Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kasus PPOK
Laporan Kasus PPOK
PENYAJI:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Penyakit Paru Obstruktif Kronik”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Burham, SpPD, yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan salah satu penyakit yang menjadi
masalah kesehatan global saat ini. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas
berbeda di tiap negara dan terus mengalami peningkatan. Hal ini berhubungan
dengan meningkatnya usia harapan hidup rata-rata masyarakat dan semakin
tingginya pajanan terhadap faktor risiko.5
Jumlah penderita PPOK pada tahun 2006 untuk wilayah Asia diperkirakan
sekitar 56,6 juta dengan prevalensi 6,3%. Di Cina angka kasus mencapai 38,16 juta
jiwa, sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta jiwa pasien dengan
prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat seiring semakin banyaknya jumlah
perokok, karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok.5
4
2.1.3. Etiologi
Banyak hal yang dapat menjadi penyebab penyakit paru obstruktif kronis,
diantaranya yaitu:
1. Merokok
Penelitian menyebutkan bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab
terbanyak terjadinya PPOK. Kejadian PPOK karena merokok mencapai 90%
kasus. Merokok sigaret mempengaruhi makrofag untuk melepaskan faktor
kemotaktik dan elastase, yang akan menyebabkan kerusakan jaringan. Secara
signifikan, PPOK berkembang pada 15% perokok sigaret, walaupun jumlah ini
pasti bukan nilai sebenarnya. Usia memulai merokok, jumlah bungkus pertahun,
dan status merokok saat ini memprediksi mortalitas. 6
Orang yang merokok mengalami penurunan FEV1: secara fisiologis
normal, penurunan FEV1diperkirakan sekitar 20-30 ml/tahun, tetapi pada pasien
PPOK biasanya menurun 60 ml/tahun atau lebih besar. Sebuah studi
menyimpulkan bahwa gangguan fungsi paru dan perubahan struktural paru
sudah muncul pada perokok sebelum tanda klinis obstruksi muncul.6
2. Faktor Lingkungan
PPOK juga dapat terjadi pada individu yang tidak pernah merokok.
Walaupun peran polusi udara sebagai etiologi PPOK tidak jelas, efeknya lebih
kecil bila dibandingkan dengan merokok. Pada negara berkembang, penggunaan
bahan bakar biomass serta memasak dan memanaskan dalam ruangan
kemungkinan juga menjadi penyumbang terbesar dalam prevalensi PPOK.6
5. Sindroma Imunodefisiensi
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan faktor resiko
untuk PPOK, bahkan setelah mengontrol variabel pengganggu seperti merokok,
obat IV, ras dan usia. Pada pasien defisiensi autoimun dan infeksi Pneumocystis
carinii terjadi kerusakan paru yang kortikal dan apikal. 6
2.1.4. Patogenesis
PPOK dapat terjadi karena berbagai mekanisme patogenesis. Patogenesis
terjadinya PPOK diantaranya adalah:
1. Hipotesis Proteinase-antiproteinase
Hipotesis proteinase-antiproteinase didasarkan pada asumsi bahwa
kerusakan jaringan dan emfisema terjadi karena ketidakseimbangan proteinase
dan inhibitornya. Telah dinyatakan bahwa ada peningkatan kuantitas enzim
pendegradasi elastik dibandingkan inhibitornya pada emfisema. Konsep ini
diusulkan untuk emfisema yang digambarkan dengan defisienasi AAT.8 Pasien
dengan defisiensi AAT mengalami mutasi pada gen AAT. Mutasi Z adalah
mutasi paling umum dan mutasi ini menggangu sekresi protein dari hepatosit.
Hasilnya ditandai dengan penuruan level penghambat serin protease di sirkulasi.
