You are on page 1of 62

ANALISIS RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN


PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR PERTANIAN
( STUDI KASUS BMT AS SALAM, KRAMAT, DEMAK)

SARAH NABILAH

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko dan
Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah
pada Sektor Pertanian (Studi Kasus BMT As Salam, Kramat, Demak) adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015

Sarah Nabilah
NIM H54110020
ABSTRAK
SARAH NABILAH. Analisis Risiko dan Faktor-faktor yang Memengaruhi
Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah pada Sektor Pertanian: Studi Kasus
BMT As Salam, Kramat, Demak. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan
JAENAL EFFENDI.

Ketersediaan kredit secara nasional untuk sektor pertanian masih sangat


rendah. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik sektor pertanian yang dianggap
memiliki risiko yang sangat besar. BMT As Salam sebagai salah satu lembaga
keuangan syariah menyalurkan sebagian besar pembiayaannya ke sektor
pertanian. Keadaan di BMT As Salam tidak sesuai dengan keadaan pada
perbankan nasional. Untuk itu diperlukan kajian mengenai bagaimana BMT As
Salam memandang risiko yang ada pada sektor pertanian. Tujuan dari penelitian
ini adalah menganalisis risiko dan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat
pengembalian pembiayaan syariah pada sektor pertanian. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu metode Enterprise Risk Management (ERM) dan
metode logistik. Hasil penelitian menunjukan risiko dengan nilai tertinggi adalah
nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan. Tindakan mitigasi risiko yang
dapat dilakukan adalah peningkatan upaya jemput bola. Variabel yang signifikan
memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BMT As Salam adalah jumlah
tanggungan keluarga, jenis usaha, jarak rumah nasabah dengan BMT dan aset.

Kata kunci: BMT, ERM, Metode Logistik, Pertanian.

ABSTRACT
SARAH NABILAH. Risk analysis and factors affecting the rate of return of
Islamic financing on agriculture: case study BMT As Salam, Kramat, Demak.
Supervised by RINA OKTAVIANI and JAENAL EFFENDI.

Nationwide availability of credit to the agriculture is still at a very low level.


This condition is caused by the characteristics of the agriculture which is
considered to have a high risk. BMT As Salam as one of the Islamic financial
institutions distribute most of its financing to the agriculture. The situation in
BMT As Salam is not in line with the situation of the national banking system. So
that, study on how BMT As Salam face risks in the agriculture is required. This
study aims to analyze the risks and factors affecting the rate of return of Islamic
financing in the agriculture. Method used in this research is Enterprise Risk
Management (ERM) and the logistics method. The results show the risk with the
highest value is customer tardiness in repaying the financing. Risk mitigation that
can be done is increasing the effort of installment billing to the costumer.
Significant variables affecting the rate of return of financing in BMT As Salam
are the number of family, type of business, distant between customers houses to
BMT and assets.

Keywords: BMT, ERM, Logit, Agriculture


ANALISIS RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN
PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR PERTANIAN
( STUDI KASUS BMT AS SALAM, KRAMAT, DEMAK)

SARAH NABILAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah Analisis Risiko dan Faktor-faktor yang
Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah pada Sektor Pertanian
(Studi Kasus BMT As Salam, Kramat, Demak). Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ekonomi
Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Pada Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Suswono dan Ibu Mieke Wahyuni,
serta kakak dari penulis Anna Mariam Fadhilah, Adilah Ihsani, dan Muhammad
Usaid Gharizah yang telah memberikan saran selama penelitian. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. dan Dr. Jaenal Effendi, S.Ag, M.A. selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan
motivasi dalam penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr. sebagai dosen penguji utama dan
Ranti Wiliasih, S.P, M.Si. sebagai dosen penguji komisi pendidikan.
3. Laily Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc yang telah memberikan bimbingan, saran
dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
4. Seluruh pihak pengurus BMT As Salam, Kramat, Demak yang telah
membantu selama penelitian ini.
5. Diko, Dessy, Silmi, Sauqi, Salma, Zara, Dede, Vita, Ghina, Diniyah, Imah,
Rizha, Ridwan, Ziad yang telah memberikan masukan, saran, dan semangat
selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
6. Danar, Wina, Sari, Venny, Try selaku teman satu bimbingan yang telah
memberikan masukan, saran, dan semangat selama penelitian dan penulisan
skripsi ini.
7. Teman-teman Ekonomi Syariah 47, 48, dan 49 yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

Sarah Nabilah
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PRAKATA viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Pembiayaan Syariah 4
Pembiayaan Syariah dalam Pertanian 5
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) 6
Risiko dalam Islam 8
Manajemen Risiko 8
Jenis-jenis Risiko 8
Penelitian Terdahulu 11
Kerangka Pemikiran 12
METODE 16
Lokasi dan Waktu Penelitian 16
Jenis dan Sumber Data 16
Metode Pengumpulan Data 16
Metode Pengolahan dan Analisis Data 16
Analisis Risiko Pembiayaan Syariah pada Sektor Pertanian 16
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan
Syariah 20
GAMBARAN UMUM BMT AS SALAM 21
Sejarah Singkat BMT As Salam 21
Kelembagaan dan Susunan Organisasi 22
Produk-Produk BMT As Salam 22
HASIL DAN PEMBAHASAN 23
Karakteristik Individu Responden 24
Karakteristik Usaha Responden 26
Karakteristik Pembiayaan Responden 27
Analisis Risiko Pembiayaan 28
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan
39
SIMPULAN DAN SARAN 42
Simpulan 42
Saran 42
DAFTAR PUSTAKA 43
LAMPIRAN 45
RIWAYAT HIDUP 50
DAFTAR TABEL
1. Kontribusi sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja,
penggunaan luas lahan dan PDB Indonesia 1
2. Model pembiayaan pertanian berdasarkan skala usaha 33
3. Probabilitas risiko 17
4. Dampak risiko 18
5. Pemetaan risiko 18
6. Tingkat penerimaan risiko 19
7. Perkembangan kas dan aset BMT As Salam 21
8. Identifikasi risiko 30
9. Indikator kemungkinan terjadinya risiko 32
10. Indikator dampak terjadinya risiko 32
11. Klasifikasi risiko 33
12. Respon risiko yang dapat diambil oleh BMT As Salam 37
13. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan 39

DAFTAR GAMBAR
1. Cara perputaran dana BMT 7
2. Kerangka pemikiran 15
3. Karakteristik responden berdasarkan status pembiayaan 23
4. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin 24
5. Karakteristik responden berdasarkan usia 24
6. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan 25
7. Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga 25
8. Karakteristik responden berdasarkan jarak tempat tinggal dengan
BMT 25
9. Karakteristik responden berdasarkan aset 26
10. Karakteristik responden berdasarkan jenis usaha 26
11. Karakteristik responden berdasarkan lama usaha 26
12. Karakteristik responden berdasarkan laba usaha 27
13. Karakteristik responden berdasarkan jumlah pembiayaan 27
14. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembiayaan 27
15. Pemetaan risiko 34

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuisioner Penelitian Responden 45
2. Pedoman Wawancara 47
3. Hasil Olahan Data Logistik 48
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian


Indonesia. Peran tersebut dicirikan oleh beberapa faktor. Pertama, banyaknya
jumlah tenaga kerja yang terserap oleh sektor pertanian. Kedua, besarnya luas
lahan Indonesia yang digunakan untuk usaha pertanian. Besarnya kontribusi
penyerapan tenaga kerja dan penggunaan lahan oleh sektor pertanian menjadikan
sektor pertanian pilihan strategis yang harus mendapat prioritas utama dalam
kerangka pembangunan nasional. Namun, kontribusi sektor pertanian terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) tidaklah sebesar penyerapan tenaga kerja dan
penggunaan lahannya. Kontribusi penyerapan tenaga kerja, penggunaan luas lahan
dan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja,


penggunaan luas lahan dan PDB Indonesia

Tahun Tenaga Kerja pertanian Luas lahan pertanian PDB pertanian


(%) (%) (%)
2008 41.052 20.821 10.670
2009 40.661 20.888 10.614
2010 39.460 20.789 10.234
2011 36.389 20.699 9.878
2012 35.189 20.594 9.666
Sumber: BPS 2008 (diolah)

Pada Tabel 1 dapat dilihat persentase penyerapan tenaga kerja, penggunaan


luas lahan serta kontribusi sektor pertanian pada PDB Indonesia. Persentase
kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia dari tahun 2008 hingga 2012
masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase penyerapan tenaga
kerja dan penggunaan lahan oleh sektor pertanian. Hal tersebut menyiratkan masih
banyaknya kendala yang dialami sektor pertanian.
Pada sektor pertanian, sebagian besar pelaku usahanya merupakan pelaku
usaha pertanian dengan penguasaan lahan serta skala usaha yang kecil. Sudah
merupakan fenomena umum bahwa masalah dan kendala yang paling banyak
dihadapi oleh pertanian rakyat skala kecil, baik untuk subsektor tanaman pangan,
holtikultura, peternakan maupun perikanan, adalah pembiayaan dan akses pasar
(Hafidhuddin dan Syukur 2008). Padahal pembiayaan merupakan hal yang sangat
penting dan sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha pertanian sebagai modal
usaha serta pendorong kemandirian usaha. Kebutuhan dana dapat bersifat
langsung, seperti untuk membeli faktor-faktor produksi, maupun secara tidak
langsung, seperti untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, atau
keperluan sosial lainnya, pada saat hasil pertanian belum dapat dipanen dan dijual
(Syaukat 2011). Kredit merupakan salah satu sumber pembiayaan pertanian.
Kredit membantu pelaku usaha pertanian mengembangkan usahanya serta
meningkatkan kemandirian usaha agar tidak bergantung kepada pihak-pihak yang
dapat merugikan seperti tengkulak.
2

Ketersediaan kredit sebagai sumber pembiayaan untuk sektor pertanian di


Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data Bank Indonesia (2014),
persentase kredit perbankan nasional per Desember 2014 untuk sektor pertanian
hanya sebesar 6.54 persen dari total kredit yang disalurkan. Minimnya
ketersediaan kredit untuk sektor pertanian ini dipengaruhi oleh karakteristik sektor
pertanian yang dianggap memiliki risiko yang sangat besar. Sektor pertanian
merupakan sektor yang sangat bergantung pada musim, ketersediaan air, harga
yang fluktuatif dan sebagainya menjadikan sektor ini penuh dengan risiko
(Hafidhuddin dan Syukur 2008). Risiko tersebut menyebabkan rendahnya minat
lembaga pembiayaan yang bersifat profit oriented untuk mendanai usaha di sektor
pertanian. Lembaga pembiayaan cenderung memilih mendanai usaha dengan
perputaran uang yang cepat, seperti sektor perdagangan. Jika ada lembaga
pembiayaan yang bersedia mengucurkan kredit di sektor pertanian biasanya telah
mengantisipasi dengan beberapa hal untuk meminimalkan risiko yang ada, di
antaranya adalah menetapkan bunga (interest) yang cukup tinggi, sangat selektif,
yaitu hanya membiayai usaha pada komoditas komersial bernilai tinggi (high
value commodity), serta lebih memilih sebagai chanelling bagi kredit program
pemerintah (Ashari dan Saptana 2005). Selain itu, karena lembaga keuangan
menganut prinsip kehati-hatian (prudential) ada pun pembiayaan disektor
pertanian diikuti dengan penetapan agunan dan bunga yang tinggi. Padahal
sebagian besar petani di Indonesia merupakan petani gurem dengan lahan yang
sempit, yang secara ekonomi tidak memadai untuk menyediakan agunan sehingga
tidak bankable. Belum lagi usaha pertanian yang musiman membuat petani sulit
mengembalikan pinjaman secara berkala dengan tambahan bunga yang tinggi.
Ketidakmampuan petani dalam membayar pinjaman akibat gagal panen maupun
rendahnya harga pasar dapat membuat petani terjerat utang yang semakin besar
akibat bunga yang tinggi.
Rendahnya kondisi kredit nasional di Indonesia untuk sektor pertanian tidak
memengaruhi keadaan di BMT As Salam, Kramat, Demak. BMT as Salam
merupakan salah satu lembaga keuangan mikro non bank yang memiliki fokus
melayani dan menfasilitasi pembiayaan usaha mikro kecil (UMK) yang tidak
terjangkau oleh bank syariah dan BPR syariah. Pembiayaan sektor pertanian di
BMT As Salam dilakukan dengan akad-akad syariah sesuai dengan prinsip Islam
yang berkeadilan. BMT As Salam, Kramat, Demak merupakan salah satu BMT
yang memiliki fokus pembiayaan pertanian. Sebanyak 80 persen pembiayaannya
disalurkan pada pertanian, terutama pertanian padi. Selain itu, dari total
pembiayaan per desember 2014 sebanyak 96 persen dari total pembiayaannya
berstatus lancar. Perbedaan keadaan pada kondisi perbankan nasional dan BMT
As Salam dalam penyaluran pembiayaan untuk sektor pertanian menjadi hal yang
menarik untuk dikaji. Bagaimana BMT menilai risiko yang terdapat di sektor
pertanian menjadi penting untuk dianalisis, sehingga alasan BMT As Salam
menyalurkan sebagian besar pembiayaan kepada sektor pertanian yang dianggap
sangat berisiko dapat kemudian menjadi dasar bagi perbankan nasional dalam
menyalurkan pembiayaan pada sektor pertanian.
3

Perumusan Masalah

Lembaga keuangan yang melakukan penyaluran pembiayaan tidak dapat


terlepas dari risiko-risiko yang ada, baik risiko kredit hingga risiko operasional.
Risiko pembiayaan dapat berasal dari berbagai pihak. Dari lembaga keuangan itu
sendiri, risiko dapat muncul akibat kegagalan pengoperasian lembaga keuangan.
Risiko yang muncul dari lembaga keuangan dapat mencakup sistem informasi dan
tata kelola yang buruk, kelalaian pegawai, penetapan kebijakan yang salah dalam
penentuan nisbah dan sebagainya, sedangkan dari pihak nasabah pembiayaan
risiko dapat terjadi akibat gagal bayar atas pinjaman yang dilakukan ataupun
pelanggaran kontrak.
Pembiayaan di sektor pertanian merupakan pembiayaan yang dianggap
memiliki risiko tinggi. Salah satu lembaga keuangan yang menyalurkan
pembiayaan pada sektor pertanian adalah BMT. Penyaluran pembiayaan yang
dilakukan oleh BMT pada sektor pertanian harus diiringi dengan pengelolaan
risiko yang baik. Pada kasus ini, diambil objek penelitian di BMT As Salam,
Kramat, Demak. BMT As Salam memiliki fokus penyaluran pembiayaan di sektor
pertanian.
Pengelolaan risiko pembiayaan yang dilakukan BMT As Salam terbilang
cukup baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan lancarnya pembiayaan di BMT
tersebut. Dari seluruh nasabah di BMT As Salam per Desember 2014, sebanyak
96 persen pengembalian pembiayaan lancar. Selain itu nilai NPF BMT As Salam
selalu dijaga agar berada di bawah 5 persen. Kelancaran pengembalian
pembiayaan di BMT As Salam menunjukan pembiayaan sektor pertanian
merupakan hal yang mungkin dilakukan bila diiringi dengan pengelolaan risiko
yang baik. Pengelolaan risiko bukan berarti menghilangkan risiko, namun
meminimalisir risiko ada. Risiko masih mungkin terjadi walaupun dengan
penanganan risiko yang baik, salah satunya berasal dari kelancaran pembiayaan,
selain karena pengelolaan BMT itu sendiri, risiko ketidak lancaran pembiayaan
dapat muncul dari sisi nasabah yang memiliki itikad buruk, musibah yang
menimpa nasabah dan hal lainnya yang berada di luar kontrol BMT. Dari
pemaparan diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan:
1. Bagaimanakah ukuran dan pemetaan risiko pembiayaan syariah yang
disalurkan BMT As Salam pada sektor pertanian?
2. Bagaimanakah tindakan mitigasi risiko yang dilakukan BMT As Salam
dalam proses pembiayaan pada sektor pertanian?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi tingkat pengembalian
pembiayaan di BMT As Salam?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai


berikut:
1. Menganalisis ukuran dan pemetaan risiko pembiayaan untuk sektor
pertanian dan risiko lainnya pada proses pembiayaan di BMT As Salam.
2. Menganalisis tindakan mitigasi risiko pembiayaan untuk sektor pertanian
dan risiko lainnya pada proses pembiayaan di BMT As Salam.
4

