You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi,


berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal, yakni dalam endometrium
cavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang
normal, misalnya kehamilan pada pars interstitial tuba dan kehamilan pada serviks
uteri.

Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterina. Kehamilan ektopik


dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu.

Insiden kehamilan ektopik telah meningkat secara dramatis selama dua dekade
terakhir di Amerika Serikat menjadi > 1:100 kehamilan (dari kira-kira
1:500). Peningkatan ini paling jelas pada wanita bukan kulit putih, disebabkan
oleh infeksi tuba, endometriosis dan peningkatan kemungkinan kehamilan ektopik
setelah ligasi tuba laparoskopik gagal. Faktor-faktor yang tidak diketahui juga
mungkin menjadi penyebab.

Kehamilan ektopik merupakan penyebab utama kematian ibu terutama karena


perdarahan yang tidak terkendali dan syok (0,1%-0,2% di Amerika Serikat tetapi
angka ini lebih tinggi di negara-negara berkembang). Kematian janin pada kehamilan
ektopik hampir sama.

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu yang mendadak (akut) biasanya tidak


sulit. Karena selain gejala kehamilan muda, juga terdapat nyeri perut bagian bawah,
disertai dengan perdarahan pervaginam. Tanda-tanda lain adalah lemah, pucat,
nyeri tekan perut bawah, nyeri goyang serviks, syok serta cairan bebas
intraabdomen, penonjolan cavum douglas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi di
luar endometrium rahim. Istilah lain : ektopik pregnancy, ektopik gestation dan
eccecyesis. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik yang
terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini dapat berbahaya bagi
wanita tersebut.

2.2 Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
25 dan 35 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan 1 di antara 300
kehamilan. Di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia, pada RS
Pirngadi Medan (1979-1981) frekuensi 1:139, dan di RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta (1971-1975) frekuensi 1:24. Laporan dari negara lain berkisar antara lain
1:38 dan 1:150. Di negara-negara maju berkisar antara 1:250 dan 1:329. Di
Amerika kehamilan ektopik lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam
daripada kulit putih, karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih baik pada
wanita negro. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang adalah 1-14,6%.

2.3 Etiologi
Fertilisasi yakni penyatuan ovum dengan spermatozoon terjadi di ampula
tuba. Dari sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke cavum uteri dan ditempat
yang akhir ini mengadakan implantasi di endometrium. Keadaan pada tuba yang
menghambat atau mengalami gerakan ini, dapat menjadi sebab bahwa implantasi
terjadi pada endosalphing, selanjutnya ada kemungkinan pula bahwa kelainan
pada ovum yang dibuahi memberi pradisposisi untuk implantasi di luar cavum
uteri, akan tetapi hal ini kiranya tidak banyak terjadi.
Penyebab kehamilan ektopik ada yang diketahui dan ada pula yang tidak
atau belum diketahui. Beberapa faktor predisposisi yang menghambat perjalanan
ovum ke uterus sehingga blastokista mengadakan implantasi di tuba ialah:
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi
ke dalam cavum uteri, antara lain:
 Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi
silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa
tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot
pada tuba falopi.
 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/infeksi pasca nifas,
apendisitis atau endometriosis yang menyebabkan tertekuknya tuba
atau penyempitan lumen.
 Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius
dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
 Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang
kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
 Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa.
 Penggunaan IUD (Intra Utery Device).
2. Faktor Fungsional
 Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus
mulleri yang abnormal.
 Refluks menstruasi.
 Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen
dan progesteron.
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
4. Hal lain seperti: riwayat kehamilan ektopik terganggu dan riwayat abortus
induksi sebelumnya.
2.4 Patologi
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan
blastokista yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasinya kurang baik dan
1,5
desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan:
1. Ovum mati dan kemudian diresorbsi.
2. Trofoblast dan villus khorialisnya menembus lapisan pseudokapsularis
dan menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu
menyebabkan pembesaran tuba (hematosalping) dan dapat pula mengalir
terus ke rongga peritoneum, berkumpul di cavum douglasi dan
menyebabkan hematokele retrouterina.
Pada peristiwa ini yang terkenal dengan nama abortus tuba, ovum untuk
sebagian atau seluruhnya ikut memasuki lumen tuba dan keluar dari
ostium tuba abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan
pada ampula, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga
peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan
dari dinding tuba.
Abortus tuba terjadi pada 65% kasus dan ini merupakan hal yang biasa
terjadi pada implantasi di fimbriae dan ampula. Perdarahan kecil
berulang-ulang dari tempat implantasi pada dinding tuba melepaskan
ovum yang mati dan selanjutnya akan:
- Diabsorbsi secara komplit
- Mengalami abortus komplit melalui ostium tuba ke dalam rongga
peritoneum
- Mengalami abortus tidak komplit, sehingga konseptus yang
tertutup bekuan darah menonjol ke dalam ostium
- Membentuk mola darah di dalam tuba
Gambar 2.1 Abortus Tuba

