You are on page 1of 11

TUGAS MATA KULIAH

PSIKOLOGI ANAK DAN REMAJA KHUSUS


PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA REMAJA

KELOMPOK:

DWI FANDI DARMADI NIM 14510005


MOHAMMAD IMADI NIM 15610034
NURLIA PUSPITASARI NIM 15610038

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG
APRIL 2018
PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA REMAJA

A. Keluarga
 Otonomi dan Attachment
Tuntutan remaja akan otonomi dan tanggung jawab membingungkan dan
membuat marah banyak orang tua. Orang tua akan menjadi frustrasi karena mereka
berharap remaja mereka menuruti nasehat mereka, mau meluangkan waktu bersama
dengan keluarga , dan tumbuh untuk melakukan apa yang benar [Collins Luebker,
1993]. Kebanyakan orang tua mengantisipasi kesulitan remaja dalam menyesuaikan
diri dengan perubahan masa remaja, tetapi hanya sedikit yang dapat membayangkan
kuatnya hasrat seorang ramaja untuk meluangkan waktu bersama dengan teman
sebaya atau seberapa banyak remaja ingin memperlihatkan bahwa merekalah yang
bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan mereka, bukan orang tua mereka.
Ketika remaja menuntut otonomi, orang dewasa yang bijaksana melepaskan
kendali dibidang-bidang dimana remaja dapat mengambil keputusan yang masuk akal
tetapi tetap terus membimbing remaja untuk mengambil keputusan yang masuk akal
pada bidang dimana pengetahuan remaja terbatas. Dengan demikian secara
berangsur-angsur remaja memperoleh kemampuan untuk mengambil keputusan
matang secara mandiri.
Dalam perkembangannya attachment dengan orang tua pada masa remaja
dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana
tercermin dalam ciri-ciri seperti harga diri, penyesuaian emosional dan kesehatan
fisik [ Allen dkk, 1994; Kobak Cole, 1993; Onishi Gjerde, 1994 ].
Dengan demikian attachment dengan orang tua selama masa remaja dapat
berlaku sebagai fungsi adaptif , yang menyediakan landasan yang kokoh dimana
remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan baru dan dunia sosial yang luas
dalam suatu cara yang secara psikologis sehat. Attachment yang kokoh dengan orang
tua dapat menyangga remaja dari kecemasan dan potensi perasaan depresi atau
tekanan emosional yang berkaitan dengan transisi dari masa anak-anak ke masa
dewasa, mereka memahami keluarga mereha sebagai keluarga yang kohesif dan
mengeluhkan sedikit kecemasan sosial atau perasaan depresi [ Papini, Roggman,
Anderson, 1990 ].
 Konflik Orang Tua dan Remaja
Masa awal remaja ialah suatu periode ketika konflik dengan orang tua
meningkat melampaui tingkat masa anak-anak [ Steinberg, 1993 ]. Peningkatan ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor al : perubahan biologis pubertas, perubahan
kognitif yang meliputi idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang
berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan pada orang tua,
dan harapan yang dilanggar orang tua dan remaja. Remaja membandingkan orang
tuanya dengan suatu standar ideal dan mengecam kekurangannya.orang tua yang
menyadari bahwa transisi ini memerlukan waktu, menangani anak muda mereka
secara lebih kompeten dan tenang daripada orang tua yang menuntut ketaatan segera
terhadap standar orang dewasa. Sebaliknya membiarkan remaja melakukan apa yang
mereka inginkan tanpa pengawasan, juga kurang bijaksana.
Konflik sehari-hari yang mencirikan relasi orang tua-remaja sebenarnya dapat
berperan sebagai fungsi perkembangan yang positif. Perselisihan dan perundingan
kecil orang tua – remaja ini akan mempermudah transisi remaja dari tergantung pada
orang tua menjadi seorang individu yang memiliki otonomi. Kesadaran bahwa
konflik dan perundingan dapat berperan sebagai fungsi perkembangan yang positif
dapat juga menurunkan kemarahan orang tua.
Model relasi orang tua-remaja yang lama mengemukakan bahwa ketika
remaja semakin dewasa, mereka akan melepaskan diri dari orang tua dan memasuki
suatu dunia otonomi yang terpisah dari orang tua. Model lama mengemukakan bahwa
konflik orang tua-remaja meningkat dan menegangkan semasa masa remaja. Model
baru mengemukakan bahwa orang tua berperan sebagai tokoh penting dengan siapa
remaja membangun attachment dan merupakan system dukungan ketika remaja
menjajaki suatu dunia sosial yang lebih luas dan kompleks. Model baru juga
menekankan bahwa dalam mayoritas keluarga, konflik orang tua-remaja tarafnya
sedang saja, tidak parah, dan bahwa perundingan-perundingan dan perselisihan
kecil yang terjadi setiap hari adalah hal normal dan dapat berperan sebagai fungsi
perkembangan yang positif yang menolong remaja menjalani transisi dari
ketergantungan masa anak-anak menuju kemandirian dewasa.

