You are on page 1of 14

ACCOUNTING THEORY CONSTRUCTION

Cara yang baik dalam mempelajari teori akuntansi ialah dengan mengklasifikasi teori-
teori tersebut berdasarkan asumsi, bagaimana teori tersebut terbentuk, dan pendekatan teori-
teori dalam menjelaskan dan memprediksi kejadian actual. Beberapa klasifikasi yang telah
terbukti berguna ialah pendekatan pragmatic, sintatik, semantic, normative, positif dan
naturalistic.

A. Teori Pragmatik
Pendekatan pragmatik didasarkan pada pengamatan atas perilaku akuntan atau pihak-
pihak yang menggunakan informasi yang dihasilkan oleh akuntan. Teori pragmatik
membahas berbagai hal yang berkaitan dengan pengujian kebermanfaatan informasi baik
dalam konteks pelaporan keuangan eksternal maupun manajerial.
1. Pendekatan Pragmatik Deskriptif
Pendekatan pragmatis deskriptif merupakan suatu pendekatan induktif. Perilaku
akuntansi diamati terus menerus dengan tujuan untuk meniru prosedur dan prinsip-prinsip
akuntansi. Teori ini dapat dikembangkan dari pengamatan bagaimana akuntan bertindak
dalam situasi tertentu serta diuji dengan mengamati apakah pada kenyataannya apakah
akuntan melakukan yang dianjurkan oleh teori tersebut.
Beberapa kritik terhadap pendekatan pragmatik deskriptif:
a. tidak ada dilakukan analisis penilaian terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan
akuntan.
b. metode tersebut tidak menyediakan sarana untuk dilakukan perubahan.
c. Pendekatan pragmatik cenderung fokus pada perilaku-perilaku akuntan, bukan pada
pengukuran atribut-atribut perusahaan seperti aktiva, hutang, pendapatan dll.
Sterling menyimpulan bahwa pendekatan pragmatic tidak tepat untuk pengembangan
teori akuntansi.
2. Pendekatan Pragmatik Psikologis
Berbeda dengan pendekatan pragmatic deskriptif dimana pembuat teori
mengamati perilaku akuntan, pendekatan pragmatik psikologis mengharuskan pembuat
teori membentuk suatu teori akuntansi yang didasarkan pada pengamatan atas reaksi para
pengguna output yang dihasilkan oleh akuntan. Kelemahan pendekatan ini yaitu beberapa
pengguna output akuntan mungkin bereaksi secara tidak logis, sedang yang lain mungkin
memilik respon khusus yang sudah mereka lakukan sebelum laporan tersebut diterbitkan.
Yang lainnya lagi mungkin tidak bereaksi walau mereka seharusnya bereaksi.
Kekurangan ini dapat dicarikan solusi dengan cara berkonsentrasi pada teori keputusan
dan menguji teori tersebut pada sekelompok orang daripada berkonsentrasi pada respon
individual.
B. Teori Sintaktik Dan Semantik
Satu intepretasi teori dari akuntansi biaya historis tradisional ialah teori sintaktik.
Intepretasi tersebut ialah: input dari semantik sistem ialah transaksi dan pertukaran
pencatatan bisnis dalam vouchers, jurnal, dan buku besar. Intepretasi ini kemudian dibuat
(dibagi dan dirangkum) berdasarkan premis dan asumsi atas akuntansi biaya historikal.
Sebagai contoh, kita berasumsi bahwa inflasi tidak dicatat dan nilai pasar atas aset dan
utang diabaikan. Kita kemudian menggunakan akuntansi double entrydan prinsip akuntansi
biaya historis untuk menghitung untung rugi (LR) dan neraca. Usulan individual diverifikasi
setiap kali laporan diaudit dengan cara memeriksa perhitungan dan manipulasi. Meskipun
begitu, akun akun jarang diaudit secara spesifik dalam hal apa dan bagaimana akun-akun
digunakan (tes pragmatik) atau dalam hal pemaknaan (tes semantik). Dengan begitu, teori
biaya historis telah ditegaskan selama beberapa tahun.
Beberapa pembuat teori kritis terhadap pendekatan ini. Mereka berargumentasi bahwa
teori mempunya isi semantik jika hanya pada basis dari input. Tidak ada praktik empiris