3. Trofoblast dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan


peritoneum pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke
rongga peritoneum.
Peristiwa ini yang sering terjadi pada kehamilan di isthmus, dapat
menyebabkan perdarahan banyak karena darah mengalir secara bebas
dalam rongga peritoneum dan dapat menyebabkan keadaan yang gawat
pada penderita.
Ruptur bisa terjadi pula pada dinding tuba yang menghadapi
mesosalping; darah mengalir antara 2 lapisan mesosalping dan
kemudian ke ligamentum latum, dan menyebabkan hematoma
intraligamenter. Baik pada abortus tuba maupun ruptur tuba, kejadian
tidak jarang timbul sekitar 14 hari sesudah implantasi ovum dalam tuba,
malahan kadang-kadang sebelum saat semestinya datang haid.
Ruptur tuba terjadi pada 35% kasus dan lebih umum terjadi apabila
implantasinya di isthmus. Ruptur ampulla biasanya terjadi antara
minggu ke 6 dan 10, sedangkan ruptur isthmus terjadi lebih awal, sering
kali pada saat terlambat menstruasi pertama. Trofoblast menerobos ke
dalam dan akhirnya menimbulkan erosi dinding serosa tuba, sehingga
berakhir dengan kebocoran secara mendadak atau bertahap. Biasanya
ovum menonjol keluar lewat robekannya dan perdarahannya berlanjut.
Jika ruptur terjadi pada bagian mesenterika tuba, akan terbentuk
hematoma ligamentum latum.

Gambar 2.2 Ruptur Tuba


2.5 Klasifikasi
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa
golongan:
a. Tuba fallopi (>99%)
1. Pars intertisialis (2%)
Karena dinding agak tebal, dapat menahan kehamilan sampai 4
bulan atau lebih, kadang kala sampai atem. Kalau pecah dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak dan keluarnya janin dalam
rongga perut.
2. Isthmus (25%)
Dinding tuba di sini lebih tipis, biasanya pada kehamilan 2-3 bulan
sudah pecah.
3. Ampulla (55%)
Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan.
4. Infundibulum
5. Fimbriae (17%)
Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan.
b. Uterus (jarang)
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornu
4. Tanduk rudimenter
c Ovarium (0,5%)
. Intraligamenter (jarang)
Abdominal (kira-kira 1/15000 kehamilan)
d 1. Primer, dengan implantasi awal zigot di luar tuba (pada hati)
. 2. Sekunder, karena ekspulsi atau ruptur kehamilan tuba
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus (heterotopik), terjadi
1/17000-30000 kehamilan.
Gambar 2.3 Klasifikasi Kehamilan Ektopik