Dilaporkan bahwa PiZ-α1 AT cenderung mengalami polimerisasi yang dapat
menghambat sekresi hepatik, menggangu inhibisi elastase netrofil dan
9
menyebabkan inflamasi. Matrix metalloproteinases (MMP) memiliki
kemampuan untuk membelah protein struktural seperti kolagen dan elastin,
sehingga berperan dalam patogenesis PPOK. Peningkatan banyak Matrix
Metalloprotein dilaporkan pada emfisema karena rokok dan 3 MMP (MMP-2, -
9, dan 12) mendegradasi elastin Protease lain yang berperan penting dalam
patogenesis PPOK adalah cathapsins S, L (dalam makrofag), dan G, serta
proteinase-3 (dalamnetrofil) 9
2. Mekanisme Imunologis
PPOK berhubungan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap
partikel atau gas berbahaya, terutama rokok. 1.Pasien dengan PPOK dilaporkan
mengalami peningkatan netrofil di sputum, jaringan paru dan bronchoalveolar
lavage (BAL) dan neutrofil berperan penting dalam patogensis PPOK. Level
serum immunoglobulin free light chains (IgLC) meningkat pada PPOK karena
rokok. IgLC mengikat netrofil dan cross-linking IgLC pada netrofil
menghasilkan peningkatan produksi IL8yang merupakan atraktan selektif untuk
netrofil. Sel B juga meningkat pada pasien PPOK dan sel ini memproduksi IgCL,
7
selain memproduksi IgG dan IgA. Level serum IgE juga meningkat dan
berhubungan dengan merokok. 9
3. Keseimbangan Oksidan-antioksidan
Stress oksidatif dapat menggangu vasodilatasi dan pertumbuhan sel
endotel.9 Ketika oksidan melebihi antioksidan paru; modifikasi protein, lemak,
karbohidrat, dan DNA terjadi dan menghasilkan kerusakan jaringan. Oksidan
tersebut dapat memodifikasi elastin, sehingga lebih rentan terhadap pembelahan
proteolitik. Merokok dapat menginaktivasi histone deacetylase (HDAC2) dan
menyebabkan transkripsi kemokin/sitokin netrofil (TNF-α dan IL-8) dan MMP
sehingga terjadi degradasi matriks yang mendukung terbentuknya emfisema. 9
4. Inflamasi Sistemik
PPOK juga memiliki manifestasi ekstrapulmomal. Dinyatakan bahwa
inflamasi pulmonal persisten dapat menyebabkan pelepasan kemokin dan sitokin
proinflamasi ke sirkulasi. Mediator ini dapat menstimulasi liver, jaringan adiposa
dan sumsum tulang untuk melepaskan sejumlah leukosit, CRP, interleukin (IL)-
6, IL-8, fibrinogen dan TNF-α ke sirkulasi dan menyebabkan inflamasi sistemik
.10 Inflamasi sistemik dapat memulai atau memperburuk penyakit komorbid,
seperti penyakit jantung iskemik, osteoporosis, anemia normositik, kanker paru,
depresi, dan lain-lain. 9
5. Apoptosis
Studi terbaru menyatakan bahwa apoptosis terlibat dalam perkembangan
PPOK dan telah ditunjukkan adanya peningkatan apoptosis epitel alveolar dan
sel endotel di paru pasien PPOK.Karena tidak diimbangi dengan peningkatan
proliferasi protein struktural, maka hal ini akan berakhir dengan kerusakan
jaringan paru dan emfisema.9
8
2.1.5. Patofisiologi
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh PPOK merupakan konsekuensi dari
mekanisme patofisiologi PPOK, diantaranya adalah:
1. Pembatasan Aliran udara dan Udara yang Terjebak
Inflamasi luas, fibrosis dan eksudat lumen pada saluran pernapasan kecil
berhubungan dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC, dan mungkin
dengan percepatan penurunan FEV1 (karakteristik PPOK), obstruksi saluran
napas ini akan menjebak udara saat ekspirasi dan menyebabkan hiperinflasi.