independen yang memverifikasi perhitungan output seperti ‘untung’ dan ‘total aset’. Jumlah
tersebut bukan hasil pengamatan, tetapi hasil penjumlahan dari saldo akun dan proses
auditpun berintisarikan hanya sebagai penghitungan ulang. Proses audit memverifikasi input
dengan memeriksa dokumen dan perhitungan matematika. Akan tetapi hal tersbut tidak
memverfikasi output final. Ini berarti bahwa walaupun laporan keuangan disediakan
menggunakan sintak secara sempurna, tetapi mungkin hanya memiliki sedikit nilai-nilai
dalam praktik.
Akuntansi biaya historis juga telah dikritik pada basis element sintaktiknya, sebagai
contoh: Jumlah dari dua bobot tidak berarti apa-apa kecuali mereka dihitung dengan aturan
yang sama... kemudian, bagaimana dengan prosedur penambahan jumlah kas yang
dilakukan oleh perusahaan hari ini kepada jumlah uang yang telah dibayar 20 tahun lalu
untuk pembayaran tanah yang sampai saat ini masih dimiliki.
Kritik : Pengaruh pertama dari inkonsistensi internal dari banyak argumen dimana
pembenaran dari akuntansi konvensional ialah pengenangan terhadap filosofi George
Orwell’s Nineteen Eighty-Four. Fitur khusus dari filosofi ini ialah doublethink yang artinya
kekuatan untuk memiliki dua kepercayaan yang kontradiktif dalam satu pikiran secara
simultan dan menerima keduanya. Contohnya, penilaian adalah penggabungan saldo
akun...tetapi saldo akun bukan laporan penilaian; aset tetap sebaiknya disajikan pada harga
perolehan...dalam akun historis dimana biaya perolehan tidak lagi berarti.
Pertanyaan muncul terkait ketidaksamaan atas definis akuntansi. Pada pendekatan
Popperian, banyak usul atas akuntansi konvensional tidak dapat dipalsukan. Contohnya,
definisi yang tidak dapat diterima yang mengandung bahwa depresiasi suatu tahun ialah
perhitungan – disajikan dalam satuan moneter – dari kemunduran fisik selama tahun
bersangkutan, atau penurunan dalam satuan nilai moneter selama tahun berjalan, atau
apapun yang terjadi selama tahun berjalan.
Sterling membawa poin ini lebih jauh dengan menyatakan bahwa masalah terletak pada
cara bagaimana akuntan menentukan biaya dan keuntungan sebagai pilihan diantara
konfeksi yang mana menetapkan bahwa besarnya nilai kini bergantung pada besarnya nilai
dimasa mendatang. Sebagai contoh, depresiasi bergantung pada alokasi, yang bergantung
pada penjualan di masa mendatang dan harapan hidup aset. Begitu juga dengan keuntungan.
Dengan logika ini, keuntungan sebenarnya tidak dapat ditetapkan sampai perusahaan
dilikuidasi.
Teori-teori berdasarkan biaya historis mengarah kepada hipotesis yang perlu kehati-
hatian lebih jauh. Hipotesis ini kemudian tidak dapat diuji dan sebagai pendekatan
falsufucationist, hipotesis tersebut tidak berguna untuk pengambilan keputusan keuangan
kecuali untuk sekedar memverifikasi jurnal entri. Dengan begitu, hipotesis tersebut tidak
informatif dan tidak memberi pengetahuan dalam proses akuntansi. Kritik atas biaya historis
intinya mengkritik pengukuran nilai kini dan merupakan pelopor nilai wajar yang diusung
IFRS.
Sebagai bentuk pertahanan atas sistem biaya historis, akuntan berpendapat bahwa tidak
ada kebutuhan akan output akuntansi harus memiliki konten semantik atau menjadi subjek
peraturan falsification. Akuntan tersebut berpendapat bahwa peran akuntasi adalah untuk
mengalokasikan sumber dari biaya historis untuk ditandingkan dengan pendapatan
(matching concept). Dalam hal ini, aset, utang, dan ekuitas ialah residual dari proses ini dan
bukan dimaksudkan untuk diukur atau dihitung nilainya untuk kepentingan keuangan. Jika
