You are on page 1of 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES SUBMANDIBULA

1. DEFINISI

Abses submandibula adalah abses yang terjadi di ruang submandi-bula atau di


salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang sub maksila. Ruang
sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot mylohyoid. Ruang
submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila
(lateral) oleh otot digastrikus anterior (Soetjipto 2012).

Pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual ke dalam ruang


submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan
ruang submaksila saja.

2. ANATOMI
Pengetahuan tentang ruang-ruang dileher dan hubunganya dengan fasia
penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi pada leher. Ruang yang
dibentuk oleh berbagai fasia pada leher ini adalah merupakan area yang
berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasil-kan
selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui
saluran limfe.
Pembagian ruang ruang di leher berdasarkan Hollinshead (1954).
1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
 Ruang prevertebral.
2. Di atas hyoid:
 Ruang submandibula
 Ruang submaxilla
 Ruang masticator
 Ruang parotid
3. Area perifaring:
 Ruang retrofaring
 Ruang parafaring (lateral Pharyngeal)
 Ruang submandibula
4. Area intrafaring:
 Ruang paratonsil
Abses paling sering mengenai ruang retrofaring, ruang parafaring
(lateral pharyngeal), dan ruang submandibula.
Gambar 1. Otot milohioid yang memisahkan ruang sublingual dan submental.
.
Gambar 2. Potongan vertical ruang submandibula
Ruang submndibula terletak diantara mukosa dasar mulut (sebagai batas
superior) dan lapisan superficial pada fasia servikalis bagian dalam (sebagai batas
inferior). Di bagian inferiornya dibentuk oleh otot digastrikus. Batas lateralnya
berupa kulit, otot platysma, dan korpus mandibula. Sedang-kan dibagian
medialnya berbatasan dengan hyoglosus dan milohioid. Di bagian anteriornya,
ruang ini berbatasan dengan otot digastrikus anterior dan milohioid. Bagian
posteriornya berbatasan dengan ligamentum subman-dibula dan otot digastrikus
posteriornya.
Ruang submandibula merupakan ruang di atas hyoid yang terdiri dari ruang
sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang
submaksila oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi atas ruang
submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior tetapi
kedua ruang ini berhubungan secara bebas. Namun ada pembagian lain yang tidak
menyertakan ruang sublingual kedalam ruang submandibula, dan membagi ruang
submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja.

Gambar 3. Submandibular space

Ruang sublingual mengandung kelenjar sublingual, duktus Wharton, dan


saraf hipoglosal. Ruang ini terletak dia atas otot milohioid tetapi masih dianterior
lidah, dan dilateral otot intrinsic lidah (genioglosus dan geniohioid) dan superior
dan medial dengan otot milohioid. Dibagian anteriornya, berbatasan dengan
sepanjang genu mandibula dan bagian posteriornya berhubungan bebas dengan
ruang submaksila.
Ruang submaksila berada di bawah otot milohioid, dan mengandung kelenjar
submandibula dan kelenjar getah bening. Ruang submksila ini berhubungan bebas
dengan ruang sublingual sepanjang tepi posterior otot milohioid. Kelenjar
submandibula terletak diantara kedua ruang tersebut..
Ruang submental merupakan ruang yang terbentuk segitiga yang terletak di
garis tengah dibawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi
bagian anterior otot digastricus. Dasar pada ruangan ini adalah otot milohyoid
sedangkan atapnya adalah kulit, facia superficial, otot platysma. Ruang submental
mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous.2

3. ETIOLOGI
Abses submandibula merupakan salah satu bagian dari abses leher dalam.
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang
sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,
Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp.
Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok
batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.
Kebanyakan abses disebabkan oleh banyak mikroba, sebagai contoh mereka
mengandung flora campuran, dan dalam studi didapatkan ada lebih dari 5 spesies
yang dapat di isolasi dari satu kasus.
Pada ruang submandibula, infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut,
faring, tonsil, sinus, dan kelenjar liur atau kelenjar limfe submandibula. Mungkin
juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya. Kuman penyebab
biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.
Proliferasi bakteri dan invasi bakteri melalui organ enamel menyebabkan
nekrosis tulang di sekeliling akar gigi. Biasanya ini terjadi pasien yang sedang
menjalani pengobatan gigi dan drainase abses akar gigi. Jika absen akar gigi tidak
di drainase dan tidak diperiksa, infeksi dapat menyebar dengan abses ke bagian
leher dan mediastinum. Infeksi kebanyakan menyebar dari gigi mandibula. Dan
di beberapa kasus dari luka mukosa mulut. Abses dapat juga disebabkan oleh
trauma,tonsilitis lidah atau penyakit kelenjar ludah. Infeksi dapat menyebar
keruang leher dalam, ke ruang submandibula, ruang parafaring dan ruang
retrofaring. Ruang prevertebral dapat juga terlibat. Infeksi ruang leher dalam
dapat menyebabkan komplikasi berbeda yang dapat menganca nyawa seperti
obstruksi saluran nafas atas dan mediastinitis. Dan ketika ketiga ruang
submandibula (bilateral submandibula dan ruang sublingual) terinfeksi maka
disebut dengan Ludwig’s angina.

