Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang: Evidence Based Medicine Yang Bersifat Family-Approach Dan Patient-Centered
Latar Belakang: Evidence Based Medicine Yang Bersifat Family-Approach Dan Patient-Centered
Data Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
Namun, kakak pasien sedang kuliah dan
tinggal di Jakarta tapi sesekali pulang ke
rumah jika sedang libur. Pasien saat ini tinggal
bersama ibunya, Ny. H yang berusia 39 tahun,
ayahnya, Tn. R yang berusia 46 tahun dan adik
perempuannya, An. R yang berusia 4 tahun. Gambar 2. Hubungan Antar Keluarga An. E
Bentuk keluarga pasien adalah keluarga inti
yaitu terdiri dari ayah, ibu, kakak dan adik. Keterangan:
Pasien seorang remaja laki-laki berusia 16 : Hubungan erat
tahun. Pasien sehari-hari melakukan aktivitas
sebagai seorang pelajar SMK. Seluruh Hubungan Antar Keluarga An. E
Tanggal Pembuatan: 14 Februari 2018
keputusan mengenai masalah keluarga di Oleh : Audya Pratiwi P. R.
musyawarah kan bersama dan diputuskan oleh
ayah pasien sebagai kepala keluarga. Gaji
kepala keluarga (KK) didapatkan dari Family APGAR Score
pekerjaan ayahnya sebagai karyawan swasta Adaptation :2
sekitar Rp. 3.600.000/bulan. Partnership :2
Growth :1
Keluarga mendukung untuk segera berobat jika Affection :2
ada anggota keluarga nya yang sakit. Perilaku Resolve :1
berobat keluarga yaitu memeriksakan diri ke Total Family APGAR Score: 8 (Nilai 8-10,
layanan kesehatan bila terdapat keluhan. fungsi keluarga baik)
Keluarga pasien berobat ke puskesmas. Jarak
rumah ke puskesmas ±4 kilometer. Data Lingkungan Rumah
Rumah pasien di perumahan permanen milik
Genogram sendiri berada di kawasan padat berukuran
7x12 m2. Dinding tembok, berlantai keramik,
dan mempunyai jendela yang hanya terdapat di
bagian depan rumah. Jendela berupa kaca
tembus pandang gelap yang dapat dibuka
dengan lubang udara diatasnya. Sinar matahari
dapat masuk ke bagian depan rumah,
penerangan dibantu lampu listrik biasa,
ventilasi cukup, udara dapat masuk dengan
cukup. Terdapat dua kamar tidur, satu ruangan
bersantai yang difungsikan sebagai ruang tv
Gambar 1. Genogram Keluarga An. E sekaligus ruang tamu, satu dapur yang
Keterangan : berlantaikan keramik dan satu toilet dengan wc
duduk berada di dalam rumah dan satu ruang
mencuci. Keadaan rumah secara keseluruhan
terkesan kurang rapi dan kurang teratur.
5. Derajat Fungsional:
Derajat 1, yaitu mampu melakukan
Gambar 3. Denah Rumah An. E
aktivitas seperti sebelum sakit (tidak ada
kesulitan).
DIAGNOSTIK KELUARGA
Bentuk keluarga INTERVENSI
Bentuk keluarga pada pasien ini adalah Intervensi yang diberikan berupa
keluarga inti. medikamentosa dan non medikamentosa
terkait edukasi personal hygiene, sanitasi
Siklus keluarga rumah, serta farmakologi. Pada pasien
Siklus keluarga ini menurut Duvall berada dilakukan 3 kali kunjungan. Kunjungan
pertama untuk melengkapi data pasien.
pada tahap V yaitu tahapan dimana keluarga
Kunjungan kedua untuk melakukan intervensi
dengan anak remaja (anak tertua berumur 13- dan kunjungan ketiga melakukan evaluasi
20 tahun). Tahap V pada keluarga ini terhadap intervensi yang telah dilakukaan.
dikarenakan anak tertua pada keluarga ini yaitu Intervensi yang dilakukan terbagi atas patient
An. L yang berusia 20 tahun dan masih kuliah. center daan family focus.