Model Lama
Otonomi, detachment dari orang Konflik intens, penuh ketegangan
tua; dunia orang tua dan teman sepanjang masa remaja, relasi orang
sebaya terpisah tua-remaja penuh dengan badai dan
stress yang berlangsung setiap hari

Model Baru
Attachment dan otonomik ; orang Konflik orang tua-remaja yang
tua adalah sistem dukungan dan sedang-sedang saja adalah umum
tokoh attachment yang penting; dan dapat memberi suatu fungsi
dunia orang tua-remaja dan dua perkembangan yang positif; konflik
remaja-teman sebaya memiliki semakin besar pada masa awal
beberapa kaitan yang penting remaja, khususnya selama puncak
masa pubertas

 Kematangan Remaja dan Orang Tua


Dengan perubahan – perubahan yang dialami remaja dan orang tua, akan
menjadikan kematangan secara sosial – emosional. Diantara perubahan remaja ialah
pubertas, berkembangnya penalaran logis dan meningkatnya pemikiran idealistis dan
egosentris, pelanggaran harapan-harapan, perubahan di sekolah, teman sebaya,
persahabatan, serta menuju kemandirian. Orang tua akan menatap kemasa depan
secara lebih mantap dan berpikir tantang berapa banyak lagi waktu yang tersisa
untuk meraih apa yang mereka inginkan. Akan tetapi remaja semakin optimis
menatap masa depan yang tidak terbatas, dan merasa bahwa mereka memiliki
sejumlah waktu yang tidak terbatas untuk meraih apa yang mereka inginkan.
B. Teman Sebaya
Masalah yang sering terjadi pada remaja didalam hubungannya dengan
keluarga adalah kebutuhan remaja yang tidak dipahami oleh anggota keluarga yang
lain, yaitu pentingnya kehadiran teman-teman. Pada masa ini ketergantungan anak
dengan keluarga mulai berkurang, dan seorang remaja akan lebih sering untuk
menghabiskan waktunya dengan teman-temannya. Pada masa remaja, teman-teman
menjadi figur yang penting dan merupakan hal yang menjadi penekanan sosial bagi
remaja, lebih dari orang tua.
 Tekanan Teman Sebaya dan Tuntutan Konfromitas
Komformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat
bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk
perilaku konformitas yang negatif, seperti : menggunakan bahasa yang jorok,
mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang tua dan guru. Tetapi ada juga
konformitas teman sebaya yang tidak negatif dan terdiri atas keinginan untuk
dilibatkan dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian yang sama dengan
teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota
kelompok, serta sering melibatkan diri pada kegiatan prososial, seperti
mengumpulkan uang untuk kegiatan sosial dengan tujuan yang bermakna.
 Klik dan Kelompok
Kebanyakan relasi dengan kelompok teman sebaya pada masa remaja dapat
dikategorikan dalam salah satu dari tiga bentuk : kelompok, klik, atau persahabatan
individual. Kelompok (crowd) ialah kelompok-kelompok remaja yang terbesar dan
kurang bersifat pribadi. Anggota kelompok bertemu karena ada kepentingan , bukan
karena saling tertarik.
Klik ialah kelompok yang lebih kecil, memiliki kedekatan yang lebih besar di
antara anggota, dan lebih kohesif daripada kelompok. Keanggotaan pada klik
biasanya berkaitan dengan harga diri remaja [ Brown Lohr, 1987 ]. Klik-klik ini
meliputi yang berorientasi atletik, murid yang terkenal memimpin kegiatan sosial,
murid yang sering berbuat onar, murid yang terkenal menggunakan obat-obatan
dan kenakalan lainnya. Namun ada juga murid yang tidak mau bergabung, karena
menurut mereka keanggotaan klik tidak penting, namun merka memiliki harga diri
yang setara dengan murid populer.
 Kelompok Remaja Versus Kelompok Anak-Anak
Kelompok anak-anak bersifat kurang formal, kurang heterogen, dan kurang
hetero-seksual dari pada kelompok remaja. Anggota kelompok anak-anak seringkali
adalah teman-teman atau kenalan tetangga. Namun kelompok remaja cenderung
memiliki keanggotaan yang lebih luas. Pada akhir masa anak-anak , anak laki-laki