3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian


pembiayaan BMT As Salam.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi


pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain:
1. Bagi pihak BMT As Salam atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(LKMS) lainnya. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk melihat pemetaan
risiko pembiayaan dan tindakan mitigasi risiko pembiayaan, khususnya
yang berkaitan dengan sektor pertanian, serta memberikan gambaran
mengenai faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di
BMT.
2. Bagi pemerintah. Penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi
mengenai pembiayaan syariah pertanian yang terdapat pada lembaga
keuangan mikro syariah.
3. Bagi masyarakat. Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi awal
mengenai pembiayaan syariah untuk sektor pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis risiko pembiayaan syariah pada


sektor pertanian serta faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran pembiayaan.
Untuk menganalisis risiko pembiayaan syariah pada sektor pertanian, penelitian
ini hanya mencakup risiko yang terdapat pada kegiatan funding dan financing di
BMT As Salam dan risiko-risiko lain yang muncul karena adanya pola bagi hasil
(profit-loss sharing). Pada penelitian ini, pembatasan dilakukan terhadap lingkup
risiko yang diteliti, yakni hanya mencakup pada risiko pembiayaan dan risiko
operasional pada BMT As Salam, tidak mempertimbangkan risiko pasar. Untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran pembiayaan di BMT As
Salam, responden dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Adapun alat
analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis logistik dan analisis
statistika deskriptif yang mampu menjawab faktor-faktor yang dapat
memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BMT As Salam. Kelancaran
tersebut diukur berdasarkan: usia, lama pendidikan, tanggungan keluarga, jenis
usaha, lama usaha, jarak tempat tinggal dengan BMT, aset, laba bersih per bulan,
jumlah pembiayaan, dan frekuensi pembiayaan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pembiayaan Syariah

Menurut kamus Bank Indonesia, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah


adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak
5

lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Selanjutnya, menurut UU No 21
tahun 2008, Pembiayaan syariah merupakan penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa,
transaksi jual beli, atau transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang
berdasarkan kesepakatan antara pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Pembiayaan Syariah dalam Pertanian

Di dalam Islam, pertanian merupakan salah satu sektor yang mendapat


perhatian besar. Bedasarkan nash Rasulullah SAW, profesi paling utama dan
terbaik adalah bercocok tanam. Ketika seseorang bercocok tanam, maka orang
tersebut akan lebih dekat dengan tawakal. Karena apa yang disemaikan untuk
tumbuh bukanlah menjadi kuasa orang yang menanam, melainkan kekuasaan
Allah. Selain itu, bercocok tanam juga memberikan kemaslahatan bagi semua
mahkluk. Tanpa adanya hasil bercocok tanam tidaklah akan ada kehidupan di
dunia. Dari penjelasan tersebut jelaslah mengapa pembiayaan pertanian menjadi
hal yang sangat penting keberadaannya.
Banyaknya jenis usaha maupun komoditas di sektor pertanian membuat
potensi pembiayaan syariah pada sektor pertanian sangat besar. Skala dan
besarnya pertanian akan memengaruhi pola pembiayaan apa yang paling tepat
untuk diterapkan. Baik pertanian skala kecil dengan omset dibawah 50 juta rupiah
pertahun maupun pertanian skala besar dengan omset diatas 50 juta rupiah
pertahun, masing-masing memiliki pola pembiayaannya sendiri (Hafidhuddin dan
Syukur 2008). Model-model yang tepat untuk pertanian berdasarkan skalanya
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Model pembiayaan pertanian berdasarkan skala usaha


No Model Pembiayaan Skema Pembiayaan
Pertanian
1. Skala Kecil 1. Pembiayaan kepada pelaku usaha pertanian dilakukan
a. Salam melalui SPV (special purpose vehicle) yang dibentuk
oleh LKMS atau kerjasama LKMS dengan bank syariah
2. Pelaku usaha pertanian pertanian berkewajiban
mengirimkan produk pertanian kepada bank (SPV) di
masa yang akan datang
3. Pemerintah memberikan penjaminan jika seandainya
panen mengalami kegagalan
4. SPV menyalurkan/menjual hasil panen langsung ke
pasar/ekspor atau kepda pemerintah /Bulog/perusahan
b. Penerbitan 1. Provinsi/kabupaten penghasil produk pertanian (beras)
Sukuk Salam menerbitkan sukuk salam sebagai modal untuk mulai
berproduksi
2. Provinsi/kabupaten konsumen membeli sukuk tersebut
3. Provinsi/kabupaten penerbit sukuk berkewajiban
mengirimkan produknya setelah panen
6

2. Skala besar 1. Perusahaan yang inputnya adalah produk pertanian


a. Istishna wa memesan sejumlah barang, melalui mekanisme
Mudharabah pembiayaan istishna kepada bank syariah
Muqayyadah bil 2. Bank syariah membentuk SPV dengan pola
istishna mudharabah muqayyadah, di mana bank bertindak
sebagai shahibul maal dan SPV sebagai mudharib
3. Pemerintah menyuntikan dana penjamin yang disimpan
di bank syariah. Asuransi syariah juga dapat dilibatkan
dalam penjaminan
4. SPV memberikan pembiayaan istishna kepada
perusahaan produsen/pelaku usaha pertanian besar
5. Perusahaan produsen/pelaku usaha pertanian besar
menyerahkan hasil panen kepada SPV
6. SPV, atas nama bank, menjual produk tersebut kepada
perusahaan/konsumen
7. Perusahaan/konsumen melakukan pembayaran kepada
bank syariah
b. Sukuk 1. Pemerintah atau bank syariah (atau keduanya bersama-
Mudharabah bil sama) membentuk SPV
Istishna 2. SPV menerbitkan sukuk mudharabah
3. Investor membeli sukuk
4. SPV melakukan pembiayaan istishna
5. Perusahaan/pelaku usaha pertanian besar menyerahkan
barang kepada SPV
6. SPV menjual ke pasar domestik atau ekspor
7. SPV mendistribusikan keuntungan kepada investor dan
bank, serta me-reimburse sukuk investor
8. Asuransi syariah dapat dilibatkan sebagai penjamin
(sebagian dari risiko) pembiayaan
Sumber: Hafidhuddin dan Syukur 2008 (diolah)

Baitul Maal wat Tamwil (BMT)

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari
dua istilah, yaitu baitulmaal dan baitul tamwil. Baitulmaal mengarah pada usaha-
usaha pengumpulan dan penyaluran dana non profit, seperti zakat, infaq dan
sedekah. Adapun baitul tamwil merupakan usaha pengumpulan dan penyaluran
dana komersial (Huda dan Heykal 2010). Menurut Ridwan (2006), BMT
merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sebagai sosial. Sebagai lembaga
sosial, BMT memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil Zakat
(LAZ) atau Badan Amil Zakat milik pemerintah. Fungsi tersebut paling tidak
meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber dana-
dana sosial yang lain. Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih memfokuskan usahanya
pada sektor keuangan, yakni simpan-pinjam dengan pola syariah. BMT
merupakan suatu respon atas kemiskinan dan pengangguran serta kurangnya
permodalan dan pendampingan para pengusaha miko dan kecil. Kedudukan BMT
dalam struktur keuangan mikro di Indonesia adalah lembaga keuangan mikro non
bank non formal. BMT yang sebagian besar berbadan hukum koperasi mampu
mengatasi kendala-kendala yang dimiliki lembaga keuangan formal seperti bank
(Hafidhuddin dan Syukur 2008). Dari pengertian diatas, kemudahan akses BMT
7

menjadikan lembaga tersebut tepat bagi para pelaku usaha pertanian terutama
pertanian skala kecil.

Fungsi BMT
Menurut Huda dan Heykal (2010), Baitul Maal Wat Tamwil memiliki
beberapa fungsi:
1. Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang
tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus (pihak
yang memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang kekurangan dana).
2. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pembayaran yang
sah yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban
suatu lembaga/perorangan.
3. Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi
pendapatan kepada para pegawainya.
4. Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai risiko
keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut.
5. Sebagai satu lembaga keuangan mikro Islam yang dapat memberikan
pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah dan juga koperasi dengan
kelebihan tidak meminta jaminan yang memberatkan bagi UMKM tersebut.

Kegiatan Operasional BMT


BMT merupakan lembaga keuangan mikro dengan cara kerja yang
sederhana. Penggalangan dana dalam BMT dapat berupa modal/simpanan dasar,
simpanan sukarela bagi hasil dan simpanan sukarela titipan. Dana tersebut
nantinya akan disalurkan melalui akad-akad yang ada di BMT (Gambar 1)
(Soemitra 2009)

Gambar 1 Cara perputaran dana BMT


8

Risiko dalam Islam

Di dalam Islam, risiko merupakan hal yang harus dihadapi oleh setiap
manusia. Hal ini sesuai dengan amanat yang terdapat dalam Al-Quran Surah
Lukman : 34
”Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari kiamat; dan Dia yang
menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada
seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya
besok.”
Dalam ayat tersebut secara tegas Allah SWT menyatakan bahwa, tiada
seorangpun di alam semesta ini yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang
akan terjadi besok atau yang akan diperolehnya. Oleh karena itu, manusia
diperintahkan untuk berusaha mengatasi kejadian yang tidak diharapkan dengan
sebaik mungkin, atau dengan kata lain mengelola risiko yang ada. Pengelolaan
risiko dilakukan dalam rangka menjaga amanah baik dari sesama manusia terlebih
amanah yang Allah SWT berikan. Semakin baik manajemen risiko, maka semakin
baik seorang manusia di mata sesama manusia dan di mata Allah SWT.

Manajemen Risiko

Kasidi (2002) mendefinisikan risiko sebagai kemungkinan terjadinya


penyimpangan dari harapan yang dapat menimbulkan kerugian. Kata risiko
biasanya mempunyai konotasi yang negatif, karena risiko dapat menjadi penyebab
suatu kerugian, sedangkan menurut Siahaan (2009) risiko merupakan
ketidakpastian yang dapat menyebabkan masalah tetapi juga dapat mendatangkan
peluang yang menguntungkan. Risiko berkaitan dengan kemungkinan kerugian
terutama yang menimbulkan masalah. Oleh sebab itu, kesanggupan manajemen
dalam mengelola berbagai risiko menjadi suatu keharusan. Manajemen risiko
merupakan usaha secara rasional yang ditujukan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kerugian dari risiko yang dihadapi. Risiko tidak cukup dihindari, tapi
harus dihadapi dengan cara-cara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
suatu kerugian (Kasidi 2002). Oleh sebab itu, pengelolaan risiko harus dilakukan
secara baik agar tidak menghalangi kegiatan perusahaan.
Suatu perusahaan yang dapat mengelola risiko dengan baik akan
memperoleh beberapa manfaat. Kountur (2004) mengemukakan manfaat dari
manajemen risiko, yaitu:
1. Menjamin pencapaian tujuan.
2. Memperkecil kemungkinan kebangkrutan.
3. Mengingkatkan keuntungan perusahaan.
4. Memberikan keamanan pekerjaan.

Jenis-jenis Risiko

Karim (2009) memaparkan bahwa secara umum, risiko-risiko yang ada pada
aktivitas fungsional bank syariah dapat diklasifikasikan ke dalam 3 jenis risiko,
yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar, dan risiko operasional. Dalam hal ini, risiko
pasar tidak akan terlalu dibahas secara mendalam dan hanya berfokus pada risiko
pembiayaan dan risiko operasional.
9

1. Risiko Pembiayaan
Risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya
kegagalan counterparty (pihak ketiga) dalam memenuhi kewajibannya. Pada
bank syariah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko
yang timbul dari lemahnya analisis bank.
a. Risiko Terkait Produk
Risiko pembiayaan terkait produk dapat ditinjau dengan menganalisis
dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan
yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan
berbasis kontrak tersebut. Risiko ini dibagi berdasarkan sifat produknya,
yaitu risiko pembiayaan berbasis natural certainty contracts (seperti
murabahah, ijarah, IMBT, salam, dan istishna) serta risiko pembiayaan
berbasis natural uncertainty contracts (seperti musyarakah dan
mudharabah). Risiko terkait pembiayaan berbasis natural certainty
contracts mencakup 2 aspek, yaitu default risk (risiko kebangkrutan) dan
recovery risk (risiko jaminan). Default risk terjadi karena adanya risiko
industri, kondisi internal kegiatan usaha nasabah, dan faktor negatif
lainnya yang mempengaruhi kegiatan usaha nasabah. Recovery risk
dipengaruhi oleh kesempurnaan pengikatan jaminan, nilai jual kembali
jaminan, tuntutan hukum pihak lain atas jaminan, dan kredibilitas
penjamin. Produk pembiayaan yang masuk ke dalam kategori risiko ini,
yaitu:
(a) Risiko Pembiayaan Murabahah
Risiko yang mungkin timbul dalam pembiayaan ini adalah risiko tidak
bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga dalam jangka
panjang. Risiko ini muncul karena kenaikan market rate dari bank
pesaing.
(b)Risiko Pembiayaan Ijarah
Pada pembiayaan ijarah, risiko yang mungkin timbul adalah risiko
tidak produktifnya aset ijarah, risiko rusaknya barang yang disewakan
karena pemakaian di luar normal, dan risiko lainnya.
(c) Risiko Pembiayaan IMBT (Ijarah Muntahia Bit Tamwil)
Contoh risiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan ini adalah risiko
ketidakmampuan nasabah untuk membayar harga beli barang.
(d)Risiko Pembiayaan Salam dan Istishna
Risiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan ini adalah risiko
gagalnya penyerahan barang (non deliverable risk) dan risiko jatuhnya
harga barang (price-drop risk).
Risiko lainnya yaitu terkait pembiayaan berbasis natural uncertainty
contracts. Penilaian terhadap risiko ini mencakup 3 aspek, yaitu business
risk, shrinking risk (risiko berkurangnya nilai pembiayaan
mudharabah/musyarakah), dan character risk (risiko karakter buruk
mudharib). Business risk dipengaruhi oleh risiko industri dan faktor
negatif lain pada nasabah. Shrinking risk dipengaruhi oleh risiko bisnis
yang tidak biasa, jenis bagi hasil yang dilakukan, dan kejadian force
majeure sedangkan character risk dipengaruhi oleh kelalaian nasabah,
pelanggaran kesepakatan, dan ketidakprofesionalan nasabah dalam
pengelolaan yang disepakati.
10

b. Risiko yang Timbul dari Lemahnya Bank


Terdapat 3 macam risiko yang timbul akibat lemahnya analisis bank,
seperti: (1) analisis pembiayaan yang keliru, terjadi karena sejak awal
kegiatan usaha yang diberikan pembiayaan memang berisiko tinggi dan
terjadi karena kesalahan dari sumber informasi yang tersedia; (2) creative
accounting, merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
penggunaan kebijakan akuntansi perusahaan yang memberikan
keterangan yang menyesatkan tentang suatu laporan keuangan sehingga
keuntungan perusahaan terlihat lebih besar dari sebenarnya; (3) karakter
nasabah yang dengan sengaja menciptakan pembiayaan macet sehingga
bank perlu waspada dan harus membuat keputusan pembiayaan
berdasarkan informasi objektif tentang karakter nasabah.
2. Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakcukupan
atau tidak berfungsinya fungsi internal, human error, kegagalan sistem, dan
masalah eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Ada 3 hal yang
menjadi penyebab terjadinya risiko ini, yaitu: (1) infrastruktur, (2) proses,
dan (3) sumber daya. Risiko ini mencakup 5 hal, yaitu risiko reputasi, risiko
kepatuhan, risiko transaksi, risiko strategis, dan risiko hukum.
a. Risiko Reputasi
Risiko ini disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan
kegiatan bank atau adanya persepsi negatif dari masyarakat terhadap
bank.
b. Risiko Kepatuhan
Risiko ini disebabkan oleh ketidakpatuhan bank terhadap ketentuan-
ketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal. Contoh
ketentuan-ketentuan tersebut adalah ketentuan giro wajib minimum, NPF
(non performing financing), limitasi pemberian pembiayaan, ketentuan
penyediaan produk, perpajakan, ketentuan akad dan kontrak, serta fatwa
Dewan Syariah Nasional.
c. Risiko Strategis
Risiko ini disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategi
bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan yang salah atau bank tidak
mematuhi perubahan perundang-undangan dan ketentuan lain yang
berlaku.
d. Risiko Transaksi
Risiko ini disebabkan oleh permasalahan dalam pelayanan atau produk-
produk yang disediakan. Penyebab timbulnya risiko ini antara lain yaitu
karena kekeliruan, kecurangan, ketidaksempurnaan akad, kekeliruan
dalam penetapan akad, kasus hukum, dan sistem teknologi dan informasi.
e. Risiko Hukum
Risiko ini disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis, seperti
adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendukung atau kelemahan perjanjian.
11