Emfisema juga berperan dalam menjebak udara selama ekspirasi. Hiperinflasi
mengurangi kapasitas inspirasi demikian juga kapasitas residual fungsional
meningkat, khususnya selama aktivitas, menghasilkan peningkatan dispnea dan
keterbatasan kapasitas saat aktivitas. Hiperinflasi berkembang pada tahap awal
penyakit dan menjadi mekanisme utama dispnea saat aktivitas. 1
3. Hipersekresi Mukus
Hipersekresi mukus adalah abnormalitas fisiologis pertama pada PPOK.
awalnya adalah stimulasi sekresi dari kelenjar mukus yang membesar.
Lamakelaman hipersekresi mukus terjadi karena metaplasia epitel skuamosa.
9
4. Hipertensi Pulmonal
Terjadi pada kasus PPOK yang sudah lama, biasanya setelah terjadi
abnormalitas pertukaran gas. Faktor yang berkontribusi menyebabkan hipertensi
pulmonal pada PPOK termasuk vasokonstriksi, disfungsi endotel, dan
remodelling arteri pulmonal. Kombinasi ini mungkin suatu saat menyebabkan
11
pembesaran ventrikel jantung kanan. Ada respon inflamasi pada pembuluh
darah yang sama dengan yang terjadi pada saluran napas. Emfisema dan
hilangnya capillary bed juga berkontribusi terjadinya peningkatan tekanan di
sirkulasi pulmonal. 1
5. Gambaran Sistemik
Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi mempengaruhi
fungsi jantung dan pertukaran gas (Barr et al., 2010). Mediator inflamasi ke
sirkulasi mungkin berkontribusi pada penurunan massa otot skeletal dan
kaheksia, dan mungkin memulai atau memperburuk penyakit komorbid seperti
penyakit jantung iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik,
diabetes, sindroma metabolik, dan depresi (GOLD, 2013). Efek sistemik ini
berkontribusi pada pembatasan kapasitas aktivitas pada pasien dan memperburuk
prognosis, tidak bergantung pada fungsi paru mereka (Postma, dan Boezen,
2006).
Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami dyspnea pada saat
melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru yang terbesar. Selama
bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah parah secara bertahap
sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan, aktivitas sehari-hari seperti
pekerjaan rumah tangga. Pada tahap lanjutan dari PPOK, dyspnea dapat menjadi
begitu buruk yang terjadi selama istirahat dan selalu muncul.12
Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal pernafasan. Ketika ini
terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir yang disebabkan oleh
kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi. Kelebihan karbon dioksida dalam
darah dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk atau kedutan (asterixis). Salah
satu komplikasi dari PPOK parah adalah cor pulmonale, kejang pada jantung karena
pekerjaan tambahan yang diperlukan oleh jantung untuk memompa darah melalui
paru-paru yang terkena dampak.4 Gejala cor pulmonale adalah edema perifer,
dilihat sebagai pembengkakan pada pergelangan kaki, dan dyspnea.12
2.1.7. Diagnosis
Dalam mendiagnosis PPOK sama seperti mendiagnosis penyakit lain, yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis
PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami dispnea, batuk
kronis atau produksi sputum berlebihan, dan riwayat terpajan faktor resiko
penyakit. Nilai spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis dalam konteks
klinis. Adanya nilai FEV1/FVC postbronkodilator <0.70 memastikan adanya
pembatasan aliran udara yang persisten dan merupakan PPOK. 1
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan beberapa hal untuk melihat adanya riwayat medis
pasien yang berhubungan dengan PPOK, yaitu:
a. Pajanan terhadap faktor resiko, seperti asap rokok, pajanan di pekerjaan atau
lingkungan
b. Riwayat medis terdahulu, termasuk asma, alergi, sinusitis, atau polip nasal;
infeksi respirasi saat anak-anak dan penyakit pernapasan lainnya
c. Riwayat PPOK pada keluarga atau penyakit pernapasan kronis lainnya
11
c. Dispnea
Biasanya progresif dan seiring berjalan waktu menjadi persisten. Saat
onset, gejala ini terjadi saat aktivitas (naik tangga, mendaki bukit, dll) dan
dapat dihindari dengan perubahan perilaku yang tepat (mis. menggunakan
elevator). Bagaimanapun, selama penyakit berkembang, dispnea bahkan
11
akan muncul dalam aktivitas ringan atau istirahat. Dispnea menjadi
penyebab utama ketidakmampuan dan kecemasan yang dialami pasien
berhubungan dengan penyakitnya.
