You are on page 1of 10

ARTIKEL PENELITIAN

Kejadian Tinea Pedis pada Pekerja Pencucian Mobil di Car Wash PT. Catur
Putraharmonis Makassar

Iqrana
Sub departemen Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Abstrak : Tinea pedis adalah salah satu Data pengukuran yaitu adanya
infeksi kulit pada sela jari kaki dan telapak keluhan gatal pada sela kedua jari-jari kaki
kaki yang disebabkan oleh Trichopyton dengan menggunakan checklist. Sampel
rubrum. Beberapa penelitian melaporkan dalam penelitian ini adalah pasien dengan
bahwa lingkungan kerja yang melibatkan diagnosis yang merasa gatal pada sela jari-
pajanan air banyak serta pemakaian sepatu jari kaki yang masih berlangsung saat
boots yang sering dapat berperan penting melakukan pekerjaan.
dalam terjadinya Tinea pedis.
Distribusi sampel penelitian
Prevalensi penyakit akibat berdasarkan jenis pekerjaan yang
dermatofitosis di Asia mencapai 35,6%. diakukan, didapatkan hasil 2 pekerja dari 8
Di Indonesia sendiri pada tahun 2000- pekerja yang mengeluh gatal pada sela jari
2004 prevalensinya mengalami kaki.
peningkatan 14,4%. Dari keseluruhan
Hasil : Prevalensi Tinea pedis sebesar
insidensi berhubungan dengan pekerjaan.
25%. Faktor yang dominan berpengaruh
Metode : Penelitian ini menggunakan dalam kejadian Tinea pedis pada
metode penelitian deskriptif dengan penelitian ini berupa faktor fisik yaitu
pendekatan cross sectional melalui proses kelembapan pada kaki akibat penggunaan
walk through survey. Data yang digunakan sepatu boots dengan kondisi kaki yang
berupa kebiasaan responden dan faktor- basah dan dalam jangka waktu yang lama.
faktor hazard di lingkungan kerja pekerja Faktor biologi yang terkait berupa adanya
pencucian mobil yang dapat menjadi pertumbuhan spora jamur akibat hygiene
faktor pencetus Tinea pedis, seperti faktor yang buruk.
fisik dan penggunaan alat pelindung kaki
Kesimpulan : Faktor fisik dan faktor
yang tidak tepat.
biologi di lingkungan kerja, dan paparan
air dalam waktu yang lama, penggunaan

1
sepatu boots yang tidak tepat dan hygiene Kata kunci : Tinea Pedis, Faktor Fisik,
yang buruk selama proses pencucian yang Faktor Biologi, Pajanan Air, Penggunaan
dilakukan 5 hari dalam seminggu selama Sepatu boots
lebih dari 6 jam perhari mempunyai
hubungan yang signifikan dengan
terjadinya keluha gatal-gatal pada sela-
sela jari kaki.

