Professional Documents
Culture Documents
THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan)
THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan)
- Cairan perilymph dan endolymph berfungsi mengubah energi mekanik dari getaran tulang-
tulang pendengaran menjadi energi listrik.
3. Telinga bagian dalam, terdiri dari membran semisirkularis dan cochlea (labirin berupa
rumah siput) yang di dalamnya terdapat saraf-saraf pendengaran (nerves acusticus) yang terdiri
dari :
- Nerves cochlearis untuk pendengaran.
- Nerves vestibularis untuk keseimbangan tubuh.
Keterangan :
Bunyi yang dapat didengar oleh manusia adalah yang mempunyai frekuensi 20 –20.000 Hz
(sonic). Sedangkan bunyi yang tidak dapat didengar manusia adalah yang frekuensinya < 20 Hz
(infra sonic) dan yang frekuensinya > 20.000 Hz (super sonic).
B. Struktur Anatomi dan Fisiologi Hidung
Hidung terdiri dari 2 lubang hidung yang dipisahkan oleh septum nasi. Dalam lubang hidung
terdapat rambut-rambut hidung yang berfungsi menyaring partikel-partikel yang besar. Dalam
lubang hidung terdapat mukosa hidung terdiri dari gelambir-gelambir, yang bawah disebut
concha nasalis inferior, tengah (concha nasalis medialis) dan atas (concha nasalis superior).
Dalam lapiran mukosa terdapat sel-sel berambut getar (sel-sel bersilia) yang berfungsi untuk
barrier pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme yang masuk.
Fungsi hidung adalah sebagai saluran nafas atas, dimana udara yang masuk ke dalam hidung
disaring, dilembabkan dan dihangatkan. Selain itu, hidung juga berfungsi sebagai indera
penciuman, dimana yang bekerja adalah saraf-saraf penciuman yang ada di hidung (nerves
olfactorius). Nerves-nerves olfactorius ini bergabung dalam suatu bulbus olfactorius.
Di daerah sekitar hidung terdapat sinus-sinus (berupa rongga), ada sinus maksilaris, ethmoidalis,
sphlenoidalis, dll.
Persarafan wicara :
Pusat wicara terdapat pada daerah sulkus sentralis, tepatnya pada korteks motorik daerah Broca.
Sedangkan persarafan motorik lidah oleh N.XII (Nerves hypoglosus).
Fisiologi wicara :
Di laring terjadi proses fonasi (keluarnya bunyi-bunyi vokal) dimana terjadi pertemuan antara
pita suara kanan dan kiri dan udara yang keluar dari paru-paru melalui laring dan pita suara
tersebut. Setelah itu, terjadi proses artikulasi (dihasilkannya konsonan) setelah udara keluar
melalui pita suara kemudian diproses di dalam mulut dibentuk oleh organ-organ yang ada di
mulut seperti bibir, gigi, lidah dan palatum.
Riwayat Kesehatan
A. Anak :
- Riwayat prenatal, yaitu mengkaji keadaan anak sebelum dilahirkan (saat dalam kanduangan
ibunya). Apakah ibunya ketika hamil menderita penyakit infeksi tertentu, apakah ibunya ketika
hamil pernah mengkonsumsi obat-obat tertentu, atau ibunya pernah mengalami trauma ketika
hamil, atau hal-hal lain yang dapat mempengaruhi keadaan janin termasuk gangguan THT yang
dideritanya pada masa anak.
- Riwayat natal, mengkaji keadaan janin ketika dilahirkan, apakah janin lahir prematur, dengan
persalinan buatan (menggunakan alat bantu persalinan), bagaimana APGAR scorenya. Semua
keadaan ini dapat berhubungan dengan gangguan system THT yang diderita klien sekarang.
- Riwayat post natal, yaitu mengkaji kelengkapan imunisasi yang pernah didapat, riwayat penyakit
yang pernah diderita sebelumnya yang dapat berpengaruh terhadap penyakit yang diderita
sekarang, trauma yang pernah dialami sebelumnya, riwayat alergi dan obat-obatan yang pernah
dikonsumsi sebelumnya.
