Professional Documents
Culture Documents
Ret02n Wind PDF
Ret02n Wind PDF
Teknologi turbin telah mencapai status bagus selama 15 tahun terakhir setalah adanya
pengembangan produksi massal dan riset komersial. Harga instalasi sudah menurun,
dengan peningkatan availibitas teknis telah dapat mencapai 97%, sementara faktor
kapasitas harian telah meningkat dari 15% menjadi 30%.
37
Gambar 4.2: Distribusi kecepatan angin terhadap bidang vertikal
Pola geostropik dari angin (secara teoretis angin terjadi dari gradien tekanan)
menunjukan penurunan akibat adanya hambatan misalnya, gedung, pohon dan
rerumputan. Sifat permukaan dapat dinyatakan dengan menngunakan parameter
“rougness-length”. Z0 adalah tinggi dimana kecepatan angin mencapai nol (0).
“Roughness-length”
No Kategori Keterangan
Z0 (m)
38
Perhitungan kecepatan angin untuk suatu ketinggian tertentu (h2) atas dasar
kecepatan angin pada posisi h1 (posisi anemometer) sebesar w1 (hasil pengukuran
dengan anemometer) dapat didekati dengan:
ln h2 Z
w 2 (h2 ) = w1 0
ln 1 Z
h
0
Energi angin dapat dimanfaatkan dari laju gerakannya (energi kinetik) dengan
menggunakan kincir angin.
E& k = 0,5 m
& w a2 (4-1)
dimana wa adalah laju gerakan angin dan m massa dari angin yang melewati sudu
kincir angin setiap detiknya.
& = ρ A wa
m (4-2)
Sehingga jika kincir memiliki luas penampang A dan radius R, dan efisiensi CE maka
energi yang dapat dihasilkan setiap satuan waktu (daya kincir angin) adalah:
Perhitungan tersebut adalah hasil teoritis yang harus dikoreksi oleh faktor ketersedian
angin dan tentu saja masih dipengaruhi oleh efisiensi konversi sistem kincir antara 20 –
60% ataupun untuk sistem terbaru mencapai 70 – 80%.
Contoh:
Sebuah kincir angin dengan spesifikasi daya 150 kW, diameter sudu 23 m, efisiensi
40%, dipasang di lokasi dengan kecepatan rerata 10 m/s dan densitas udara 1,125
kg/m3.
39
Jika kecepatan angin hanya separohnya (5 m/s), maka
Nilai hi adalah frekuensi relatif untuk kelas kecepatan vi. Jumlah energi sepanjang
periode waktu T adalah jumlah dari keseluruhan kelas kecepatan.
Eges = ∑ (hi · Pi · T)
Pi = ½ · ρ · A · vi³
Jika tidak tersedia histogram untuk sutatu lokasi dan tidak dimungkinkan untuk
membuat, maka histogram dapat diturunkan dari distribusi Rayleigh dari kecepatan
angin rerata, dimana akan merupakan pendekatan bagus untuk lokasi bebas
hambatan. Histogram berikut dikembangkan dengan fungsi Rayleigh dari kecepatan
angin rerata 6 m/s.
40
Gambar 4.3: Distribusi Rayleigh
Pendekatan perhitungan pola kecepatan angin sering digunakan atas dasar distribusi
angin Rayleigh.
Pendekatan pola distribusi angin dalam rentang waktu panjang (tahunan) dapat
digunakan fungsi Weibull. Indikasi distribusi dinyatakan dengan nilai Weibull k dan
normalisasi skala c. Persamaan Weibull dinyatakan sbb:
k v
k −1
v k
f (v ) = exp − ( 4-4)
c c c
dimana v kecepatan angin, k faktor pola weibull dan c faktor skala.Karakteristik fungsi
distribusi dianyatakan oleh kedua parameter k dan c, dimana c didekati sebagai fungsi
dari kecepatan rerata c = 1,126 vrerata. Nilai k = 1 merupakan pendekatan eksponesial,
k=2 mendekatai fungsi Rayleigh dan k = 2,35 mendekati fungsi Gausian.
41
Gambar 4.4: Contoh pendekatan distribusi Weibull
Beberapa contoh pendekatan distribusi Weibull tampak pada Gambar 4.4, dimana data
real dalam diagram batang dan fungsi pendekatan berupa garis.
42
Nilai parameter Weibull k bervariasi untuk tipe lokasi, misalnya daerah dataran
pedalaman biasanya berkisar 1,2 sedangkan daerah pantai 2,3, dan semakin tinggi
lokasi nilai k akan naik.
Energi yang dihasilkan merupakan nilai perbedaan energi angin di depan dan belakang
rotor.
Jika kita hubungkan antara daya dengan daya yang terkandung dalam angin, maka
didapatkan koefisien daya (power coefficient) cP, yang dinamakan juga sebagai
efisiensi aerodinamik ('aerodynamic efficiency').
cP = Pcont / Pwind
43
dengan
Pwind = ½ · ρ · A · v1³
v2 = (v1 + v3)/2
maka diperoleh:
cP = ½ · (1+v3/v1) · (1-(v3/v1)² )
Diagram berikut menunjukkan koefisien daya cP sebagai fungsi dari rasio kecepatan v3
dengan v1.
Untuk mencapai nilai optimum penggunaan energi angin, maka kecepatan dibalik rotor
v3 harus 1/3 dari kecepatan di depan rotor v1. Sehingga koefisien daya cP,Betz = 0,59.
Ada dua kemungkinan untuk trnasformasi daya angin menjadi daya kinetik, yaitu
dengan pemanfaatan gaya hambatan “drag force” dan dengan daya angkat “lift force”.