2.6 Gejala Klinis


Gejala klinis yang dialami pasien dengan kehamilan ektopik yaitu:
- Amenorrhea, mual sampai muntah.
Amenorrhea diikuti oleh perdarahan merupakan gejala yang sering
dijumpai pada kehamilan ektopik. Biasanya perdarahan tidak banyak
tapi cukup lama dan darah berwarna hitam. Pada pemeriksaan
histologik pada desidua ini tidak ditemukan villus khorialis.
- Rasa nyeri kiri atau kanan perut bagian bawah lebih sering ditemukan.
Berhubungan dengan tarikan pada peritoneum dinding tuba berhubung
dengan pembesaran tuba karena kehamilan ektopik.
- Uterus membesar dan lembek.
Pada kehamilan 2 bulan mungkin di samping uterus yang membesar
dapat ditemukan tumor yang lembek dan licin, akan tetapi hal itu dapat
disebabkan korpus luteum graviditatis atau suatu tumor ovarium.
- Jika terjadi abortus tuba, dapat timbul perdarahan dari uterus yang
berwarna hitam, dan rasa nyeri di samping uterus bertambah keras.
Pada pemeriksaan ditemukan di samping uterus sebuah tumor nyeri
tekan, agak lembek dengan batas-batas yang tidak rata dan jelas.
Kadang-kadang uterus termasuk dalam tumor tersebut.
- Kavum douglasi menonjol ke vagina karena darah didalamnya, kadang
teraba dengan jelas hematokele sebagai tumor agak lembek.
- Nyeri yang cukup keras jika servix uteri digerakkan.
- Jika terjadi ruptur tuba, tampak gambaran anemia, penderita dalam
keadaan syok, dengan suhu badan menurun, nadi cepat, tekanan darah
menurun dan bagian perifer badan yang terasa dingin. Perut agak
membesar dengan menunjukkan tanda-tanda rangsangan peritoneum
dengan rasa nyeri yang keras pada palpasi. Kadang ditemukan cairan
bebas dalam rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik, uterus tidak
dapat diraba dengan jelas karena dinding perut menegang dan uterus
dikelilingi oleh darah. Gerakan pada serviks uteri nyeri sekali dan
cavum douglasi menonjol.
Gambaran klinis yang dijumpai bisa akut atau subakut, gejala ini bervariasi
menurut waktu kapan penderita kita lihat atau periksa, sebelum, sewaktu atau
sesudah terjadi ruptur:
o Sebelum terganggu
Tanda-tanda hamil muda, sedikit rasa sakit pada perut, rasa tidak enak
pada perabaan dan biasanya diagnosis sukar ditegakkan. Rasa tidak
enak ini menyebabkan ibu pergi ke dukun dan sehingga dapat terjadi
ruptur.
o Sewaktu terganggu
Rasa sakit tiba-tiba pada sebelah perut, sakit ini sifatnya seperti diiris
dengan pisau dan terjadi perdarahan dengan akibat-akibatnya. Terjadi
gejala akut abdomen, jadi diagnosis mudah ditegakkan.
o Sesudah terganggu
Diagnosis lebihdatang
mudahkedengan adanya tanda-tanda akut abdomen
makadan perdarahan. Bila
penderita baru rumah sakit setelah beberapa waktu, tanda-tanda di atas
masih ada, tetapi kurang jelas. Yang kita dapati adalah tumor dibelakang rahim yang
disebut pelvic mass.abnormal
Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen,
perdarahan vagina dan amenorrhea.
2.7 Diagnosis
Gejala-gejala kehamilan ektopik beraneka ragam, sehingga pembuatan
diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya kehamilan ektopik
yang belum terganggu sulit untuk dibuat diagnosis. Yang penting dalam
pembuatan diagnosis kehamilan ektopik ialah supaya pada pemeriksaan penderita
selalu waspada terhadap kemungkinan kehamilan ini.
Diagnosis kehamilan ektopik ditegakkan melalui:
1. Anamnesis, diketahui adanya:
- Amenorrhea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai
keluhan ibu hamil muda dan gejala hamil lainnya.
- Perdarahan dapat berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.
- Bila terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET):
Pada abortus tuba keluhan dan gejala kemungkinan tidak begitu berat,
hanya rasa sakit di perut dan perdarahan pervaginam. Hal ini dapat
dicampurkan dengan abortus biasa. Pada ruptur tuba, maka gejala akan
lebih hebat dan membahayakan jiwa si ibu.
- Oerasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut, seperti diiris dengan