d. Mengi dan Dada Sesak
Mengi dan dada sesak merupakan gejala tidak spesifik dan mungkin
bervariasi setiap hari. Mengi yang dapat terdengar mungkin berasal dari
laring. Dada sesak sering diikuti usaha dalam bernapas, berasal dari
kontraksi isometrik otot-otot interkostal. 1
e. Gambaran pada Penyakit Berat
Lelah, penurunan berat badan dan anoreksia adalah masalah utama pasien
dengan PPOK gejala berat dan sangat berat. Sinkop batuk terjadi karena
peningkatan cepat dari tekanan intratorakal selama serangan jangka panjang
batuk. Batuk yang parah ini juga bisa menyebabkan fraktur kosta yang
biasanya asimptomatis. Tanda-tanda kor-pulmonale juga menunjukkan
keadaan penyakit yang buruk. Selain itu, mungkin pasien akan mengalami
gejala depresi atau gangguan kecemasan. 1
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien PPOK yang masih dini biasanya tidak menunjukkan
kelainan. 2 Seiring dengan perjalanan penyakit, muncullah beberapa tanda
dan gejala yang makin lama akan makin khas menjadi gejala PPOK. PPOK
memberikan tanda berupa gangguan baik pada sistem pernapasan maupun
sistemik.
a. Tanda Pernapasan
Inspeksi: barrel chest, pursed-lips breathing, gerakan tidak normal dari
dada/abdomen dan penggunaan otot-otot pernapasan. Semua ini
13
c. Pemeriksaan Radiologi
Harus dilakukan pada semua pasien. Pemeriksaan radiologi memang tidak
sensitif untuk diagnosis, tetapi membantu dalam menyingkirkan penyakit
lain (pneumonia, kanker, efusi pleura, dan pneumotoraks). Umum
walaupun tidak spesifik, tanda emfisema adalah diafragma yang mendatar,
11
radiolusensi paru yang ireguler. Bronkitis kronis berhubungan dengan
peningkatan tanda bronkovaskular dan kardiomegali. 6 Dengan komplikasi
hipertensi pulmonal, bayangan vaskular hilus menjadi sering, dengan
kemungkinan adanya pembersaran ventrikular kanan.
d. Analisa Gas Darah Arteri (AGDA)
Analisa gas darah arteri memberikan petunjuk tentang keakutan dan
keparahan eksaserbasi dari penyakit. Pasien PPOK mengalami hipoksemia
ringan sedang tanpa hiperkapnia. Seiring perjalanan penyakit, hipoksemia
memburuk dan hiperkapnia mulai berkembang. Mekanisme paru dan
pertukaran gas memburuk selama eksaserbasi akut. Umumnya ada
mekanisme kompensasi ginjal yang terjadi bahkan saat CO2 yang
kronisbertahan dalam tubuh (bronkitis); sehingga pH biasanya mendekati
normal. Biasanya, bila didapati pH dibawah 7,3 dapat menjadi tanda
gangguan akut dari sistem pernapasan 6
e. Evaluasi Sputum
Pada bronkitis kronis stabil, sputumnya mukoid dan makrofag sangat
banyak. Dengan eksaserbasi, sputum menjad purulen karena adanya
neutrofil. Peningkatan jumlah sputum merupakan tanda eksaserbasi akut
(Mosenifar, 2013). Beberapa organisme yang sering ditemukan dari kultur
adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
Moraxella catarrhalis juga sering, dan Pseudomonas aeruginosa dapat
ditemukan pada pasien dengan obstruksi berat.
f. Pemeriksaan Alfa-1 Antitripsin
Pasien dengan tingkat AAT rendah, diagnosis definitifnya membutuhkan
penentuan tipe Pi. Hal ini dilakukan dengan fokus isoelektris pada serum yang
mewakili lokus Pi untuk alel umum dan alel Pi lain yang jarang. Molecular
15
genotyping DNA dapat dilakukan untuk alel Pi yang umum. 7 Tingkat α1-
antitripsinharus diperkirakan pada pasien PPOK muda (dekade 4 atau 5) dan
memiliki riwayat keluarga yang kuat. Nilai serum α1-antitripsin <15–20%
dari batas normal merupakan tanda dari defisiensi α1-antitripsin 11
b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan
atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan
Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi
c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau
empat dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai
komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri
menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan
gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe-meriksaan analisa gas
darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipokse-mia dengan
hiperkapnia.