pendekatan alokasi ini diadopsi, definisi depresiasi akan sesuai dengan matching concept.
1. Teori Sintaktik
Teori sintaktik berusaha menjelaskan praktik akuntansi dan memprediksi
bagaimana akuntan akan bereaksi pada situasi tertentu atau bagaimana mereka
melaporkan peristiwa tertentu. Teori akuntansi sintaktik adalah teori yang berorientasi
untuk membahas masalah-masalah tentang bagaimana kegiatan-kegiatan perusahaan
yang telah dirumuskan secara semantik dalam elemen-elemen keuangan dapat
diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Teori sintaktik meliputi pula hubungan
antara unsur-unsur yang memebentuk struktur pelaporan keuangan atau struktur
akuntansi dalam suatu negara yaitu manajemen, entitas pelapor, pemakai informasi,
sistem akuntansi,dan pedoman penyusunan laporan.
2. Teori Semantik
Teori semantik berkaitan dengan penjelasan mengenai fenomena (obyek atau
peristiwa) dan istilah atau simbol yang mewakilinya. Teori akuntansi semantik
menekankan pembahasan pada masalah penyimbolan dunia nyata atau realitas (kegiatan
perusahaan) ke dalam tanda-tanda bahasa akuntansi (elemen statement akuntansi)
sehingga orang dapat membayangkan kegiatan fisik perusahaan tanpa harus secara
langsung menyaksikan kegiatan tersebut. Teori ini berusaha untuk menemukan dan
merumuskan makna-makna penting pelaporan keuangan sehingga teori ini banyak
membahas pendefinisian makna elemen (objek), pengidentifikasian atribut, dan
penentuan jumlah rupiah (pengukuran) elemen sebagai sebuah atribut.
Dari aspek bahasa, kerangka teori akuntansi yang lengkap seharusnya memiliki 3
komponen di atas, pragmatik, sintatik, dan semantik (Hendriksen, 1989). Kerangka teoris
yang diperlukan untuk mengembangkan praktik akuntansi yang sehat harus
mempertimbangkan faktor berikut ini:
• pernyataan tentang sifat entitas akuntansi dan lingkungannya.
• pernyataan tentang tujuan dasar akuntansi keuangan.
• evaluasi terhadap kebutuhan pemakai dan batasan kemampuan pemakai dalam
memahami, menginterpretasikan, dan menganalisis informasi yang disajikan.
• pemilihan tentang apa yang seharusnya disajikan.
• evaluasi terhadap proses pengukuran untuk mengkomunikasikan informasi.
• evaluasi terhadap batasan yang berkaitan dengan pengukuran dan gambaran
perusahaan.
• pengembangan prinsip atau proposisi umum yang dapat digunakan sebagai
pedoman dalam merumuskan prosedur dan aturan.
• perumusan struktur dan format pencarian dan pemrosesan data, peringkasan dan
pelaporan informasi yang relevan.
C. Teori Normatif
Tahun 1950 sampai dengan 1960-an adalah apa yang sering dideskripsikan sebagai
“masa keemasan”nya riset akuntansi normatif. Selama periode ini, peneliti akuntansi
menjadi lebih tertarik dengan rekomendasi kebijakan dan apa yang seharusnya dilakukan,
ketimbang menganalisis dan menjelaskan praktik yang diterima saat ini. Teori normatif
periode ini terkonsentrasi baik di dalam menurunkan “true income” (profit) dalam sebuah
periode akuntansi atau mendiskusikan jenis informasi akuntansi yang akan berguna dalam
membuat keputusan ekonomi.
True Income: Ahli teori true income berkonsentasi untuk mendapatkan pengukuran
tunggal untuk asset dan sebuah angka profit yang unik (dan tepat). Namun, tidak tercapai
sebuah kesepakatan tentang apayang ditetapkan sebagai pengukuran yang benar atau tepat
mengenai nilai dan profit. Sebagian besar literature selama periode ini terdiri atas
perdebatan akademis tentang keuntungan dan kerugian atas sistem pengukuran alternatif.
Decision-usefulness: Pendekatan decision-usefulness mengasumsikan bahwa tujuan
dasar dari akuntansi adalah untuk membantu proses pengambilan keputusan dari “users”
