You are on page 1of 7

Hubungan Pap Smear dengan Biopsi Pada Lesi Serviks

ABSTRAK
Pendahuluan: Kanker serviks dapat dikontrol dengan skrining untuk memperbaiki
morbiditas dan mortalitas. Pap smear adalah metode skrining penting, yang terbukti
sangat efektif dalam mengurangi jumlah kasus dan angka kematian akibat karsinoma
serviks. Kelainan yang terdeteksi pada pap smear harus dikonfirmasi dengan biopsi
serviks. Tujuan: Menemukan perubahan sitologi serviks dengan pap smear, untuk
mengklasifikasikan lesi serviks menjadi maligna / benigna secara sitologis dan histologi
dan untuk menghubungkan perubahan yang diamati pada sitologi serviks dengan biopsi
serviks. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian prospektif potong lintang yang
dilakukan antara bulan Juli 2014 dan Juli 2015 di Rumah Sakit Dhulikhel, Rumah Sakit
Universitas Kathmandu. Selama periode tersebut, semua sampel yang diminta untuk pap
smear dipelajari. Kasus yang telah menjalani pap smear dan biopsi serviks dibandingkan.
Data klinis diperoleh dari permintaan diajukan bersamaan dengan sitologi dan spesimen
jaringan yang diterima di departemen. Hasil: Selama periode penelitian, sebanyak 1922
pap smear telah dilakukan dan di antaranya 75 pasien disarankan untuk melakukan biopsi
serviks. Pada sitologi, dari total 1922 jumlah kasus, 67,90% normal, 27,90% peradangan,
3,80% tidak memuaskan (tidak memadai) dan 0,40% adalah lesi intraepitel tingkat tinggi.
Jumlah pasien tertinggi yang diperiksa untuk pap smear berkisar antara 31 sampai 40
tahun. Pada histopatologi, 78,70% memiliki cervicitis kronis, 8% memiliki temuan
normal, 1,30% memiliki moderat dan 6,70% memiliki lesi intraepitelial skuamosa berat.
Keganasan terbuka ditemukan pada 5,30%. Usia rata-rata ± SD untuk karsinoma adalah
52,75 ± 6,29. Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (PPV) dan nilai prediksi
negatif pap smear masing-masing adalah 77,80%, 100%, 100% dan 97% dengan
mempertimbangkan biopsi serviks sebagai gold standar pemeriksaan. Kesimpulan:
Penelitian ini menunjukkan korelasi yang baik antara sitologi dengan biopsi serviks. Pap
adalah metode skrining yang hemat biaya untuk deteksi dini lesi serviks premaligna dan
ganas. Namun, biopsi dianggap sebagai gold standar untuk konfirmasi kelainan yang
terdeteksi pada apusan serviks. Kata Kunci: Biopsi, Serviks, Pap Smear.
Pendahuluan
Kanker serviks adalah penyebab kematian akibat kanker yang paling umum
terjadi pada wanita, dan ini merupakan kanker kedua yang paling umum setelah kanker
payudara di seluruh dunia. Di negara berkembang, kanker serviks terdiri dari 90% dari
semua keganasan genital. Kanker serviks dapat dicegah dan dapat disembuhkan, jika
terdeteksi dini atau pada tahap pra-invasif. Lesi serviks pada serviks umumnya
melibatkan zona transformasi rahim rahim. Istilah histopatologis yang digunakan untuk
menggambarkan kadar penyakitnya adalah: CIN kelas rendah (neoplasia intraepitel
serviks) terdiri dari lesi CIN I dengan atipia koilositik dan CIN kelas tinggi terdiri dari
CIN II dan III. Dislasia ringan (CIN I) dalam histopatologi sesuai dengan lesi intraepitel
skuamosa kelas rendah (LSIL) dalam sitologi sedangkan displasia sedang dan berat (CIN
II dan CIN III) pada histopatologi sesuai dengan lesi intraepitel (HSIL) tingkat tinggi
dalam sitologi. Lesi kelas tinggi adalah prekursor sejati kanker invasif. Sitologi serviks
adalah teknik yang banyak digunakan untuk skrining kanker serviks. Tes Pap adalah alat
cytodiagnostic, yang sangat akurat dalam memprediksi adanya neoplasia serviks. Pap
smear memiliki telah dibuktikan oleh beberapa penelitian dalam 50 tahun terakhir, dan
metode ini telah mengakibatkan penurunan kejadian dan tingkat kematian kanker serviks
di negara maju. Tapi pap saja tidak bisa menentukan lokasi kelainan. Oleh karena itu,
biopsi serviks tetap menjadi 'gold standar' untuk diagnosis pra kanker serviks ketika
rincian sel dikaburkan oleh darah dalam tes pap.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan sitologi serviks dengan pap
smear, untuk mengklasifikasikan lesi serviks ke kelompok ganas dan jinak berdasarkan
sitologi dan histopatologis dan untuk mengkorelasikan perubahan yang diamati pada
sitologi serviks dengan biopsi serviks.