Derajat Karakteristik
Mild COPD atau PPOK ringan, pada tahap ini pasien mungkin belum menyadari
bahwa fungsi parunya tidak normal.
Moderate COPD atau PPOK sedang, gejala biasanya berkembang pada tahap ini,
dengan napas yang memendek saat melakukan aktivitas.
17
Severe COPD atau PPOK berat, pemendekan nafas semakin buruk pada tahap
ini dan sering membatasi aktivitas harian pasien. Eksaserbasi biasanya mulai
dapat terlihat pada tahap ini.
Very severe COPD atau PPOK sangat berat, pada tahap ini kualitas hidup sudah
sangat terganggu dan eksaserbasi pada pasien bisa mengancam jiwa. 1
2.1.9. Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah:2
- Mencegah progresifitas penyakit
- Mengurangi gejala
- Meningkatkan tolenransi latihan
- Mencegah dan mengobati komplikasi
- Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
- Mencegah dan meminimalkan efek samping obat
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualitas hidup penderita
- Menurunkan angka kematian
Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan
selama tata laksana PPOK.
a. Terapi Farmakologis
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting).2
Macam-macam bronkodilator: 2
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
18
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. 2
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin. 2
b. Terapi non-farmakologis
Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ-organ lainnya. Manfaat oksigen: 2
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi:2
Pao2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90%
Pao2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan
Pulmonal, Ht > 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit
paru lain.
Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat
20
dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang
ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat digunakan dengan cara: 2
- Ventilasi mekanik dengan intubasi
Digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama
di rumah.
- Ventilasi mekanik tanpa intubasi
Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Noninvasive Intermitten Positif
Pressure (NIPPV) atau Negative Pressure Ventilation (NPV).
Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadinya hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.2
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan: 2
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup pendita PPOK. Program rehabilitasi terdiri dari 3
komponen yaitu: 2
- Latihan fisik
- Latihan pernapasan dan latihan endurance
- Rehabilitasi psikososial
21
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan
atau rawat inap dan dilakukan di :
1. Poliklinik rawat jalan
2. Unit gawat darurat
3. Ruang rawat
4. Ruang ICU
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi
gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus
diperhatikan meliputi :
1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneomonia
23
diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu
monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
c. Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi
derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada
derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak
memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek
samping.
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi
mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan
NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi
2.1.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah: 2
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini
imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan
27
BAB 3
LAPORAN KASUS
No. RM : 1401005169
Nama Lengkap : Ribut
Tanggal Lahir : 1 Juli 1945 Umur : 69 Thn Jenis Kelamin : Laki - laki
ANAMNESIS
√ Autoanamnese Alloanamnese
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Sesak Napas
Deskripsi : Hal ini sudah dialami os sejak 3 bulan ini, sesak muncul secara
tiba – tiba, tidak berhubungan dengan cuaca, suhu, waktu, dan
perubahan posisi. Terbangun tengah malam karena sesak (-),
sesak ketika beraktifitas (+) namun hal ini hanya sesekali
dialami os, bengkak pada ekstremitas (-), nyeri dada (-). Os
juga mengeluhkan batuk yang sudah dialami 1 bulan ini dan
tidak berkurang jika diberikan obat batuk yang dibeli di
warung. Batuk bersifat hilang timbul disertai dengan dahak
yang bening (+). Penurunan berat badan (-), keringat malam (-
). Riwayat merokok (+) sejak usia 25 tahun dan baru berhenti
3 bulan yang lalu, os menghabiskan rokok sebanyak 1 bungkus
dalam sehari. Demam (-). Hipertensi (-). BAB 1-2 kali sehari
dan dalam batas normal, nyeri BAB (-), namun os pernah
operasi ambeyen. Nyeri BAK (-) os hanya mengeluhkan susah
menahan kencing.