2
Kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada Pelayan Restoran di Makassar

PENDAHULUAN keseluruhan insidensi berhubungan


dengan pekerjaan, sehingga sering disebut
Penyakit Akibat Kerja adalah
dermatofitosis akibat kerja antara lain
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
Tinea pedis.4
dan lingkungan kerja. Faktor resiko dari
Penyakit Akibat Kerja antara lain: Tinea pedis adalah salah satu
Golongan fisik, kimiawi, biologis, infeksi kulit pada sela jari kaki dan telapak
ergonomis atau faktor psikososial di kaki yang disebabkan oleh Trichophyton
tempat kerja. Faktor lain seperti rubrum (Viegas et al, 2013; Wolff dan
kerentanan individual juga berperan dalam Johnson, 2012). Tinea pedis dipengaruhi
perkembangan penyakit di antara pekerja dengan beberapa keadaan seperti iklim
yang terpajan.1 tropis, banyak keringat,dan lembab.
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-
Indonesia merupakan salah satu
orang yang kurang mengerti kebersihan
negara beriklim tropis yang memiliki suhu
dan banyak bekerja ditempat panas, yang
dan kelembaban tinggi, dimana suasana
banyak berkeringat serta kelembaban kulit
ini baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga
yang lebih tinggi.5
jamur dapat ditemukan hampir di semua
tempat.2 Infeksi tinea pedis juga menyerang
berbagai tingkat pekerjaan, khususnya
Dermatofitosis ialah penyakit yang
pekerjaan yang menuntut pemakaian
disebabkan oleh kolonisasi jamur
sepatu yang ketat dan tertutup, lingkungan
dermatofit yang menyerang jaringan yang
yang hangat dan lembab yang akan
mengandung keratin seperti stratum
mempengaruhi pertumbuhan jamur dan
korneum kulit, rambut dan kuku pada
penyebarannya. Pekerja pencucian mobil
manusia. Terdapat tiga genus penyebab
yang bekerja dari pagi, siang sampai sore
dermatofitosis, yaitu microsporum,
hari terpapar air dalam waktu yang lama
trichophyton, dan Epidermophyton.3
serta pemakaian sepatu boots dalam
Prevalensi penyakit dermatofitosis keadaan kaki yang basah menjadi faktor
di Asia mencapai 35,6% (Kumar et al, yang menguntungkan bagi jamur untuk
2011). Di Indonesia sendiri pada tahun berkembang biak.3 Oleh karena itu pekerja
2000-2004 prevalensinya mengalami pencucian mobil mudah terkena tinea
peningkatan 14,4% (Hidayati, 2009). Dari pedis.

3
Tinjauan Pustaka tekanan temperatur, kebiasaan
penggunaan pelembab, dan kaos kaki yang
Dermatomikosis superfisialis
berkeringat meningkatkan kejadian tinea
merupakan jenis infeksi yang paling
pedis dan onikomikosis.7
sering terjadi, dimana telah mengenai 20-
Penegakan diagnosis dermatofitosis
25% populasi dunia. Penyebab utama
pada umumnya dilakukan secara klinis,
dermatomikosis superfisialis adalah
dapat diperkuat dengan pemeriksaan
dermatofit. Dermatofit merupakan
mikroskopis, kultur, dan pemeriksaan
kelompok jamur yang menginvasi stratum
dengan lampu wood pada spesies tertentu.
korneum kulit.1
Pada pemeriksaan dengan pemeriksaan
Secara umum dermatomikosis
KOH 10–20%, tampak dermatofit yang
dibagi dua yaitu infeksi jamur yang
memiliki septa dan percabangan hifa.
menyebabkan inflamasi (dermatofitosis)
Pemeriksaan kultur dilakukan untuk
dan yang tidak menyebabkan inflamasi
menentukan spesies jamur penyebab
(non inflamasi).1
dermatofitosis.7
Tinea pedis, disebut juga Athlete’s Pada pemeriksaan dengan
foot atau ringworm of the foot paling emeriksaan KOH 10–20%, tampak
sering disebabkan oleh Trichopyton dermatofit yang memiliki septa dan
rubrum, Trichophyton interdigitale dan percabangan hifa. Pemeriksaan kultur
Epidermophyton floccosum.6 dilakukan untuk menentukan spesies
jamur penyebab dermatofitosis.7
Usia, jenis kelamin, dan ras
merupakan faktor epidemiologi yang
penting, di mana prevalensi infeksi
dermatofit pada laki-laki lima kali lebih
banyak dari wanita. Hal ini terjadi karena
adanya pengaruh kebersihan perorangan.
Pemakaian bahan-bahan material yang
sifatnya oklusif, adanya trauma, dan
pemanasan dapat meningkatkan
temperatur dan kelembaban kulit
meningkatkan kejadian infeksi tinea. Alas
kaki yang tertutup, berjalan, adanya

4
menggunakan checklist. Sampel dalam
penelitian ini adalah pasien dengan
diagnosis Tinea unguium yang merasa
gatal pada sela jari-jari kaki yang masih
berlangsung saat melakukan pekerjaan.

Distribusi sampel penelitian


berdasarkan jenis pekerjaan yang
diakukan, didapatkan hasil 2 pekerja dari
8 pekerja yang mengeluh gatal pada sela
jari kaki.