PATIENT CENTER
DIAGNOSTIK HOLISTIK AWAL
Farmakoterapi
1. Aspek Personal 1. Ketokonazole 1 x 200 mg selama 14 hari
- Alasan kedatangan: gatal dan bercak 2. Ketokonazole 2% cream 2 x sehari selama 3
kemerahan pada punggung kiri yang minggu
hilang timbul
- Kekhawatiran: merasa minder serta Non Farmakoterapi (Edukasi)
takut bahwa penyakitnya tidak dapat 1. Edukasi kepada pasien mengenai penyakit
sembuh karena sering hilang dan timbul pasien
kembali dan cenderung meluas serta 2. Mengidentifikasi dan edukasi faktor-faktor
takut menularkan ke anggota keluarga yang menyebabkan masalah kesehatan
yang lain pasien yaitu Tinea corporis
- Harapan: keluhan hilang dengan 3. Penyuluhan personal hygiene, keluarga dan
sempurna dan tidak kambuh kembali, lingkungan serta pola hidup bersih dan
sehingga dapat nyaman beraktivitas sehat
seperti biasa. 4. Edukasi kepada pasien untuk mengganti
- Persepsi: Keluhan terjadi karena baju terutama bila beraktivitas yang
kebiasaan pasien yang sering bertukar menimbulkan keringat banyak, selalu
pakaian dan handuk dengan temannya
mencuci baju setelah 1 kali pemakaian, 4. Tidak menggantung baju-baju dibelakang
tidak bertukar handuk atau pakaian dengan pintu lagi
orang lain, mengganti sprei tempat tidur 5. Tidak lagi bertukar-tukar pakaian dan
minimal seminggu sekali, tidak handuk dengan orang lain
menggantung baju-baju di belakang pintu, 6. Selalu membuka jendela setiap pagi agar
dan melakukan penjemuran pakaian di cahaya matahari dapat masuk kedalam
tempat yang cukup terkena cahaya rumah
matahari, serta menyetrika pakaian setelah
dijemur Aspek 4. Aspek Psikososial Keluarga
5. Edukasi mengenai terapi pasien, dari lama 1. Termotivasinya keluarga untuk
pengobatan dan cara penggunaan obat dan mengingatkan pasien minum obat hingga
prognosis penyakit, serta pencegahan agar habis
penyakit tidak berulang 2. Kesadaran terhadap pencegahan penyakit
6. Edukasi mengenai kebersihan rumah, agar semakin meningkat
rumah terkena sinar matahari sehingga 3. Menjaga higienitas dengan tidak
tidak lembap dan menjadi tempat menggantung pakaian di belakang pintu,
pertumbuhan jamur. menempatkan lokasi penjemuran baju di
7. Konseling kepada pasien untuk melakukan tempat yang cukup terkena sinar matahari
tindakan pencegahan penyakit dan menyetrika seluruh pakaian, serta
mengganti sprei setiap seminggu sekali.
FAMILY FOCUS 4. Menjaga kebersihan rumah dan membuka
1. Edukasi kepada keluarga mengenai peran jendela setiap pagi agar cahaya matahari
serta keluarga dalam memberi dukungan dapat masuk kedalam rumah
kepada pasien dan sebagai pengawas dalam
pola hidup bersih dan sehat pasien Aspek 5. Derajat Fungsional
2. Edukasi kepada anggota keluarga untuk Derajat 1, yaitu mampu melakukan aktivitas
menjaga kebersihan lingkungan rumah,
seperti sebelum sakit (tidak ada kesulitan).
dengan rajin membersihkan rumah,
membuka jendela agar cahaya matahari
masuk, serta menjaga kebersihan pakaian PEMBAHASAN
dengan cara mencuci pakaian setelah 1 x Pada pasien An. E, usia 16 tahun datang ke
dipakai Puskesmas Way Kandis dengan keluhan
3. Edukasi kepada anggota keluarga agar bercak kemerahan dan terasa gatal bila
mengganti sprei minimal 1 x dalam berkeringat di punggung kiri sejak 2 minggu
seminggu, dan menjemur pakaian ditempat
yang terkena sinar matahari. sebelum datang ke puskesmas. Keluhan gatal
timbul sepanjang hari dan semakin gatal
DIAGNOSTIK HOLISTIK AKHIR apabila pasien berkeringat. Pada pasien ini lalu
Aspek 1. Aspek Personal dilakukan tatalaksana dengan pendekatan
- Kekhawatiran: kekhawatiran pasien mulai kedokteran keluarga.
