You are on page 1of 32

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran

yang banyak mengandung vitamin A dan C dan memiliki nilai ekonomis

yang cukup tinggi. Kebutuhan akan cabai terus meningkat setiap tahun

sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, berkembangnya industri

yang membutuhkan bahan baku cabai dan semakin beragamnya jenis dan

menu masakan yang menggunakan cabai merah. Cabai merah pada

dasawarsa terakhir ini merupakan komoditas unggulan di antara 18 jenis

sayuran komersial yang dibudidayakan di Indonesia walaupun harga cabai

merah tersebut selalu mengalami fluktuasi harga yang tajam, namun minat

petani untuk membudidayakan tetap tinggi.

Cabai merah memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak ini

dipengaruhi oleh beberapa factor ( fisiologis, mikrobiologi, dan kimiawi )

dan menjadi masalah utama pasca panen cabai pada saat musim panen

raya serta musim hujan. Selain itu kurangnya pemahaman tentang

pengawetan cabai ditingkat petani menyebabkan cabai merah segar yang

baru dipanen tidak bertahan lama dan menjadi rusak.

Pengawetan cabai merah dilakukan untuk mendapatkan nilai

ekonomis dan daya simpan lebih baik. Oleh karena itu peneliti
menggunakan Natrium kloida/ NaCl/ garam dapur sebagai pengawet

karena banyak dijual dipasaran, harganya terjangkau dan merupakan

pengawet alami jadi aman digunakan sebagai bahan pengawet, selain itu

Natrium kloida/ NaCl/ garam dapur bekerja dengan cara mengisap air dari

mikroorganisme pada cabai sehingga dapat memperlambat pembusukan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu diadakan penelitian pengawetan

cebai merah dengan menggunakan bahan pengawet alami yaitu garam

dapur ( NaCl ) dengan konsentrasi pengawet 2% yang nantinya dapat

memberikan suatu perbandingan nilai/kadar vitamin C terhadap lama

penimpanan dengan menggunakan metode penelitian Iodometri.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Cabai rawit merah segar memiliki daya simpan yang tidak lama

akibat kerusakan mikrobiologi / fisiologi. Kerusakan mikrobiologi

diduga tidak hanya disebabkan oleh satu jenis mikroba, misalnya khamir

dan bakteri. Olehnya itu perlu ada upaya pengawetan menggunakan

bahan pengawet yang dapat meningkatkan daya simpan dan mampu

mempertahankan komposisi dari cabai rawit merah tersebut. namun

demikian belum diketahui pengaruh lama penyimpanan cabai rawit

merah tersebut sebelum dan sesudan pengawetan menggunakan NaCl

konsentrasi 5% terhadap terhadap kadar vitamin C-nya.


1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pengawetan Cabai

merah menggunakan NaCl konsentrasi 5 % terhadap kadar

Vitamin C.

1.3.2 Tujuan khusus

Untuk menentukan kadar vitamin C pada cabai merah

yang telah di awetkan menggunakan NaCl konsentrasi 5 %

dengan waktu penyimpanan yang berfariasi .

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk

mengembangkan keilmuan dalam bidang kesehatan terkhusus

di bidang analisis makanan dan minuman yaitu kandungan

vitamin C padai cabai rawit merah segar dan cabai merah yang

telah diawetkan dengan NaCl konsentrasi 5 % serta pengaruh

terhadap lama penyimpananya.


1.4.2 Manfaat praktisi

1.4.2.1 Manfaat bagi mahasiswa D-III Analis Kesehatan

Sebagai sumbangsih keputusan ilmiah bagi

almamater Program Studi D-III Analis Kesehatan

STIKes Mega Rezky Makassar.

1.4.2.2 Manfaat bagi laboratorium

Sebagai informasi bagi praktisi Laboratorium

kesehatan terhadap pengaruh lama penyimpanan dan

konsentrasi NaCl 2% terhadap kandungan vitamin C

pada cabai merah.