Penelitian Terdahulu

Tsabita (2013) melakukan penelitian mengenai analisis risiko pembiayaan


syariah pada sektor pertanian dengan studi kasus BPRS Amanah Ummah. Peneliti
menganalisis risiko pembiayaan syraiah pertanian, menghitung potensi kerugian
pembiayaan syariah pertanian dan mengidentifikasi penyebab dominasi
penggunaan pembiayaan murabahah pada nasabah pertanian di BPRS Amanah
Ummah. Analisis risiko pembiayaan syariah dilakukan dengan menggunakan
tahapan Enterprise Risk Management (ERM) dan metode creditrisk+. Hasil
penelitian menunjukan bahwa risiko utama dari pembiayaan syariah pada sektor
pertanian adalah nasabah gagal bayar karena karakter buruk/moral hazard.
Tindakan mitigasi risiko yang dapat dilakukan adalah rescheduling,
restrukturisasi, dan pencairan jaminan nasabah. Penelitian Tsabita (2013)
memiliki kesamaan dengan penelitian ini dalam hal analisis risiko dan metode
yang digunakan, yaitu ERM. Namun, selain perbedaan pada lokasi penelitian,
penelitian ini juga memiliki fokus dalam menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah pada sektor pertanian
menggunakan metode regresi logistik.
Rodiana (2014) menganalisis faktor yang memengaruhi petani dalam
memilih sistem pembayaran margin bulanan dan yarnen pada pembiayaan akad
murabahah pertanian padi di BMT As Salam, Kramat, Demak menggunakan
regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan alasan memilih sistem
pembayaran berpengaruh signifikan terhadap pilihan petani padi. Responden
memiliki peluang lebih besar memilih yarnen karena sesuai kemampuan
pembayaran. Efektivitas penerapan yarnen pada pengembalian pembiayaan akad
murabahah pertanian padi diukur menggunakan skala Likert. Hasil penelitian
menunjukkan penerapan yarnen tersebut sudah efektif di seluruh tahapan
pembiayaan dan memberi dampak positif pada usahatani anggota. Kesamaan yang
terdapat pada penelitian Rodiana (2014) dengan penelitian ini adalah kesamaan
lokasi penelitian serta sektor yang dikaji, sedangkan perbedaannya adalah
penelitian ini menganalisis masalah yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian Rodiana (2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2009) dengan judul “Faktor-faktor
yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah untuk UMKM
Agribisnis pada KBMT Wihdatul Ummah Kota Bogor” berusaha
mendeskripsikan penyaluran pembiayaan dan perbandingan karakteristik debitur
berdasarkan tingkat pengembalian pembiayaan serta menganalisis faktor-faktor
yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan oleh UMKM agribisnis
pada BMT WU. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu penyaluran pembiayaan pada
KBMT WU terus mengalami peningkatan diiringi tingkat kesehatan lembaga yang
semakin membaik. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, faktor-faktor yang
memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan adalah tingkat pendidikan dan
pengalaman usaha. Kesamaan penelitian Handoyo (2009) dengan penelitian ini
yaitu kesamaan penggunaan metode dalam menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah menggunakan regresi
logistik sedangkan perbedaannya adalah lokasi serta sasaran responden penelitian
ini, yaitu sektor pertanian.
12

Penelitian yang dilakukan Suhardiman (2009) dengan judul “Kinerja


Keuangan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian
Pembiayaan BPR Syariah (Kasus pembiayaan usaha produktif pada PT. BPRS Al-
Salaam Amal Salman, Kel. Cinere, Depok)” bertujuan menganalisis kinerja
keuangan BPRS Al-Salaam Amal Salman, serta menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kelancaran pengembalian pembiayaan menggunakan Regresi
Logistik Biner. Hasil penelitinn menunjukan karakteristik usaha yang signifikan
mempengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BPRS Al-Salaam Amal
Salman adalah plafon pembiayaan. BPRS Al-Salaam Amal Salman harus
menurunkan rasio Non Performing Financing, karena tingkat pengembalian
pembiayaan bermasalah pada tahun 2004 dan 2005 di atas batas aman yang telah
ditentukan oleh Bank Indonesia, yaitu sebesar lima persen. BPRS Al-Salaam
Amal Salman harus melakukan pembinaan lebih intensif kepada nasabah yang
memiliki jangka waktu pengembalian pembiayaan lebih lama, atau untuk yang
mendapatkan pembiayaan dengan plafon yang kecil. Penelitian Suhardiman
(2009) memiliki kesamaan dengan penelitian ini yaitu kesamaan metode dalam
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan
syariah menggunakan regresi logistik. Namun, pada penelitian ini, juga dilakukan
analisis risiko pada proses pembiayaan menggunakan metode ERM.

Kerangka Pemikiran

Lembaga pembiayaan memiliki peran penting dalam pengembangan sektor


pertanian. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan salah satu lembaga
pembiayaan syariah yang menyediakan modal untuk sektor pertanian dengan
sistem bagi hasil. Salah satu BMT yang mengalokasikan mayoritas
pembiayaannya untuk sektor pertanian adalah BMT As Salam. BMT As Salam
menggunakan dua akad dalam pembiayaan, yaitu akad murabahah dan
mudharabah. Dalam proses pembiayaan yang berlangsung di BMT As Salam
terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu BMT itu sendiri dengan nasabahnya. Dari
kedua belah pihak tersebut, dapat muncul risiko-risiko yang dapat memengaruhi
jalannya pembiayaan.
Ditinjau dari sisi BMT, indentifikasi produk dan poses pembiayaan pada
BMT As Salam merupakan tahap pertama dari analisis risiko. Tahap berikutnya,
dilakukan analisis proses penyaluran dana dan aspek risiko baik dari sisi
pembiayaan maupun operasional. Penilaian keseluruhan risiko dari kegiatan
pembiayaan pada BMT As Salam kemudian diidentifikasi, diukur, dipetakan, dan
dianalisis tindakan mitigasi risikonya menggunakan Enterprise Risk Management
(ERM). Dari tahap tersebut, pengelolaan risiko dapat terintegrasi secara
keseluruhan dan selaras dengan tujuan lain yang ingin dicapai BMT. Penerapan
manajemen risiko dengan metode ERM dilakukan sesuai dengan 8 komponen
ERM dan 4 tujuan ERM sehingga dapat terlaksana secara efektif.
Ditinjau dari sisi nasabah, dilakukan analisis faktor-faktor yang
memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di BMT As Salam. Tingkat
pengembalian akan diukur dengan melihat usia, lama pendidikan, tanggungan
keluarga, jenis usaha, lama usaha, jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT, aset,
laba bersih per bulan, jumlah pembiayaan dan frekuensi pembiayaan. Dalam
penelitian ini, pola pengembalian pembiayaan dibedakan menjadi dua kriteria,
13

yaitu pola pengembalian pembiayaan lancar dan yang tidak lancar. Sebagian besar
bank menggunakan prinsip 5C sebagai pertimbangan untuk menyeleksi calon
nasabah. Prinsip 5C terdiri dari Character (Watak), Capacity (Kemampuan),
Capital (Kapital), Collateral (Jaminan), Condition of Economy (Kondisi
Ekonomi). Berdasarkan 5 prinsip tersebut, dapat ditentukan beberapa faktor
mempengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan. Faktor-faktor yang diduga
berpengaruh terhadap pengembalian pembiayaan dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu faktor-faktor berdasarkan karakteristik individu (usia, lama pendidikan,
jumlah tanggungan keluarga, jarak tempat tinggal dengan BMT dan aset),
karakteristik usaha (jenis usaha, lama usaha, dan laba bersih), dan karakteristik
pembiayaan (jumlah pembiayaan dan frekuensi pembiayaan).
Secara terinci mengenai pengaruh yang diduga berasal dari ketiga
karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Karakteristik personal
Jenis kelamin wanita umumnya lebih serius, bertanggung jawab, dan
terencana untuk memperbaiki kondisi kehidupan bila dibandingkan pria. Diduga
wanita memiliki loyalitas yang lebih besar dan lebih mampu menjaga kepercayaan
yang diberikan bank dalam memenuhi kewajiban angsuran kredit dibandingkan
pria. Oleh sebab itu, diduga wanita memiliki peluang pengembalian kredit dengan
kelancaran lebih besar daripada pria.
Usia memengaruhi keberanian nasabah dalam pengambilan keputusan.
Semakin tinggi usia nasabah maka kematangan berpikir dan kebijaksanaan dalam
bertindak semakin baik, sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat dan
rasional. Semakin bertambahnya usia nasabah dianggap memiliki tingkat
pengembalian pembiayaan yang lebih lancar dibandingkan nasabah dengan usia
yang lebih muda. Dengan demikian peningkatan usia diduga berpengaruh positif
terhadap tingkat pengembalian pembiayaan.
Lama pendidikan nasabah dapat menjadi landasan atau dasar dalam
mengambil pembiayaan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin luas
wawasannya sehingga semakin besar kemampuannya dalam berbisnis dan
mengelola usaha. Dengan demikian lama pendidikan diduga berpengaruh positif
terhadap tingkat pengembalian pembiayaan.
Jumlah tanggungan dalam suatu keluarga akan memengaruhi pengeluaran
keluarga, hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan
anggota keluarga. Asumsinya, semakin banyak tanggungan dalam keluarga maka
akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka sehari-hari sehingga menghabiskan sejumlah besar a nasabah.
Dengan demikian semakin banyak jumlah tanggungan dalam suatu keluarga
diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan.
Jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT berkaitan dengan biaya dan
waktu yang dibutuhkan oleh nasabah saat akan mengembalikan pembiayaan.
Semakin jauh jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT menyebabkan nasabah
harus menyediakan biaya transportasi yang lebih besar dan waktu yang lebih
lama. Dengan demikian jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT diduga
berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan.
Nasabah yang yang memiliki aset tinggi akan memiliki kemampuan
membayar dan penalangan yang lebih besar dibandingkan dengan nasabah yang
14

memiliki aset lebih sedikit. Dengan demikian aset yang dimiliki nasabah diduga
berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan.
2. Karakteristik usaha
Jenis usaha berkaitan dengan risiko yang akan dihadapi. Usaha dibidang on
farm seperti jenis usaha pertanian diduga memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan usaha dibidang off farm seperti jenis usaha perdagangan dan
lainnya. Sehingga jenis usaha dianggap memengaruhi kelancaran pengembalian
pembiayaan. Dengan demikian nasabah yang bergerak dibidang pertanian diduga
memiliki peluang pengembalian pembiayaan dengan lancar lebih kecil
dibandingkan dengan nasabah yang bergerak dibidang perdagangan dan lainnya.
Lama usaha berkaitan dengan pengalaman usaha. Pengalaman usaha
memengaruhi pemahaman, kemampuan dan keterampilan nasabah dalam
mengambil keputusan terbaik dari berbagai alternatif yang ada. Berdasarkan
pengalaman usahanya, nasabah dapat mengurangi risiko yang dapat menyebabkan
kerugian dalam usahanya. Dengan demikian lama usaha diduga berbengaruh
positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan.
Perolehan laba dalam sebuah usaha dapat menjadi sumber pembiayaan
hidup dan memberikan nasabah peluang kemampuan pengembalian pembiayaan.
Asumsinya, semakin tinggi perolehan laba usaha nasabah maka akan semakin
tinggi pula peluang nasabah tersebut mengembalikan pembiayaan sesuai jadwal
yang ditetapkan BMT. Dengan demikian laba diduga berpengaruh positif terhadap
tingkat pengembalian pembiayaan.
3. Karakteristik pembiayaan
Semakin besar jumlah pembiayaan yang diberikan oleh BMT maka semakin
besar beban jumlah angsuran pokok dan bagi hasil yang harus ditanggung nasabah
dalam pelunasan pembiayaan. Sehingga pemberian jumlah pembiayaan yang
besar dianggap dapat memperbesar timbulnya risiko terhambatnya pengembalian
kredit oleh nasabah. Dengan demikian jumlah pembiayaan diduga berpengaruh
negatif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan.
Frekuensi pembiayaan menunjukan pengalaman pembiayaan seorang
nasabah. Semakin sering nasabah memperoleh pembiayaan sebelumnya,
menunjukan kredibilitas nasabah tersebut tidak diragukan lagi dalam memenuhi
kewajiban pengembalian pembiayaan. Dengan demikian frekuensi pembiayaan
diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan.
Keseluruhan analisis risiko pembiayaan dan faktor-faktor yang memengaruhi
tingkat pengembalian yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan dapat
menjadi informasi, bahan evaluasi dan pertimbangan bagi BMT As Salam dalam
menjalankan pembiayaan syariah, khususnya untuk sektor pertanian. Selain itu,
pihak BMT juga dapat menerapkan tindakan mitigasi risiko pada perusahaan
sehingga dapat mengoptimalkan perannya sebagai lembaga intermediasi di tengah
masyarakat. Untuk penjelasan selengkapnya, kerangka pemikiran operasional
dapat dilihat pada Gambar 2.
15

Pembiayaan syariah

Sektor pertanian Sektor non pertanian

Kebutuhan permodalan yang sesuai dengan karakteristik pertanian

Pembiayaan sektor pertanian oleh LKMS (BMT As Salam)

Pembiayaan :
- Murabahah
- Mudharabah

Karakteristik Individu,
ERM
Karakteristik Usaha, dan
Karakteristik Pembiayaan

Identifikasi Risiko
Analisis Deskriptif
Analisis Regresi Logistik
Analisis Pengukuran dan Pemetaan
Risiko
Pola Pengembalian Pembiayaan :
- Lancar
Tindakan Mitigasi Risiko - Tidak Lancar

Komunikasi Informasi,
Kebijakan Pembiayaan,
Pengawasan dan Pembinaan

Gambar 2 Kerangka pemikiran


16

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Baitul Mal wat Tamwil (BMT) As Salam,


Kramat, Demak. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) dengan
pertimbangan BMT As Salam memiliki fokus pembiayaan pada sektor pertanian,
dimana 80 persen nasabah BMT As Salam bekerja sebagai petani. Penelitian ini
dilakukan selama bulan Maret 2015 hingga Mei 2015.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan
sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
melalui observasi lapang, metode wawancara dengan alat bantu kuisioner kepada
pihak pengurus BMT As Salam dan 60 nasabah BMT. Data sekunder digunakan
untuk melengkapi dan mendukung data primer dalam penelitian ini. Sumber data
sekunder diperoleh dari berbagai arsip BMT As Salam, BPS, jurnal, buku, serta
sumber literatur lain yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini.

Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diambil dengan metode studi kasus melalui
observasi dan wawancara kepada pihak pengurus BMT As Salam dan nasabah
pembiayaan dengan menggunakan kuisioner. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik pengambilan purposive sampling. Karakteristik yang diambil
dalam penelitian ini adalah pengurus BMT yang dirasa memiliki pengetahuan,
keahlian, dan kompetensi dalam bidang yang dikaji meliputi direktur, manager,
audit internal, kepala bidang marketing dan bagian-bagian di bawahnya. Pada
pihak nasabah, karakteristik sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah
nasabah BMT As Salam yang mendapat pembiayaan, yakni sebanyak 30
responden nasabah BMT pembiayaan lancar dengan kolektibilitas lancar dan 30
responden nasabah BMT tidak lancar dengan kolektibilitas kurang lancar,
diragukan dan macet.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua
pendekatan, yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Pendekatan analisis
kualitatif digunakan untuk mengumpulkan data-data dan fakta dari hasil
observasi, wawancara dan kuisioner yang didapat dari pengurus dan nasabah
BMT As Salam, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk menampilkan
data dalam bentuk tabel.

Analisis Risiko Pembiayaan Syariah Pada Sektor Pertanian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Analisis data menggunakan metode Enterprise
Risk Management (ERM).
17

Dalam menganalisis risiko pembiayaan pada sektor pertanian di BMT As


Salam terdapat beberapa tahapan yang terdiri dari 8 komponen ERM. Tahapan
tersebut adalah identifikasi BMT As Salam, identifikasi risiko, pengukuran dan
pemetaan risiko, serta tindakan mitigasi risiko.

Identifikasi BMT As Salam


1. ERM 1: Internal Environment
Observasi dan wawancara dengan pengurus dilakukan untuk
mengidentifikasi lingkungan internal pada BMT As Salam.
2. ERM 2: Objective Setting
Identifikasi pengaturan tujuan dilakukan dengan penjabaran visi misi serta
tujuan dari BMT As Salam.

Identifikasi Risiko
ERM 3: Event Identification
Mengidentifikasi risiko yang dapat terjadi dalam proses pembiayaan yang
dilakukan oleh BMT As Salam. Identifikasi dilakukan dengan mendata seluruh
risiko yang mungkin terjadi, baik risiko yang berasal dari kejadian internal
maupun eksternal. Penetapan risiko dilakukan dengan observasi secara langsung
dan wawancara dengan pihak BMT As Salam.

Pengukuran dan Pemetaan Risiko


ERM 4: Risk Assassement
Kejadian yang memiliki risiko kemudian dianalisis. Analisis dilakukan
dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan akibat apabila kejadian
tersebut terjadi. Hal ini nantinya akan menjadi dasar dalam penetuan cara terbaik
dalam mengelola risiko yang ada.
Godfrey (1996), menilai risiko merupakan perkalian dari probabilitas dan
dampak. Penilaian mengenai kemungkinan terjadinya risiko dapat dilihat pada
Tabel 3.

Tabel 3 Probabilitas risiko


Angka Skala probabilitas Keterangan
1 Sangat rendah (improbable) Hampir tidak mungkin terjadi
2 Rendah (remote) Kadang terjadi
3 Sedang (occasional) Mungkin terjadi
4 Tinggi (probable) Sangat mungkin terjadi
5 Sangat tinggi (frequent) Hampir pasti terjadi
Sumber: Godfrey (1996)

Tabel 3 menunjukkan skala probabilitas dari risiko yang ada. Dimana angka
menunjukan nilai skala dan keterangan menunjukkan penjelasan kualitatif
mengenai probabilitas risiko. Selanjutnya, Tabel 4 menunjukan penilaian
mengenai dampak apabila kejadian yang mengandung risiko terjadi
18

Tabel 4 Dampak risiko


Angka Skala dampak Keterangan
Tidak menimbulkan masalah berarti bagi pihak
1 Sangat rendah (negligible)
bank
Menimbulkan masalah kecil yang dapat diatasi
2 Rendah (marginal)
dengan pengelolaan rutin
Mencegah perusahaan memenuhi tujuannya
3 Sedang (serious) untuk periode tertentu saja
Mengakibatkan pihak bank tidak dapat
4 Tinggi (critical) mencapai sebagian tujuan jangka panjang,
mengganggu likuiditas bank
Mengakibatkan pihak bank tidak dapat
Sangat tinggi mencapai seluruh tujuan jangka panjang,
5
(catastrophic) menyebabkan kebangkrutan, kematian, atau
hukuman pidana
Sumber: Godfrey (1996)

Tabel 4 menunjukkan angka yang berarti nilai skala. Keterangan


menunjukkan penjelasan kualitatif mengenai dampak terjadinya risiko. Dampak
risiko yang terjadi sering kali sulit untuk diukur, karena banyak pertimbangan
yang berkaitan dengan hal tersebut.
Godfrey (1996) menjelaskan bahwa nilai risiko merupakan perkalian dari
probabilitas dan dampak. Untuk mengukur risiko dapat digunakan rumus:

R = P x I.................................................................................................................(1)

Keterangan:
R = Tingkat risiko
P = Kemungkinan risiko terjadi
I = Dampak bila risiko terjadi
Selanjutnya, hasil dari pengukuran risiko dapat dikelompokkan ke dalam
pemetaan. Pemetaan ini dapat menunjukkan nilai pada masing-masing risiko
sesuai dengan tingkatan risikonya yang dijelaskan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Pemetaan Risiko


Impact
Catastrophic Critical Serious Marginal Negligible
5 4 3 2 1
Frequent 5 25 20 15 10 5
Probability

Probable 4 20 16 12 8 4
Occasional 3 15 12 9 6 3
Remote 2 10 8 6 4 2
Improbable 1 5 4 3 2 1
Sumber: Godfrey (1996)
Tabel 6 menunjukkan bahwa pemetaan risiko dapat dilihat dari perkalian
nilai kemungkinan terjadinya risiko (probability) dan dampak jika risiko terjadi
(impact). Tingkat penerimaan risiko berdasarkan kecenderungan peluang
terjadinya risiko dan dampaknya kemudian dibagi menjadi 4 tingkat yaitu
19

unacceptable, undesirable, acceptable, dan negligible, seperti yang ditunjukkan


pada Tabel 6.
Tabel 6 Tingkat penerimaan risiko
Impact
Catastrophic Critical Serious Marginal Negligible
5 4 3 2 1
Frequent 5 25 20 15 10 5
Unacceptable unacceptable unacceptable undesirable undesirable
Probable 4 20 16 12 8 4
Probability

Unacceptable unacceptable undesirable undesirable acceptable


Occasional 3 15 12 9 6 3
Unacceptable Undesirable undesirable undesirable acceptable
Remote 2 10 8 6 4 2
Undesirable Undesirable undesirable acceptable negligible
Improbable 1 5 4 3 2 1
Undesirable Acceptable acceptable negligible negligible
Sumber: Godfrey (1996)

Risiko dengan skor 1 dan 2 termasuk ke dalam golongan negligible.


Negligible adalah risiko yang jarang terjadi dan bila terjadi memiliki dampak yang
relatif kecil. Efek dari risiko ini dapat dikurangi, namun biayanya dapat saja
melebihi dampak risiko yang ditimbulkan. Pada kasus ini, mungkin lebih baik
untuk menerima efek dari risiko tersebut.
Skor 3 dan 4 termasuk golongan acceptable. Acceptable adalah risiko yang
dapat diterima. Risiko ini mengakibatkan proses bisnis terkendala namun masih
dalam batas toleransi yang dapat diatasi. Respon tindakan dalam mengendalikan
risiko ini yaitu tidak mengambil tindakan apapun (menerima) atau mengurangi
kemungkinan terjadinya risiko (jika memungkinkan).
Skor 5 sampai 12 termasuk dalam golongan undesirable. Undesirable
adalah risiko dengan tingkat medium yang harus diwaspadai. Risiko ini sudah
melewati batas toleransi perusahaan dan berpengaruh signifikan terhadap
perusahaan apabila risiko tersebut terjadi. Respon tindakan dalam mengendalikan
risiko ini yaitu dihindari dan dikurangi.
Skor di atas 12 termasuk golongan unacceptable. Unacceptable adalah
risiko utama yang memberikan pengaruh signifikan sehingga harus mendapat
prioritas utama. dalam jangka panjang, risiko ini dapat menyebabkan efek
domino. Dalam mengendalikan risiko ini, diperlukan respon menghindari atau
mentransfer risiko.

Tindakan Mitigasi Risiko


1. ERM 5: Risk Response
Dari hasil pemetaan risiko yang dilakukan dapat dianalisis secara deskriptif
respon terhadap peristiwa risiko tersebut. Selain analisis dari hasil pemetaan
risiko, diskusi dengan pihak BMT As Salam juga dilakukan. Menurut
COSO Standar of Enterprise Risk Management Integrated Framework
(2004), risk response dibagi menjadi 4 kategori yaitu menerima (accept),
mengurangi (reduce), berbagi (transfer) dan menghindari (avoid).
Menerima risiko berarti pihak BMT tidak melakukan tindakan apapun untuk
mempengaruhi risiko yang ada, melainkan menyesuaikan diri dengan risiko.
20

Mengurangi risiko berarti BMT melakukan tindakan yang dapat


meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko, dampaknya maupun
keduanya. Berbagi risiko berarti pihak BMT mengurangi kemungkinan
risiko atau dampaknya dengan berbagi atau memindahkan risiko kepada
pihak lain seperti jasa asuransi. Menghindari risiko berarti pihak BMT
menghindari atau mengantisipasi untuk terlibat dalam kegiatan yang
menimbulkan risiko tersebut, misalnya membuat kontrak terlebih dahulu.
2. ERM 6: Control Activities
Pengendalian aktivitas dijelaskan melalui pendekatan analisis deskriptif.
Pengendalian ini juga berperan sebagai pelengkap bagi risk response.
3. ERM 7: Information and Communication
Segala tindakan mitigasi risiko yang berkaitan dengan penyaluran informasi
dan komunikasi dalam organisasi dianalisis dengan pendekatan deskriptif.
Analisis yang dilakukan dibagi berdasarkan pihak-pihak yang terlibat dalam
keseluruhan proses pembiayaan dan operasional
4. ERM 8: Monitoring
Tindakan pengendalian sebagai bagian dari mitigasi risiko dianalisis dengan
pendekatan deskriptif. Analisis dilakukan dengan observasi langsung,
diskusi dengan pihak BMT dan perolehan informasi data BMT.

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian


Pembiayaan Syariah

Dalam penelitian ini digunakan metode analisis regresi logistik untuk


menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan
syariah di BMT As Salam, Kramat, Demak. Rosadi (2011) mendefinisikan regresi
logistik sebagai salah satu model statistika yang dapat digunakan untuk
menganalisis pola hubungan antara sekumpulan variabel independen dengan suatu
variabel dependen bertipe kategoris atau kualitatif. Kategori dari variabel
dependen dapat terdiri atas dua kemungkinan nilai (dichotomous), seperti ya/tidak,
sukses/gagal dan lain lain, atau lebih dari dua nilai (polychotomous), seperti
sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju. Tujuan dari model logit
adalah menentukan peluang bahwa individu dengan karakteristik – karakteristik
tertentu akan memilih suatu pilihan tertentu dari beberapa alternatif yang tersedia
(Juanda, 2009). Adapun model logistik yang digunakan adalah sebagai berikut:

[ ]
Dimana,
Pi = Probabilitas nasabah lancar
1-Pi = Probabilitas nasabah tidak lancar
X1 = Jenis kelamin (0 = laki-laki, 1= perempuan)
X2 = Usia (tahun)
X3 = Lama pendidikan (tahun)
X4 = Tanggungan keluarga (orang)
X5 = Jenis usaha, sebagai variabel dummy (0 = pertanian,
1 = perdagangan dan 2 = lainnya)
X6 = Lama usaha (tahun)
21

X7 = Jarak tempat tinggal dengan BMT (km)


X8 = Aset (rupiah)
X9 = Laba (rupiah)
X10 = Jumlah pembiayaan (rupiah)
X11 = Frekuensi pembiayaan (kali)
bi = Konstanta
ei = Eror
b1, b2, b3,..., b10 = Koefisien estimasi

GAMBARAN UMUM BMT AS SALAM

Sejarah Singkat BMT As Salam

Koperasi Serba Usaha (KSU) BMT As Salam merupakan salah satu


Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang berada di Kabupaten Demak.
BMT As Salam berawal dalam bentuk arisan warga sekitar Desa Mangunrejo,
Kebonagung, Demak yang diinisiasi oleh 3 orang pada 2003. Kebutuhan akan
permodalan usaha, memunculkan gagasan untuk membuat lembaga keuangan
mikro syariah yang dapat membantu warga sekitar dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada 2004, BMT As Salam resmi berdiri sebagai LKMS berbadan
hukum koperasi. BMT As Salam memiliki kantor pusat di Desa Mangunrejo dan
juga kantor cabang di Desa Mangunrejo, Desa Kramat, serta kantor cabang
pembantu di Desa Sarimulyo dan Desa Sambung.
Kantor cabang di Desa Kramat didirikan pada 2011. BMT As Salam,
Kramat berkantor di Desa Kramat RT 04 RW 01, Kecamatan Dempet, Demak
memiliki wilayah kerja meliputi Desa Kramat, Wedean, Harjowinangun,
Sambiroto, Gedangalas, Tempel, Gompeng, Krasak, dan desa-desa lain yang
berada di Kecamatan Dempet maupun Kebonagung. Warga Desa Kramat dan
sekitarnya bermata pencaharian sebagai petani padi, sehingga mayoritas nasabah
BMT As Salam, Kramat adalah petani padi.
Hingga tahun 2014, BMT As Salam telah menunjukan perkembangan yang
cukup baik. Selama empat tahun terakhir, perkembangan kas dan aset yang
dimiliki BMT As Salam selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini menandakan
kinerja BMT As Salam telah berjalan dengan baik. Perkembangan kas dan aset
BMT As Salam dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Perkembangan kas dan aset BMT As Salam
Keterangan 2011 2012 2013 2014
Kas (Rupiah) 41 714 950 141 167 050 270 071 750 288 901 450

Aset (Rupiah) 1 420 721 950 3 834 648 450 5 892 061 287 6 468 929 321
Sumber: BMT As Salam (2014)
22

Kelembagaan dan Susunan Organisasi

BMT As Salam berbadan hukum koperasi dengan No. 68/BH.Kop.11-


03/X/2004. BMT As Salam didirikan pada 10 Mei 2004 dan diresmikan sebagai
badan hukum koperasi pada 28 Oktober 2004. BMT As Salam memperluas
jaringan dengan mendirikan kantor cabang di Desa Kramat, Dempet, Demak.
Pemodalan berasal dari modal sendiri, yaitu simpanan pokok anggota dan
simpanan wajib, serta modal penyertaan yang berasal pengurus, pengawas, dan
staf BMT. Selain itu, BMT mendapat modal pinjaman dari Lembaga Pengelola
Dana Bergulir (LPDB), Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah), dan perbankan
syariah. Setiap anggota harus menyetorkan simpanan pokok sebesar 5 juta rupiah
dan dapat diangsur sebanyak lima kali.