dan anak perempuan berpartisipasi dalam klik yang kecil, yang anggotanya berjenis
kelamin sama. Ketika mereka memasuki tahun awal masa remaja , klik yang
anggotanya berjenis kelamin sama mulai berinteraksi satu sama lain. Secara
berangsur-angsur para pemimpin dan anggota yang berstatus tinggi membentuk klik
lebih lanjut yang berdasarkan relasi heteroseksual.
 Berkencan
Berkencan bagi remaja ialah suatu konteks dimana harapan peran yang
berkaitan dengan gender meningkat. Laki-laki merasakan tekanan untuk tampil secara
maskulin dan perempuan merasakan tekanan untuk tampil secara feminim. Khusus
pada awal masa remaja, ketika perubahan pubertas terjadi, remaja laki-laki ingin
memperlihatkan bahwa ia mungkin adalah laki-laki terbaik, dan remaja perempuan
ingin memperlihatkan bahwa dia mungkin adalah perempuan yang terbaik.
Berkencan dapat merupakan suatu bentuk seleksi pasangan, rekreasi, sumber status
dan prestasi, serta suatu lingkungan untuk belajar tentang relasi yang akrab.
Scenario berkencan ialah model-model kognitif yang digunakan oleh remaja
dan orang dewasa untuk memandu dan mengevaluasi interaksi berkencan. Scenario
kaum laki-laki mencakup memprakarsai kencan (meminta dan merencanakannya),
mengendalikan bidang umum (mengendarai, membukakan pintu) dan memprakarsai
interaksi seksual (melakukan kontak fisik, merayu). Scenario kaum perempuan
berfokus pada bidang pribadi (memperhatikan penampilan, menikamti kencan),
berpartisipasi dalam struktur kencan yang diberikan oleh kaum laki-laki (dijemput,
dibukakan pintu), dan menanggapi gerakan seksual kaum laki-laki. Perbedaan-
perbedaan gender ini memberi kaum laki-laki kekuasaan yang lebih besar pada tahap
permulaan relasi.
C. Kebudayaan dan Perkembangan Remaja
Kita hidup di dunia yang semakin beragam, suatu dunia dimana terjadi
peningkatan kontak antara remaja dari kelompok-kelompok kebudayaan dan etnis yang
berbeda.
 Perbandingan Lintas Budaya dan Ritual Peralihan
Seperti pada periode-periode perkembangan remaja. Ritual-ritual menandai
suatu transisi individual dari suatu status ke status lain, khususnya ke masa dewasa.
Pada banyak kebudayaan primitif, ritual peralihan adalah jalan dimana remaja
memperoleh akses ke dalam praktek-praktek orang dewasa, kedalam pengetahuan,
dan kedalam seksualitas [ MacDonald, 1991; Sommer, 1978 ]. Ketiadaan ritual
peralihan yang jelas menyebabkan pencapaian status dewasa membingungkan.
Banyak individu tidak yakin apakah mereka telah atau belum mencapai status dewasa.
 Etnisitas
Etnisitas dan kelas sosial dapat berinteraksi dalam berbagai cara yang
melebih-lebihkan pengaruh etnisitas karena orang-orang yang berasal dari etnis
minoritas lebih banyak diwakili dalam tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah di
masyarakat amerika (Spencer & Dornbusch, 1990). Banyak penelitian tentang
remaja etnis minoritas tidak menghiraukan pengaruh-pengaruh etnisitas dan kelas
sosial. Walaupun tidak semua keluarga etnis minoritas miskin, kemiskinan memicu
stres pada banyak remaja etnis minoritas.
Memahami perbedaan ini merupakan aspek penting untuk dapat
berhubungan baik dengan orang lain dalam suatu dunia yang beraneka ragam,
multikultural. Kelompok etnis minoritas tidak homogen, mereka memiliki latar
belakang sosial, sejarah, dan ekonomi yang berbeda. Kegagalan untuk menyadari
keanekaragaman dan perbedaan individual berakibat pada tumbuhnya stereotipe
kelompok etnis minoritas. Konflik-konflik nilai sering dilibatkan ketika individu-
individu berespon terhadap isu-isu etnis. Suatu konflik nilai yang menonjol
meliputi asimilasi versus pluralisme.
Asimilasi mengacu pada peleburan kelompok etnis minoritas kedalam
kelompok yang dominan, yang sering berarti hilangnya beberapa atau pada akhirnya
semua perilaku dan nilai-nilai kelompok etnis minoritas tersebut. Sebaliknya,
