Professional Documents
Culture Documents
Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
Insiden kehamilan ektopik telah meningkat secara dramatis selama dua dekade
terakhir di Amerika Serikat menjadi > 1:100 kehamilan (dari kira-kira
1:500). Peningkatan ini paling jelas pada wanita bukan kulit putih, disebabkan
oleh infeksi tuba, endometriosis dan peningkatan kemungkinan kehamilan ektopik
setelah ligasi tuba laparoskopik gagal. Faktor-faktor yang tidak diketahui juga
mungkin menjadi penyebab.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi di
luar endometrium rahim. Istilah lain : ektopik pregnancy, ektopik gestation dan
eccecyesis. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik yang
terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini dapat berbahaya bagi
wanita tersebut.
2.2 Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
25 dan 35 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan 1 di antara 300
kehamilan. Di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia, pada RS
Pirngadi Medan (1979-1981) frekuensi 1:139, dan di RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta (1971-1975) frekuensi 1:24. Laporan dari negara lain berkisar antara lain
1:38 dan 1:150. Di negara-negara maju berkisar antara 1:250 dan 1:329. Di
Amerika kehamilan ektopik lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam
daripada kulit putih, karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih baik pada
wanita negro. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang adalah 1-14,6%.
2.3 Etiologi
Fertilisasi yakni penyatuan ovum dengan spermatozoon terjadi di ampula
tuba. Dari sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke cavum uteri dan ditempat
yang akhir ini mengadakan implantasi di endometrium. Keadaan pada tuba yang
menghambat atau mengalami gerakan ini, dapat menjadi sebab bahwa implantasi
terjadi pada endosalphing, selanjutnya ada kemungkinan pula bahwa kelainan
pada ovum yang dibuahi memberi pradisposisi untuk implantasi di luar cavum
uteri, akan tetapi hal ini kiranya tidak banyak terjadi.
Penyebab kehamilan ektopik ada yang diketahui dan ada pula yang tidak
atau belum diketahui. Beberapa faktor predisposisi yang menghambat perjalanan
ovum ke uterus sehingga blastokista mengadakan implantasi di tuba ialah:
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi
ke dalam cavum uteri, antara lain:
Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi
silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa
tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot
pada tuba falopi.
Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/infeksi pasca nifas,
apendisitis atau endometriosis yang menyebabkan tertekuknya tuba
atau penyempitan lumen.
Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius
dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang
kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa.
Penggunaan IUD (Intra Utery Device).
2. Faktor Fungsional
Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus
mulleri yang abnormal.
Refluks menstruasi.
Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen
dan progesteron.
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
4. Hal lain seperti: riwayat kehamilan ektopik terganggu dan riwayat abortus
induksi sebelumnya.
2.4 Patologi
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan
blastokista yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasinya kurang baik dan
1,5
desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan:
1. Ovum mati dan kemudian diresorbsi.
2. Trofoblast dan villus khorialisnya menembus lapisan pseudokapsularis
dan menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu
menyebabkan pembesaran tuba (hematosalping) dan dapat pula mengalir
terus ke rongga peritoneum, berkumpul di cavum douglasi dan
menyebabkan hematokele retrouterina.
Pada peristiwa ini yang terkenal dengan nama abortus tuba, ovum untuk
sebagian atau seluruhnya ikut memasuki lumen tuba dan keluar dari
ostium tuba abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan
pada ampula, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga
peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan
dari dinding tuba.