pisau disertai muntah dan bisa jatuh pingsan. Pada kehamilan ektopik
yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras.
- Nyeri bahu, hal ini karena perangsangan diafragma.
2. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum penderita:
Tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba, kurang lebih
normal sampai gawat dengan syok berat dan anemi. Pada abortus tuba
yang sudah berlangsung beberapa waktu suhu badan agak meningkat.
- Tanda-tanda akut abdomen
Nyeri tekan yang hebat (defance musculair), muntah, gelisah, pucat,
anemis, nadi lemah dan tensi rendah atau tidak terukur(syok).
- Tanda Cullen
Sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam.
- Pada pemeriksaan ginekologik terdapat:
 Adanya nyeri ayun(goyang)
Dengan menggerakkan porsio dan serviks, ibu akan merasa sangat
nyeri.
 Douglas crise
Yaitu rasa nyeri hebat pada penekanan cavum douglasi
 Kavum douglasi teraba menonjol
Hal ini terjadi karena terkumpulnya darah.
 Teraba massa retrouterina (massa pelvis).
- Pervaginam keluar decidual cast.
- Pada palpasi perut dan pada perkusi: ada tanda-tanda perdarahan intra
abdominal (shifting dullness).
3. Pemeriksaan laboratorium :
- Pemeriksaan Hb seri tiap 1 jam menunjukkan penurunan kadar Hb
- Adanya leukositosis
4. Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Tes kehamilan
Apabila tesnya positif, itu dapat membantu diagnosis khususnya
terhadap tumor-tumor adneksa, yang tidak ada sangkut pautnya dengan
kehamilan. Tes kehamilan yang negatif tidak banyak artinya, umumnya
tes ini menjadi negatif beberapa hari setelah meninggalnya mudigah.
b. Dilatasi dan kerokan
Kerokan tidak mempunyai tempat untuk diagnosis kehamilan ektopik.
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amenorrhea terjadi
perdarahan yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping
uterus, sehingga dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan
disfungsional dan lain-lain. Ditemukan desidua tanpa villus korialis dari
sediaan yang diperoleh dari kerokan, dapat membawa pikiran ke arah
kehamilan ektopik.
c. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terharap laparoskopi adalah tidak
invasif, artinya tidak perlu memasukkan alat dalam rongga perut. Akan
tetapi pemeriksaan ini memerlukan orang yang berpengalaman dalam
menginterpretasikan hasilnya. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau
berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan atau kiri uterus,
apakah kavum douglasi berisi cairan.
Disangkakan kehamilan ektopik yang belum terganggu (KEBT), bila:
Tidak ditemukannya kantong kehamilan (gestational sac) intra uteri
pada usia kehamilan 4-5 minggu kehamilan bila dihitung dari
HPHT.
Ditemukan massa kompleks dikiri atau dikanan rahim.
Disangkakan Kehamilan ektopik terganggu (KET) apabila:
o Pada pemeriksaan USG dijumpai cairan bebas (darah) di cavum
douglasi dan atau massa.
o Kompleks di sisi uterus.
d. Laparoskopi
Merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis
kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak
terganggu. Dengan cara pemeriksaan ini dapat dilihat dengan mata
sendiri perubahan-perubahan pada tuba.
e. Kuldosintesis (douglasi fungsi)
Kuldosintesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada darah di kavum
douglasi yang disebabkan rupturnya hasil konsepsi yang berada diluar
kandungan. Kuldosintesis dilakukan dengan memasukkan jarum dengan
lumen yang agak besar di kavum douglasi di garis tengah di belakang
serviks uteri, serviks ditarik ke atas dan keluar. Bila keluar darah tua
berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau hanya berupa
bekuan-bekuan kecil diatas kain kasa, maka hal ini dikatakan positif
(fibrinasi) dan menunjukan adanya hematoma retrouterina. Bila darah
segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku, hasil negatif
karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
Gambar 2.4 Kuldosintesis