Drag force rotors memanfaatkan gaya FW yang dihasilkan oleh angin pada suatu area
A pada sudut tertentu: that
FW = cw · ½ · ρ · A · v²
44
Tabel 1: Nilai cw
cw Body
45
Biasanya rotor yang memanfaatkan gaya hambatan “drag force rotor” adalah cup
anemometer.
Cup anemometer tidak hanya menghasilkan satu “driving drag force” tetapi juga
sebuah pengereman “braking”
Gaya penggerak:
Fw,drive = 1,33 1 2 ρ A (v − u )2
Gaya pengereman:
Fw,brake = 0,33 12 ρ A (v + u )2
46
Didefinisikan sebuah parameter rasio kecepatan λ, yang merupakan indikasi rasio
antara kecepatan putar rotor u dan kecepatan angin v.
u
λ =
v
Nilai λ untuk “Drag force rotor” tidak akan mencapai 1, karena kecepatan putar rotor
harus lebih kecil dari kecepatan angin.
Cup anemometer memiliki λopt = 0.16. Hal tersebut menunjukkan efisiensi aerodinamis
yang amat rendah, sehingga cup anemometer tidak digunakan dalam pembangkitan
daya.
Jika aliran udara menabrak bidang datar atau suatu profil sudu dengan sudut tertentu,
maka seiring dengan gaya hambatan “drag force” FW, akan dihasilkan gaya angkat
tegak lurus FA. Dikarenakan “lift force” jauh lebih besar “drag force” maka akan timbul
rotasi.
47
Gambar 4.10: Gaya angkat “Lift Force”
FA = c a 12 ρ A v 2
Koefisien gaya angkat “lift force coefficient” ca tergantung pada profil sudu sayap dan
sudut antara aurs angin dengan sudu.
Komponen “upwind speed” c adalah hasil dari jumlah dari kecepatan angin v dan
kecepatan putar u.
c² = v² + u²
Nilai c dari “lift force rotor” selalu lebih besar dari v, sedangkan c dari “drag force rotor”
selalu lebih kecil dari v.
Upwind speed memberikan kontribusi kepada gaya secara kuadrat. Sehingga atas
dasar hal tersebut, lift forced rotor menghasikan efisiensi jauh lebih baik dari pada drag
forced rotor cP,max= 0,5
Gambar berikut menunjukkan ukuran koefisien daya untuk kincir angin modern.
Catatan bahwa, cP,max dicapai pada rasio kecepatan 8. Rotor kincir dengan λ>2
dinamakan “fast running”.
48
Gambar 4.11: Koefisen data fungsi rasio kecepatan
49
4.3. Tipe Kincir Angin
Atas dasar posisi rotor dibedakan antara poros tegak (savonius rotor) dan horisontal.
Kincir poros tegak yang paling sederhana tersusun dari dua bagian metal semisilindris
yang dipasang pada poros. Sistem tersebut memiliki kelebihan yaitu dapat berputar
pada torsi sedang, meski efisiensi rendah sekitar 10%.
50
Gambar 4.14: Skema kincir angin konvensional
51
Gambar 4.15: Tipe kincir angin poros horisontal
Profil tekanan dan kecepatan untuk suatu volume atur sebagai model bentuk aliran
udara yang melewati suatu kincir dapat ditampilkan seperti Gambar berikut.
52
Gambar 4.16: Profil tekanan dan kecepatan aliran angin
Atas dasar persamaan Bernoulli, maka komponen gaya yang bekerja pada sudu rotor
searah aliran untuk asumsi tidak ada friksi dan tekanan konstan (p1 = p2) adalah:
FT = ρ a A
(w2
1 − w22 ) [N] ( 4-6)
2
Daya turbin:
&
PT = m
(
w12 − w22 ) [W] ( 4-7)
2
w w2
C p = 0,51 + 2 1 − 22 ( 4-9)
w1 w1
53
Koefisien daya menyatakan pengaruh kecepatan terhadap gradien tekanan dan daya
yang dapat dihasilkan oleh kincir. Koefisien daya amat dipengaruhi oleh parameter
aerodinamik dari kincir serta sistem kendali kincir.
PT
M = [N m] ( 4-10)
2π n
2
PTPT R 0,5 C p A ρ aw R
M = = = [N m] ( 4-11)
ω u λ
dengan:
54
Gambar 4.17: Tampak lintang dari generator sinkron
Atas dasar beda prinsip operasi maka dibedakan antara generator sinkron dan
asinkron. Generator asinkron seperti namanya, rotor tidak akan berputar pada
frekuensi sama untuk setiap bidang medan pada stator. Hal tersebut dinamakan
slippage. Slippage dapat dihitung dari kecepatan rotasi sinkron dari armatur (frekuensi
grid) dan kecepatan rotasi rotor.
s = (ns - n) / ns
Slippage memiliki nilai dalan jangkauan dari 1 (standstill) dan 0 (ideal open circuit).
Modus operasi normal s < 0,10.
ns = f / p
dimana f adalah frekuensi jaringan (grid frequency) dan p jumlah pasangan pole. Atas
dasar frekuensi jaringan 50 Hz, maka sepasang pole memiliki kecepatan rotasi sinkron
sebesar 3000 rpm. Kecepatan sebesar itu hanya dapat dicapai dengan bantuan sistem
transmisi (gearbox).
Rotor mesin asinkron tidak memerlukan ekstra suplai arus karena rotasi medan pada
stator dapat menhasilkan induksi tegangan dalam rotor yang kemudian menhasilkan
aus reaktif dalam stator.
55