tertentu atas laporan akuntansi dengan cara menyediakan data akuntansi (sebagai contoh)
yang berguna dan relevan untuk membantu investor (investor yang sudah ada dan investor
potensial) dalam memutuskan apakah akan membeli, menahan, atau menjual saham. Sebuah
tes kegunaan telah didiskusikan adalah reaksi pragmatis-psikologis atas data. Pihak lain
tidak dapat mengidentifikasi grup tertentu tetapi berpendapat bahwa semua pengguna
memiliki kebutuhan yang sama atas data akuntansi.
Dalam kebanyakan kasus, decision-usefulness theories akuntansi didasarkan pada
konsep ekonomi klasik atas keuntungan dan kekayaan atau pengambilan keputusan rasional.
Decision-usefulness theories ini biasanya melakukan penyesuaian pada pengukuran biaya
historis terhadap penghitungan atas inflasi atau nilai pasar atas asset. Decision-usefulness
theories pada dasarnya adalah teori pengukuran akuntansi. Teori ini biasanya normatif
karena teori ini membuat beberapa asumsi berikut:
• Akuntansi harus menjadi sebuah sistem pengukuran.
• Profit dan value dapat diukur dengan tepat/andal.
• Akuntansi keuangan berguna untuk membuat keputusan ekonomis.
• Pasar tidak efisien atau dapat tertipu oleh “akuntan kreatif”
• Akuntansi konvensional tidak efisien (dalam arti informasi)
• Ada satu pengukuran profit yang unik.
Asumsi ini jarang digunakan sebagai subjek pada pengujian empiris manapun. Para
pendukungnya biasanya menggambarkan informasi akuntansi mereka sebagai sesuatu yang
“ideal”. Mereka merekomendasikannya untuk menggantikan biaya historis dan digunakan
oleh semua orang sekaligus.
Peneliti normatif melabeli pendekatan mereka kepada teori formulasi ilmiah, dan pada
umumnya, berdasarkan teori mereka tentang pernyataan dalam bentuk analitis (sintaksis)
dan empiris (induktif). Secara konseptual, teori normatif tahun 1950-an dan 1960-an dimulai
dengna pernyataan atas domain (ruang lingkup) dan tujuan dari akuntansi, asumsi yang
mendasari sistem, dan definisi dari semua konsep kunci. Domain dari akuntansi adalah
umum, mencakup relasi atas seluruh income statement dan balance sheet, tidak hanya item-
item akuntansi yang spesifik seperti sebatas akuntansi atas piutang tidak tertagih saja. Juga,
hal ini memiliki hubungan dengan seluruh pengguna laporan keuangan dan tidak terbatas
pada pengguna atau kelompok pengguna tertentu.
Para ahli teori normatif juga membuat asumsi tentang sifat dari operasi perusahaan
berdasarkan hasil observasi. Prinsip akuntansi yang detil dan andal serta aturan dan
penjelasan logis atas outputs akuntansi telah diikhtisarkan. Kerangka kerja deduktif akan
lebih ketat dan konsisten dalam konsep analitisnya. Laporan keuangan harus memiliki arti
yang sesuai dengan apa yang seharusnya “dikatakan”, mereka harus memiliki hubungan
semantik dengan dunia sebenarnya. Meskipun meskipun laporan keuangan adalah abstraksi
dan pengurangan dari economic affair perusahaan, karena mereka meringkas akun saham
dan pergerakan dari sumber daya ekonomi, mereka seharusnya hanya pragmatis sejauh
bahwa laporan keuangan adalah pengganti dari pengalaman langsung. Pengujian pragmatis
adalah bahwa, ketika mengobservasi laporan keuangan, pengguna harus bertindak seolah-
olah mereka benar-benar mengobservasi kejadian atas laporan keuangan yang disajikan.
Meskipun metodologi ini telah memiliki komponen baik sintaksis dan semantik , namun
masih bergantung utamanya pada hubungan sintaksis dan dengan demikian diberi label
“hipotesis-deduktif”.
Sebuah pertanyaan penting dalam penelitian akuntansi ini terkait kegunaan data