Jika hasil kuldosintesis positif, sebaiknya segera dilakukan laparotomi, oleh


karena dengan tindakan itu dapat dibawa kuman dari luar ke dalam darah
yang terkumpul di kavum douglasi dan dapat terjadi infeksi.
Pemeriksaan ini sudah ditinggalkan karena sudah digantikan dengan
pemeriksaan USG yang non invasive dengan hasil yang lebih akurat.
f. Pemeriksaan laparoskopik diagnostik.
Melihat secara langsung tuba dan tempat KET terjadi dengan bantuan
kamera.
g. Histerosalpingografi dan tes pitosin.
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa
dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis
kehamilan ektopik terganggu sudah dipastikan dengan USG
(Ultrasonography) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine).
Gambar 2.5 Kehamilan Ektopik

2.8 Diagnosis Banding


Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding adalah: infeksi pelvik,
abortus iminens atau abortus inkompletus, tumor ovarium, apendisitis, salpingitis,
ruptur kista korpus luteum dan torsi kista ovarii.

Kehamilan Ruptur kista


Apendisitis Salpingitis Abortus
ektopik korpus luteum

Rasa sakit Kram dan nyeris Nyeri di Biasanya pada Unilateral, Kram di garis
tekan unilateral epigastrik, kedua menjadi tengah tubuh
sebelum ruptur periumbilikalis kuadran menyeluruh
kemudian bawah, dengan
kuadran kanan dengan atau terjadinya
bawah, nyeri tanpa nyeri perdarahan
tekan setempat tekan lepas hebat
pada titik Mc
burney, nyeri
tekan lepas
Mual dan Kadang sebelum Biasanya Tidak sering Jarang Hampir
muntah ruptur dan mendahului tidak
seringkali setelah pergeseran pernah
ruptur rasa sakit ke
kuadran kanan
bawah
Menstruasi Terdapat beberapa Tidak terkait Hipermenore Terlambat Amenore,
penyimpangan: dengan atau metroragi menstruasi kemudian
tidak haid, menstruasi atau keduanya kemudian perdarahan
perdarahan bercak perdarahan, bercak, atau
sering disertai tiba-tiba
nyeri terjadi
perdarahan
Suhu dan 37,2-37,8ºC nadi 37,2-37,8ºC 37,2-40ºC Tidak melebihi Sampai
nadi bervariasi: normal nadi cepat : nadi 37,2ºC nadi 37,2ºC jika
sebelum ruptur, 99-100 meningkat normal kecuali spontan
cepat setelah ruptur dan demam terjadi sampai 40ºC
kehilangan jika
darah yang terinfeksi
banyak
kemudian nadi
menjadi cepat
Pemeriksaan Nyeri tekan Tidak ada Nyeri tekan Nyeri tekan Serviks agak
pelvis unilateral, terutama massa bilateral pada pada ovarium terbuka,
pada pergerakan pergerakan yang terkena, uterus
serviks, massa serviks, massa tidak ada massa sedikit
krepitasi pada satu hanya ada jika membesar,
sisi atau dalam cul- terjadi melunak
de-sac piosalping tidak
atau beraturan,
hidrosalping nyeri tekan
jika ada
infeksi
Temuan lab Leukosit sampai Leukosit Leukosit Leukosit Leukosit
15000/uL: eritrosit 10000-18000 15000-30000, normal sampai 15000 /uL
sangat rendah jika /uL, eritrosit eritrosit 10000 /uL, jika spontan
banyak kehilangan normal, LED normal, LED eritrosit sampai
darah, LED sedikit sedikit sangat normal, LED 30000 /uL
meningkat meningkat meningkat normal jika infeksi,
eritrosit
normal,LED
meningkat
sedikit
sampai
sedang

2.9 Komplikasi
Kehamilan ektopik terganggu dapat menyebabkan beberapa komplikasi,
yaitu:
1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur telah lama berlangsung
(4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bleeding), ≥ 0,1%
mengakibatkan kematian ibu. Ini merupakan indikasi operasi.
2. Infeksi.
3. Sub ileus karena massa pelvis.
4. Sterilitas atau gagal reproduksi lainnya (30-50% pasien yang menjalani
operasi pengangkatan tuba karena kehamilan ektopik).