Metode
Ini adalah penelitian cross-sectional prospektif yang dilakukan di Departemen Patologi di
Rumah Sakit Dhulikhel, Rumah Sakit Universitas Kathmandu selama periode Juli 2014
dan Juli 2015 setelah menerima izin etis dari komite peninjau institusional (institutional
review committee / IRC). Selama periode tersebut, semua sampel yang diminta untuk pap
smear dipelajari. Kasus yang telah menjalani biopsi pap smear dan serviks dibandingkan.
Sebanyak 1922 pap smear dilakukan. Tujuh puluh lima kasus menjalani tes Pap maupun
biopsi. Data klinis diperoleh dari permintaan diajukan bersamaan dengan sitologi dan
spesimen jaringan yang diterima di departemen. Bukaan serviks tetap dikenai pewarnaan
sesuai dengan metode Papanicolaou. Interpretasi sitologi dari apus dibuat sesuai dengan
sistem bethesda tahun 2001 yang baru. Biopsi serviks yang diterima mengalami gross dan
diproses oleh teknik parafin rutin. Bagian yang diwarnai dengan Haematoxylin dan Eosin
diambil untuk pemeriksaan mikroskopik. Untuk kasus yang sulit, pendapat kedua diambil
dari ahli patologi berpengalaman lainnya.

Hasil
Dalam penelitian ini, usia untuk skrining lesi serviks dengan metode papanicolaou
berkisar antara 21 sampai 74 tahun. Antara kelompok umur 31 sampai 40 tahun, jumlah
pap smear tertinggi dilakukan. HSIL biasa ditemui di antara 41 sampai 50 tahun (Tabel-
1).

Pada sitologi, dari tahun 1922 kasus, 1305 (67,90%) adalah normal, 536 (27,90%)
mengalami pembengkakan, 74 (3,80%) tidak memuaskan, dan 7 (0,40%) adalah HSIL
(Tabel 2). Di antara 536 kasus peradangan, 46 (8,59%) memiliki kandidiasis dan 490
(91,41%) memiliki peradangan tidak spesifik.
Tujuh puluh lima kasus memiliki pap smear dan biopsi serviks. Jumlah maksimum kasus
pada biopsi memiliki serviksitis kronis yang tidak spesifik, yang terdiri dari 59 (78,70%).
Studi normal ditemukan enam (8%). Sedang (CINII) dan lesi intraepitel skuamosa berat
(CINIII) masing-masing adalah 1 (1,30%) dan 5 (6,70%). Keganasan terbuka pada biopsi
adalah karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma, yang masing-masing terdiri dari 3
(4%) dan 1 (1,30%) (Tabel-3). Usia rata-rata ± SD untuk karsinoma adalah 52,75 ± 6,29.

Dari 40 kasus dengan sitologi normal, enam memiliki histologi normal dan 34 memiliki
cervicitis kronis. Pada pap smear, 28 peradangan telah didiagnosis dimana 25 pasien
memiliki cervicitis kronis, satu memiliki CINII dan dua lainnya adalah karsinoma. Ada
tujuh kasus HSIL yang didiagnosis dengan smear dimana lima diantaranya memiliki
CINIII dan dua diantaranya memiliki karsinoma (Tabel 4).
Perhitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif dari
sebuah tes bergantung pada definisi 'penyakit negara' yang memisahkan 'positif' dari
'negatif'. Laporan CINII, CINIII, karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma dianggap
positif untuk analisis statistik, kepekaan, spesifisitas, nilai prediktif positif dan nilai
prediktif negatif dan nilai yang diperoleh masing-masing adalah 77,80%, 100%, 100%
dan 97% masing-masing mempertimbangkan biopsi serviks sebagai standar emas. (Tabel
5)