Susunan Organisasi BMT As Salam, Kramat


Pengurus
Ketua : Sarwan, S.Pd.I
Sekretaris & General Manager : H. Ahmad Hanafi, S.Ag
Bendahara : Subekan
Badan Pengawas
Ketua : H. Siswadi, SH
Anggota : Nur Salim dan Inarotun
Pengelola Cabang Kramat
Manajer : Nur Salim
Pemasaran : Masruah dan Moh. Nurul Huda
Teller : Uswatun Nikmah

Produk-Produk BMT As Salam

Simpanan dan tabungan


BMT Assalam memberikan banyak pelayanan bagi masyarakat khususnya
bidang keuangan syariah yaitu antara lain :
1. Assiba (Assalam simpanan berjangka)
2. Simjaka (simpanan berjangka)
3. Tarissa (Tabungan Harian Assalam)
4. Tabungan Haji dan pendaftaran haji
5. Loket PLN
6. Askesos
7. Tabungan Qurban
8. Tabungan Haji dan Umroh

Pembiayaan
Pembiayaan yang diberikan berupa pinjaman bulanan dan musiman.
Pinjaman ini diberikan untuk berbagai macam kebutuhan diantara :
1. Pembiayaan Murabahah
Murabahah merupakan pembiayaan yang memposisikan nasabah sebagai
pembeli dan koperasi sebagai penjual, dan operasional murabahah ini murni
menggunakan rukun dan syarat jual beli, dimana terdapat beberapa hal yang
23

harus ada dalam transaksi jual beli tersebut. Harus ada penjual, pembeli,
objek yang diperjual belikan, ada ijab dan qabul serta ada akad yang
menyertai perjanjian jual beli ini.
2. Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah dinamakan juga dengan Qiradh, yaitu bentuk kerja sama antara
pemilik modal (shohibul mal/rabbul mal) dengan pengelola (mudharib)
untuk melakukan usaha dimana keuntungan dari usaha tersebut dibagi
diantara kedua pihak tersebut, dengan rukun dan syarat tertentu.
3. Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk
umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan
pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak.
Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan
dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset
yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh
sumber daya.
4. Pembiayaan Qordul Hasan
Secara umum, arti qardh serupa dengan arti jual beli, karena qardh adalah
pengalihan hak milik harta atas harta. Qardh secara bahasa, berarti al qot`u
yang berarti pemotongan. Harta yang disodorkan kepada orang yang
berhutang disebut qardh, karena merupakan “potongan” dari harta orang
yang memberikan utang. Ini termasuk penggunaan ism masdar (gerund =
noun verbal ) untuk menggantikan isim maf`’ul. Secara syar`i menurut
hanafiyah, adalah harta yang memiliki kesepadanan yang anda berikan
untuk anda tagih kembali dengan kata lain suatu transaksi yang
dimaksudkan untuk memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada
orang lain untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah 60


nasabah pembiayaan BMT As Salam yang mendapatkan pembiayaan yang dipilih
berdasarkan status pembayaan lancar atau tidak lancar. Perbandingan nasabah
pembiayaan BMT As Salam yang memiliki status pembiayaan lancar dan tidak
lancar dapat dilihat pada Gambar 3.

Status Pembiayaan
50% 50% Lancar
Tidak Lancar

Gambar 3 Karakteristik responden berdasarkan status pembiayaan


24

Berdasarkan keterangan pada gambar diatas dapat diketahui bahwa


pengambilan sampel baik terhadap nasabah pembiayaan BMT yang memiliki
status pembiayaan lancar dan nasabah dengan status pembiayaan tidak lancar
adalah sebesar 30 persen atau sebanyak 30 orang.

Karakteristik Individu Responden

Nasabah pembiayaan BMT As Salam yang menjadi responden dalam


penelitian ini memiliki perbedaan karakteristik. Karakteristik individu yang
membedakannya, anatara lain jenis kelamin, usia,pendidikan, jumlah tanggungan,
jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT serta aset.

Jenis Kelamin.
Sebanyak 43 orang atau 71.7 persen responden memiliki jenis kelamin laki-
laki dan sebanyak 17 orang atau 28.3 persen responden berjenis kelamin
perempuan. Responden dalam penelitian ini didominasi oleh laki-laki.
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 4.

28%
Jenis Kelamin
Perempuan
72% Laki-Laki

Gambar 4 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


Usia
Sebanyak 34 orang atau 56.7 persen respendon berusia 36-50 tahun. Hal ini
menunjukan rata-rata responden dalam penelitian ini masih berada di usia
produktif untuk melakukan pekerjaan. Karakteristik responden berdasarkan usia
dapat dilihat pada Gambar 5.

8%
35% Usia
21-35 tahun
36-50 tahun
57%
51-65 tahun

Gambar 5 Karakteristik responden berdasarkan usia

Pendidikan
Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 31 orang atau 51.7 persen dari
total responden hanya menempuh pendidikan formal hingga SD. Berdasarkan
25

hasil tersebut, pendidikan nasabah BMT masih tergolong rendah. Karakteristik


responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Gambar 6.

13%
Tingkat Pendidikan
52% SD
35%
SMP
SMA

Gambar 6 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan


Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga sebagian besar responden adalah 4-6 orang.
Hal ini menunjukan sebagian besar responden memiliki tanggungan keluarga yang
relatif banyak. Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
dapat dilihat pada Gambar 7.

35%
Tanggungan Keluarga
1-3 orang
65%
4-6 orang

Gambar 7 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga


Jarak Tempat Tinggal dengan BMT
Sebanyak 36 orang atau 53 persen dari total responden memiliki jarak
tempat tinggal kurang dari 1 kilometer. Hasil tersebut menunjukan sebagian besar
responden memiliki jarak tempat tinggal yang cukup dekat dengan BMT As
Salam. Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat
dilihat pada Gambar 8.
3%

Jarak Tempat Tinggal


dengan BMT

43% <1 km
54% 1-5 km
>5 km

Gambar 8 Karakteristik responden berdasarkan jarak tempat tinggal


26

Aset
Aset 35 orang atau 58.3 persen responden berkisar antara 100-500 juta
rupiah. Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat
dilihat pada Gambar 9.

15%
27% Aset
<100 juta
100-500 juta
58% >500 juta

Gambar 9 Karakteristik responden berdasarkan aset


Karakteristik Usaha Reponden

Jenis Usaha
Jenis usaha responden di BMT AS Salam didominasi oleh jenis usaha
pertanian, yakni sebesar 55 persen atau sebanyak 55 orang bekerja sebagai petani,
sedangkan jenis usaha yang paling sedikit dijalankan oleh nasabah BMT adalah
jenis usaha lainnya yang didominasi usaha pada sektor jasa. Karakteristik
responden berdasarkan jumlah jenis usaha dapat dilihat pada Gambar 10.

10%
Jenis Usaha
Pertanian
35% 55% Perdagangan
Lainnya

Gambar 10 Karakteristik responden berdasarkan jenis usaha


Lama Usaha
Lama usaha 23 orang atau 38.3 persen responden berkisar antara 10-20
tahun. Sebagian besar nasabah pembiayaan BMT telah lama bekerja dan konsisten
pada jenis usahanya. Karakteristik responden berdasarkan jumlah jenis usaha
dapat dilihat pada Gambar 11.

12% Lama Usaha


25%
<10 tahun
25%
10-20 tahun
38% 21-30 tahun
>30 tahun

Gambar 11 Karakteristik responden berdasarkan lama usaha


27

Laba Usaha
Laba usaha sebagian besar responden, yaitu 29 orang atau 48.4 persen,
mencapai sekitar Rp 2.1-5 juta rupiah per bulan. Karakteristik responden
berdasarkan jumlah jenis usaha dapat dilihat pada Gambar 12.
3%
10% Laba Usaha
<1 juta
38%
1-2 juta
2.1-5 juta
49%
>5 juta

Gambar 12 Karakteristik responden berdasarkan laba usaha


Karakteristik Pembiayaan Reponden

Jumlah Pembiayaan
Sebagian besar responden, yaitu 32 dari 60 orang atau 53.3 persen
responden menerima pembiayaan pada kisaran Rp 1-4 juta. Sebanyak 12 orang
atau 20 persen responden menerima pembiayaan pada kisaran Rp 5-9 juta.
Sisanya menerima pembiayaan dengan kisaran Rp 10-55 juta. Karakteristik
responden berdasarkan jumlah pembiayaan dapat dilihat pada Gambar 13.

27% Jumlah Pembiayaan


1-4 juta
53%
5-9 juta
20%
10-55 juta

Gambar 13 Karakteristik responden berdasarkan jumlah pembiayaan


Frekuensi Pembiayaan
Sebanyak 20 orang atau 33.3 persen responden telah menerima pembiayaan
di BMT As Salam lebih dari 5 kali. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi
pembiayaan dapat dilihat pada Gambar 14.

13%
33% Frekuensi Pembiayaan
1 kali
27% 2-3 kali
4-5 kali
>5 kali
27%

Gambar 14 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembiayaa


28

Analisis Risiko Pembiayaan

Identifikasi BMT As Salam


ERM 1: Internal Environment
BMT As Salam merupakan organisasi berbentuk badan hukum koperasi
yang telah berdiri selama 10 tahun sejak tahun 2004. BMT As Salam selalu
berusaha menjalankan tata kelola perusahaan yang baik dengan melaksanakan
kegiatan manajemen risiko, meskipun hal ini belum dilakukan secara khusus.
Manajemen risiko yang dilakukan oleh BMT As Salam selain ditujukan untuk
mencapai tujuan perusahan juga menjunjung tinggi asas kehati-hatian. Hal
tersebut dapat terlihat dari penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP) BMT
As Salam yang terperinci, yang terdiri dari SOP kelembagaan, pengelolaan usaha,
manajemen keuangan dan standar akuntasi yang jelas. Selain itu, BMT As Salam
juga membentuk tim audit internal, hal ini sesuai dengan prinsip good corporate
governance (GCG).
Motto yang dimiliki BMT As Salam adalah “Memberdayakan Ekonomi
Umat, sebagai sarana pengabdian terhadap Allah SWT”. Motto tersebut
merupakan nilai-inilai yang ditanamkan kepada seluruh jajaran direksi dan
karyawan dalam mengerjakan tugasnya. Selain motto tersebut, terdapat pula
komitmen perusahaan yang ditanamkan kepada seluruh direksi dan karyawan
yaitu “Tumbuh dan Berkembangnya Aset, Memperluas Jaringan, Memakmurkan
Karyawan, Memberikan Manfaat kepada Nasabah yang Sebesar-besarnya,
Meningkatkan dan Mengembangkan Ilmu, serta Memberikan Pelayanan
Terbaik”.Komitmen tersebut dianut oleh seluruh direksi dan karyawan dalam
mengerjakan tugasnya.
Pada tahun 2014 BMT As Salam memiliki rasio kecukupan modal (CAR)
sebesar 14.71 persen dan pendapatan dari seluruh produk pembiayaan sebesar
Rp11 036 899 000. Selain itu BMT As Salam memiliki reputasi yang cukup baik
dikalangan masyarakat dan beroperasi di daerah pemukiman warga sehingga
dekat dengan masyarakat. Beberapa hal tersebut mendukung BMT As Salam
untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang lebih besar
dan bersaing dengan lembaga keuangan lainnya.

ERM 2: Objective Setting


Visi dari BMT As Salam adalah terwujudnya Koperasi Serba Usaha yang
mandiri, syari’ah dan tangguh dengan berlandaskan amanah dalam
memberdayakan ekonomi umat dan berkeadilan di Indonesia. Sedangkan misinya
yaitu :
1. Mengajak seluruh potensi yang ada dalam masyarakat dengan tanpa
membedakan suku,ras,golongan dan agama, agar mereka dapat bersama -
sama, bersatu padu dan beritikad baik dalam membangun ekonomi
kerakyatan secara bergotong royong dalam bentuk koperasi.
2. Membantu para pedagang kecil dan menengah didalam mobilisasi
permodalan demi kelancaran usaha sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka.
3. Turut membantu pembangunan ekonomi dan menunjang pelaksanaan
kegiatan usaha secara aktif dengan mengajak mitra usaha lainnya baik
BUMN, swasta, perbankan maupun gerakan koperasi lainnya.
29

Selain visi dan misi tersebut, BMT As Salam juga memiliki sasaran tujuan
yang melatarbelakangi pendirian BMT As Salam. Tujuan tersebut yaitu memberi
manfaat kepada orang lain melalui pemberdayaan ekonomi ummat guna
membantu sesama.

Identifikasi Risiko
ERM 3: Event Identification
Identifikasi risiko yang ada di BMT As Salam dilakukan melalui
pengamatan di lapangan dan wawancara dengan pihak internal BMT. Risiko yang
akan diteliti dalam penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu risiko internal dan risiko eksternal. Risiko internal mencakup risiko yang ada
pada proses pembiayaan dan operasional BMT, sedangkan risiko eksternal
mencakup risiko umum yang dipengaruhi oleh pihak di luar BMT.
Risiko pembiayaan dapat muncul akibat kegagalan pihak ketiga dalam
memenuhi kewajibannya. Risiko utama dalam pembiayaan adalah timbulnya
pembiayaan bermasalah atau macet. Pembiayaan bermasalah dapat menimbulkan
kerugian bagi pihak BMT, seperti turun atau hilangnya perolehan pendapatan,
hilangnya bagi hasil dan saldo pokok pembiayaan, menimbulkan reputasi negatif
bagi BMT dan lain sebagainya. Potensi-potensi risiko pada tahapan proses
pembiayaan di BMT As Salam dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengajuan Pembiayaan
Pada tahap pengajuan pembiayaan oleh nasabah, terdapat tiga risiko yang
mungkin terjadi. Pertama, terjadi pemalsuan data diri dan ketidakjujuran
informasi yang diberikan oleh nasabah. Kedua, kurangnya pengetahuan
nasabah tentang akad yang akan digunakan.
2. Analisis Pembiayaan
Pada tahap ini risiko yang mungkin terjadi adalah pihak BMT melakukan
kesalahan dalam menganalisis karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan
jaminan yang dimiliki nasabah, adanya pemalsuan jaminan oleh nasabah,
dan rendahnya nilai jual jaminan.
3. Penilaian Dokumen
Pada tahap ini tidak ditemukan risiko yang mungkin terjadi. Dikarenakan
penilaian dokumen dilakukan oleh AO yang telah melakukan survei ke
lapangan secara objektif.
4. Persetujuan dan Pengikatan
Pada tahap ini risiko yang mungkin terjadi adalah adanya kekeliruan antara
nasabah dan pihak BMT dalam penetapan akad.
5. Pencairan
Terdapat dua risiko yang mungkin terjadi pada tahap ini. Risiko tersebut
adalah terjadi kesalahan prosedur dalam proses pembiayaan serta lambatnya
pihak BMT dalam memproses permohonan pembiayaan.
6. Pengawasan
Risiko yang berpotensi terjadi pada tahap ini adalah kurangnya pengawasan
terhadap usaha nasabah, kurangnya follow-up oleh pihak BMT serta
keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah.
7. Pelunasan
Pada tahap pelunasan ini terdapat risiko terlambatnya nasabah
mengembalikan pembiayaan. Selain keterlambatan, terdapat juga risiko
30

gagal bayar. Gagal bayar oleh nasabah dapat dikarenakan itikad nasabah
yang buruk, usaha nasabah mengalami kerugian atau usaha nasabah
mengalami gagal panen/bencana alam.
Risiko-risiko yang telah dijelakan dapat digolongkan ke dalam risiko
pembiayaan untuk pertanian, mengingat tidak ada perbedaan proses pembiayaan
antara sektor pertanian dan sektor lain serta sebagian besar nasabah BMT As
Salam melakukan pembiayaan untuk mengembangkan usaha pertaniannya.
Kedua, risiko operasional. Risiko operasional dapat berasal dari sumber
daya manusia, kegagalan sistem, dan kegagalan sarana dan infrastruktur BMT.
1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Risiko SDM yang terdapat di BMT As Salam meliputi penyebaran
informasi yang tidak merata di kalangan staf, terdapat pandangan negatif
oleh masyarakat sekitar mengenai BMT, serta kurangnya jumlah SDM yang
dimiliki BMT. Risiko SDM juga dapat terjadi karena adanya human error
seperti kurangnya pengetahuan SDM mengenai akad-akad dalam
pembiayaan syariah, kurangny pengetahuan SDM mengenai teknologi
informasi, terjadi kesalahan pencatatan transaksi, hilangnya berkas dan arsip,
kurangnya komunikasi antar staf serta adanya tindakan moral hazard seperti
KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
2. Sistem
Risiko yang berpotensi terjadi adalah sistem teknologi informasi dan
jaringan BMT mengalami offline atau error.
3. Sarana
Risiko yang mungkin terjadi adalah rusak atau matinya sarana kantor seperti
sarana komunikasi, listri dan air. Hal ini dapat terjadi di luar perkiraan BMT dan
dapat menghambat jalannya kegiatan di BMT As Salam.
Ketiga, risiko yang mungkin terjadi adalah risiko eksternal. Terdapat dua
risiko yang berpotensi untuk terjadi. Pertama, terjadinya bencana alam seperti
gempa bumi, banjir atau serangan hama. Kedua, adanya kebijakan mengikat yang
dapat merugikan BMT. Identifikasi risiko yang telah diuraikan beserta
kemungkinan kejadian dan besar dampaknya terjadinya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Identifikasi risiko