2.10 Penanganan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan ini, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu: kondisi
penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik, kondisi anatomi organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro
dokter operator dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil
pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita
bururk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
Kehamilan ektopik tidak terganggu harus segera dioperasi untuk
menyelamatkan penderita dari bahaya terjadinya gangguan kehamilan tersebut.
Operasi yang dilakukan ialah salpingektomi yaitu pengangkatan tuba yang
mengandung kehamilan.
Pada abortus tuba, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa
penderita, sebaiknya juga dilakukan operasi. Keberatan terhadap terapi
konservatif ialah bahwa walaupun darah yang berkumpul dirongga perut lambat
laun akan diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi
(pengeluaran lewat vagina dari darah di kavum douglasi), sisa darah dapat
menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus.
Operasi terdiri atas salpingektomi, akan tetapi tidak jarang ovarium
termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan, sehingga terpaksa
dilakukan salpingo-ooforektomi. Darah dalam rongga perut sebanyak mungkin
dikeluarkan, dan tuba serta ovarium dari sisi yang lain diperiksa.
Jika penderita sudah mempunyai anak yang cukup dan terdapat kelainan
pada tuba tersebut, dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba itu pula, untuk
mencegah berulangnya kehamilan ektopik. Jika penderita belum punya anak,
maka pada kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk mengkoreksi kelainan
tersebut, hingga tuba berfungsi.
Pada ruptur tuba, segera dilakukan transfusi darah dan laparotomi. Pada
laparotomi itu, perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian
dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus
diperbaiki dan darah dari rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Sesudah
itu dilakukan salpingektomi atau salpingo-oofektomi. Adneksa yang lain
sebaiknya diperiksa, tetapi jangan membuang waktu dengan mengambil tindakan
pada tubanya. Konservasi ovarium dan uterus pada wanita yang belum pernah
punya anak perlu dipikirkan sehubungan dewasa ini masih ada kemungkinan
dapat anak melalui fertilisasi invitro.
Pada ruptur pars interstisialis tuba sering kali terpaksa dilakukan
histerektomi subtotal untuk menjamin bahwa perdarahan berhenti.
Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di rumah sakit untuk
penanggulangannya. Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya
dengan pemberian cairan NaCl 0,9% (garam fisiologis) yang cukup, Plasma
Expander (plasmanat Hes) dan transfusi darah. Setelah diagnosis jelas atau sangat
disangka KET dan keadaan umum baik atau lumayan, segera lakukan laparotomi
explorasi untuk menghilangkan sumber perdarahan, dicari, diklem dan dieksisi
sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat sebaik-baiknya. Sisa-sisa
darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih
cepat. Kemudian berikan antibiotik yang cukup dan obat anti inflamasi.

Penatalaksanaan bedah (laparoskopi atau laparotomi):


1. Laparotomi merupakan tindakan terbaik untuk pasien dengan kedaruratan
bedah.
Laparoskopi dengan salpingostomi linear antimesenterik (lebih disukai
dengan laser) makin digunakan secara luas untuk kehamilan ektopik yang
tidak ruptur dan pada situasi bukan kedaruratan.
2. Kendalikan perdarahan.
3. Keluarkan hasil konsepsi (dapat terjadi implantasi sekunder jika
pengeluaran tidak lengkap).
4. Upayakan tuba atau organ lain tetap normal atau hanya sedikit rusak. Jika
kehamilan masih dini atau terjadi missed abortion di tuba, lakukan
salpingostomi untuk mengeluarkan hasil kehamilan dan mempertahankan
tuba. Ligasi tempat perdarahan.
5. Indikasi pengangkatan organ meliputi:
a. Perdarahan yang tidak terkendali
b. Tuba rusak berat
c. Biasanya diperlukan histerektomi pada kehamilan servikal atau
interstisial yang ruptur
d. Ooforektomi diperlukan pada kehamilan ovarium

Penatalaksanaan suportif:

1. Berikan antibiotik spectrum luas untuk infeksi.


2. Berikan terapi besi per oral atau IM atau keduanya untuk mengembalikan
simpanan besi.
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari
tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:
a. Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah.
b. Diameter kantong gestasi ≤ 4 cm.
c. Perdarahan dalam rongga perut ≤ 100 ml.
d. Tanda vitas baik dan stabil.

Obat yang digunakan ialah metotreksat 1 mg/kg IV dan faktor sitrovorum 0,1
mg/kg IM. Berselang-seling setiap hari selama 8 hari. Dari seluruh 6 kasus yang
diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala
abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan baik.

Saat ini, sedang diteliti penggunaan metotreksat (inta amniotik atau sistemik
dengan lekovorin) untuk terapi kehamilan ektopik tertentu yang tidak ruptur. Obat
ini belum dianjurkan untuk pemakaian umum, tetapi mungkin berguna pada
keadaan tertentu (misal, kehamilan serviks).