Kemajemukan [ pluralism ] mangacu kepada kehidupan bersama kelompok etnis dan
kebudayaan yang khas di dalam masyarakat yang sama. Orang yang mengadopsi
pendirian kemajemukan biasanya mendukung bahwa perbedaan kebudayaan harus
dipertahankan dan dihargai.
D. Identitas
Sejauh ini teori yang paling komprehensif dan provokatif tentang perkembangan
identitas diungkap oleh Erik Erikson, yaitu kebingungan identitas pada tahap kelima
dalam delapan tahapan kehidupan Erikson. Selama masa remaja, pandangan dunia
menjadi penting bagi individu yang memasuki suatu ”penundaan
psikologis”[psychological moratorium], suatu kesenjangan antara keamanan masa
anak-anak dan otonomi masa dewasa. Kaum muda yang berhasil mengatasi identitas-
identitas yang saling bertentangan selama masa remaja, muncul dengan suatu
kepribadian yang menarik dan dapat diterima. Perkembangan identitas sangat kompleks.
Hal ini terjadi sedikit demi sedikit dan potongan demi potongan. Untuk pertama kali
dalam perkembangan masa remaja, individu-individu secara fisik, kognitif, dan sosial
telah cukup dewasa untuk mensintesiskan kehidupan mereka dan mengikuti suatu jalan
menuju kedewasaan.
 Empat Status Identitas
James Mercia seorang Pakar Psikologi Kanada mengemukakan bahwa ada
empat status identitas yang didasarkan atas suatu kombinasi konflik dan komitmen,
yaitu : penyebaran identitas (Identity diffusion), pencabutan identitas (identity
foreclosure), penundaan identitas (Identity moratorium), dan pencapaian identitas
(identity achievement). Krisis (crisis ) merupakan suatu periode perkembangan
identitas selama masa remaja menentukan pilihan yang bermakna atau masa
penjajakan. Komitmen (commitment) didefinisikan sebagai bagian dari
perkembangan identitas dimana remaja memperlihatkan suatu tanggung jawab
pribadi dalam apa yang mereka akan lakukan.
1. Penyebaran Identitas (Identity diffusion ) ialah istilah untuk menggambarkan
remaja yang belum mengalami suatu krisis (belum menjajaki pilihan-pilihan
yang bemakna) atau membuat komitmen apapun.
2. Pencabutan Identitas (identity foreclosure), ialah menggambarkan remaja
yang belum mengalami suatu krisis (menjajaki pilihan-pilihan yang bemakna)
tapi sudah membuat suatu komitmen.
3. Penundaan Identitas (Identity moratorium), ialah istilah yang menggambarkan
remaja yang sedang berada di tengah-tengah suatu krisis, tetapi belum ada
komitmen apapun.
4. Pencapaian Identitas (identity achievement), istilah untuk remaja yang sudah
mengalami krisis dan sudah melakukan komitmen.
 Pengaruh Keluarga terhadap Identitas
Orang tua adalah tokoh yang paling penting dalam perkembangan identitas
remaja. Dalam studi-studi yang mengkorelasikan perkembangan identitas remaja
dengan gaya-gaya pengasuhan. Orang tua dengan gaya pengasuhan demokratis, yang
mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga akan
mempercepat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan otokratis,
yang mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi suatu peluang untuk
mengemukakan pendapat, akan menghambat pencapaian identitas. Orang tua dengan
gaya pengasuhan permisif, yang memberi bimbingan terbatas kepada remaja dan
mengizinkan mereka mengambil keputusan sendiri akan meningkatkan
kebingungan identitas (Bernard,1981;Enright,dkk,1980; Mercia,1980).
Selain melakukan studi tentang gaya pengasuhan, para peneliti juga menguji
peran individualitas dan keterkaitan, perannya penting dalam perkembangan identitas
remaja.
Individualitas (individuality) terdiri dari dua dimensi , yaitu :
1. Penegasan diri (self-assertion ), yaitu kemampuan untuk memiliki dan
mengkomunikasikan suatu sudut pandang,
2. Keterpisahan (separateness), yaitu penggunaan pola-pola komunikasi untuk
mengemukakan bagaimana seseorang berbeda dari yang lain.
Ketertarikan (connectedness) juga terdiri dari dua dimensi yaitu :