Kelompok Nomor Identifikasi risiko Kejadian Dampak terjadinya
risiko risiko risiko risiko
A. Risiko 1 Pemalsuan data diri dan 5-10 kali Proses pengajuan
Pembiayaan ketidakjujuran informasi dari diberhentikan
Pengajuan nasabah
Pembiayaan 2 Kurangnya pengetahuan nasabah > 50 kali Kesalahan pengajuan
mengenai akad yang akan produk
digunakan
Analisis 3 Pihak BMT melakukan kesalahan 5-10 kali Kesalahan pemberian
Pembiayaan dalam menganalisis nasabah pembiayaan kepada
(karakter, kapasitas, kapital, kondisi nasabah
dan jaminan)
4 Pemalsuan jaminan oleh nasabah < 5 kali Pembiayaan tidak
diberikan
5 Rendahnya harga jual jaminan < 5 kali Pembiayaan tidak
diberikan
31

Kelompok Nomor Identifikasi risiko Kejadian Dampak terjadinya


risiko risiko risiko risiko
Persetujuan 6 Adanya kekeliruan akad yang < 5 kali Tidak sahnya akad
dan ditetapkan antara nasabah dan BMT yang telah ditetapkan
Pengikatan
Akad
Pencairan 7 Kesalahan prosedur dalam proses < 5 kali Tidak menimbulkan
pembiayaan masalah berarti
8 Keterlambatan BMT dalam < 5 kali Ketidakpuasan
memproses pembiayaan nasabah akan
pelayanan BMT
Pengawasan 9 Kurangnya pengawasan terhadap < 5 kali Terhambatnya proses
usaha nasabah pembiayaan
10 Kurangnya follow-up oleh pihak < 5 kali Terhambatnya proses
BMT pembiayaan
11 Keterlambatan pihak BMT dalam < 5 kali Terhambatnya proses
menangani pembiayaan bermasalah pembiayaan
Pelunasan 12 Nasabah terlambat mengembalikan 11-20 Terganggunya
pembiayaan kali likuiditas BMT
13 Nasabah gagal bayar karena itikad 5-10 kali Terganggunya
yang buruk likuiditas BMT
14 Nasabah gagal bayar karena 5-10 kali Terganggunya
usahanya mengalami gagal likuiditas BMT
panen/kerugian
15 Nasabah gagal bayar karena < 5 kali Terganggunya
mengalami bencana alam likuiditas BMT
B. Risiko 16 Penyebaran informasi yang tidak < 5 kali Pemahaman yang
Operasional merata dikalangan staf berbeda antar staf

SDM 17 Pandangan negatif masyarakat < 5 kali Menurunnya reputasi


sekitar mengenai BMT BMT
18 Kurangnya SDM 5-10 kali Operasional BMT
tidak optimal
19 Kurangnya pengetahuan SDM 11-20 Tidak menimbulkan
mengenai akad-akad pembiayaan kali masalah berarti
syariah
20 Kurangnya pengetahuan SDM 11-20 Tidak menimbulkan
mengenai teknologi informasi kali masalah berarti
21 Kesalahan pencatatan transaksi < 5 kali Rusaknya sistem
pencatatan
22 Hilangnya berkas dan arsip < 5 kali Tidak menimbulkan
masalah berarti
23 Kurangnya komunikasi antar staf < 5 kali Terjadi
kesalahpahaman dan
konflik
24 Adanya tindakan KKN < 5 kali Kerugian finansial
dan sistemik
Sistem 25 Sistem teknologi informasi dan 5-10 kali Terhambatnya
jaringan mengalami offline atau kegiatan operasional
error dan akses data
Sarana 26 Matinya sarana kantor (komunikasi, 5-10 kali Terhambatnya
listrik dan air) kegiatan operasional
C. Risiko 27 Terjadinya bencana alam seperti < 5 kali Berhentinya kegiatan
gempa bumi, tsunami dan banjir operasional
Eksternal 28 Adanya kebijakan yang < 5 kali Terganggunya
memberatkan BMT stabilitas BMT
Sumber: Data primer (2015)
32

Hasil identifikasi risiko pada sektor petanian yang diteliti di BMT As Salam
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tsabita (2013). Hal ini menjelaskan
risiko pembiayaan syariah pada sektor pertanian di daerah yang berbeda memiliki
risiko-risiko yang serupa. Meskipun serupa, terdapat perbedaan pada probabilitas
dan dampak pada tiap risikonya.

Pengukuran dan Pemetaan Risiko


ERM 4: Risk Assessement
Penilaian risiko dilakukan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang
dirasa memiliki keahlian, pengalaman dan kompetensi yang dalam bidangnya..
Selanjutnya, hasil penilaian ditaksir dengan metode aproksimasi. Pada Tabel 9
dapat dilihat indikator mengenai kemungkinan terjadinya risiko.

Tabel 9 Indikator kemungkinan terjadinya risiko


Kategori Keterangan Probabilitas Skor
Improbable Hampir tidak mungkin terjadi < 5 kali per tahun 1
Remote Kadang terjadi 5-10 kali per tahun 2
Occasional Mungkin terjadi 11-20 kali per tahun 3
Probable Sangat mungkin terjadi 21-50 kali per tahun 4
Frequent Hampir pasti terjadi > 50 kali kali per tahun 5
Sumber: Goedfrey (1996)

Tabel 10 Indikator dampak terjadinya risiko


Kategori Keterangan Skor
Negligible Tidak menimbulkan masalah berarti bagi pihak bank 1
Menimbulkan masalah kecil yang dapat diatasi
Marginal 2
dengan pengelolaan rutin
Mencegah perusahaan memenuhi tujuannya untuk
Serious 3
periode tertentu saja
Mengakibatkan pihak bank tidak dapat mencapai
Critical sebagian tujuan jangka panjang, mengganggu 4
likuiditas bank
Mengakibatkan pihak bank tidak dapat mencapai
Catastrophic seluruh tujuan jangka panjang, menyebabkan 5
kebangkrutan, kematian, atau hukuman pidana
Sumber: Goedfrey (1996)

Pada Tabel 10 dapat dilihat indikator mengenai dampak terjadinya risiko.


Kejadian risiko dan dampak risiko yang mungkin terjadi yang telah diuraikan
pada Tabel 8 kemudian dikonversi ke dalam skor sesuai dengan indikator pada
Tabel 9 dan Tabel 10. Skor kemungkinan terjadinya risiko kemudian dikalikan
dengan skor dampak dari risiko tersebut. Hasil perkalian inilah yang nantinya
akan menjadi dasar pengelompokan risiko sesuai dengan kategori tingkatan risiko.
Hasil perkalian antara kemungkinan terjadinya risiko dengan dampak risiko
tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
33

Tabel 11 Klasifikasi Risiko


No Sumber Skor Skor Skor
Risiko
Informasi Probabilitas Dampak Total
1. Pemalsuan data diri dan ketidakjujuran AO 2 3 6
informasi dari nasabah
2. Kurangnya pengetahuan nasabah Manajer 5 2 10
mengenai akad yang akan digunakan
3 Pihak BMT melakukan kesalahan dalam Manajer 2 4 8
menganalisis nasabah (karakter,
kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan)
4 Pemalsuan jaminan oleh nasabah AO 1 1 1
5 Rendahnya harga jual jaminan Manajer 1 2 2
6 Adanya kekeliruan akad yang Manajer 1 2 2
ditetapkan antara nasabah dan BMT
7 Kesalahan prosedur dalam proses Manajer 1 2 2
pembiayaan
8 Keterlambatan BMT dalam memproses Manajer 1 1 1
pembiayaan
9 Kurangnya pengawasan terhadap usaha AO 1 4 4
nasabah
10 Kurangnya follow-up oleh pihak BMT AO 1 4 4
11 Keterlambatan pihak BMT dalam Manajer 1 4 4
menangani pembiayaan bermasalah
12 Nasabah terlambat mengembalikan AO 3 4 12
pembiayaan
13 Nasabah gagal bayar karena itikad yang Manajer 2 4 8
buruk
14 Nasabah gagal bayar karena usahanya Manajer 2 4 8
mengalami gagal panen/kerugian

15 Nasabah gagal bayar karena mengalami Manajer 1 4 4


bencana alam
16 Penyebaran informasi yang tidak merata Audit 1 2 2
dikalangan staf internal
17 Pandangan negatif masyarakat sekitar Manajer 1 3 3
mengenai BMT
18 Kurangnya SDM Manajer 2 3 6
19 Kurangnya pengetahuan SDM Audit 3 1 3
mengenai akad-akad pembiayaan Internal
syariah
20 Kurangnya pengetahuan SDM Audit 3 1 3
mengenai teknologi informasi Internal
21 Kesalahan pencatatan transaksi Administrasi 1 2 2
22 Hilangnya berkas dan arsip Administrasi 1 2 2
23 Kurangnya komunikasi antar staf Manajer 1 2 2
24 Adanya tindakan KKN Direktur 1 4 4
25 Sistem teknologi informasi dan jaringan Kabid 1 2 2
mengalami offline atau error operasional
26 Matinya sarana kantor (komunikasi, Kabid 2 2 4
listrik dan air) operasional
27 Terjadinya bencana alam seperti gempa Direktur 1 4 4
bumi, tsunami dan banjir
28 Adanya kebijakan yang memberatkan Direktur 1 2 2
BMT
Sumber: Data primer (2015)
34

Tahap berikutnya dilakukan pemetaan risiko, dimana risiko yang telah


diklasifikasi dikelompokan ke dalam 4 tingkatan risiko yg terdiri dr negligible,
acceptable, undesirable dan unacceptable (Goedfrey 1998). Hasil pemetaan
risiko dapat dilihat pada Gambar 3.

5 5

2
4 4
Probability

19; 20 12
3 3

23; 25 26 1; 18 3; 13; 14
2 1

5; 6; 7; 16; 9; 10; 11;


1 1 4; 8 17
21; 22; 28 15; 24; 27

1 2 3 4 5
Impact
Negligible Acceptable Undesirable Unacceptable

Gambar 15 Pemetaan Risiko


Penjelasan mengenai risiko-risiko sesuai dengan tingkatannya adalah
sebagai berikut:
1. Tingkat Negligible
Risiko-risiko yang termasuk ke dalam tingkatan ini adalah adanya
pemalsuan jaminan oleh nasabah, rendahnya harga jual jaminan, adanya
kekeliruan akad yang ditetapkan antara nasabah dan BMT, kesalahan
prosedur dalam proses pembiayaan, keterlambatan BMT dalam memproses
pembiayaan, penyebaran informasi yang tidak merata dikalangan staf,
kesalahan pencatatan transaksi, hilangnya berkas dan arsip, kurangnya
komunikasi antar staf, sistem teknologi informasi dan jaringan mengalami
offline atau error dan adanya kebijakan yang memberatkan BMT. Risiko-
risiko pada tingkat ini merupakan risiko yang jarang terjadi dan apabila
terjadi, tidak menimbulkan masalah yang besar bagi BMT dan masih dapat
diatasi dengan pengelolaan dan evaluasi rutin oleh pihak BMT.
2. Tingkat Acceptable
Risiko-risiko yang termasuk ke dalam tingkatan ini adalah kurangnya,
pengawasan terhadap usaha nasabah, kurangnya follow-up oleh pihak BMT,
keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah,
nasabah gagal bayar karena mengalami gagal panen/bencana alam,
pandangan negatif masyarakat sekitar mengenai BMT, kurangnya
pengetahuan SDM mengenai akad-akad pembiayaan syariah, kurangnya
pengetahuan SDM mengenai teknologi informasi, adanya tindakan KKN,
35

matinya sarana kantor (komunikasi, listrik dan air) dan terjadinya bencana
alam seperti gempa bumi, tsunami dan banjir. Risiko-risiko pada tingkat ini
mengakibatkan kegiatan operasional BMT menjadi agak terhambat, namun
masih dapat berjalan seperti biasa walaupun tidak sesuai dengan target yang
telah ditetapkan.
3. Tingkat Undesirable
Risiko-risiko yang termasuk ke dalam tingkatan ini adalah pemalsuan data
diri dan ketidakjujuran informasi dari nasabah, kurangnya pengetahuan
nasabah mengenai akad yang akan digunakan, kesalahan pihak BMT dalam
menganalisis nasabah (karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan),
nasabah gagal bayar karena itikad yang buruk, nasabah terlambat
mengembalikan pembiayaan, nasabah gagal bayar karena usahanya
mengalami kerugian dan kurangnya SDM BMT. Risiko-risiko pada tingkat
ini merupakan risiko yang perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan
kerugian yang signifikan bagi BMT yang nantinya akan mengganggu
stabilitas BMT.
4. Tingkat Unacceptable
Pada proses pembiayaan dan operasional BMT As Salam tidak ditemukan
risiko yang termasuk ke dalam tingkatan unacceptable. Hal ini dikarenakan
BMT As Salam jarang mengalami risiko dengan dampak yang besar.
Risiko yang perlu diwaspadai karena sering terjadi dan memiliki dampak
yang cukup tinggi adalah risiko kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad
yang akan digunakan serta nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan.
Kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad-akad syariah menandakan masih
minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan syariah.
Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena kurangnya SDM
syariah itu sendiri, sehinga penyebaran informasi mengenai akad-akad syariah
kepada masyarakat masih terbatas, terutama masyarakat pedesaan seperti
mayarakat di Desa Kramat.
Risiko nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan harus diwaspadai
karena berpengaruh kepada Non Performing Financing (NPF) BMT As Salam.
Semakin tinggi NPF BMT As Salam menunjukan semakin buruk kualitas
pembiayaan yang menyebabkan jumlah pembiayaan bermasalah semakin besar,
sehingga mengganggu kinerja BMT As Salam. Keterlambatan nasabah dalam
mengembalikan pembiayaan dapat terjadi karena beberapa faktor. Di BMT As
Salam sendiri faktor keterlambatan karena moral hazard nasabah sangat jarang
terjadi. Sebagian besar nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan karena
faktor keterlambatan masa panen. Risiko keterlambatan harus diminimalisir oleh
BMT As Salam sehingga pembiayaan yang kurang lancar tidak berlanjut menjadi
pembiayaan diragukan atau pembiayaan macet.