Namun, pada penelitian dengan


studi cross sectional ini, terdapat beberapa
kelemahan yaitu kurangnya jumlah kasus
yang didapatkan, berat- ringannya kasus
yang sulit ditentukan karena keterbatasan
sarana pemeriksaan, dan kurangnya waktu
yang didapatkan untuk melanjutkan
survey. Selain itu, penelitian dengan studi
METODE cross sectional ini tidak menggambarkan
perjalanan penyakit pasien, insidensi,
Penelitian ini menggunakan
maupun prognosis penyakit.
metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan cross sectional melalui proses Bahan yang digunakan pada survei ini
walk through survey. Data yang digunakan adalah checklist yang di buat. Checklist ini
berupa kebiasaan responden, dan data dibuat berdasarkan informasi yang
faktor-faktor hazard di lingkungan kerja diperlukan sesuai dengan tujuan survei ini
pelayan di restoran yang dapat menjadi dilakukan. Pada survei ini, informasi yang
faktor risiko Tinea unguium, seperti faktor diperlukan adalah ada tidaknya faktor
fisik, faktor biologi dan penggunaan alat hazard, alat kerja apa yang digunakan, alat
pelindung kaki yang tidak tepat. Data pelindung diri yang digunakan,
pengukuran yaitu adanya keluhan gatal ketersediaan obat p3k di tempat kerja,
pada sela kedua jari-jari kaki dengan keluhan atau penyakit yang dialami

5
pekerja dan upaya pengetahuan mengenai telah dilakukan mencakup kebijakan K3,
K3 kepada pekerja. upaya pengendalian, pemenuhan
Peralatan yang diperlukan untuk peraturan perundangan dan sebagainya.
melakukan walk through survey antara Survey dilakukan di Car Wash PT.
lain: Alat tulis menulis, kamera digital, Catur Putraharmonis Makassar, dengan
check List. jadwal survey selama 4 hari ( 7-11 Mei
Cara survey yang dilakukan adalah 2018 ), yaitu :
dengan menggunakan Walk Through No. Tanggal Kegiatan
- Melapor ke
Survey. Teknik Walk Through Survey juga
bagian K3 RS
dikenali sebagai Occupational Health Ibnu Sina
07 Mei
1. - Pengarahan
Hazards. Untuk melakukan survei ini, 2018
kegiatan
dapat dimulai dengan mengetahui tentang - Walk through
survey
manejemen perencanaan yang benar,
- Pembuatan
berdiskusi tentang tujuan melakukan 08 Mei
2. laporan walk
2018
survey, dan menerima keluhan-keluhan through survey
- Pembuatan
baru yang releven. 09 Mei
3. status okupasi
2018
Pihak okupasi kesehatan dapat dan artikel
- Presentasi
kemudian merekomendasikan monitoring 11 Mei
4. laporan walk
2018
survey untuk memperoleh kadar kuantitas through survey

eksposur atau kesehatan okupasi


HASIL DAN PEMBAHASAN
mengenai risk assessment.
Pada penelitian ini, dilakukan
Walk Through Survey ini adalah
pengambilan sampel dalam salah satu
bertujuan untuk memahami proses
bagian pekerjaan di car wash PT. Catur
produksi, denah tempat kerja dan
Putraharmonis dan dari perhitungan
lingkungannya secara umum. Selain itu,
sampel didapatkan sampel sebanyak 2 dari
mendengarkan pandangan pekerja dan
8 orang pekerja di bagian pencucian
pengawas tentang K3, memahami
mobil.
pekerjaan dan tugas-tugas pekerja,
Dari rencana waktu yang telah
mengantisipasi dan mengenal potensi
ditetapkan, terkumpul data yang
bahaya yang ada dan mungkin akan timbul
didapatkan dari check list yang dibuat.
di tempat kerja atau pada petugas dan
Dari hasil check list diperoleh 2 pekerja
menginventarisir upaya-upaya K3 yang
laki-laki, usia 23 tahun dan 24 tahun yang

