

Spekulasi berarti melakukan sesuatu tindakan atas dasar ramalan perubahan nilai harta di
masa depan. Jika seorang spekulan meramalkan bahwa harga rumah, nilai saham, atau harga
emas akan meningkat dimasa depan, mereka akan membeli rumah, saham, atau emas, dan
bukan menyimpan uang. Jadi, dalam hal ini spekulan berharap bahwa mereka akan
mendapatkan keuntungan dari peningkatan harga rumah, saham, atau emas di masa depan. Ini
tentu dengan sendirinya mengurangi permintaan uang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang adalah sebagai berikut.

1. Besar-kecilnya pembelanjaan negara yang berkaitan dengan pendapatan nasional.


2. Cepat atau lambatnya laju peredaran uang. Kecepatan peredaran uang dipengaruhi
oleh faktor berikut.

a) kebiasaan pembayaran konsumen, apakah tunai atau angsuran, sebab ini akan
berpengaruh terhadap jumlah uang yang diminta pada saat ini atausaat mendatang.
b) Frekuensi pembayaran pendapatan

c) Praktik-praktik bank, hal ini berkaitan dengan keluar masuknya uang melalui bank.

d) Keadaan psikologi masyarakat dalam menggunakan uangnya.

3. Motif-motif masyarakat dalam memiliki uang.

PENAWARAN UANG

Penaran uang lebih populer dinyatakan dengan istilah jumlah uang yang beredar. Dalam
laporan data statistik, jumlah uang beredar biasanya dilambangkan dengan huruf M. Dissini
ada beberapa definisi yang berbeda mengenai jumlah uang yang beredar tergantung dari
tingkat likuiditasnya. Pada umumnya uang beredar didefinisikan sebagai berikut.

 M1 adalah uang kertas dan logam (kartal) ditambah simpanan dalam bentuk rekening
koran (uang giral/ demand deposit)
 M2 adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time deposit) pada bank-bank
umum.
 M3 adalah M2 + tabungan + deposito berjangka pada lembaga-lembaga keuangan
bukan bank.

Secara sederhana penawaran uang atau jumlah uang yang beredar terdiri atas uang logam,
uang kertas, simpanan giro, deposito berjangka, berbagai macam tabungan, dan rekening
valuta asing milik swasta domestik. Penawaran uang dipengaruhi oleh pemerintah dengan
berbagai kebijakan yang ditetapkan. Lembaga yang biasanya bertanggungjawab mengatur
dan menjalankan kebijakan khususnya kebijakan moneter adalah bank sentral.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang adalah sebagai berikut.

1. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin sedikit jumlah uang yang beredar. Semakin
rendah tingkat bunga, semakin banyak jumlah uang yang beredar.
2. Semakin tinggi pendapatan masyarakat, semakin banyak uang yang beredar karena
semakin sering melakukan transaksi.
3. Semakin banyak (padat) jumlah penduduk, semakin banyak dan semakin cepat uang
beredar.
4. Keadaan geografis di perkotaan lebih cepat dan lebih banyak jumlah uang yang
beredar dibanding di pedesaan.
5. Struktur ekonomi, negara agraris berbeda dengan negara industri, negara industri
peredaran uang lebih cepat dan lebih banyak.
6. Penguasaan IPTEK penduduk. Iptek negara yang lebih maju lebih banyak dan lebih
cepat uang beredar dibandingkan dengan negara yang menerapkan teknologi yang
sederhana.
7. Globalisasi industri di lingkungan dunia usaha. Semakin global dan arus modal
ekonomi antarnegara yang semakin meningkat, uang yang beredar juga dipengaruhi
oleh transaksi-transaksi internasional dalam hal ini kurs uang mempengaruhi
peredaran.
Dalam ekonomi konvensional, pasar uang akan berada dalam keadaan seimbang apabila
penawaran akan uang (Ms) sama dengan penawaran akan uang (Md). Dalam analisis
keseimbangan di pasar uang digunakan suatu kurva yang disebut kurva LM (LM curve).
Kurva LM adalah tempat kedudukan titik-titik yang menghubungkan tingkat bunga (i) dan
pendapatan nasional (Y), di mana pasar uang dalam keadaan seimbang.
Analisis Keseimbangan Sektor Moneter dengan Grafik
Variabel ekonomi pada pasar uang yang berhubungan dengan tingkat bunga adalah
permintaan uang untuk tujuan spekulasi (m2). Hubungan antara besarnya permintaan uang
untuk tujuan spekulasi (m2) dengan tingkat bunga (i) adalah negatif. Artinya, apabila tingkat
bunga turun maka permintaan uang untuk tujuan spekulasi (m2) naik, dan sebaliknya.
Dengan demikian kurva permintaan uang untuk tujuan spekulasi berlereng negatif (diagram
I). Diagram II menunjukkan hubungan antara permintaan uang untuk berjaga-jaga (m1)
dengan permintaan uang untuk tujuan spekulasi (m2) yang memiliki hubungan negatif,
artinya jika permintaan uang untuk spekulasi (m2) naik maka persediaan uang untuk berjaga-
jaga (m1) berkurang, dan sebaliknya. Diagram III menggambarkan hubungan antara uang
yang dipegang untuk tujuan berjaga-jaga (m1) dan tingkat pendapatan nasional yang
memiliki hubungan positif, artinya semakin besar pendapatan nasional (Y), maka permintaan
uang untuk transaksi berjaga-jaga (m1) juga semakin besar.