- Riwayat keluarga, apakah anggota keluarga menderita gangguan system THT yang sama dengan
klien.
B. Dewasa :
- Riwayat masa anak (seperti tsb. di atas).
- Riwayat keluhan sesuai pola PQRST.
- Riwayat kesakitan penyakit yang pernah diderita klien yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit yang diderita klien sekarang.
- Riwayat pengobatan klien pernah mengkonsumsi obat apa yang dapat mempengaruhi
terjadinya penyakit yang diderita klien sekarang.
C. Perkembangan Wicara
Mengkaji apakah perkembangan wicara klien normal, dengan panduan perkembangan wicara
yang normal sebagai berikut :
- Bayi baru lahir dapat mengucapkan vokal sederhana.
- Minggu pertama post partum dapat mengucapkan beberapa konsonan : g, k, l, r.
- Usia 2 bulan dapat mengeluarkan suara responsive.
- 6 bulan dapat mengucapkan suku kata, misalkan saat nangis dia sebut “ma…”.
- 9 bulan pengulangan suku kata, seperti “papa, bobo, dll.”.
- 12 bulan dapat mengucapkan 1 – 2 kata.
- 18 bulan dapat mengucapkan 6 – 20 kata.
- 2 tahun mampu menguasai lebih dari 50 kata, dapat membuat kalimat sederhana.
- 2 tahun 6 bulan menguasai 200 kata atau lebih, banyak bertanya, bisa menyanyi.
- 3 tahun dapat menggunakan bentuk jamak dan kata ganti, mampu berimprovisasi.
- 4 tahun mampu menghubungkan cerita.
- 5 tahun bicara lancar, mampu menceritakan kembali cerita yang didengarnya.
Untuk memeriksa ketajaman pendengaran dapat dilakukan uji berbisik, uji garpu tala, atau test
audiometri. Secara singkat test garpu tala adalah sebagai berikut :
Uji Rinne :
a. Garpu tala divibrasikan
b. Pangkal garpu tala diletakkan pada mastoid pasien
c. Pindahkan garpu tala ke depan ke depan telinga, jika pasien sudah tak merasa getaran pada
mastoid
d. Catat hasil test :
1) +, jika setelah dipindahkan klien masih mendengar bunyi garpu tala.
2) –, jika setelah dipindahkan klien tidak mendengar bunyi.
Uji Weber :
a. Garpu tala divibrasikan
b. Pangkal garpu tala diletakkan pada garis simetris kepala (biasanya di dahi, gigi seri, atau ubun-
ubun).
c. Tanyakan pasien merasakan getaran lebih keras yang sebelah mana
d. Catat hasil test :
1) Lateralisasi ke kanan, jika kanan lebih merasakan getaran
2) Lateralisasi ke kiri, jika kiri lebih merasakan getaran.
Uji Weber juga digunakan untuk menentukan apakah seseorang menderita tuli konduktif atau tuli
sensorineural / perspektif
1) Tuli konduktif, jika getaran lebih dirasakan dibagian telinga yang tidak mendengar.
2) Tuli perspektif, jika pada bagian telinga yang tidak mendengar tidak dirasakan adanya getaran.
Uji Schwabach :
a. Garpu tala divibrasikan
b. Pangkal garpu tala diletakkan pada mastoid pasien sampai pasien tak mendengnar
c. Pindahkan pangkal garpu tala pada mastoid pemeriksa
d. Catat hasil test :
1) Memendek, jika pemeriksa masih mendengar
2) Jika pemeriksa juga tak mendengar, lakukan test balik (uji pemeriksa dulu, kemudian pasien).
- Jika pemeriksa sudah tak dengar, tapi pasien masih dengar test Schwabach memanjang.
- Jika pemeriksa sudah tak dengar dan pasien juga tak dengar pasien dalam keadaan normal.