2.11 Prognosis
Kematian karena KET cenderung menurun dengan diagnosis dini dan
fasilitas daerah yang cukup. Di RS Pirngadi Medan selama 1979-1981 dari 78
kasus KET angka kematian ibu adalah nihil. Sastrawinata melaporkan angka
kematian ibu 1,9%, Pohan 7,2%, Sjahid dan Martohoesodo (1970) sebanyak 2
dari 120 kasus, Tardjamin (1973) 4 dari 138 kasus.
Hanya 60% dari wanita yang pernah dapat KET menjadi hamil lagi,
walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi
cukup bulan adalah sekitar 50%.
Kehamilan ektopik merupakan kelainan yang mengancam nyawa pada >
10% kasus dan >1% pasien-pasien ini meninggal karena perdarahan interna dan
syok atau karena komplikasi lanjut. Jarang sekali janin tetap hidup pada
kehamilan di luar rahim. Kehamilan ektopik dapat berulang pada sekitar 15%
kasus, tetapi kebanyakan pasien yang pernah mengalami satu kali kehamilan
ektopik selanjutnya akan mengalami kehamilan normal.
Pada kehamilan ganda jarang
diluar keduanya.
rahim danUmumnya,
didalam rahim, biasanya hanya salah satu
yang akan terdiagnosis,
dan 60% kehamilan dalam rahim akan terus hidup. kehamilan diluar rahim akan mati
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS ORANG SAKIT

Identitas

Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 36 tahun
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kaliwedi Kidul
Tanggal Masuk : 3 Januari 2016

Anamesa umum

• Dikirim oleh : Datang Sendiri


• Keluhan utama : Perdarahan pervaginam sejak 1 hari yang lalu
G5P2A2 Merasa hamil 2 bulan. Keluar darah dari jalan lahir disertai mules-mules
sejak kemarin sore. Keluar darah sedikit sampai sekarang. Nyeri tekan pada
perut bagian atas.

Riwayat Obstetri :
HPHT : 15 November 2015

Taksiran Persalianan : 22 Juli 2016

PEMERIKSAAN FISIK

Status Presens

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 100/60 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 35 x/menit

Suhu : 36,4oC

Status Generalis
Kepala : Konjungtiva Anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Leher : Trakea tidak deviasi, KGB tidak ada kelainan
Jantung : BJ I-II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : VBS Ka=Ki rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) Nyeri Tekan (+)
Berat Badan : 51 kg
Tinggi Badan : 157 cm
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat

Status Obstetikus

Fundus Uteri : tidak teraba


Ballottement : +

Status Ginekologi
Inspekulo : Tidak dilakukan
Px Dalam : Tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang

USG

- Kandung kemih terisi baik


- Uterus retro fleksi besar biasa, melayang
- Adneksa GS (-)
- Cairan bebas (+)
- Kesan : Kehamilan Ektopik Terganggu

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 03/01/2016
Hb : 4,6
Ht : 24,4
Leukosit : 27,56
Trombosit : 246
Eritrosit : 1.70

Diagnosis

Kehamilan Ektopik Terganggu

Observatif
• 19.00WIB : Telpon Lab, Hb 4,6 golongan darah O, Uji Kehamilan (+)
• 19.30WIB : Konsul dr.Sp.OG :
o HES 15 tpm
o HB Seial per 2 jam
o Inj Cefotaxime 2 x 1 ampul
o Inj Kalmex 3 x 1 ampul
o Transfusi PRC 3 kolf
• 20.40WIB : Konsul dr.Sp.OG 2 :
o USG, hasil gambaran KET
o Inj Metronidazole
o Laparotomi

• 21.00WIB : Konsul dr.Sp.OG 1:


o Hb Serial per 2 jam
o Tindakan Laporotomi di alihkan ke dr.
Sp.OG 2
• 21.40WIB : Pasien ke Ruang OK

LAPORAN PEMBEDAHAN :

1. Dalam keadaan anastesi, dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada


abdomen dan sekitarnya
2. Dilakukan insisi midline pada abdomen
3. Tampak cavum abdomen dipenuhi darah dan bekuan darah, di evaluasi ±
700 cc. Evaluasi uterus dalam batas normal. Tampak massa di tuba kanan,
kesan : hasil konsepsi yang sudah ruptur.
4. Dilakukan salpingektomi dekstra
5. Cavum Abdomen dicuci dengan NaCl 0,9%
6. Fascia dijahit dengan PGA
7. Kulit dijahit subkutikuler