berkurang dan pasien lebih percaya diri
karena bercak sudah mulai menghilang Keluhan diawali dengan adanya bercak
- Harapan: keluhan hilang dengan sempurna kemerahan sebesar koin pada daerah tersebut
dan penyakit tidak kambuh kembali kurang lebih 2 minggu yang lalu dan terasa
- Persepsi: Keluhan mulai hilang karena sangat gatal, namun semakin hari bercak
pasien mulai menjaga personal hygiene nya
kemerahan semakin melebar. Sebelumnya
pasien pernah mengalami keluhan yang sama
Aspek 2. Aspek Klinik
sekitar 4 bulan yang lalu, dan pasien sudah
1. Tinea Corporis (ICD10 – B35.4)
berobat dan diberi salep dan keluhan gatal dan
Aspek 3. Aspek Risiko Internal bercak mulai berkurang. Dan setelah dirasa
1. Meningkatnya pengetahuan tentang tidak gatal lagi, pasien menghentikan obatnya.
penyakit tinea Namun, sekitar seminggu setelahnya keluhan
2. Meminum obat secara teratur hingga gatal dan kemerahan muncul kembali. Pasien
selesai dan rutin memakai obat salep
merupakan seorang siswa SMK yang banyak
3. Selalu mengganti baju bila beraktivitas
yang menimbulkan keringat yang berlebih, beraktivitas. Pasien juga sering menginap di
dan langsung mencuci baju setelah 1 x rumah temannya, dan pasien mengaku sering
pemakaian meminjam dan bertukar baju dan meminjam
handuk dengan temannya. Pasien juga baju ganti. Serta pasien juga memiliki
mengaku mudah berkeringat dan ke sekolah kebiasaan sering meminjan baju dan handuk
tidak membawa baju ganti. Jadi jika dengan temannya. Luasnya lesi dan perjalanan
berkeringat pasien tidak mengganti bajunya. penyakit pada kasus ini kemungkinan terjadi
Pada regio scapularis sinistra (punggung kiri) karena beberapa hal, yaitu higiene personal
terdapat macula eritema sampai yang kurang, ini terlihat dari kebiasaan tidak
hiperpigmentasi multiple bentuk anular ukuran membawa baju ganti kesekolah sehingga tidak
plakat sirkumskripta dengan tepi lesi lebih dapat mengganti pakaian bila berkeringat,
aktif dan polisiklik. Disertai skuama halus, kebiasaan meminjam baju dan handuk dengan
putih dan selapis, sedangkan pada bagian temannya, penggunaan pakaian yang lebih dari
tengah lesi lebih tenang (central healing). Dari 1 kali. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik
data yang didapatkan dari anamnesa dan menyeluruh dimana ditemukan dengan jelas
pemeriksaan fisik tersebut dapat diketahui central healing pada lesi tersebut.
bahwa pasien tersebut mengalami infeksi
jamur superfisial yaitu tinea corporis. Pada pasien ini diberikan media intervensi
berbentuk pamflet mengenai tinea corporis
Tinea Corporis mengacu pada infeksi jamur serta perilaku hidup bersih dan sehat di rumah
superfisial pada daerah kulit halus tanpa tangga. Media tidak hanya diberikan tetapi
rambut, kecuali telapak tangan, telapak kaki. juga dijelaskan kepada pasien beserta keluarga
Dinamakan Tinea Corporis karena berdasarkan pasien dari setiap poin yang ada pada media
bagian tubuh yang terkena, yaitu di badan dan intervensi. Setelah 1 minggu dilakukan
anggota badan; disebabkan oleh golongan penjelasan mengenai penyakit tinea korporis
jamur Epidermophyton, Trichophyton, dan dan perilaku hidup bersih dan sehat di rumah
Microsporum.13 Infeksi dimulai dengan tangga, setelah itu didapati perubahan bentuk
kolonisasi hifa dan cabang- cabangnya di lesi, dan lesi sudah terlihat tenang. Keluhan
dalam jaringan keratin yang mati, hifa gatal pada pasien juga sudah berkurang.