1.4.2.3 Manfaat bagi masyarakat

Sebagai informasi kapada masyarakat terhadap

pengaruh lama penyimpanan dan konsentrasi NaCl

terhadap kandungan vitamin C pada cabai merah.

1.4.2.4 Manfaat bagi peneliti

Sebagai khasanah keilmuan yang diaplikasikan

dalam suatu Proposal.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG CABAI MERAH

2.1.1 Definisi Cabai Merah

Cabai merupakan tanaman holtikultura yang cukup

penting dan banyak dibudidayakan, terutama di pulau jawa. Cabai

termasuk tanaman semusim (annual) berbentuk perdu, berdiri

tegak dengan batang berkayu, dan banyak memiliki cabang.

Tinggi tanaman dewasa antara 65‐120 cm. lebar mahkota tanaman

50‐90 cm (Setiadi, 2006).

Tanaman cabai mudah dikenali, yaitu tanaman yang

berupa perdu yang berkayu yang tumbuh tegak mempunyai tinggi

50‐90 cm, dan batang cabai sedikit mengandung zat kayu,

terutama yang dekat dengan permukaan tanah, tanaman cabai

adalah tanaman yang memproduksi buah yang mempunyai gizi

yang cukup tinggi. Tanaman cabai selain sebagai sayuran juga

dapat digunakan sebagai tanaman obat (Setiadi, 2006).

Terdapat 3 macam buah cabai, yang besar agak

pendek, besar panjang dan yang kecil (cabai rawit) cabai besar

agak lonjong rasanya kurang pedas, berwarna merah dan hijau

(Kartasapoetra, 1988).
Cabai merah rasanya sangat pedas, sangat baik

dijadikan saus, sambal atau dikeringkan dijadikan tepung. Tepung

cabai banyak diperlukan baik oleh perusahaan pembuat makanan

dan pembuat atau pencampur obat tradisional. Harganya mahal,

oleh karena itu kalau para petani membudidayakan tanaman ini,

sebaiknya sebagian hasilnya diolah menjadi tepung untuk di

ekspor (Kartasapoetra, 1988).

Tanaman cabai berasal dari benua Amerika, tepatnya

Amerika Latin dengan garis lintang 0‐30 LU dan 0‐30 LS.

(Setiadi, 2006). Prajnanta (2007) menambahkan bahwa tanaman

cabai berasal dari Peru. Ada yang menyebutkan bahwa bangsa

Meksiko kuno sudah menggemari cabai semenjak tahun 7000

jauh sebelum Colombus menemukan benua Amerika (1492).

Christophorus Colombus kemudian menyebarkan dan

mempopulerkan cabai dari benua Amerika ke Spanyol pada tahun

1492. Pada awal tahun 1500‐an, bangsa Portugis mulai

memperdagangkan cabai ke Macao dan Goa, kemudian masuk ke

India, Cina, dan Thailand. Sekitar tahun 1513 kerajaan Turki

Usmani menduduki wilayah Portugis di Hormuz, Teluk Persia. Di

sinilah orang Turki mengenal cabai. Saat Turki menduduki

Hongaria, cabai pun memasyarakat di Hongaria.


Cabai rawit banyak dibudidayakan diberbagai negara,

hasilnya selain untuk mencukupi kebutuhan sendiri, karena

banyak dibutuhkan di negara‐ negara yang berhawa dingin

(Kartasapoetra, 1988).

2.1.2 Klasifikasi Cabai Merah

Klasifikasi tanaman cabai menurut Wiryanta (2006)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae (suku terung-terungan)

Genus : Capsium

Spesies : Capsicum frutescens L.


2.1.3 Manfaat Cabai Merah

1) Menurunkan berat badan

Cabai mengandung capsaicin yang akan mempercepat

metabolisme dan membantu tubuh membakar kalori lebih

cepat ( Winarno, 1997 ).