Abortus tuba terjadi pada 65% kasus dan ini merupakan hal yang biasa
terjadi pada implantasi di fimbriae dan ampula. Perdarahan kecil
berulang-ulang dari tempat implantasi pada dinding tuba melepaskan
ovum yang mati dan selanjutnya akan:
- Diabsorbsi secara komplit
- Mengalami abortus komplit melalui ostium tuba ke dalam rongga
peritoneum
- Mengalami abortus tidak komplit, sehingga konseptus yang
tertutup bekuan darah menonjol ke dalam ostium
- Membentuk mola darah di dalam tuba
Gambar 2.1 Abortus Tuba
Rasa sakit Kram dan nyeris Nyeri di Biasanya pada Unilateral, Kram di garis
tekan unilateral epigastrik, kedua menjadi tengah tubuh
sebelum ruptur periumbilikalis kuadran menyeluruh
kemudian bawah, dengan
kuadran kanan dengan atau terjadinya
bawah, nyeri tanpa nyeri perdarahan
tekan setempat tekan lepas hebat
pada titik Mc
burney, nyeri
tekan lepas
Mual dan Kadang sebelum Biasanya Tidak sering Jarang Hampir
muntah ruptur dan mendahului tidak
seringkali setelah pergeseran pernah
ruptur rasa sakit ke
kuadran kanan
bawah
Menstruasi Terdapat beberapa Tidak terkait Hipermenore Terlambat Amenore,
penyimpangan: dengan atau metroragi menstruasi kemudian
tidak haid, menstruasi atau keduanya kemudian perdarahan
perdarahan bercak perdarahan, bercak, atau
sering disertai tiba-tiba
nyeri terjadi
perdarahan
Suhu dan 37,2-37,8ºC nadi 37,2-37,8ºC 37,2-40ºC Tidak melebihi Sampai
nadi bervariasi: normal nadi cepat : nadi 37,2ºC nadi 37,2ºC jika
sebelum ruptur, 99-100 meningkat normal kecuali spontan
cepat setelah ruptur dan demam terjadi sampai 40ºC
kehilangan jika
darah yang terinfeksi
banyak
kemudian nadi
menjadi cepat
Pemeriksaan Nyeri tekan Tidak ada Nyeri tekan Nyeri tekan Serviks agak
pelvis unilateral, terutama massa bilateral pada pada ovarium terbuka,
pada pergerakan pergerakan yang terkena, uterus
serviks, massa serviks, massa tidak ada massa sedikit
krepitasi pada satu hanya ada jika membesar,
sisi atau dalam cul- terjadi melunak
de-sac piosalping tidak
atau beraturan,
hidrosalping nyeri tekan
jika ada
infeksi
Temuan lab Leukosit sampai Leukosit Leukosit Leukosit Leukosit
15000/uL: eritrosit 10000-18000 15000-30000, normal sampai 15000 /uL
sangat rendah jika /uL, eritrosit eritrosit 10000 /uL, jika spontan
banyak kehilangan normal, LED normal, LED eritrosit sampai
darah, LED sedikit sedikit sangat normal, LED 30000 /uL
meningkat meningkat meningkat normal jika infeksi,
eritrosit
normal,LED
meningkat
sedikit
sampai
sedang
2.9 Komplikasi
Kehamilan ektopik terganggu dapat menyebabkan beberapa komplikasi,
yaitu:
1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur telah lama berlangsung
(4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bleeding), ≥ 0,1%
mengakibatkan kematian ibu. Ini merupakan indikasi operasi.
2. Infeksi.
3. Sub ileus karena massa pelvis.
4. Sterilitas atau gagal reproduksi lainnya (30-50% pasien yang menjalani
operasi pengangkatan tuba karena kehamilan ektopik).
2.10 Penanganan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan ini, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu: kondisi
penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik, kondisi anatomi organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro
dokter operator dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil
pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita
bururk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
Kehamilan ektopik tidak terganggu harus segera dioperasi untuk
menyelamatkan penderita dari bahaya terjadinya gangguan kehamilan tersebut.
Operasi yang dilakukan ialah salpingektomi yaitu pengangkatan tuba yang
mengandung kehamilan.
Pada abortus tuba, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa
penderita, sebaiknya juga dilakukan operasi. Keberatan terhadap terapi
konservatif ialah bahwa walaupun darah yang berkumpul dirongga perut lambat
laun akan diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi
(pengeluaran lewat vagina dari darah di kavum douglasi), sisa darah dapat
menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus.
Operasi terdiri atas salpingektomi, akan tetapi tidak jarang ovarium
termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan, sehingga terpaksa
dilakukan salpingo-ooforektomi. Darah dalam rongga perut sebanyak mungkin
dikeluarkan, dan tuba serta ovarium dari sisi yang lain diperiksa.
Jika penderita sudah mempunyai anak yang cukup dan terdapat kelainan
pada tuba tersebut, dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba itu pula, untuk
mencegah berulangnya kehamilan ektopik. Jika penderita belum punya anak,
maka pada kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk mengkoreksi kelainan
tersebut, hingga tuba berfungsi.
Pada ruptur tuba, segera dilakukan transfusi darah dan laparotomi. Pada
laparotomi itu, perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian
dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus
diperbaiki dan darah dari rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Sesudah
itu dilakukan salpingektomi atau salpingo-oofektomi. Adneksa yang lain
sebaiknya diperiksa, tetapi jangan membuang waktu dengan mengambil tindakan
pada tubanya. Konservasi ovarium dan uterus pada wanita yang belum pernah
punya anak perlu dipikirkan sehubungan dewasa ini masih ada kemungkinan
dapat anak melalui fertilisasi invitro.
Pada ruptur pars interstisialis tuba sering kali terpaksa dilakukan
histerektomi subtotal untuk menjamin bahwa perdarahan berhenti.
Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di rumah sakit untuk
penanggulangannya. Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya
dengan pemberian cairan NaCl 0,9% (garam fisiologis) yang cukup, Plasma
Expander (plasmanat Hes) dan transfusi darah. Setelah diagnosis jelas atau sangat
disangka KET dan keadaan umum baik atau lumayan, segera lakukan laparotomi
explorasi untuk menghilangkan sumber perdarahan, dicari, diklem dan dieksisi
sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat sebaik-baiknya. Sisa-sisa
darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih
cepat. Kemudian berikan antibiotik yang cukup dan obat anti inflamasi.
Penatalaksanaan suportif:
Obat yang digunakan ialah metotreksat 1 mg/kg IV dan faktor sitrovorum 0,1
mg/kg IM. Berselang-seling setiap hari selama 8 hari. Dari seluruh 6 kasus yang
diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala
abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan baik.
Saat ini, sedang diteliti penggunaan metotreksat (inta amniotik atau sistemik
dengan lekovorin) untuk terapi kehamilan ektopik tertentu yang tidak ruptur. Obat
ini belum dianjurkan untuk pemakaian umum, tetapi mungkin berguna pada
keadaan tertentu (misal, kehamilan serviks).
2.11 Prognosis
Kematian karena KET cenderung menurun dengan diagnosis dini dan
fasilitas daerah yang cukup. Di RS Pirngadi Medan selama 1979-1981 dari 78
kasus KET angka kematian ibu adalah nihil. Sastrawinata melaporkan angka
kematian ibu 1,9%, Pohan 7,2%, Sjahid dan Martohoesodo (1970) sebanyak 2
dari 120 kasus, Tardjamin (1973) 4 dari 138 kasus.
Hanya 60% dari wanita yang pernah dapat KET menjadi hamil lagi,
walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi
cukup bulan adalah sekitar 50%.
Kehamilan ektopik merupakan kelainan yang mengancam nyawa pada >
10% kasus dan >1% pasien-pasien ini meninggal karena perdarahan interna dan
syok atau karena komplikasi lanjut. Jarang sekali janin tetap hidup pada
kehamilan di luar rahim. Kehamilan ektopik dapat berulang pada sekitar 15%
kasus, tetapi kebanyakan pasien yang pernah mengalami satu kali kehamilan
ektopik selanjutnya akan mengalami kehamilan normal.
Pada kehamilan ganda jarang
diluar keduanya.
rahim danUmumnya,
didalam rahim, biasanya hanya salah satu
yang akan terdiagnosis,
dan 60% kehamilan dalam rahim akan terus hidup. kehamilan diluar rahim akan mati
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 36 tahun
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kaliwedi Kidul
Tanggal Masuk : 3 Januari 2016
Anamesa umum
Riwayat Obstetri :
HPHT : 15 November 2015
PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 35 x/menit
Suhu : 36,4oC
Status Generalis
Kepala : Konjungtiva Anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Leher : Trakea tidak deviasi, KGB tidak ada kelainan
Jantung : BJ I-II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : VBS Ka=Ki rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) Nyeri Tekan (+)
Berat Badan : 51 kg
Tinggi Badan : 157 cm
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat
Status Obstetikus
Status Ginekologi
Inspekulo : Tidak dilakukan
Px Dalam : Tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang
USG
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 03/01/2016
Hb : 4,6
Ht : 24,4
Leukosit : 27,56
Trombosit : 246
Eritrosit : 1.70
Diagnosis
Observatif
19.00WIB : Telpon Lab, Hb 4,6 golongan darah O, Uji Kehamilan (+)
19.30WIB : Konsul dr.Sp.OG :
o HES 15 tpm
o HB Seial per 2 jam
o Inj Cefotaxime 2 x 1 ampul
o Inj Kalmex 3 x 1 ampul
o Transfusi PRC 3 kolf
20.40WIB : Konsul dr.Sp.OG 2 :
o USG, hasil gambaran KET
o Inj Metronidazole
o Laparotomi
LAPORAN PEMBEDAHAN :
IVFD RL 30 tpm
Inj Cefotaxime 2 x 1 gr
Inj Metronidazole 3 x 500 mg
Inj Ketorolac 3 x 1 gr
Inj Ranitidin 2 x 1 gr
Inj Alinamin 3 x1 gr
Inj Kalmex 3 x 500 mg
Transfusi PRC sampai Hb > 8 gr/dl
Rawat ICU
Follow Up 5 Januari 2016
S : -
O : Compos Mentis
TD : 154/100 mmHg
P : 90 x/m
R : 30 x/m
S : 37 C
L/O: tertutup verban
A : Post Laparatomi a/i Kehamilan Ektopik Terganggu H2
P : Terapi Lanjut
Pindah Ruang Nifas
ANALISA KASUS
13