Kurva LM berlereng positif. Ini memberi petunjuk bahwa pada sektor moneter (pasar uang),
apabila terjadi kenaikan tingkat bunga, maka pendapatan nasional akan meningkat.
Sebaliknya apabila tingkat bunga turun maka pendapatan nasional akan menurun pula.
2.2 Keseimbangan di Pasar Uang dalam Ekonomi Islam
Ada dua alasan utama memegang uang dalam ekonomi Islam, yakni:
• Motivasi transaksi, dan
• Motivasi berjaga-jaga
Spekulasi dalam pengertian Keynes, tidak akan pernah ada dalam ekonomi Islam. Hal ini
diikuti bahwa permintaan uang untuk tujuan spekulasi (sebagian fungsi tingkat bunga)
menjadi nol dalam ekonomi Islam. Oleh karena itu, permintaan uang dalam ekonomi Islam
berhubungan dengan tingkat pendapatan. Keperluan uang tunai yang dipegang dalam jangka
waktu penerimaan pendapatan dan pembayarannya. Besarnya persediaan uang tunai akan
berhubungan dengan tingkat pendapatan dan frekuensi pengeluaran.
Jika sektor moneter yang selama ini lazim dikenal dalam perekonomian tidak ingin
dihilangkan dalam wacana ekonomi Islam, maka sektor investasi dapat saja diidentikkan
dengan sektor moneter. Namun yang harus dipahami bahwa definisi moneter di sini tidak
merujuk pada definisi yang digunakan oleh konvensional. Sektor moneter (investasi) di sini
terbatas pada penyediaan modal atau proyek-proyek investasi yang mendukung
terselenggaranya aktivitas riil di pasar.
Perumusan model aktivitas investasi, baik pada sisi permintaan maupun sisi penawaran,
merujuk pada nilai-nilai moral Islam yang diyakini mempengaruhi perilaku ekonomi
seseorang serta segala ketentuan hukum syariah yang memang menjadi pedoman dalam
berperilaku dan berinteraksi secara Islam. Dengan asumsi bahwa yang menjadi objek dalam
aktivitas investasi adalah proyek-proyek investasi, maka aktivitas permintaan dan penawaran
investasi akan menentukan besar-kecilnya tingkat ekspektasi keuntungan di pasar investasi.
Penawaran investasi yang komponennya terdiri dari investasi swasta (Ip), investasi
pemerintah (Ig), dan investasi sosial (Iso) memiliki kurva yang vertikal karena diasumsikan
bahwa inisiasi proyek investasi dilakukan bukan atas dasar besar-kecilnya keuntungan
ekspektasi (expected return – Er). Penawaran atau inisiasi proyek investasi pada investasi
swasta dilakukan sepanjang Er tidak negatif. Dengan kata lain, proyek investasi akan tetap
dilakukan berapapun tingkat ekspektasi keuntungan. Bahkan boleh jadi seorang pelaku bisnis
akan tetap berinvestasi meskipun tahu ekspektasi keuntungannya adalah 0, karena motivasi
dia memberikan kemaslahatan/ kerja bagi mereka yang membutuhkan. Sementara itu
investasi pemerintah dan sosial cenderung tidak ada kaitannya dengan ekspektasi
keuntungan, karena motivasi pemerintah dan sosial masing-masing adalah penyediaan
infrastruktur bagi publik dan kemanfaatan bagi manusia lain (yang sifatnya sukarela).
Pada sisi permintaan investasi, keikutsertaan kelompok pemilik modal tergantung pada
keberadaan usaha yang telah ada di pasar, di mana mereka menempatkan sebagian modalnya
(uang) pada usaha yang ada, sehingga besar-kecil jumlah investasi atau penanaman modal
mereka pada proyek investasi tergantung pada besar-kecilnya ekspektasi keuntungan yang
ada. Semakin besar ekspektasi keuntungan, maka akan semakin besar permintaan terhadap
proyek investasi tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika ekspektasi keuntungan kecil, maka