Tindakan Mitigasi Risiko


ERM 5: Risk Response
BMT As Salam memahami bahwa pengelolaan risiko sangatlah penting.
Walaupun tindakan mitigasi risiko BMT As Salam tidak tercantum secara tertulis,
berdasarkan hasil wawancara dan observasi, tindakan mitigasi risiko tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pembiayaan secara selektif dan efektif.
36

2. Menetapkan limit pembiayaan yang sesuai dengan pengajuan pembiayaan.


3. Melakukan evaluasi dan monitoring pada setiap bagian organisasi secara
rutin.
4. Mengoptimalkan kinerja dan peran pengawas internal dalam pengawasan
kegiatan transaksi pembiayaan dan operasional.
5. Membentuk cadangan pembentukan penyisihan aktiva produktif (PPAP).
6. Membuat Standard Operational Procedure (SOP) yang meningkatkan
kesadaran risiko seluruh staf BMT.
7. Membuat laporan nominatif pembiayaan setiap akhir bulan dalam rangka
menginformasikan perkembangan pembiayaan.
Sikap BMT As Salam dalam menindaklanjuti keterlambatan pengembalian
pembiayaan adalah dengan melakukan follow up secara berkala serta lebih
menganalisis alasan nasabah tersebut terlambat atau bermasalah. Apabila alasan
terjadinya pembiayaan bermasalah dikarenakan usaha nasabah yang mengalami
kerugian tanpa adanya kesengajaan, maka pihak BMT akan melakukan
rescheduling pembiayaan. Selain itu, BMT juga melihat kondisi dari nasabah
tersebut. Apabila kondisi nasabah tidak memungkinkan untuk pengembalian
utang pokok dengan tambahan margin, maka pengembalian dengan margin
ditiadakan. Sehingga nasabah hanya harus mengembalikan utang pokoknya saja.
Namun apabila alasan nasabah bermasalah dikarenakan karena itikad yang buruk
seperti tidak adanya niat untuk membayar, maka pihak BMT akan menahan
jaminan dan mencairkannya untuk mengganti kerugian.
Terdapat beberapa cara penanganan yang dapat dilakukan untuk menangani
risiko-risiko yang telah dijelaskan sebelumnya. Beberapa respon risiko yaitu
menerima risiko (accept), mengurangi risiko (reduce), berbagi risiko (transfer),
menghindari risiko (avoid) dan menghilangkan risiko (avoid). Kemungkinan
respon dan tindakan mitigasi risiko dianalisis berdasarkan peristiwa risiko yang
mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Respon risiko yang dapat diambil oleh BMT As Salam


Respon
No Risiko Tindakan mitigasi
risiko
1. Pemalsuan data diri dan ketidakjujuran Menghindari Pendekatan nasabah secara
informasi dari nasabah personal melalui silaturahim
2. Kurangnya pengetahuan nasabah Mengurangi Penjelasan mengenai akad-akad
mengenai akad yang akan digunakan pada saat pengajuan pembiayaan
3 Pihak BMT melakukan kesalahan dalam Mengurangi Pelatihan SDM dalam penilaian
menganalisis nasabah (karakter, karakter nasabah
kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan)
4 Pemalsuan jaminan oleh nasabah Mengurangi Perekrutan SDM ahli hukum
5 Rendahnya harga jual jaminan Mengurangi Perekrutan SDM ahli hukum
6 Adanya kekeliruan akad yang Menghindari Pelaksanaan prosedur yang jelas
ditetapkan antara nasabah dan BMT
7 Kesalahan prosedur dalam proses Menghindari Pengecekan ulang di setiap tahap
pembiayaan pembiayaan dan evaluasi rutin
8 Keterlambatan BMT dalam memproses Mengurangi Penetapan SOP yang jelas
pembiayaan
9 Kurangnya pengawasan terhadap usaha Mengurangi Pengawasan AO oleh pengawas
nasabah internal
10 Kurangnya follow-up oleh pihak BMT Mengurangi Pengawasan AO oleh pengawas
internal
37

Respon
No Risiko Tindakan mitigasi
risiko
11 Keterlambatan pihak BMT dalam Menghindari Penetapan SOP yang jelas
menangani pembiayaan bermasalah
12 Nasabah terlambat mengembalikan Mengurangi Pendekatan kepada nasabah
pembiayaan melalui sistem jemput bola
13 Nasabah gagal bayar karena itikad yang Mengurangi Pengenalan nasabah dengan
buruk sebaik-baiknya
14 Nasabah gagal bayar karena usahanya Menerima Pengawasan dan pendampingan
mengalami gagal panen/kerugian intensif, rescheduling
15 Nasabah gagal bayar karena mengalami Menerima Penggunaan PPAP dan
bencana alam restrukturisasi
16 Penyebaran informasi yang tidak merata Menghindari Pertemuan rutin seluruh karyawan
dikalangan staf dan pemasangan papan informasi
17 Pandangan negatif masyarakat sekitar Menerima Pendekatan kepada masyarakat
mengenai BMT melalui promosi melalui event
tertentu dan pendekatan personal
18 Kurangnya SDM Mengurangi Perekrutan SDM yang handal
19 Kurangnya pengetahuan SDM Mengurangi Mengadakan pelatihan rutin setiap
mengenai akad-akad pembiayaan bulannya dan merekrut SDM
syariah handal
20 Kurangnya pengetahuan SDM Mengurangi Mengadakan pelatihan rutin setiap
mengenai teknologi informasi bulannya dan merekrut SDM
handal
21 Kesalahan pencatatan transaksi Menghindari Pengecekan ulang setiap hari oleh
manager kantor
22 Hilangnya berkas dan arsip Menghindari Penyimpanan salinan dokumen di
kantor pusat dan kantor cabang
23 Kurangnya komunikasi antar staf Mengurangi Pertemuan rutin seluruh karyawan
24 Adanya tindakan KKN Mengurangi SOP yang jelas dan tegas meliputi
perekrutan SDM, tugas dan sanksi
25 Sistem teknologi informasi dan jaringan Mengurangi Perekrutan SDM ahli IT dan
mengalami offline atau error pemeliharaan rutin
26 Matinya sarana kantor (komunikasi, Menghindari Pengadaan genset dan
listrik dan air) pemeliharaan rutin
27 Terjadinya bencana alam seperti gempa Transfer Menjadi peserta Lembaga
bumi, tsunami dan banjir Penjamin Simpanan (LPS)
28 Adanya kebijakan yang memberatkan Menerima Menyesuaikan dengan kebijakan
BMT yang berlaku
Sumber: Data primer (2015)

ERM 6: Control Activities


Pengendalian dilakukan oleh BMT As Salam dengan tujuan meminimalisir
risiko dan memastikan mitigasi risiko dilakukan secara efektif. Salah satu
pengendalian risiko yang dilakukan BMT adalah penetapan SOP yang jelas
mencakup kelembagaan, pengelolaan usaha dan keuangan. Penetapan SOP juga
diikuti dengan pengawasan pelaksanaan SOP tersebut. Selain itu audit internal
dilaksanakan secara berkala setiap bulan oleh pengawas internal. Hal ini
dilakukan dengan tujuan meminimalisir risiko yang dapat terjadi di kemudian hari.

ERM 7: Information and Communication


Tindakan mitigasi risiko tidak akan berjalan baik tanpa adanya dukungan
komunikasi dan alur informasi yang efektif, efisien dan transparan. Komunikasi
yang baik harus terjalin antara seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan
operasional BMT, sehingga setiap pihak dapat mengetahui dan bertanggung jawab
38

atas perannya masing-masing. Pihak-pihak tersebut yaitu pihak internal BMT,


nasabah, pengawas dan pihak eksternal lainnya.
Pihak internal BMT melakukan komunikasi dan penyebaran informasi
dengan berbacai cara. Adanya rapat setiap minggu untuk para manajer kantor,
baik kantor pusat maupun cabang dan rapat rutin untuk seluruh karyawan
diadakan setiap bulan. Pertemuan rutin ini diadakan untuk dengan tujuan
membahas kinerja dan perkembangan BMT. Selain rapat, diadakan pula acara
gathering dan pengajian rutin untuk meningkatkan kebersamaan dan kekompakan
antar karyawan. Untuk penyebaran informasi, terdapat papan informasi di setiap
kantor BMT As Salam yang dapat diakses oleh seluruh pihak. Dengan komunikasi
dan alur informasi yang efektif, efisien serta transparan kinerja dapat
meminimalisir kondisi imperfect information.
Hubungan komunikasi dan informasi dengan nasabah juga merupakan hal
yang sangat penting. Komunikasi dan informasi yang baik akan membuat nasabah
merasa menjadi bagian dari BMT. Hal ini tentu akan berpengaruh positif terhadap
reputasi BMT di mata masyarakat. Terdapat beberapa tindakan yang dapat
dilakukan BMT untuk meningkatkan komunikasi dan informasi dengan nasabah.
Komunikasi dapat dilakukan melalui silaturahim petugas BMT ke rumah nasabah.
Silaturahim dapat dilakukan guna mengetahui perkembangan usaha nasabah atau
pun sekedar pemberian informasi mengenai pembiayaan di BMT. Selain itu, BMT
juga dapat menyebar buletin sebagai media informasi mengenai BMT secara
berkala.
Komunikasi dan alur informasi yang baik juga menjadi hal yang sangat
penting bagi hubungan BMT dengan pengawas dan pihak eksternal lainnya,
seperti para pemegang saham. Dibutuhkan transparansi dalam komunikasi untuk
meningkatkan kepercayaan dan meminimalisir munculnya kecurigaan. Sehingga
pengawas dapat memastikan jalannya operasional BMT sesuai dengan prinsip
syariah ataupun tindakan yang perlu diambil apabila terdeteksi adanya
ketidaksesuaian.

ERM 8: Monitoring
Kegiatan monitoring termasuk ke dalam bagian dari tindakan mitigasi risiko.
Kegiatan tersebut dilakukan seiring dengan berjalannya kegiatan operasional
BMT. Monitoring harus diikuti dengan evaluasi secara rutin. Hal ini dilakukan
secara rutin guna memastikan seluruh proses operasional dan kinerja BMT
berjalan dengan lancar dan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan sehingga
pencapaian tujuan BMT dapat terlaksana. Pihak yang berperan dalam monitoring
BMT As Salam adalah dewan pengawas syariah (DPS), pengawas internal dan
manajer kantor baik pusat ataupun cabang. DPS bertugas melakukan pengawasan
terhadap keseluruhan aspek organisasi sehingga benar-benar sesuai dengan prinsip
syariah. Pengawas internal bertugas memonitor seluruh kegiatan transaksi
operasional dan pembiayaan, memastikan tidak terjadinya penyimpangan SOP
serta membuat laporan hasil kinerja pengawasan internal yang kemudian
diserahkan kepada manajer. Manajer bertugas mengelola dan mengawasi kegiatan
operasional kantor, pengeluaran dan pemasukan biaya-biaya harian dan
pencapaian target yang telah ditetapkan. Selain mengawasi, manajer juga harus
dapat mengevaluasi dan memberikan masukan. Tujuan dari monitoring yang
dilakukan BMT As Salam adalah menghindari risiko yang dapat menghambat
39

pencapaian tujuan BMT. Secara umum, BMT As Salam telah melakukan kegiatan
monitoring dengan baik.

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian


Pembiayaan

Tingkat pengembalian pembiayaan dinilai berdasarkan kolektibilitas


pembiayaan, nilai 1 untuk nasabah lancar dalam mengembalikan pembiayaan dan
nilai 0 untuk nasabah tidak lancar dalam mengembalikan pembiayaan. Model logit
digunakan untuk mengetahui apakah probabilitas nasabah lancar dapat
dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelasnya. Hasil uji model menunjukkan
nilai R Square 0.749. Hasil ini menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan
faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah pada
BMT As Salam sebesar 74.9 persen sedangkan sisanya dapat dijelaskan di luar
model. Hasil uji Hosmer and Lemeshow Test menunjukkan nilai Chi Square
sebesar 2.521 dengan p-value 0.961 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel fit dengan model sehingga model logit secara keseluruhan dapat
digunakan dalam penelitian ini. Pada Tabel 13 dapat diihat hasil pengolahan atas
variabel-variabel independen menggunakan SPSS 16.
Tabel 13 Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan

Odds
Std. Wald
Variable B Df Sig. Ratio
Error. Statistic
Exp(B)
Constant 28.909 18.596 2.417 1 0.120 3.588E12
Jenis Kelamin 1.368 1.204 1.292 1 0.256 3.929
Usia 0.139 0.098 2.001 1 0.157 1.149
Lama Pendidikan 0.053 0.236 0.051 1 0.821 1.055
Tanggungan Keluarga -1.898 0.760 6.241 1 0.012* 0.150
Jenis Usaha 6.517 2 0.038
Jenis Usaha (1) -4.078 1.676 5.921 1 0.015* 0.017
Jenis Usaha (2) -3.475 1.860 3.492 1 0.062** 0.031
Lama Usaha 0.003 0.086 0.001 1 0.976 1.003
Jarak tempat tinggal -0.002 0.001 6.245 1 0.012* 0.998
Aset -1.435 0.870 2.720 1 0.099** 0.238
Laba 1.063 0.854 1.550 1 0.213 2.896
Jumlah Pembiayaan -0.840 0.639 1.727 1 0.189 0.432
Frekuensi 0.128 0.257 0.248 1 0.618 1.137
Pembiayaan
*
Ket: Signifikan pada taraf 5%
**
Signifikan pada taraf 10%

Hasil pendugaan model logit untuk faktor-faktor yang memengaruhi tingkat


pengembalian pembiayaan menunjukkan tiga variabel yang signifikan pada taraf
nyata 5%, yaitu tanggungan keluarga, jenis usaha (1) dan jarak tempat tinggal
40

nasabah dengan BMT. Sedangkan variabel yang signifikan pada taraf 10% yaitu
jenis usaha (2) aset.
Variabel jumlah tanggungan keluarga berpengaruh signifikan terhadap
tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 5%, dengan odds ratio sebesar
0.150. Artinya, peluang nasabah yang memiliki jumlah tanggungan keluarga satu
orang lebih banyak dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah
0.150 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki jumlah tanggungan
keluarga satu orang lebih sedikit, ceteris paribus. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Sari (2011) dimana jumlah tanggungan keluarga berpengaruh
negatif pada tingkat pengembalian pembiayaan. Semakin banyak tanggungan
dalam keluarga maka akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, sehingga menghabiskan sejumlah
besar proporsi laba usaha nasabah. Pada umumnya, nasabah BMT As Salam tidak
memiliki pendapatan rumah tangga dari pekerjaan lainnya, sehingga jika jumlah
tanggungan keluarga semakin banyak maka peluang tunggakan semakin besar
dikarenakan hasil usaha digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya
terlebih dahulu dibandingkan dengan membayar cicilan pembiayaan. Dapat
disimpulkan pada nasabah BMT As Salam jumlah tanggungan keluarga menjadi
dasar yang harus diperhatikan dalam memberikan pembiayaan.
Variabel jenis usaha (1) atau perdagangan berpengaruh signifikan terhadap
tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 5%, dengan odds ratio jenis
usaha (1) atau perdagangan sebesar 0.017 yang artinya, peluang responden yang
memiliki jenis usaha perdagangan dalam mengembalikan pembiayaan dengan
lancar adalah 0.017 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki jenis
usaha pertanian, ceteris paribus. Jenis usaha (2) atau jenis usaha lainnya
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf
nyata 10%, dengan odds ratio jenis usaha (2) atau perdagangan sebesar 0.031
yang artinya, peluang responden yang memiliki jenis usaha lainnya dalam
mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.031 kalinya dibandingkan
dengan nasabah yang memiliki jenis usaha pertanian, ceteris paribus. Hasil ini
menunjukan nasabah dengan jenis usaha pertanian cenderung lebih lancar
dibandingkan perdagangan dan usaha lainnya yang didominasi sektor jasa. Hal ini
tidak sesuai dengan pendugaan awal dimana sektor pertanian memiliki risiko yang
sangat tinggi, yang dapat mengakibatkan ketidak lancaran pengembalian
pembiayaan.
Dalam hal ini jenis usaha (1) dan jenis usaha (2) berpengaruh negatif pada
tingkat pengembalian pembiayaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Yulita (2011) dimana jenis usaha pertanian atau usaha on farm memiliki
kelancaran pengembalian pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis usaha perdagangan dan jenis usaha lainnya yang didominasi oleh jasa atau
usaha off farm. Hal ini disebabkan adanya perbedaan karakteristik petani dengan
pedagang dan usaha lainnya. Bedasarkan pengalaman pihak BMT As Salam,
nasabah pertanian di BMT As Salam merupakan nasabah yang telah beberapa kali
menerima pembiayaan dan sudah dipercaya oleh pihak BMT, sedangkan nasabah
dengan jenis usaha perdagangan dan lainnya cenderung memiliki karakteristik
yang kurang baik jika dibandingkan dengan nasabah pertanian. Dikarenakan BMT
As Salam tidak memberikan denda apabila nasabah terlambat membayar, para
pedagang dan lainnya yang memiliki usaha dengan perputaran uang yang cepat
41