2) Menyehatkan jantung

Cabai menyehatkan jantung, dengan cara mencegah

pembekuan darah. Kadar kolesterol jahat dapat mencegah

oksidasi yang bisa menyebabkan penyumbatan pembuluh

darah ( Winarno, 1997 ).

3) Melancarkan sirkulasi

Rasa pedas pada cabai akan melancarkan sirkulasi dan

menurunkan tekanan darah. Cabai juga membantu menguatkan

dinding pembuluh darah karena kandungan vitamin A dan C

( Winarno, 1997 ).

4) Antikanker

Capsaicin memperlambat pertumbuhan sel kanker, sel

kanker mati tanpa merusak sel sehat di sekitarnya ( Winarno,

1997 ).
5) Meningkatkan fungsi cerna

Manfaat cabai dalam saluran cerna adalah

meningkatkan sirkulasi darah di perut ( Winarno, 1997 ).

6) Melancarkan pernapasan

Rasa pedas pada cabai bertindak seperti espektoran dan

membantu penderita asma, bronkitis kronik, sinusitas, dan

penyakit pernapasan ( Winarno, 1997 ).

2.1.4 Kandungan Gizi Cabai Merah

Menurut Setiadi (2006), cabai rawit paling banyak

mengandung vitamin A dibandingkan cabai lainnya. Cabai rawit

segar mengandung 11.050 SI vitamin A, sedangkan cabai rawit

kering mengandung mengandung 1.000 SI. Sementara itu, cabai

hijau segar hanya mengandung 260 vitamin A, cabai merah segar

470, dan cabai merah kering 576 SI.


Table 1 Kandungan nutrisi (gizi) dalam tiap 100 g cabai

rawit segar dan kering.

Proporsi kandungan gizi


No Komposisi zat gizi
Segar Kering

1 Kalori (Kal) 103,00 ‐


2 Protein (g) 4,70 15,00
3 Lemak (g) 2,40 11,00

4 Karbohidrat (g) 19,90 33,00


5 Kalsium (mg) 45,00 150,00
6 Fosfor (mg) 85,00 ‐
7 Vitamin A (Si) 11,050,00 1,000,00

8 Zat besi (mg) 2,50 9,00


9 Vitamin B1 (mg) 0,08 0,50

10 Vitamin C (mg) 70,00 10,00


11 Air(g) 71,20 8,00

12 Bagian yang dapat dimakan (Bdd, 90,00 ‐


%)
2.2 TINJAUAN UMUM TENTANG VITAMIN C

2.2.1 Definisi Vitamin C

Menurut Koes Irianto, vitamin C berasal dari bahasa Latin

yaitu “vita” yang artinya “hidup” dan “amina” (amine) yang

mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen

(N).19 Vitamin C adalah vitamin yang berbentuk kristal putih agak

kuning tidak berbau, mudah larut dalam air, mencair dalam suhu

190-192 0C dan merupakan suatu asam organik. Rumus molekul

vitamin C adalah (C6H8O6) dan berat molekulnya adalah 176,13

( Subani 2008 ).

Vitamin C dikenal dengan nama lain “cevitamic acid”,

“antiscorbutic factor” dan “scurvy preventive dietary essential”.

Vitamin C mempunyai dua bentuk molekul aktif yaitu bentuk

tereduksi sebagai asam askorbat dan bentuk teroksidasi sebagai

asam dehidro askorbat. Bila asam dehidroaskorbat teroksidasi

lebih lanjut akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang tidak

aktif secara biologis ( Wiryanta 2006 ).

Manusia tidak dapat mensintesis asam askorbat dalam

tubuhnya karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah


glukosa atau galaktosa menjadi asam askorbat, sehingga harus

disuplai dari makanan.

2.2.2 Struktur kimia Vitamin C

Vitamin C adalah suatu turunan heksosa dan

diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan

monosakarida. Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan

D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar

hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-

asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat

(bentuk teroksidasi).