permintaan proyek investasi pun akan turun. Seberapa besar penurunan permintaan investasi
sangat tergantung pada tingkat sensitivitas permintaan tersebut terhadap pergerakan naik-
turunnya ekspektasi keuntungan.
3. Pendapat Beberapa Pakar atas Relevansi Keseimbangan Umum Konvensional
Ali Sakti, MEc mengkritisi ketidak-konsistenan peran bunga dalam konsep IS-LM, yaitu
terlihat pada tidak jelasnya fungsi dan definisi bunga dalam keseimbangan umum
konvensional:
1. Bunga sebagai harga yang ditentukan pasar atau sebagai instrumen kebi-jakan yang relatif
dapat ditentukan nilainya .
2. Bunga pada pasar barang (I) lebih berperan sebagai credit rate, sedangkan bunga pada
pasar moneter (Md) berperan sebagai saving rate. Padahal tidak pernah ada kondisi (credit
rate = saving rate). Sehingga konsep tingkat bunga keseimbangan (Ie) menjadi dipertanyakan
definisinya atau relevansinya secara luas. Tingkat bunga keseimbangan tidak mewakili apa-
apa kecuali sebuah asumsi saja.
3. Bunga sebagai credit rate yang tinggi menghambat uang mengalir ke pasar barang
(menciptakan barang & jasa), bunga sebagai saving rate yang tinggi mendorong uang
menumpuk di sektor moneter (money creation & concentration).
Selanjutnya, tambah Ali Sakti, kelemahan teori model keseimbangan umum konvensional
yaitu bahwa model tersebut tidak menggambarkan keadaan apa yang sebenarnya terjadi di
pasar. Kecenderungan bunga yang menggelembungkan jumlah uang (money creation) dan
konsentrasi uang pada pemilik-pemilik dana (money concentration) tidak bisa digambarkan
oleh model ini. Padahal kecenderungan tersebut memiliki arah kepada ketimpangan sektoral
antara moneter dan riil, atau pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa bunga pada dasarnya
memiliki implikasi yang kontradiktif dengan prinsip-prinsip keseimbangan yang diinginkan
oleh model ekonominya. Hal ini juga yang kemudian menjadi salah satu alasan mengapa
bunga diyakini begitu berbahaya bagi perekonomian.
Para ekonom lainnya pun berpendapat demikian, Adiwarman A. Karim menyatakan bahwa
pasar uang dengan bunga, spekulasi serta transaksi lainnya yang bersifat gharar, maisir, dan
riba, telah berkembang begitu cepat sehingga terlepas dari pasar barang dan jasa. Hanya 5%
dari transaksi di pasar uang yang terkait dengan barang dan jasa. Celakanya lagi, hanya 45%
dari transaksi di pasar yang spot, selebihnya forward, futures, dan options. Boleh dikatakan
perekonomian saat ini digelembungkan oleh transaksi maya yang dilakukan oleh segelintir
orang di beberapa kota di dunia serta London (27%), Tokyo-Hong Kong-Singapura (25%),
dan Chicago-New York (17%). Kekuatan pasar uang ini sangat besar dibanding kekuatan
perekonomian secara keseluruhan. Nilai perdagangan barang jasa hanya 1,5% dari turn over
di pasar uang. Akibatnya perekonomian global praktis ditentukan oleh perilaku lima Negara
tersebut.
Perlu diketahui pula bahwa transaksi maya pada pasar uang telah menjadikan pasar uang
tumbuh jauh lebih cepat daripada pertumbuhan pasar barang. Jika ini dibiarkan berlanjut
maka akan mendorong uang menumpuk di sektor moneter (money creation & concentration)
yang menyebabkan menyusutnya pertumbuhan pada sektor riil. Penyusutan pertumbuhan
sektor riil ini akan berdampak pada semakin berkurangnya barang-jasa yang diproduksi
(pasar menjadi tidak produktif). Selanjutnya yang terjadi adalah inflasi yang akan menekan
pertumbuhan ekonomi nasional.

You might also like