Diskusi
Skrining kanker serviks penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Berbagai
upaya diimplementasikan untuk meningkatkan kemanjuran kanker serviks. Lesi serviks
pranatal dapat dideteksi sejak dini dan juga dapat diobati sebelum berlanjut ke penyakit
invasif. Oleh karena itu, skrining kanker serviks juga mendapat manfaat dari biaya yang
berlebihan
Setelah diperkenalkannya pap smear oleh George Papanicolaou pada tahun 1947, sitologi
serviks telah menjadi alat diagnostik utama untuk mendeteksi patologi serviks.Karena
ketersediaan, efektivitas dan keandalan jalan yang mudah; apusan serviks telah menjadi
alat yang berharga dalam skrining dan diagnosis berbagai patologi serviks.
Berbagai laporan telah menyebutkan sensitivitas sitologi untuk mendeteksi neoplasia
serviks yang berkisar antara 50% sampai 98%. Ada beberapa metode yang berbeda yang
dipelajari untuk meningkatkan akurasi skrining serviks seperti kolposkopi,
cervicography, dan lain-lain. Tetapi biopsi telah dipertimbangkan. sebagai standar emas
untuk mendeteksi kanker serviks. Dalam penelitian ini, kami telah membandingkan
temuan sitologi dengan biopsi serviks pada lesi serviks. Setelah menjadi aktif secara
seksual, wanita disarankan untuk menjalani tes pertama dan kemudian setiap 1 sampai 5
tahun. American Cancer Society, National Cancer Institute, American College of
Obstetrics and Gynecologists merekomendasikan bahwa semua wanita yang aktif secara
seksual di atas usia 18 tahun harus menjalani pap smear tahunan selama tiga tahun. Jika
tiga pap smear negatif berturut-turut ditemukan maka tes dapat diperpanjang di antara
interval 3 sampai 5 tahun. Demikian pula, laporan Task Force Kanada
merekomendasikan agar wanita yang aktif secara seksual harus memiliki cairan di leher
rahim setiap 3 tahun setelah dua kali pemeriksaan negatif.
Dalam penelitian ini, jumlah maksimum pasien berada di antara kelompok usia 31
sampai 40 tahun, yang terdiri dari 35,4%, diikuti 30,1% antara 21 sampai 30 tahun. Hal
ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Boicea et al. yang dilakukan di
Rumania, dan jumlah maksimum pasien antara 30 sampai 39 tahun, yang terdiri dari
32,6%.
Kanker serviks adalah kanker kedua yang paling umum terjadi pada wanita, yang terdiri
dari sekitar 12% dari semua jenis kanker, dan merupakan yang paling umum di negara
berkembang. Secara global, 500.000 kasus baru didiagnosis setiap tahun dan 280.000
wanita meninggal karena penyakit ini. Menurut sebuah Studi regional, kanker serviks
terdiri dari 85% dari semua keganasan ginekologi di Nepal.
Dalam penelitian ini, pasien memiliki diagnosis sitologi 95,8% peradangan / normal
smear dan 0,4% HSIL. Ini sebanding dengan studi Yeoh dkk. di mana kasus jinak adalah
96% dan HSIL adalah 0,5% .26
Dalam konteks temuan histopatologis dalam penelitian ini, dari 75 pasien, yang
memeriksakan pap smear dan biopsi, 78,7% memiliki cervicitis kronis, 8% memiliki
displasia, dan 5,3% mengalami keganasan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Saha dkk. Dari 43 pasien, yang Pap smear dan biopsi diambil, 55,8% memiliki cervicitis
kronis, 37,2% memiliki displasia, dan 6,97% mengalami keganasan.27 Usia rata-rata
pasien dengan kanker adalah 52,75 tahun pada populasi penelitian kami yang serupa
dengan studi tentang Bodal dkk. (51,94 tahun) pada populasi India.28
Nilai prediksi positif pap smear adalah 100% dalam penelitian ini. Ini sebanding dengan
penelitian oleh Anschau dkk. dan Chhabra dkk. dimana masing-masing PPV masing-
masing 90,9% dan 92,8%.
Dalam penelitian ini, sensitivitas dan spesifisitas pap smear masing-masing adalah 77,8%
dan 100% mengingat biopsi serviks sebagai standar emas. Sensitivitasnya sebanding
dengan penelitian yang dilakukan oleh Chhabra dkk. dan Jain V et al. masing 81% dan
78% .30,31 Demikian pula, spesifisitas sebanding dengan Tamboli et al. yang
menunjukkan 90,3% .32
Dalam sitologi, hasil negatif palsu untuk lesi prakanker dan kanker disebabkan oleh
pengambilan sampel yang tidak adekuat, karena kesalahan teknis seperti pengeringan
udara dan artefak fiksasi, peradangan dan penyempitan detail sel oleh darah.

Kesimpulan
Pap smear adalah metode hemat biaya dan sederhana untuk deteksi dini lesi serviks
premaligna dan ganas. Penelitian ini mengamati bahwa sitologi serviks lebih spesifik
dalam mendiagnosis neoplasia serviks. Temuan sitologis dan histopatologis berkorelasi
secara signifikan pada lesi serviks. Pengambilan sampel yang memadai dan menghindari
kesalahan teknis seperti artefak pengeringan udara dan fiksasi dapat meningkatkan
sensitivitas lesi intraepitel serviks. Sitologi dan korelasi histopatologis merupakan bagian
penting dari peningkatan kualitas dan bahkan untuk evaluasi yang lebih baik.

You might also like