melepaskan keratinase serta enzim lainnya
guna menginvasi lebih dalam stratum korneum Penatalaksanaan pada tinea korporis juga dapat
dan menimbulkan peradangan, walaupun diberikan secara non medikamentosa yaitu
umumnya, infeksi terbatas pada epidermis, sebagai berikut yaitu gunakan handuk
karena adanya mekanisme pertahanan tubuh tersendiri untuk mengeringkan bagian yang
non spesifik, seperti komplemen, PMN, terkena infeksi atau bagian yang terinfeksi
aktivasi faktor penghambat serum (serum dikeringkan terakhir untuk mencegah
inhibitory factor) namun kadang-kadang dapat penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya,
bertambah/meluas. Masa inkubasinya sekitar jangan mengunakan handuk, baju, atau benda
1-3 minggu. Tinea Corporis merupakan infeksi lainnya secara bergantian dengan orang yang
yang umum terjadi pada daerah dengan iklim terinfeksi, cuci handuk dan baju yang
hangat, lembab; sekitar 47% disebabkan oleh terkontaminasi jamur dengan air panas untuk
Trichophyton Rubrum. mencegah penyebaran jamur tersebut,
menjemur pakaian dibawah sinar matahari,
setrika semua pakaian yang sudah dicuci dan
Pada pasien ini dilakukan intervensi sebanyak
yang sudah dijemur, ganti pakaian bila tubuh
3 kali, dimana pada kunjungan pertama
sudah berkeringat untuk menghindari
dilakukan perkenalan dengan pasien dan
berkembang biaknya jamur pada tubuh,
keluarganya dan meminta izin untuk dilakukan
membersihkan kulit setiap hari menggunakan
pembinaan serta melakukan anamnesa secara
sabun dan air untuk menghilangkan sisa-sisa
keseluruhan dan pengumpulan data kepada
kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh,
pasien dan anggota keluarganya. Berdasarkan
memakai pakaian yang dapat menyerap
pertemuan pertama didapatkan bahwa pasien
keringat, hindari penggunaan baju dan sepatu
terkena tinea korporis akibat kurangnya
yang dapat menyebabkan kulit selalu basah
higienitas tubuh dan sanitasi lingkungan yang
seperti bahan wool dan bahan sintetis yang
terganggu. Pasien selalu berkeringat banyak
dapat menghambat sirkulasi udara, sebelum
jika disekolah namun tidak pernah membawa
menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih 2% kream digunakan untuk infeksi jamur di
dahulu dan bersihkan debu-debu yang kulit yang tidak berambut seperti dermatofita,
menempel pada sepatu, hindari kontak dengan dosis dan lamanya pengobatan
langsung dengan orang yang mengalami tergantung dari kondisi pasien, biasanya
infeksi jamur. Gunakan sandal yang terbuat diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 1-
dari bahan kayu dan karet, mengganti sabun 2 kali sehari.1,15 Formulasi topikal dapat
padat menjadi sabun cair. membasmi area yang lebih kecil dari infeksi,
tetapi terapi oral diperlukan di mana wilayah
Pasien diberikan edukasi mengenai infeksi yang lebih luas yang terlibat atau di
penyakitnya serta faktor yang memudahkan mana infeksi kronis atau berulang. 16
terjadinya penyakit. Pada pasien, ditekankan
mengenai pentingnya menjaga personal Infeksi dermatofitosis dapat pula diobati
hygiene, terutama mengganti baju setelah dengan terapi sistemik. Beberapa indikasi
beraktifitas yang menimbulkan keringat terapi sistemik dari infeksi dermatofita antara
banyak. Hal ini penting untuk dilakukan untuk lain:17
mencegah suasana tubuh lembab yang a. Infeksi kulit yang luas.
mendukung pertumbuhan jamur. b. Infeksi kulit yang gagal dengan terapi
topikal.
c. Infeksi kulit kepala.
Di samping itu, diberikan pula edukasi
d. Granuloma majocchi.
mengenai menggunakan pakaian yang pinjam- e. Onychomicosis dengan melibatkan lebih
pinjaman dengan teman pasien, tidak dari 3 buah kuku.
menggunakan handuk secara bersamaan,
mencuci pakaian ysng bersih serta mengganti Ketokonazol bersifat fungistatik. Pada kasus
sprei secara rutin minimal 1 kali seminggu. resisten terhadap griseovulfin dapat diberikan
Higienitas tubuh dan sanitasi lingkungan yang obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama
terjaga dapat mempercepat penyembuhan 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah
pasien. Higienitas personal dan lingkungan makan. Selama terapi 10 hari, gambaran klinis
yang baik dapat mengontrol dan mencegah memperlihatkan makula hipopigmentasi dan
kejadian tinea. Sebuah penelitian hiperpigmentasi. Pemeriksaan ulang KOH
menyimpulkan bahwa higienitas personal yang 10% dapat tidak ditemukan kembali.