lebih memilih untuk memutarkan pembiayaan secara terus menerus untuk modal
usaha selanjutnya dibandingkan mengembalikan pembiayaannya.
Dari kesamaan hasil penelitian ini dengan penelitian Yulita (2011), dapat
ditarik kesimpulan bahwa anggapan sektor pertanian sebagai sektor yang memiliki
risiko yang sangat tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya tidak tepat, selain
itu pembiayaan pertanian dengan sistem syariah merupakan solusi yang tepat.
Oleh karena itu, lembaga keuangan terutama lembaga keuangan syariah yang
selama ini memilih menyalurkan pembiayaan pada sektor dengan perputaran uang
yang cepat seperti sektor perdagangan dan jasa, harus meningkatkan alokasi
pembiayaannya pada sektor pertanian yang selama ini masih sangat minim.
Peningkatan alokasi pembiayaan untuk sektor pertanian diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan para petani dan meningkatkan kontribusi sektor
pertanian terhadap PDB Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari pentingnya peran
sektor pertanian, padahal sudah jelas dalam Islam dijelaskan bahwa pertanian
merupakan pekerjaan yang hukumnya adalah fardhu kifayah, yang artinya usaha
pertanian wajib untuk dilakukan, namun bila sudah dilakukan oleh muslim yang
lain maka kewajiban tersebut gugur. Banyaknya ayat Al-Quran yang
menyebutkan hasil tanaman dan buah-buahan menunjukan betapa pentingnya
bidang pertanian dalam Islam, salah satunya terdapat pada Al-Quran Surah Al-
An’am : 99
”Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Kami tumbuhkan
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari
tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman
yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma, mengurai
tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan
pula), zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah
buahnya pada waktu berbuah, dan menjadi masak, Sungguh, pada yang demikian
itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah)bagi orang-orang yang beriman.”
Variabel jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT berpengaruh signifikan
terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 5%, dengan odds
ratio sebesar 0.998. Artinya, peluang nasabah yang memiliki rumah dengan jarak
lebih jauh satu kilometer dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah
0.998 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki rumah dengan jarak
lebih dekat satu kilometer, ceteris paribus. Hasil penelitian ini bertentangan
dengan penelitian Yulita (2011) dimana jarak tempat tinggal memiliki koefisien
positif. Perbedaan hasil penelitian dipengaruhi oleh akses dan sarana transportasi
umum yang berbeda. Baik akses dan sarana transportasi umum di Desa Kramat
tempat BMT As Salam beroperasi masih sangat minim, sehingga semakin jauh
jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT menyebabkan nasabah harus
menyediakan biaya transportasi yang lebih besar dan waktu yang lebih lama untuk
melakukan pengembalian pembiayaan. Dalam penelitian ini, jarak tempat tinggal
nasabah berpengaruh negatif pada tingkat pengembalian pembiayaan.
Variabel aset berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian
pembiayaan pada taraf nyata 10%, dengan odds ratio sebesar 0.238. Artinya,
peluang nasabah yang aset lebih banyak 1% dalam mengembalikan pembiayaan
dengan lancar adalah 0.238 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki
aset lebih sedikit 1%, ceteris paribus. Hal ini tidak sesuai penelitian sebelumnya
oleh Haloho (2010), dimana aset tidak berpengaruh pada tingkat pengembalian
42

pembiayaan. Hal ini dikarenakan kebanyakan nasabah pembiayaan BMT As


Salam yang berstatus lancar menggunakan sawah sewaan bukan milik sendiri,
sehingga nasabah lebih termotivasi untuk mengembalikan pembiayaan dengan
lancar agar memudahkan nasabah dalam memeroleh pembiayaan selanjutnya
untuk menyewa sawah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian, maka diperoleh beberapa


simpulan, yakni:
1. Hasil identifikasi risiko pembiayaan dan operasional di BMT As Salam
menunjukan risiko yang memiliki probabilitas dan dampak yang paling
tinggi adalah risiko kurangnya pengetahuan nasabah dalam akad syariah
yang digunakan serta nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan.
Risiko-risiko pembiayaan sektor pertanian di BMT As Salam masih berada
pada tingkat medium risk, dimana risiko tersebut masih dapat dikendalikan
oleh BMT As Salam.
2. Tindakan mitigasi risiko yang dilakukan di BMT As Salam dalam
menangani risiko pembiayaan adalah sosialisasi akad syariah yang
digunakan pada proses pembiayaan dan pendekatan kepada nasabah melalui
follow up secara berkala. Pada risiko operasional, tindakan mitigasi utama
yang dilakukan BMT As Salam adalah peningkatan kualitas SDM yang
dimiliki melalui perekrutan SDM handal, pelatihan, dan pengawasan.
Mitigasi risiko eksternal yang dilakukan BMT As Salam adalah upaya
penyesuaian dan pencegahan kejadian yang dapat terjadi di luar kendali
BMT As Salam.
3. Faktor yang paling memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan di
BMT As Salam adalah jenis usaha, dimana jenis usaha pertanian memiliki
peluang lancar lebih besar dibandingkan dengan jenis usaha perdagangan.
Hal ini membuktikan bahwa pembiayaan syariah merupakan solusi bagi
sektor pertanian dan anggapan sektor pertanian memiliki risiko yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya pada kasus BMT As Salam tidak
sesuai.

Saran

Hasil penelitian dapat menunjukkan risiko pembiayaan syariah pada sektor


pertanian, tindakan mitigasi risiko dan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat
pengembalian pembiayaan di BMT As Salam, oleh karena itu saran yang dapat
diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. BMT As Salam harus meningkatkan sosialisasi mengenai akad-akad syariah
yang digunakan dalam pembiayaan untuk meningkatkan literasi keuangan
syariah nasabah BMT As Salam.
43

2. Dalam upaya memitigasi risiko pembiayaan, operasional, dan eksternal,


BMT As Salam dapat melakukan peningkatan upaya jemput bola kepada
nasabah, penetapan standar pengetahuan syariah dalam merekrut SDM serta
mendaftarkan aset BMT pada asuransi.
3. BMT As Salam dapat meningkatkan alokasi pembiayaan bagi para petani
serta hasil penelitian dapat menjadi implikasi bagi BMT atau LKS lain
dalam menyalurkan pembiayaannya pada sektor pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

Antonio S. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek. Jakarta (ID): Gema Insani
Press
Ashari, Saptana. 2005. Prospek pembiayaan syariah untuk sektor pertanian.
Forum Penelitian Agro Ekonomi [Internet]. [Diunduh 2015 Feb 27]. Tersedia
pada: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE23-2e.pdf.
Yulita A. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit
usaha rakyat mikro (studi kasus: BRI unit Lalabata Rilau, Soppeng) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BI] Bank Indonesia. 2014. Statistik Perbankan Desember 2014. Jakarta (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Laporan Tahunan. Jakarta (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama pada Tahun 2004-2014. Jakarta
(ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha pada Tahun 2000-2014. Jakarta (ID).
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung (ID): Syaamil
Al-Qur’an.
Goedfrey PS. 1996. Control of Risk: A Guide to Systematic Management of Risk
from Construction. London (GB): Construction Industry Research and
Information Assoc.
Hafidhuddin D. 2007. Peran Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan
Pertanian di Indonesia. Bogor (ID): Unit Pelaksana Mata Kuliah Dasar Umum
Institut Pertanian Bogor.
Hafidhuddin D, Syukur M. 2008. Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan
Pertanian. Jakarta (ID): Pusat Pembiayaan Sekretariat Jenderal Departemen
Pertanian.
Haloho F. 2010. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian
kredit mikro PT BPD Jabar Banten KCP Dramaga [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Huda N, Heykal M. 2010. Lembaga Keuangan Islam. Jakarta (ID): Prenada
Kencana.
Hudoro P. 2014. Faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan pinjaman dengan
sistem rente di desa studi kasus: Desa Panulisan Timur Kecamatan
Dayeuhluhur Kabuoaten Cilacap (periode: tahun 2013-2014) [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
44

Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB


Press.
Karim AA. 2009. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta (ID): Raja
Grafindo Persada
Kasidi. 2010. Manajemen Risiko. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Kountur R. 2004. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta (ID): Penerbit PPM.
Ridwan M. 2006. Sistim dan Prosedur Pendirian Baitul Mal wat-Tamwil (BMT).
Yogyakarta (ID): Citra Media.
Rodiana N. 2014. Efektivitas penerapan bayar pascapanen pada pengembalian
pembiayaan akad murabahah pertanian padi di BMT As Salam, Kramat,
Demak [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rosadi D. 2011. Analisis Ekonometrika & Runtun Waktu Terapan dengan R.
Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI.
Sari A. 2011. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi pengembalian kredit
usaha rakyat mikro dan kredit umum pedesaan (KUPEDES) [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Soemitra A. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta (ID): Prenada
Kencana.
Suhardiman H. 2009. Kinerja keuangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pengembalian pembiayaan BPR syariah (kasus pembiayaan usaha
produktif pada PT. BPRS Al-Salaam Amal Salman, Kel. Cinere, Depok)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syaukat Y. 2011. Mengembangkan Pembiayaan Syariah Pertanian. Jurnal
Ekonomi Islam Republika. [internet]. [diunduh 2015 Mar 15]. Tersedia pada:
http://fem.ipb.ac.id/d/iqtishodia/2011/Iqtishodia%202011%2002.pdf.
Tsabita K. 2013. Analisis risiko pembiayaan syariah pada sektor pertanian kasus
(studi kasus BPRS Amanah Ummah Leuwiliang) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
45

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian Responden


ANALISIS RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR
PERTANIAN
( STUDI KASUS BMT AS SALAM, KRAMAT, DEMAK)

Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam pengisian kuesioner penelitian


Saya Sarah Nabilah (H54110020), mahasiswa S1 Departemen Ilmu Ekonomi
Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Fakutas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembalian pembiayaan syariah pada BMT As Salam.
Kuesioner ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, sehingga jawaban
yang Bapak/Ibu sampaikan sepenuhnya akan dijaga kerahasiaannya. Atas
kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.
A. IDENTITAS PRIBADI
Nama Responden :
Alamat Lengkap :
Desa :
Kecamatan :
No. HP :
Berikan tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Karakteristik Personal
1. Jenis kelamin
Laki-Laki Perempuan
2. Usia ...... tahun
3. Status
Menikah Belum Menikah Janda/Duda
4. Jumlah tanggungan keluarga ...... orang
5. Agama
Islam Lainnya....
6. Pendidikan terakhir
Tidak sekolah SMA/sederajat S2
SD/sederajat D3 S3
SMP/sederajat S1
7. Jarak tempat tinggal ke BMT ...... km
8. Aset yang dimiliki
Jenis Jumlah Nilai
Rumah
Mobil
Motor
Sawah
Lainnya
46

Karakteristik Usaha
1. Jenis Usaha
Pertanian
Perdagangan
Jasa
Lainnya
2. Lama usaha ...... tahun
3. Status usaha
Utama
Sampingan
4. Jarak tempat usaha dengan BMT ...... km
5. Jumlah karyawan ...... orang
6. Untuk usaha pertanian
Luas lahan usahatani M2/ha*
Omzet usahatani per musim
Pendapatan usahatani per musim

7. Laba bersih per bulan


< Rp 1.000.000,00
>Rp 1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00
>Rp 2.000.000,00 – Rp 3.500.000,00
>Rp 3.500.000,00 – Rp 5.000.000,00
> Rp 5.000.000,00
Karakteristik Pembiayaan
1. Jumlah dan Frekuensi Pembiayaan
Frekuensi Pengajuan Realisasi Keterlambatan
pembiayaan pembiayaan (Rp) Pembiayaan (Rp) pengembalian
(Ya/Tidak)
1
2
3
4
5
6
Jika pernah mengalami keterlambatan pengembalian pembiayaan,
alasannya:
Gagal panen Moral hazard Lainnya

*Coret yang tidak perlu


47

Lampiran 2 Pedoman Wawancara


PEDOMAN WAWANCARA
ANALISIS RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR
PERTANIAN
( STUDI KASUS BMT AS SALAM, KRAMAT, DEMAK)

Pedoman Wawancara Direktur


1. Cari tahu: nama, alamat, agama
2. Cari tahu: bagaimana kondisi pembiayaan di BMT As Salam
3. Cari tahu: risiko yang dapat terjadi selama proses pembiayaan di BMT As
Salam
4. Cari tahu: risiko yang dapat terjadi terkait dengan pihak dari eksternal
BMT As Salam
5. Cari tahu: tindakan BMT As Salam dalam penyebaran informasi
6. Cari tahu: tindakan mitigasi risiko yang selama ini telah dijalankan oleh
BMT As Salam
Pedoman Wawancara Manajer
1. Cari tahu: nama, alamat, agama
2. Cari tahu: prosedur pembiayaan di BMT As Salam
3. Cari tahu: perkembangan pembiayaan di kantor cabang BMT As Salam
4. Cari tahu: kondisi ekonomi masyarakat, pekerjaan dan karakteristik
masyarakat di sekitar BMT As Salam
5. Cari tahu: kinerja BMT As Salam selama 5 tahun terakhir
6. Cari tahu: risiko yang dapat terjadi selama proses pembiayaan
7. Cari tahu: risiko yang dapat terjadi karena adanya kegagalan sistem
operasional
8. Cari tahu: risiko yang dapat terjadi karena adanya kegagalan sarana
prasarana
9. Cari tahu: kondisi SDM BMT As Salam
10. Cari tahu: tindakan mitigasi risiko yang selama ini telah dijalankan oleh
kantor cabang BMT As Salam
Pedoman Audit Internal
1. Cari tahu: nama, alamat, agama
2. Cari tahu: kondisi kepatuhan SOP oleh SDM BMT As Salam
3. Cari tahu: tindakan pelanggaran yang telah dilakukan oleh SDM BMT As
Salam
4. Cari tahu: tindakan monitoring yang dilakukan audit internal
5. Cari tahu: sanksi dalam pelanggaran SOP
48

Lampiran 3 Hasil Olahan Data Logistik

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 49.528 12 .000

Block 49.528 12 .000

Model 49.528 12 .000

Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 33.650 .562 .749

a. Estimation terminated at iteration number 8 because parameter


estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 2.521 8 .961

a
Classification Table

Predicted

Y
Percentage
Observed 0 1 Correct

Step 1 Y 0 26 4 86.7

1 3 27 90.0

Overall Percentage 88.3

a. The cut value is .500


49

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


a
Step 1 JK(1) 1.368 1.204 1.292 1 .256 3.929

U .139 .098 2.001 1 .157 1.149

LP .053 .236 .051 1 .821 1.055

TK -1.898 .760 6.241 1 .012 .150

JT -.002 .001 6.245 1 .012 .998

AS -1.435 .870 2.720 1 .099 .238

JU 6.517 2 .038

JU(1) -4.078 1.676 5.921 1 .015 .017

JU(2) -3.475 1.860 3.492 1 .062 .031

LU .003 .086 .001 1 .976 1.003

LB 1.063 .854 1.550 1 .213 2.896

JP -.840 .639 1.727 1 .189 .432

FP .128 .257 .248 1 .618 1.137

Constant 28.909 18.596 2.417 1 .120 3.588E12

a. Variable(s) entered on step 1: JK, U, LP, TK, JT, AS, JU, LU, LB, JP, FP.
50

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 27 Mei 1993 dari Bapak Suswono dan
Ibu Mieke Wahyuni. Penulis adalah putri keempat dari empat bersaudara. Penulis
lulus dari SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2011 dan pada tahun tersebut penulis
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan jalur masuk Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) undangan di Departemen
Ilmu Ekonomi, Program Studi Ekonomi Syariah.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi. Pada periode
2012/2013, penulis aktif di lembaga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Futsal IPB
sebagai bendahara I. Selanjutnya pada periode 2013/2014, penulis aktif di
Lembaga Struktural yaitu Sharia Economics Student Club (SES-C) pada divisi
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan sebagai anggota divisi public relation pada
organiasi yang bergerak di bidang sosial Forum For Indonesia (FFI) chapter
Bogor.

You might also like