Gambar 1. Struktur Asam Askorbat

Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam

dehidro askorbat terjadi bila bersentuhan dengan tembaga, panas

atau alkali. Kedua bentuk vitamin C aktif secara biologik tetapi

bentuk tereduksi adalah yang paling aktif. Oksidasi L-asam


dehidro askorbat lebih lanjut akan menghasilkan asam diketo L-

gulonat dan oksalat yang tidak dapat direduksi kembali,

kehilangan sifat antiskorbutnya ( Winarno 1997 ).

2.2.3 Fungsi Vitamin C

1) Flu Biasa

Konsumsi vitamin C berkelanjutan setiap hari

setidaknya mengurangi lamanya seseorang menderita

penyakit flu sampai 8% ( Hernani 2006 ).

2) Sistem Kekebalan Tubuh

Sistem kekebalan tubuh erat kaitannya dengan

manfaat dan fungsi vitamin C. Virus yang menyerang

tubuh menyebabkan sistem kekebalan tubuh mengalami

penurunan akibat kelelahan, penat dan konsumsi makanan

yang kurang memenuhi gizi harian. Sehingga vitamin C

berperan sebagai penyeimbang sistem kekebalan tubuh

( Hernani 2006 ).

3) Penyakit Jantung

Vitamin C biasanya disertakan bersama resep obat


dokter untuk membantu penyembuhan bagi penderita
penyakit jantung ( Irianto koes 2014 ).dll.
2.2.4 Akibat kelebihan Vitamin C

Konsumsi berlebihan dari vitamin C akan memperberat

kinerja ginjal. Vitamin C dalam dosis tinggi tidak boleh

dikonsumsi oleh penderita gagal ginjal dan batu ginjal. Vitamin

C yang larut dalam air membuat pengeluaran urin yang

mengandung vitamin C menjadi meningkat, sehingga

membentuk batu ginjal. Akibat lain dari kelebihan konsumsi

vitamin C adalah insomnia (sulit tidur), keguguran bagi ibu

hamil usia muda akibat tekanan progesteron dan penyakit

hemochromatosis (kelebihan zat besi) karena vitamin C

membantu penyerapan zat besi ke dalam tubuh lebih cepat

( Irianto koes 2014 ).

Kecukupan gizi (dosis) yang dianjurkan untuk vitamin C

pada orang dewasa adalah 75 mg per hari untuk wanita dan 90 mg

per hari untuk pria. Orang dewasa perokok, dosis harian yang

dibutuhkan akan lebih besar yaitu 110 mg untuk wanita dan 125

mg untuk pria. Dosis yang lebih tinggi akan dibutuhkan saat

sedang stres, demam atau menderita infeksi ( Irianto koes 2014 ).

Seseorang akan mengalami overdosis vitamin C jika

mengkonsumsi 200-500 mg per hari dalam jangka lama.


Overdosis vitamin C dapat menyebabkan diare, gas pada perut,

kram dan mual. Vitamin C dalam jumlah besar dapat mengurangi

tingkat tembaga dalam tubuh ( Irianto koes 2014 ).

2.3 TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWET

2.3.1 Pengawet

Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan

berbagai cara yang umumnya bekerja dengan mematikan atau

menghambat mikrorganisme. Penanggulangan resiko kerusakan

bahan pangan selama penyimpanan adalah dengan metode

pengawetan. Metode pengawetan yang dikembangkan

melibatkan perlakuan fisik, perlakuan penambahan bahan kimia,

ataupun keduanya ( Hernani 2006 ).

Pengawetan berasal dari kata awet yang artinya lama

bertahan atau tidak mudah rusak, mendapat awalan peng dan

akhiran an. Pengawet adalah sesuatu yang mengawetkan atau

zat yang mencegah pelapukan dan penguraian cairan organik

atau makanan. Pengawetan adalah proses atau cara yang dapat

menjadikan sesuatu menjadi awet dan tahan lama ( Hernani

2006 ).
Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik

jenis maupun dosisnya. Suatu bahan mungkin efektif untuk

mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk

mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat

yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan

dihambat pertumbuhannya juga berbeda ( Hernani 2006 ).

Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu

menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengemasan

atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat

memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan.

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan

pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi,

pengemasan atau penguraian lain terhadap pangan yang

disebabkan oleh mikroorganisme ( Hernani 2006 ).

Tujuan penambahan bahan pengawet pada pangan secara

umum adalah:

a. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan

baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen

b. Memperpanjang umur simpan pangan


c. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau pangan

yang diawetkan

d. Tidak menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah

e. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang

salah atau tidak memenuhi persyaratan

f. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan

pangan.

2.3.2 NaCl ( Garam )

2.3.2.1 Definisi Natrium Klorida / garam

Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim

dimakan manusia. Bentuknya kristal putih, seringkali

dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang

tersedia secara umum adalah Natrium klorida (NaCl).

Garam sangat diperlukan tubuh, namun bila

dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan

berbagai penyakit, termasuk tekanan darah tinggi.

Selain itu garam juga digunakan untuk mengawetkan

makanan dan sebagai bumbu. Untuk mencegah penyakit

gondok, garam dapur juga sering ditambahi Iodium

(Maippiratu 2009).
2.3.2.2 Struktur kimia

Natrium klorida, juga dikenal dengan garam

dapur, atau halit, adalah senyawa kimia dengan rumus

molekul NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling

memengaruhi salinitas laut dan cairan ekstraselular pada

banyak organisme multiselular. Sebagai komponen

utama pada garam dapur, natrium klorida sering

digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan. Suhu

kritis (critical point) dari senyawa NaCl adalah 415oC

(Maippiratu 2009).

Table 2. Klasifikasi Natrium klorida

Rumus struktur Natrium klorida

Nama IUPAC
Natrium Klorida
Nama lain
Garam dapur; halit
Identifikasi
Nomor CAS [7647-14-5]
Sifat
Rumus molekul NaCl
Massa molar 58.44 g/mol
Penampilan Tidak berwarna/berbentuk
kristal putih
Densitas 2.16 g/cm3
Titik leleh 801 °C (1074 K)
Titik didih 1465 °C (1738 K)
Kelarutan dalam 35.9 g/100 mL (25 °C)
air
Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlaku
pada temperatur dan tekanan standar (25°C,
100 kPa)
Sangkalan dan referensi

2.3.2.3 Manfaat dan peranan NaCl\garam sebagai bahan

pengawet.

Garam dapur (NaCl) sejak lama sudah

digunakan sebagai bahan penambah rasa dan bahan

pengawet. Sehingga garam banyak digunakan dalam

industri pangan termasuk juga dalam pengawetan ikan.

Garam dengan konsentrasi rendah berfungsi sebagai

pembentuk cita rasa, sedangkan dalam konsentrasi

cukup tinggi mampu berperan sebagai pengawet. Garam

akan terionisasi dan menarik sejumlah molekul air,

peristiwa ini disebut hidrasi ion. Jika konsentrasi garam


makin besar, maka makin banyak ion hidrat dan

molekul air terjerat. Aktivitas garam dalam menarik air

ini erat kaitannya dengan peristiwa plasmolisis, dimana

air akan bergerak dari konsentrasi garam rendah ke

konsentrasi garam tinggi karena adanya perbedaan

tekanan osmosis ( Subani 2008 ).

Efek pengawetan garam (NaCl) karena

kekuatan ion Cl sebagai pengawet, reaksi oksidasi

reduksi dan reaksi enzymatis. Kelarutan NaCl dalam air

menyebabkan kelarutan O2 dalam air menurun,

menyebabkan denaturasi protein sehingga aktifitas

enzym berkurang. Garam berperan sebagai penghambat

selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu

( Subani 2008 ).

Efek dari garam sebagai pengawet adalah sifat

osmotiknya yang tinggi sehingga memecahkan

membaran sel mikroba, sifat hidroskopisnya

menghambat aktifitas enzym proteolitik dan adanya ion

Cl yang terdisosiasi. Bila mikroorganisme ditempatkan

dalam larutan garam pekat (30-40%), maka air dalam

sel akan keluar secara osmosis dan sel mengalami

plasmolisis serta akan terhambat dalam perkembang


biakannya. Sehingga dengan peristiwa tersebut larutan

garam dapat menghambat pembusuk makanan.