sederhana dan pendidikan kesehatan yang baik
tanpa obat lebih efektif dan lebih murah Pada pasien diberikan obat antifungi topikal
daripada menggunakan farmakoterapi dalam berupa krim ketokonazol 2% yang digunakan 2
pengobatan tinea cruris.14 kali sehari dan obat antifungi sistemik berupa
ketokonazol 200 mg 1 kali sehari dan
Pada kebanyakan kasus tinea korporis dapat dikonsumsi selama 2 minggu. Setelah 1
dikelola dengan pengobatan topikal. Steroid minggu menggunakan ketokonazol pasien
topikal tidak direkomendasikan. Agen topikal tidak mengeluh gatal lagi dan pada
memiliki efek menenangkan, yang akan pemeriksaan lokalis tidak ditemukan adanya
meringankan gejala lokal. Terapi topikal untuk makula eritematosa, lesi hiperpigmentasi,
pengobatan tinea corporis atau tinea kruris skuama dan central healing menghilang.
termasuk: terbinafine, butenafine, ekonazol,
miconazole, ketoconazole, klotrimazole, Pasien An. E memiliki rumah yang dekat
ciclopirox. Terapi topikal direkomendasikan dengan puskesmas, sehingga pasien tidak
untuk infeksi lokal karena dermatofit yang kesulitan untuk mencari pengobatan bila
hidup pada jaringan kulit. Ketokonazol keluhan muncul kembali. Pasien sudah cukup
merupakan turunan imidazol sintetik yang mengerti mengenai pencegahan yang harus
bersifat lipofilik dan larut dalam air pada pH dilakukan agar penyakitnya tidak kambuh lagi,
asam. Ketokonazol digunakan untuk salah satunya dengan sering mengganti baju
pengobatan dermatofita, pitiriasis versikolor, bila sudah berkeringat berlebih, tidak pinjam-
kutaneus kandidiasis, dan dapat juga untuk pinjaman baju dengan temannya dan sering
pengobatan dermatitis seboroik. Ketokonazol mengganti sprei tempat tidur. Infeksi tinea
dapat bersifat akut atau menahun, bahkan Bagi keluarga :
merupakan penyakit yang dapat berlangsung 1. Tetap memberikan dukungan dan
seumur hidup. Maka dari itu, kepada pasien motivasi untuk kesembuhan pasien
2. Menjaga kebersihan lingkungan rumah
dan keluarganya diberikan pula edukasi dan
agar kondisi rumah tidak lembab dan
semangat agar saling memberi dukungan kotor
dalam menjaga higienitas tubuh dan 3. Mengganti sprei secara rutin minimal 1
lingkungan satu sama lain dan untuk mencegah kali seminggu.
terjadinya kekambuhan atau munculnya kasus 4. Menjemur pakaian ditempat yang terkena
baru pada keluarga. sinar matahari dan menyetrika semua
pakaian setelah dijemur
Kesimpulan
Bagi klinik :
1. Didapatkan faktor internal pasien laki-laki 1. Melakukan manajemen risiko selain
usia 16 tahun, usia yang produktif untuk mengatasi keluhan klinis pasien. Seperti
beraktifitas sehingga menghasilkan edukasi mengenai higiene perseorangan
keringat berlebih, kurangnya pengetahuan dan sanitasi lingkungan
mengenai peyakitnya (Tinea) dan 2. Dapat melanjutkan pembinaan keluarga
kurangnya pengetahuan tentang kebersihan untuk kasus ini.
diri. Faktor eksternal: Kurangnya
pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga UCAPAN TERIMA KASIH
mengenai penyakit yang diderita pasien,
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
dan kurangnya menjaga higienitas personal
dan keluarga. dr. Rita Agustina, M.Kes sebagai pembimbing
di Puskesmas Way Kandis dan dr. Diana
2. Telah dilakukan penatalaksanaan pada Mayasari, M.KK atas bimbingan dan masukan
pasien secara holistik dan komprehensif, dalam penulisan manuskrip ini.
patient center, family appropried dengan
pengobatan tinea corporis secara literatur DAFTAR PUSTAKA
berdasarkan EBM.
1. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin edisi V. Jakarta; Fakultas
3. Dalam melakukan intervensi terhadap
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
pasien tidak hanya memandang dalam hal
2. Lakshmipathy DT, Kannabiran K. Review
klinis tetapi juga terhadap psikososialnya,
oleh karenanya diperlukan pemeriksaan on Dermatomycosis : Pathogenesis and
dan penanganan yang holistik, Treatment. Biomolecules and Genetics,
komperhensif dan berkesinambungan. School of Biosciences and Technologi,
VIT University, Vellore. 2010; 2(7): p.
4. Pada pasien diberikan edukasi mengenai 726-731.
penyakitnya tersendiri, faktor resiko
3. Mahmoudabadi AZ, Yaghoobi R.
internal yang menyebabkan tinea pada
pasien, menjaga personal hygiene, serta Extensive Tinea Corporis Due to
kebersihan sanitasi lingkungan. Dukungan Trichophyton Rubrum on The Trunk.
keluarga diperlukan untuk membantu Jundishapur Journal of Microbiology.
kesembuhan pasien. 2008 January; 1(1): p. 35-37.
4. Duarsa W. Pedoman diagnosi dan terapi
Saran penyakit kulit dan kelamin. Fakultas
Bagi pasien : Kedokteran Universitas Udayana,
1. Tetap menjaga personal hygiene dan Denpasar; 2010
kebersihan sanitasi lingkungan, agar tinea 5. Kumar K. Clinico-mycological profile of
dapat sembuh dengan sempurna dan tidak dermatophytic skin infections in a tertiary
kambuh kembali care center-a cross sectional study. Sri
2. Membawa baju ganti ke sekolah dengan Ramachandra J Med; 2007.
tujuan agar dapat mengganti baju apabila 6. Arif R, Dirmawati K, Safruddin A. Tinea
telah berkeringat banyak corporis and tinea cruris caused by
3. Menghindari memakai pakaian dan trychophyton mentagrophytes type
handuk bersama dengan teman glanular in asthma bronchiale patient.
4. Membuka jendela rumah setiap pagi agar Makassar; Medical Faculty of Hasanuddin
cahaya matahari dapat masuk kedalam University; 2013.
rumah
7. Verma S, Heffernan MP. Superficial
Fungal Infection : Dermatophythosis,
onicho-mycosis, tine nigra, piedra. In
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ.
Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. New York: McGraw-Hill; 2008.
p. 1807-1821.
8. Rassai S, Feily A, Sina N,
Derakhshanmehr F. Some
Epidemiological Aspects of Dermatophyte
Infectios in Southwest Iran. Acta
Dermatovenerol Croat. 2011 Jan; 19: p.
13-15.
9. Rassai S, Feily A, Sina N,
Derakhshanmehr F. Some Epidemiological
Aspects of Dermatophyte Infectios in
Southwest Iran. Acta Dermatovenerol
Croat. 2011 Jan; 19: p. 13-15.
10. Hainer BL. Dermatophyte Infections. Am
Fam Physician 2003;67(1):101-108
11. Rushing ME. Tinea corporis. US: Medical
College of Georginia; 2009
12. Adiguna MS. Epidemiologi
Dermatomikosis di Indonesia. In :
Budimulja U, Kuswadji, Bramono K,
Menaldi SL, Dwihastuti P, editors.
Dermatomikosis Superfisialis, 2 nd Ed.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004, p : 1-
6
13. Baligni K, Vardi VL, Barzegar MR et al.
Extensive tinea corporis with
photosensivity.: case report. Indian J.
Dermatol 2009,54:57-59.
14. Jean B, Jorizzo, Joseph L, Rapini, Roland
P. Dermatology (2nd ed.). St.Louis Mosby
Elsevier. 2007; p. 1135.
15. Sularsito, Adi A. Dermatologi praktis.
Jakarta: Perkumpulan Ahli Dermatologi
dan Venereologi Indonesia; 2006.
16. Nadalo D, Montoya C. What is the best
way to treat tinea kruris?. The journal of
Family Practice. 2006; 55(3): 256-7
17. Haber M. Dermatological fungal
infections. Canadian Journal of Diagnosis
University of Calgary’s. 2007