Terapi post operatif

• IVFD RL 30 tpm
• Inj Cefotaxime 2 x 1 gr
• Inj Metronidazole 3 x 500 mg
• Inj Ketorolac 3 x 1 gr
• Inj Ranitidin 2 x 1 gr
• Inj Alinamin 3 x1 gr
• Inj Kalmex 3 x 500 mg
• Transfusi PRC sampai Hb > 8 gr/dl
• Rawat ICU
Follow Up 5 Januari 2016
S : -
O : Compos Mentis
TD : 154/100 mmHg
P : 90 x/m
R : 30 x/m
S : 37 C
L/O: tertutup verban
A : Post Laparatomi a/i Kehamilan Ektopik Terganggu H2
P : Terapi Lanjut
Pindah Ruang Nifas

Follow Up 6 Januari 2016


S : Demam (+)
O : Compos Mentis
TD : 130/80 mmHg
P : 84 x/m
R : 26 x/m
S : 38,1 C
L/O: tertutup verban
A : Post Laparatomi a/i Kehamilan Ektopik Terganggu H3
P : Paracetamol Inf 4 x 500 cc
Cefotaxime 2 x 1 gr
SF 2 x 1
B complex 2 x1
Laboratorium
• Hb : 8,5
• Ht : 24,6
• Leukosit : 12,29
• Trombosit : 199
• Eritrosit : 3,03

Follow Up 7 Januari 2016


S : Demam (-)
O : Compos Mentis
TD : 130/80 mmHg
P : 84 x/m
R : 20 x/m
S : 36,4 C
L/O: tertutup verban
A : Post Laparatomi a/i Kehamilan Ektopik Terganggu H4
P : SF 2 x 1
Asam Mefenamat 3 x 1
Cefadroxil 2 x 1
B complex 2 x 1
BLPL
Laboratorium
• Hb : 9,2
• Ht : 27,1
• Leukosit : 10,35
• Trombosit : 199
• Eritrosit : 3,29
BAB IV

ANALISA KASUS

1. Bagaimana penegakan diagnosis KET pada pasien ini?


• Dari Anamnesis didapatkan trias KET dengan keluhan pasien
amenore, nyeri perut, dan perdarahan spotting
• Dari pemeriksaan fisik, pasien tampak anemis, dan terdapat nyeri
tekan pada abdomen
• Hasil gambaran USG menunjukan tidak terdapat kantung kehamilan
pada kavum uteri, adneksa sulit dinilai, dan terdapat cairan bebas
• Dari hasil laboratorium ditemukan penurunan Hb, Uji kehamilan
(+), dan lekositosis
2. Terapi manakah yang tepat untuk pasien ini?
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi, dengan syarat :
• Hemodinamik
• Keinginan akan fungsi reproduksinya
• Lokasi kehamilan ektopik
• Kondisi anatomik organ pelvis

3. Mengapa tidak dilakukan terapi dengan Metotreksat pada pasien ini?

• Kriteria terapi metotreksat :


• Hemodinamisasi stabil
• Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah
• Diameter kantong gestasi < 3 cm
• Tidak ada cairan bebas di USG
• Perdarahan dalam rongga perut < 100 cc
• Tanda vital baik dan stabil
• Kadar Beta hCG <5.000-10.000 IU/ml
• Tidak tampak pulsasi jantung janin
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan bersangkuta dengan Konsepsi.


Dalam: Ilmu Kandungan. Edisi II. 2005. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
2. Saufuddin, Abdul Bari. Perdarahan Kehamilan Muda. Dalam: Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. 2006. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3. Benson Ralph C, Pernoll Martin L. Komplikasi Kehamilan Awal. Dalam:
Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi IX. 2008. Jakarta: EGC.
4. Moechtar R. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamilan Ektopik). Dalam:
Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Jilid I. Edisi II.
1998. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Prawirohardjo S, Hanifa W. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Dalam:
Ilmu Kebidanan. Edisi IV. 2008. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
6. Cunningham F. Gary, et al. Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri Williams.
Volume II. Edisi XXI. 2008. Jakarta: EGC.

13

You might also like