2.3.2.4 Manfaat dan bahaya mengkonsumsi NaCl/ garam

a. Bahaya Bagi Tubuh Jika Konsumsi Garam

Berlebihan ( Subani 2008 ).

1. Dehidrasi / Mudah Haus

Selain mudah haus, hal ini dapat mengganggu

keseimbangan cairan yang akan menciptakan

tekanan darah meningkat sehingga membuat

beban jantung bertambah.

2. Saat usia meningkat, sementara tekanan darah

tinggi, maka risiko terkena penyakit stroke,

osteoporosis dan penyakit ginjal juga dapat

meningkat.

b. Manfaat garam bagi tubuh manusia ( Subani 2008 ).

1. Menjaga keseimbangan cairan tubuh dan

berperan dalam produksi hormon tiroid.

2. Garamlah yang membuat seseorang bisa

berkeringat sekaligus menjaga seseorang

terhindar dari dehidrasi.


3. Kekurangan garam pada ibu hamil bisa berakibat

buruk. Iodium yang terlalu sedikit bisa

mengakibatkan janin mengalami gangguan

perkembangan otak dan keterbelakangan mental

serta fisik.

4. Berperan dalam pengiriman impuls saraf dari

otak ke seluruh tubuh dan koordinasi jaringan

otot.

2.4 TINJAUAN UMUM TENTANG METODE IODOMETRI

Titrasi iodometri adalah suatu proses tak langsung yang

melibatkan iod,ioniodida berlebih ditambahkan kedalam suatu agen

pengoksidasi, yangmembebaskan iod dan kemudian dititrasi dengan

Na2S2O3 (natrium tiosulfat).Titrasi iodometri merupakan titrasi redoks.

Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara

dengan iodium yang dihasilkan sebagai titratdan setara dengan banyaknya

sampel ( Khopkar 1990 ).

Larutan natrium tiosulfat merupakan larutan standar yang

digunakan dalam kebanyakan proses iodometri. Larutan ini biasanya

dibuat dari garam pentahidratnya (Na2S2O3-5H2O). Garam ini mempunyai

berat ekivalen yang sama dengan berat molekulnya (248,17) maka dari

segi ketelitian penimbangan, hal ini menguntungkan. Larutan ini perlu


distandarisasi karena bersifat tidak stabil pada keadaan biasa (pada saat

penimbangan). Kestabilan larutan mudah dipengaruhioleh pH rendah,

sinar matahari dan adanya bakteri yang memanfaatkan Sulfur.

Kestabilan larutan Na2S2O3 dalam penyimpanan ternyata paling baik bila

mempunyai pH antara 9-10. Cahaya dapat menyebabkan larutan ini

teroksidasi, oleh karena itu larutan ini harus disimpan di botol yang

berwarna gelap dan tertutup rapat agar cahaya tidak dapat menembus

botol dan kestabilan larutan tidak terganggu karena adanya oksigen di

udara ( Khopkar 1990 ).

Dalam titrasi iodometri, berat ekivalen suatu zat dihitung dari

banyaknya zat(mol) yang menghasilkan atau membutuhkan atom iod

KIO3 menghasilkan 6 atom iod permolekulnya, sedangkan Na2S2O3

membutuhkan 1 atom iod permolekulnya ( Khopkar 1990 ).

IO3 + 5I + 6H 3I2 + H2O

2Na2S2O3 +I2 2NaI+Na2S4O6

Pada proses titrasi untuk penentuan titik akhir umumnya

digunakan suatu indikator.indikator yang digunakan pada titrasi iodometri

untuk penentuan kadar KIO3 adalah indikator amilum. Pemberian

indikator amilum ini bertujuan untuk memperjelas titik akhir dari titrasi

( Harrizul Rifai 1995 ).