akuntansi. Apakah data kuantitatif yang kita peroleh dari suatu kumpulan operasi yang
berbasis kepada teori akuntansi secara keseluruhan berguna untuk pengguna laporan
keuangan? Untuk menemukan jawabannya, apa yang biasanya dilakukan adalah mengambil
data output dari sistem akuntansi spesifik dan menentukan apakah data ini membantu
pengambil keputusan dalam membuat kebijakan finansial. Ini adalah pengujian teori
akuntansi secara langsung.
Dalam ilmu pengetahuan, pendekatan decision-usefulness ini diartikan sebagai financial
instrumentalism atau financial realism. Sugesti bahwa sistem akuntansi alternatif harus
dinilai sesuai dengan kemampuan prediksinya adalah perpanjangan dari logical
positivismdan disebut instrumentalism. Yaitu teori yang tidak memiliki kegunaan kecuali
sebagai instrumen prediksi. Menurut Friedman, teori tidak dapat diuji oleh konsep atas
asumsinya. Mereka hanya bisa dinilai hanya dengan kemampuan prediksinya.
Bagaimanapun, beberapa masalah terlibat pula dalam mengaplikasikan pengujian ini.
Pertama, ketika prediksi terverifikasi, hal ini memverifikasi model prediksi dari pengguna,
bukan dari sistem akuntansi. Ada, tentu saja, variable lainnya selain data akuntansi yang
memprediksi laporan keuangan. Kita tidak mengetahui secara tepat bagaimana data
akuntansi digunakan. Kedua, jika keputusan ternyata adalah yang benar, hal ini
memverifikasi model keputusan, bukan sistem akuntansi. Dengan demikian, silit untuk
menafsirkan validitas dari model akuntansi yang berdasarkan pada pengambilan keputusan
semata.
Di sisi lain, realism menekankan peran penjelas dari ilmu, pada dasarnya, prediksi secara
terbalik. Sudut pandang metodologi ini menekankan peran umpan balik dati akuntansi.
Pendekatan realisme pada akuntansi berarti bahwa untuk teori akuntansi valid itu harus lebih
dari sekadar alat untuk meramalkan, akuntansi juga harus dipegang sebagai deskripsi
realitas yang mendasari fenomena akuntansi. Akuntansi, di bawah pendekatan ini,
mendapatkan kemampuan prediktif hanya karena memberikan umpan balik yang relevan
atau penjelasan deskriptif atas apa yang telah terjadi. Kita juga dapat mempertanyakan
tentang validitas logika dalam penggunaan prediksi (peramalan) sebagai suatu pengujian
ilmiahuntuk sebuah teori akuntansi dalam lingkungan dinamis di mana variable lain yang
terlibat tidak dapat dikontrol. Prediksi secara ilmiah lebih valid ketika kita dapat mengontrol
variabel tersebut seperti tekanan udara, panas, berat dan lain sebagainya. Ketika kita tidak
dapat mengontrol variabel dalam lingkungan ekonomi, seperti inflasi dan persentase bunga
atau kepuasan pelanggan, kita harus mengukur prediksi dengan statistic, sesuai dengan
seberapa mungkin kejadian tersebut mempengaruhi prediksi.
D. Positive Theories
Pada tahun 1970-an, teori akuntansi menatap kembali ke metodologi empiris, yang
biasa disebut sebagai metodologi positif. Positivisme dan empirisme berarti mengetes
atau menghubungkan hipotesis atau teori akuntansi kepada fakta atau pengalaman di
dunia nyata. Penelitian akuntansi positif pertama kali difokuskan pada pengujian
bebarapa asumsi yang dibuat oleh ahli teori normatif secara empiris. Umumnya
pendekatan dilakukan dengan mengsurvey pendapat dari analisis keuangan, pegawai
bank, dan akuntan tentang kegunaan dari metode inflasi akuntansi yang berbeda dalam
hal pembuatan keputusan mereka (seperti memprediksi kebangkrutan atau memutuskan
apakah mereka harus membeli atau menjual saham). Pendekatan lainnya adalah dengan
menguji kepentingan yang diasumsukan dari output akuntansi pada pasar. Pengujian
dilakukan untuk mengetahui apakah :