1. Mutualitas (mutuality), yaitu kepekaan dan penghormatan terhadap pandangan-


pandangan orang lain
2. Kemampuan menerima (permeability), yaitu keterbukaan terhadap pandangan-
pandangan orang lain.
 Kebudayaan dan Aspek Etnis Pada Identitas
Erikson, 1968 secara khusus tertarik terhadap peran kebudayaan dalam
perkembangan identitas. Kelompok-kelompok etnis minoritas berjuang untuk
mempertahankan identitaskebudayaan mereka saat berbaur ke dalam kebudayaan
yang dominan. Bagi banyak pemuda etnis minoritas, kurangnya model peran yang
berhasil membuat beberapa pemuda etnis minoritas mengikuti nilai-nilai etnis yang
dominan kelas menengah dan berhasil mengidentifikasikan diri dengan model-model
itu. Dalam lingkungan perkotaan yang berpenghasilan rendah dimana dukungan bagi
pengembangan identitas yang positif tidak ada, organisasi dan program yang efektif
bagi pemuda dapat memberi kontribusi yang penting bagi pengembangan identitas
yang positif. Mereka berharap akan organisasi yang mampu memahami sifat mereka
sebagai remaja yang memiliki kekhawatiran, mudah tergoda, dan kesepian namun
sekaligus juga memandang mereka sabagai individu yang memiliki potensi, berharga,
dan ingin memiliki kehidupan yang sehat dan produktif yang memberi jalan positif
bagi perkembangan identitas pemuda etnis minoritas.
 Gender dan Perkembangan Identitas
Dalam sajian klasik Erikson, 1968 tentang perkembangan identitas,
pembagian kerja di antara jenis kelamin tercermin dalam pernyataan bahwa aspirasi
kaum laki-laki berorientasi pada karir komitmen-komitmen ideologis, sementara
aspirasi kaum perempuan terpusat sekitar pernikahan dan pengasuhan anak. Studi
terbaru memperlihatkan bahwa ketika kaum perempuan mengembangkan minat-
minat pekerjaan yang lebih kuat, perbedaan jenis kelamin dalam identitas beralih
menjadi persamaan. Akan tetapi yang lain berpandapat bahwa ikatan-ikatan relasi dan
emosi lebih sentral dalam perkembangan identitas kaum perempuan daripada kaum
laki-laki, dan bahwa perkembangan identitas kaum perempuan dewasa ini lebih
kompleks daripada perkembangan identitas kaum laki-laki.

Daftar pustaka
Santrock. J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.(edisi kelima)
Jakarta: Erlangga.

You might also like