4. PATOFISIOLOGI
Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerobharus

diberikan secara parentral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam anasksilokalal untuk abses

yang dangkal dan teriokalisasi atau eksplorasi dalam narkosisbila letak abses dalam dan

luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasiatau setinggi 05 tiroid,

tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inapsampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi

reda.Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan pecah dengnasendirinya dan

mengeluarkan isinya.kadang abses menghilang secara perlahankarena tubuh

menghancurkan. infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi,abses pecah dan

bisa meninggalkan benjolan yang keras.Untuk meringankan nyeri dan mempercepat

penyembuhan, suatu abses bisaditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran

darah, sehinggapemberian antibiotik biasanya sia-sia Antibiotik biasanya diberikan setelah

absesmengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik jugadiberikan

jika abses menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.

5. GEJALA DAN TANDA


Pasien umumnya akan mengeluh nyeri di rongga mulut, produksi air liur
banyak, Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah
submandibula, fluktuatif, lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang,
angulus mandibula dapat diraba. Pada aspirasi didapatkan pus. Ludwig’s angina
merupakan sellulitis di daerah submandibula, dengan tidak ada fokal abses.
Biasanya akan mengenai kedua sisi submandibula, air liur yang banyak, trismus,
nyeri, disfagia, massa di submandibula, sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas
oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.
Gambar 4. Inspeksi Abses Submandibular

6. PEMERIKSAAN
1) Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material
yang bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi
antibiotik
2) Radiologis
a. Rontgen servikal lateral
Dapat memberikan gambaran adanya pembengkakan jaringan lunak
pada daerah prevertebra, adanya benda asing, gambaran udara di
subkutan, air fluid levels, erosi dari korpus vertebre. Penebalan
jaringan lunak pada prevertebre setinggi servikal II (C2), lebih 7mm,
dan setinggi servikal VI yang lebih 14mm pada anak, lebih 22mm
pada dewasa dicurigai sebagai suatu abses retrofaring.

b. Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-scan)
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada
abses leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya
dengan pemeriksaan klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi
terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip
dari Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan
hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada
air fluid level .
3) Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi pus dari lesi yang dalam atau tertutup harus
meliputi biakan metoda anaerob. Setelah desinfeksi kulit, pus dapat
diambil dengan aspirasi memakai jarum aspirasi atau dilakukan insisi.
Pus yang diambil sebaiknya tidak terkontaminasi dengan flora normal
yang ada di daerah saluran nafas atas atau rongga mulut. Aspirasi
dilakukan dari daerah yang sehat dan dilakukan lebih dalam. Spesimen
yang telah diambil dimasukkan ke dalam media transfortasi yang steril.
Untuk pembiakan kuman anaerob diperlukan media transfortasi yang
suasana anaerob. Biakan cair yang dianjurkan untuk kuman aerob dan
anerob adalah thioglukonat. Formulasi ini berisi substansi reduksi yang
akan menciptakan lingkungan anaerob. Suasana anaerob terdapat di bagian
bawah tabung. Biakan kuman aerob dan fakultatif dapat dilakukan dengan
menggunakan agar darah, agar coklat, eosin-methilene blue (EMB).
Tempat pembiakan ini diinkubasi pada suhu 370C, 5% CO2 dan dinilai
48-72 jam. Untuk kuman anaerob dapat diinkubasi pada agar darah
anaerob yang mengandung tryptic soy agar, ekstrak ragi, vitamin K3,
hemin, 5% darah domba. Dinkubasi dalam suasana anaerob dan dinilai
72-120 jam.
7. KOMPLIKASI
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering
meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.
Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati
musculus pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat
menjalar ke daerah potensial lainnya
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah
menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan mediastinitis.
Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila
pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi
perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul
tromboflebitis dan septikemia.

8. PENATALAKSANAAN
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan aerob harus diberikan
secara parenteral. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk
abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak
abses dalam dan luas.
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji
kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral
sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik
kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram
negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran
dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan
metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah
didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan.
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi
terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone,
yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih
tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya
dilakukan selama lebih kurang 10 hari.
Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid,
tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan
tanda infeksi reda.
Gambar 5. Insisi dan Drainase Abses

DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48
2. Standring, S. 2004. Grays Anatomy. The Anatomical Basis of Clinical
Practise. Churcill LivingStone: Elsevier
3. Lee, K. J. 1999. Essential Otolaringologi : Head and Neck Surgery Eight
Edition. Chapter 21. McGraw Hill Medical Publishing Division.
4. Pulungan MR. Pola Kuman abses leher dalam. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-ABSES-LEHER-
DALAM - Revisi. Diakses tanggal 16 September 2015
5. Dr David Maritz. Deep space infections of the neck and floor of mouth-
Hand Out.
6. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all.
Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging
assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31: 165–9
7. Megran, D.W., Scheifele, D.W., Chow, A.W. Odontogenic Infection Disease.
1984. 3:21
8. Pictures of submandibular neck. Otolaryngology Houston. Diunduh dari
http://prosites-otohouston.homestead.com/neckabscess.html [Diakses tanggal
16 Juni 2011]
9. Lalwani, A. K. 2007. Neck Masses. Current Diagnosis & Treatment.
Otolaryngology Head and Neck Surgery Second Edition. New York: Mc
Graw Hill LANGE
10. Micheau A, Hoa D. ENT anatomy: MRI of the face and neck - interactive
atlas of human anatomy using cross-sectional imaging (updated 24/08/2008
10:51 pm). Diunduh dari http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Head-and-
Neck/Face-and-neck-MRI. [Diakses tanggal 16 Juni 2011].
11. Calhoun KH. 2001. Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd
Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 705,712-3
12. Novialdi dan Pulungan, MR. 2010. Pola Kuman Abses Leher Dalam.
http://repository.unand.ac.id/18384/1/Pola%20Kuman%20Abses%20Leher
%20Dalam.pdf. Diakses pada 15 September 2015.

You might also like