Pemakaian indikator amilum dapat memberikan warna biru gelap

dari komplek iodin-amilum sehingga indikator ini bertindak sebagai suatu


tes yang amat sensitif untuk iodin. Penambahan indikator amilum harus

menunggu hingga titrasi mendeteksi sempurna, hal ini disebabkan bila

pemberian indikator terlalu awal maka ikatan antara ion dan amilum

sangat kuat, amilum akan membungkus iod sehingga iod sukar lepas,

akibatnya warna biru sukar hilang dan titik akhir titrasi tidak kelihatan

tajam lagi. Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dari

larutan yang dititrasi ( Harrizul Rifai 1995 ).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini kuantitatif menggunakan metode eksperimen.

Objek penelitian ini adalah percobaan menggunakan Cabai merah yang

disimpan dalam kurung waktu 2,4,dan 6 hari yang mempengaruhi kandungan

Vitamin C pada objek dengan adanya penambahan NaCl konsenrasi 2%.

3.1.2 LOKASI DAN WAKTU

3.1.2.1 Lokasi Penelitian.

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di laboratorium

D-III Anakes STIKes Mega Rezky Makassar.

3.1.2.2 Waktu Penelitian.

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan pada bulan juni

2018 sampai penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

3.1.3 POPULASI, SAMPEL, DAN TEKHNIK PENGAMBILAN SAMPEL

3.1.3.1 Populasi.

Populasi pada penelitian ini adalah cabai merah yang di

tanam didaerah kabupaten malino Kota Makassar.


3.1.3.2 Sampel.

Sampel pada penelitian ini adalah cabai merah didaerah

kabupaten malino Kota Makassar.

3.1.3.3 Teknik Pengambilan Sampel.

Teknik pengambilan sampel diambil secara non random

( Acidental sampling ).

3.1.4 VARIABEL PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari variabel eksperimental yang meliputi:

1. Variabel bebas: lama penyimpanan dan konsentrasi natrium clorida.

2. Variabel terikat: kadar vitamin C

X1

X2

Gambar 2: Skema variabel

Keterangan:
X1: Lama penyimpanan Variabel yang akan diteliti

X2: Konsentrasi Natrium klorida


Variable yang tidak diteliti
Y: Kandungan vitamin C
3.1.5 DEFINISI OPERASIONAL

3.1.5.1 Analisis kadar adalah : pemisahan komponen yang akan diuji dari

komponen – komponen lain yang terdapat dalam suatu sampel

dengan menggunakan metode – metode tergantung dari penelitian

dan sampel. pada penelitian menggunakan metode analisis kuantitatif

3.1.5.2 Analisis vitamin C adalah jumlah vitamin C yang terkandung pada

sampel dengan ditambahkan larutan pereaksi dan diuji dengan

menggunakan metode kuantitatif iodometri.

3.1.5.3 Cabai merupakan komoditas hortikultura penting yang telah menjadi

bagian dari kebutuhan sehari-hari di Indonesia. Tanaman ini

memiliki nilai ekonomis karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku industri makanan.

3.1.5.4 NaCl adalah pengawet yang berbentuk butiran atau serbuk putih tidak

berbau dan bahan ini dapat ditambahkan langsung ke dalam makanan

atau dilarutkan terlebih dahulu di dalam air atau pelarut-pelarut

lainnya.
3.1.6 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang

disusun secara faktorial dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah

konsentrasi natrium klorida yang terdiri dari beberapa tingkat perlakuan.

Cabai merah

Kontrol Natrium Klorida (2 %)

Simpan

2 hari 4 hari 6 hari 2 hari 4 hari 6 hari

Uji kadar vitamin C

Gambar 3: Bagan Percobaan


3.1.7 TEKHNIK PENGUMPULAN DATA

3.1.7.1 Alat dan Bahan

a. Alat

Neraca analitik, Blender, Labu takar 100 ml, Pipet tetes,

Saringan, Erlenmeyer 125 ml, Plastik kemasan, Alat untuk titrasi.

b. Bahan

Cabai merah 7200 g, Natrium klorida 5 %, Bahan untuk

titrasi iodometri meliputi Amilum 1%, Na2S2O3 0,01 N, dan

Aqudes.