6
mengeluh gatal pada sela jari-jari kaki dari kegiatan yang dilakukan secara
yang disertai nyeri dan masih berlangsung berulang-ulang dapat dijadikan evaluasi
saat melakukan pekerjaan, serta pada untuk memperbaiki kondisi atau
pemeriksaan didapatkan kemerahan pada lingkungan kerja yang terkait. Di mulai
sela-sela jari kaki yang terkelupas. Pekerja dari edukasi pihak yg terkait mengenai
ini melakukan pekerjaannya selama 5 hari pentingnya menjaga higiene. Selain itu
dalam seminggu dan menghabiskan waktu jam kerja yang cukup lama sebaiknya
lebih dari 6 jam dalam sehari di pencucian disertakan dengan pembagian shift kerja.7
mobil. Terjadinya penularan dermatofitosis
Berdasarkan data yang telah didapatkan, adalah melalui 3 cara yaitu: 7
ditemukan berbagai faktor yang  Antropofilik, transmisi dari manusia
mempengaruhi terjadinya keluhan yaitu ke manusia. Ditularkan baik secara
faktor fisik dan factor biologi. Faktor fisik langsung maupun tidak langsung
yang berpengaruh adalah kelembapan melalui lantai kolam renang dan udara
pada kaki akibat penggunaan sepatu boots sekitar rumah sakit/klinik, dengan
dengan kondisi kaki yang basah dan dalam atau tanpareaksi keradangan (silent
jangka waktu yang lama. Sedangkan “carrier”).
faktor biologi yang berpengaruh adalah  Zoofilik, transmisi dari hewan ke
adanya pertumbuhan spora jamur akibat manusia. Ditularkan melalui kontak
hygiene yang buruk. langsung maupun tidak langsung
melalui bulu binatang yang terinfeksi
Karakteristik pekerjaan yang
dan melekat di pakaian, atau sebagai
mempengaruhi yang ditemukan saat
kontaminan pada rumah / tempat tidur
survei antara lain adalah jumlah jam kerja
hewan, tempat makanan dan
per minggu yaitu 30 – 35 jam per minggu,
minuman hewan. Sumber penularan
melakukan kegiatan pekerjaan di ruang
utama adalah anjing, kucing, sapi,
terbuka, dengan suhu yang panas karena
kuda dan mencit.
bekerja di siang hari, dan memakai sepatu
 Geofilik, transmisi dari tanah ke
boots dalam keadaan kaki yang basah
manusia. Secara sporadis
sehingga memiliki kelembaban yang
menginfeksi manusia dan
tinggi.
menimbulkan reaksi radang.
Terdapatnya kondisi Tinea pedis
pada pekerja yang aktifitasnya tidak lepas

7
Untuk dapat menimbulkan suatu lama merupakan factor risiko penting
penyakit, jamur harus dapat mengatasi dalam terjadinya Tinea pedis.
pertahanan tubuh non spesifik dan Hanya saja checklist yang dipakai
spesifik. Jamur harus mempunyai hanya terfokus pada faktor penyebab
kemampuan melekat pada kulit dan penyakit akibat kerja, tidak memenuhi
mukosa pejamu, serta kemampuan untuk semua poin-poin yang diperlukan untuk
menembus jaringan pejamu, dan mampu mendiagnosis penyakit dari keluhan yang
bertahan dalam lingkungan pejamu, dirasakan. Perlu penelitian yang lebih
menyesuaikan diri dengan suhu dan mendalam dan pemeriksaan yang lebih
keadaan biokimia pejamu untuk dapat lengkap untuk dapat menilai secara
berkembang biak dan menimbulkan reaksi keseluruhan penyebab dari keluhan yang
jaringan atau radang. dirasakan oleh pekerja.
Terjadinya infeksi dermatofit Penelitian ini juga tidak
melalui tiga langkah utama, yaitu: mengklasifikan berat ringannya penyakit,
perlekatan pada keratinosit, penetrasi berdasarkan keluhan dari pekerja, juga
melewati dan di antara sel, serta tidak dapat menentukan penatalaksanaan
pembentukan respon pejamu. yang tepat untuk mencegah atau
Pada penelitian ini pasien mengeluh mengurangi keluhan yang dirasakan atau
gatal pada sela jari-jari kaki yang disertai akan dirasakan nanti di masa yang akan
nyeri dan masih berlangsung saat datang.
melakukan pekerjaan, hal ini karena
Akhirnya kami berasumsi bahwa bila
adanya inflamasi pada kulit akibat jamur
terdapat gejala keluhan gatal-gatal dan
yang menginfeksi lapisan kulit. Keluhan
nyeri pada sela-sela jari kaki responden
disertai dengan kemerahan pada sela-sela
dengan hasil survey dan penyakit akibat
jari kaki yang terkelupas akibat telah
kerja dapat menunjukkan hubungan yang
rusaknya stratum korneum kulit.
mempengaruhi, Namun, tidak menutup
Adanya bukti lingkungan kerja yang
kemungkinan keluhan yang dirasakan
selalu dalam keadaan basah, penggunaan
pasien juga karena kontribusi dari faktor
sepatu boots yang lembab dan cuaca yang
individu dan faktor lingkungan lain, selain
panas disiang hari serta jam kerja yang
lingkungan tempat kerja.
lama sehingga waktu paparan dengan
faktor fisik dan biologi juga berlangsung