• Akuntansi inflasi meningkatkan efisiensi informasi pada pasar saham


• Profit adalah penentu penting dalam perhitungan saham
• Biaya untuk mengumpulkan data akuntansi yang lebih baik lebih penting dari
keuntungannya, atau
• Penggunaan teknik akuntansi yang berbeda berpengaruh pada nilai
Sekarang ini, sejumlah besar teori positif umumnya mempedulikan penjelasan dari
alasan pada praktik di masa kini dan memprediksi peran dari akuntansi dan informasi
terkait dalam keputusan ekonomis individu, perusahaan, dan pihak lain yang
berkontribusi pada operasi pasar dan ekonomi. Penelitian ini menguji teori -teori yang
menganggap bahwa informasi akuntansi merupakan komoditas ekonomi dan politik,
dan bahwa orang bertindak dalam kepentingan mereka sendiri.
Perbedaan utama antara teori normatif dan positif adalah bahwa teori-teori normatif
preskriptif, sedangkan teori positif deskriptif, penjelasan atau prediksi. Teori normatif
menjelaskan bagaimana orang seperti akuntan harus bersikap untuk mencapai suatu
hasil yang dinilai tidak benar, moral, adil, atau hasil 'baik'. Teori positif tidak mengatur
bagaimana orang (misalnya akuntan) harus bersikap untuk mencapai suatu hasil yang
dinilai menjadi 'baik'. Sebaliknya, mereka menghindari membuat penjelasan yang sarat
akan nilai. Mereka menggambarkan bagaimana orang berperilaku (terlepas d ari apakah
itu adalah 'benar'), mereka menjelaskan mengapa orang berperilaku dengan cara
tertentu, atau mereka memprediksi apa yang telah orang lakukan atau akan lakukan .
Banyak peneliti teori positif yang meremehkan sudut pandang normatif. Demikian
pula, banyak ahli teori normatif yang tidak menerima nilai penelitian akuntansi positif.
Kenyataannya, teori teori tersebut dapat berdampingan, dan dapat saling melengkapi.
Teori akuntansi positif dapat membantu memberikan pemahaman tentang peran
akuntansi yang pada gilirannya, dapat membentuk dasar untuk mengembangkan teori -
teori normatif untuk meningkatkan praktek akuntansi.

E. Different Perspektives
Sejauh ini, orang cenderung untuk berfokus pada apa yang dapat dianggap sebagai
pendekatan yang sangat terstruktur untuk formulasi teori atau disebut juga pendekatan
ilmiah. Dimulai dari teori yang didasarkan pada pengetahuan sebelumnya atau diterima
secara 'ilmiah' atas teori Konstruksi. Ketika kita mendapati perilaku yang tidak setuju
dengan teori, maka kita memperlakukan anomali itu sebagai masalah penelitian dan
menyatakannya sebagai masalah penelitian yang akan dijelaskan kemudian.
Pengembangkan teori untuk menjelaskan perilaku yang diamati dan menggunakan teori
itu untuk menghasilkan hipotesis diuji yang akan dikuatkan hanya jika teori dapat
dipertahankan. Kemudian mengikuti prosedur yang tepat dan terstruktur atau yang telah
ditentukan untuk pengumpulan data, setelah memproses data (yag biasanya) dengan
teknik matematika atau statistik, data tersebut divalidasi dan diuji. Jenis penelitian
seperti ini dilakukan dengan hipotesis tambahan yang kemudian memberikan
pemahaman yang lebih mendalam, atau prediksi yang lebih baik, dari sisi akuntansi.
Teori yang baik adalah teori yang dapat diberlakukan dalam lintas perusahaan, industri,
dan waktu.
Pendekatan ini pada umumnya digambarkan sebagai pendekatan 'ilmiah' dan
merupakan pendekatan yang saat ini digunakan oleh sebagian besar peneliti di bidang
akuntansi, dan pendekatan yang diterbitkan dalam jurnal akuntansi di bidang akademis.
Hal ini didasarkan pada asumsi ontologis tertentu (cara kita melihat seuatu), yang
menyiratkan epistemologi yang berbeda (cara kita mengumpulkan pengetahuan, atau
pembelajaran) dan metode penelitian yang berbeda. Hal ini penting untuk mengenali
asumsi yang mendasari penelitian mereka dan untuk mempertimbangkan apakah ada
pendekatan penelitian alternatif yang lebih tepat.
Beberapa peneliti menyarankan agar fokus penelitian secara naturalis lebih tepat
untuk memperoleh pengetahuan tentang perilaku akuntansi dalam pengaturan secara
natural. Salah satu idenya adalah bahwa kita dapat melakukan penelitian sealami
mungkin. Pendekatan ini memiliki dua implikasi. Pertama, kita tidak memiliki asumsi
yang terbentuk sebelumnya atau teori. Kedua, kita fokus pada masalah spesifik
perusahaan. Hal ini dilakukan dengan mengambil pendekatan penelitian secara fleksibel
menggunakan pengamatan dan tidak terlalu menggunakan analisis matematika,
pemodelan, uji statistik, survei dan pemeriksaan laboratorium. Hal yang dapat
dilakukan untuk melakukan penelitian naturalistik yaitu dengan menggunakan studi
kasus individu dan kerja lapangan yang lebih rinci.
Pendekatan naturalistik dapat dibandingkan dengan penelitian 'ilmiah' akuntansi,
yang lebih rentan terhadap penggabungan hasil dari pengujian sejumlah hipotesis untuk
membentuk 'teori umum akuntansi'. Penelitian naturalistik dimulai dari situasi
sebenarnya; dengan tujuan utama adalah untuk menjawab pertanyaan "Apakah yang
sedang terjadi? ', dengan tidak memberikan kondisi secara umum untuk segmen
masyarakat yang luas.
Pendekatan studi kasus dipandang oleh beberapa peneliti sebagai cara terbaik untuk
mengexplore atau kristalisasi masalah penelitian untuk penelitian naturalistik. Sebagai
contoh:

. . . tidak layak untuk mengembangkan model teoritis sebelum


melakukan pengamatan secara empiris, alternatif terbaik selanjutnya adalah
dengan cara pendekatan eksplorasi yang dapat diikuti.

Tomkins dan Groves tidak setuju dengan sudut pandang ini. Mereka melihat
pendekatan penelitian naturalistik lebih tepat sebagai perbedaan asumsi ontologis.
Asumsi ontologis menyiratkan bahwa gaya penelitian yang berbeda dapat
mempengaruhi pertanyaan penelitian. Sebagai contoh, kita dapat melihat akuntansi
sebagai konstruksi sosial. Kita mungkin ingin memahami apa yang dicitrakan dari
orang lain, apa asumsi yang dapat dipertahankan.

Enam kategori asumsi dasar antologi (Tomkins and Groves)

1 Reality as a concrete structure (Realitas sebagai sebuah struktur konkret)


2 Reality as a concrete process (Realitas sebagai sebuah proses konkret)
3 Reality as a contextual field of information (Realitas sebagai sebuah bidang
informasi yang kontekstual)
4 Reality as symbolic discourse (Realitas sebagai wacana simbolik)
5 Reality as social construction (Realitas sebagai konstruksi sosial)
6 Reality as projection of human imagination (Realitas sebagai proyeksi dari
imajinasi manusia)

Dapat dijelaskan bahwa Kategori 1 adalah menurut sudut pandang objektif yang
baku, di mana praktik akan selalu sesuai dengan struktur konkritnya, dan outcome
berupa keputusan dan tindakan yang diambil dapat dengan cara yang mudah
diprediksi. Semakin ke bawah, unsur konkrit dari objek penelitian semakin hilang.
Seperti kategori 1 yang berasumsi bahwa dunia ini konkret dan stabil, sementara
kategori 6 berasumsi bahwa dunia tidak stabil, tergantung pada asumsi masing-
masing manusia (individualis). Oleh karena itu, untuk memahami sebuah proses
pengambilan keputusan dari asumsi yang individualis ini, peneliti perlu untuk
memahami persepsi dan kecenderungan dari setiap individu.
Untuk kategori 1 – 3, pendekatan ilmiah lebih cocok digunakan, sementara untuk
kategori 4 – 6, Tomkins dan Grove menganjurkan dilakukannya pendekatan
naturalistik. Kategori 4 – 6 (symbolic interactionist) melihat dunia sebagai hasil dari
pembentukan anggapan setiap manusia melalui proses interaksi dan negosiasi.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perbedaan asumsi ontologi yang ada
berimplikasi pada perbedaan pendekatan epistemologi dan metode penelitian. Hal ini
kemudian mempengaruhi jenis masalah penelitian yang diajukan serta hipotesis yang
diuji. Untuk membantu pemahaman, berikut disajikan perbandingan antara penelitian
ilmiah dan penelitian naturalistik
Perbedaan antara penelitian ilmiah dan penelitian naturalistik :
Penelitian Ilmiah Penelitian Naturalistik