3.1.7.2 Prosedur kerja

Penelitian ini diawali dengan pencucian cabai merah

sebanyak 7200 gram. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan

Acak Lengkap yang terdiri dari 6 satuan perlakuan dengan 3 kali

pengulangan yaitu kontrol atau tanpa Natrium klorida, dan yang

ditambah Natrium klorida sebanyak 5 % dengan parameter kadar

vitamin C yang dilakukan 2 hari sekali, yaitu hari kedua, hari

keempat, dan hari keenam penyimpanan.

a. Cara pengawetan

Cara pengawetan cabai merah dengan konsentrasi natrium


kloridat 5 % yaitu :

1. cabai merah dicuci bersih kemudian membuatan Natrium

klorida 5 % yaitu dengan cara menimbang serbuk Natrium

benzoate 0,05 g dan diencerkan menggunakan aquades

sebanyak 100 ml.

2. Setelah larutan pengawet siap, maka dilakukan perendaman

cabai merah yang telah dicuci bersih ke dalam larutan

pengawet tadi selama 5 menit. Setelah itu, ditiriskan kembali

kemudian dimasukkan ke dalam plastik kemasan (Oktoviana,

Amina dan Sakung, 2012).

b. Penentuan kadar Vitamin C

Kandungan vitamin C ditentukan berdasarkan titrasi iodin.

Sebelum cabai merah dianalisa kadar vitamin C-nya, perlu

dipersiapkan perlakuan awal sebagai berikut.

1. Cabai merah diblender sampai homogen (terbentuk slurry).

2. Ditimbang sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam labu takar

100 ml dengan penambahan aquades sampai tanda tera.

3. Bahan selanjutnya disaring untuk memperoleh filtrat.

4. Filtrat diambil sebanyak 5 ml dengan pipet dan dimasukkan

ke dalam Erlenmeyer 125 ml, lalu ditambahkan 2 ml indikator

amilum 1% dan aquades 20 ml. Larutan tersebut dititrasi


dengan Na2S2O3 0,01 N sampai terjadi perubahan warna (biru

keunguan). Perhitungan vitamin C dengan standarisasi larutan

iodin yaitu pada setiap 1 ml 0,01 N iodin ekuivalen dengan

0,88 mg vitamin C (Oktoviana, Amina dan Sakung, 2012).


DAFTAR PUSTAKA

Hernani, dkk.,2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan, Penebar Swadaya.Depok

Kartasapoetra . 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press.


Jakarta.

Koes irianto,2014 Gizi Seimbang dalam Kesehatan reproduksi,. Alfabeta.


Bandung.

Maippiratu, T. (2009). Pengaruh emulsi antioksidan dan suhu pengeringan terhadap


mutu cabai merah kering. Palu: Balai Penelitian Universitas Tadulako.
Oktoviana, Amina dan Sakung, 2012. Pengaruh LamaPenyimpanan dan
Konsentrasi Natrium Benzoat Pada Suhu Berbeda Terhadap Kadar
Vitamin C Cabai Merah (Capsicum annuum L.) dan Sumbangsihnya Pada
Materi Zat-Zat Makanan di Kelas XI MA/SMA. Jakarta.

Prajnanta. 2007, Budi Daya Dan Analisis Usaha Tani, Cabe Rawit, Cabe merah dan
Cabe Jawa, Penerbit Absolut, Yogyakarta.

Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.


Setiadi. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Subani, 2008.Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat dan Natrium


Sakarin Dalam Sirup dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) Di Balai Obat Makanan dan Minuman.diakses tanggal 03 Oktober
2011, Makassar.

Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wiryanta. 2006. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Jakarta.

You might also like