8
KESIMPULAN sehingga dapat menghindari resiko
untuk terjadinya Tinea pedis.
Dari penelitian ini disimpulkan
bahwa pekerja yang menggunakan sepatu
boots saat bekerja lebih berisiko DAFTAR PUSTAKA
mengalami Tinea pedis karena faktor fisik
1. Gebreabiezgi Teklebirhan, Adane
kelembaban yang tinggi dan suasana
Bitew. Prevalence of Dermatophytic
basah serta cuaca panas disiang hari
Infection and the Spectrum of
membuat pertumbuhan jamur semakin
Dermatophytes in Patients Attending a
baik, ditambah lagi dengan waktu kerja
Tertiary Hospital in Addis Ababa,
yang lama yang membuat paparan dengan
Ethiopia. International Journal of
faktor risiko juga menjadi semakin sering.
Microbiology. 2015.
SARAN 2. Hidayati, A.N., Suroso, S., Hinda, D.,
Sandra, E., 2009. Superficial Mycosis
Untuk menanggulangi dan
in Mycology Division Out Patient
mencegah terjadinya gangguan kulit
Clinic of Dermatovenereology.
lebih lanjut bagi para pekerja yang telah
Fakultas Kedokteran Universitas
mengalami Tinea pedis sebelumnya atau
Airlangga. Vol 21: 1
dan untuk mencegah para pekerja lain
3. Wolff Klaus Fitzpatrick’s Dermatology
juga terkena maka diberikan saran :
In General Medicine Seventh Edition
1. Saat pekerja melakukan pekerjaan
Volume Two . New York: Mc Graw
sebaiknya menggunakan alat
Hill Medical,2008.
pelindung diri berupa sepatu boots
4. Kumar, V., Tilak, R., Prakash, P.,
yang lebih dijaga kebersiannya dan
Nigam, C., 2011. Tinea Pedis- an
selalu di keringkan jika mulai
Update. Asian Journal of Medical
terasa lembab sehingga pajanan
Sciences. Vol 2: 134-8
lama terhadap kelembaban dapat
5. Hidayati Afif Nurul, dkk. Mikosis
dikurangi dan mencegah keparahan
Superfisialis di Divisi Mikologi Unit
inflamasi pada kulit yang telah
Rawat Jalan Penyakit Kulit dan
terkena Tinea pedis.
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2. Jangka waktu kerja harus dikurangi
Tahun 2003-2005.Berkala Ilmu
untuk mengurangi paparan
Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2009.
terhadap kelembaban yang tinggi

9
6. Perdoski. Dermatofitosis Superfisialis.
Jakarta: balai penerbit FKUI 2001
7. Kurniati, Rosita C. Etiopatogenesis
Dermatofitosis. FK UNAIR. Surabaya

10

You might also like