RPT : Hemoroid
RPO : Obat batuk dari warung (tidak jelas)
28
DISKRIPSI UMUM
Ringan Sedang
Kesan Sakit
√ Berat
TANDA VITAL
Deskripsi:
Kesadaran Compos mentis
Sadar, respon baik
Nadi Frekuensi 92 x/i Reguler, t/v: cukup
Tekanan darah 120/70 mmHg
Temperatur Aksila: 37,4°C Rektal : tdp
Pernafasan Frekuensi: 24 x/menit, kesan sesak
THORAX
Depan Belakang
Inspeksi Bentuk barrel chest Bentuk barrel chest
Palpasi SF Ki = Ka, kesan normal SF Ki = Ka
Perkusi Hipersonor pada kedua paru Hipersonor pada kedua paru
Auskultasi SP: Ekspirasi memanjang SP: Ekspirasi memanjang
ST: Ronkhi basah pada lap. ST: Ronkhi basah pada lap.
Paru kiri bawah Paru kiri bawah
30
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas : ICR III
Kanan : LSD
Kiri : 1 cm lateral LMCS, ICR IV - V
Jantung : HR : 92x/i,reguler, desah (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior: Tidak ada kelainan
Inferior : Tidak ada kelainan
ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
BICARA
Dapat berkomunikasi baik
31
Hal ini sudah dialami os 3 bulan ini dan muncul secara tiba – tiba, sesak tidak berhubungan dengan
cuaca, suhu, waktu, dan perubahan posisi. PND (-), DOE (-), pitting oedem (-). Batuk 1 bulan. Mukus
(+). Penurunan BB (-), keringat malam (-), Riwayat merokok (+) sejak usia 25 tahun. Sulit menahan
BAK (+),
dah dialami
32
RENCANA AWAL
No. RM 14 01 00 51 6 9
Combivent penatalaksanaan
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
6/08/14 - Sesak Sens : Compos PPOK + Susp. Tirah - Foto thorax
Mentis
napas BPH baring - Darah rutin
TD : 120/70
- Batuk mmHg Diet MB - USG
Pols : 92 x/i
- Sulit TKTP abdomen
RR : 24 x/i
menaha T : 37,40C O2 1-2 L - BTA DS 3X
n BAK IVFD RL - Kultur
20gtt/i sputum
Inj.
Dexamethas
one 1 amp /
8 jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
Urotractin
3x1
34
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
7/08/14 - Sesak Sens: Compos PPOK + Susp. Tirah - Darah
mentis
napas BPH baring lengkap
TD:120/80
- Batuk mmHg Diet MB
HR : 90 x/i
- Sulit TKTP
RR : 24 x/i
menaha Temp : 37,2 oC O2 1-2 L
n BAK IVFD RL
20gtt/i
Inj.
Dexamethas
one 1 amp /
8 jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
Urotractin
3x1
35
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
8/08/14 - Sesak Sens:Compos PPOK + Susp. Tirah baring
napas mentis BPH Diet MB
- Batuk TD:110/70 TKTP
- Sulit mmHg O2 1-2 L
menahan HR : 96 x/i IVFD RL
BAK RR : 24 x/i 20gtt/i
Temp : 37,1 oC Inj.
Dexamethaso
ne 1 amp / 8
jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
Urotractin
3x1
36
BAB 4
KESIMPULAN
Pasien atas nama Ribut, 69 tahun didiagnosa penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), melalui hasil anamnesa, pemeriksaan fisik
37
DAFTAR PUSTAKA
12. Putra, G.N.W, Artika, I.D.M, 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Paru Obstruktif Kronis. E-Jurnal Medika Udayana, 2(1)
38