Asumsi Ontologi Melihat realita secara objektif  Melihat realita sebagai hasil konstruksi sosial dan
dan konkret (berwujud) imajinasi manusia
Melihat akuntansi sebagai  Melihat akuntansi sebagai konstruksi.
objek.
Pendekatan  Pengembangan pengetahuan  Holistik (realita sebagai sesuatu yang utuh, bukan
Epistemologi secara sedikit demi sedikit merupakan kesatuan dari bagian-bagian yang terpisah
 Reduksionisme (realita terdiri  Kompleksitas dunia tidak bisa dipecahkan melalui
dari jumlah minimum dari reduksionisme
beberapa jenis entitas atau
substansi)
 Pengujian hipotesis individu  Hukum tidak dapat direduksi

 Hukum yang dapat


tergeneralisasi
Metodologi  Terstruktur  Tidak terstruktur
 Menggunakan dasar teoritis  Tidak ada dasar teoritis sebelumnya
sebelumnya
 Validasi empiris atau ekstensi

Metode  Model formulasi sintaksis  Studi kasus


(prinsip pembuatan kalimat)
 Hipotesis dibuat berdasarkan  Eksplorasi yang fleksibel
induksi empiris
 Penggunaan metode statistik  Mengalami peristiwa
yang sesuai

F. Penerapan Pendekatan Ilmiah Pada Akuntansi


Terdapat banyak kesalahpahaman tujuan (misconceptions of purpose) dari upaya
menerapkan pendekatan ilmiah terhadap akuntansi, diantaranya:
a. Menciptakan ilmuwan dari praktisi akuntansi
Beberapa orang menganggap bahwa upaya menerapkan pendekatan ilmiah pada
akuntansi adalah untuk menciptakan atau membentuk ilmuwan dari paktisi-praktisi
akuntansi. Sedangkan terdapat perbedaan antara ilmuwan dan praktisi, dimana seorang
ilmuwan adalah orang yang menggunakan metode ilmiah dan, oleh karena itu, adalah
seorang peneliti yang menghasilkan penemuan, sementara praktisi menggunakan
penemuan ilmiah tersebut sebagai pedoman dalam praktiknya.
b. Keinginan untuk “kebenaran mutlak”
Kesalahpahaman umum lainnya tentang penerapan pandangan ilmiah dalam
akuntansi adalah bahwa 'kebenaran absolut' diinginkan, yang tentu saja tidak mungkin
dilakukan. Argumen seperti itu didasarkan pada kesalahpahaman bahwa pendekatan
ilmiah menghasilkan kebenaran mutlak.
Metode ilmiah tidak sempurna. Melainkan hanyalah penemuan manusia untuk
membantu memastikan apakah sebuah pernyataan harus dianggap realistis atau tidak,
dengan memberikan bukti persuasif yang mungkin menggambarkan, menjelaskan, atau
meprediksi. Dengan demikian, kebenaran ilmiah bersifat sementara. Sebuah pernyataan
atau teori memperoleh status 'konfirmasi' hanya setelah para ilmuwan di wilayah
dimana teori tersebut berkembang memutuskan bahwa bukti mengenai teori tersebut
cukup meyakinkan.
A. Isu-Isu Mengenai Kontruksi Teori Audit
Audit adalah proses verifikasi yang diterapkan pada input-input dan proses-proses
akuntansi. Berikut merupakan beberapa isu-isu mengenai kontruksi teori akuntansi:
1. Fungsi Auditor
Auditor tidak memverifikasi outuput agar sesuai dengan satu ukuran keuntungan
ekonomi, namun memberikan pendapat apakah laporan keuangan sesuai dengan
kerangka pelaporan yang berlaku, dan juga memberikan pandangan apakah pernyataan
yang benar dan adil.
2. Pendekatan Teori Audit
Pendekatan terhadap teori audit dipengaruhi atau beriringan dengan era akuntansi
yang berlaku. Era normatif teori dan penelitian akuntansi bertepatan dengan pendekatan
normatif terhadap teori auditing, dan pertumbuhan teori akuntansi positif di tahun
1970an disertai dengan perubahan arah penelitian audit menjadi pendekatan positif
terhadap teori auditing.

You might also like