Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
PEPI PUSPITA SARI
1714901042
A. Tujuan
1. Tujuan umum:
Klien mampu mengendalikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya.
2. Tujuan khusus:
a. Klien dapat melakukan dan mencegah perilaku kekerasan dengan cara
spiritual
B. Landasan teoritis
1. Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
(Berkowitz, 1993). Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat
dibagi menjadi dua yaitu perilaku kekerasan secara verbal dan fisik. (Keltner
et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah
lebih menunjuak kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu dengan
perasaan marah. (Berkowitz, 1993).
2. Penyebab Perilaku kekerasan
Respon kemarahan dapat di fluktuasi dalam rentang adaptif – mal
adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut ;
(Keliat, 1997, hlm 6)
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai
perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan
kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan.
c. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif bisaanya tidak mau mengetahui
hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung
untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan
yang sama dari orang lain.
e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan control diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
3. Proses Marah
Strees, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Strees dapat menyebabkan pemicu
kemarahan.stressor yang kuat dapat menyebabkan mekanisme koping
seseorang tak adekuat sehingga terjadi penyimpangan perilaku kekerasan pada
seseorang.
4. Gejala Marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang
menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam
keadaan marah diantaranya sebagai berikut :
a. Perubahan Fisioligik : tekanan darah meningkat, denyut nadi dan
pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual,
frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi,
refleks tendon tinggi.
b. Perubahan Emosional : mudah tersinggung, tidak sabar, frustasi,
ekspresi wajah tampak tegang, bila mengamuk kehilangan control
diri.
c. Perubahan Perilaku : agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis,
curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.
5. Perilaku Marah
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asesif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan
marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk mengembangkan diri klien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul basanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan strees, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan
Sundeen, 1998, hlm 33)
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain ( Maramis, 1998, hlm 83 ) :
a. Sublimasi : menerima suatu pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju
tembok, dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketagangan
akibat rasa marah.
b. Proyeksi : menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
c. Resepsi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar. Misalnya : seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement : melepaskan perasaan yang tertekan bisaanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di
dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
D. Proses seleksi
Kriteria pasien yang dapat mengikuti TAK berdasarkan hasil seleksi adalah
pasien isolasi sosial yang dapat diajak berkumpul bersama, pasien harga diri
rendah yang cukup kooperatif, pasien yang sulit mengungkapkan perasaannya
melalui komunikasi verbal, pasien dengan kondisi fisik yang dalam keadaan sehat
(tidak sedang mengidap penyakit fisik tertentu).
E. Uraian struktur kegiatan
1. Hari / tanggal : Selasa / 20 Maret 2018
2. Tempat kegiatan : Ruang Kresna Wanita Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor
3. Waktu kegiatan : Jam 09:00 s.d selesai
4. Metode kegiatan : Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab, dan
simulasi
5. Anggota kelompok : 9 orang
a. Mutia Restu Rahmayuli
b. Indah Okzana Sholehat
c. Mira Miranda
d. Nurdiana
e. Oriza Sukma
f. Pepi Puspita Sari
g. Khairani Wirza
h. Miki Puspita
i. Lyla Qurnia
6. Media / alat : Kertas & Pulpen
7. Setting tempat :
Keterangan Gambar :
L : Leader
CL : Co-Leader
F : Fasilitator
O : Observer
P : Pasien
OP : Operator
F. Mekanisme Kegiatan TAK
No Waktu Kegiatan Kegiatan peserta
1 5 menit Perencanaan
1. Persiapan materi
2. Persiapan media/alat yang digunakan
3. Setting tempat terapis dan peserta
4. Pembagian tugas terapis
2 30 menit Pelaksanaan
1. Salam terapeutik
a. Salam terapeutik
1) Terapis mengucapkan salam - Menjawab salam
2) Memperkenalkan terapis dan - Mendengarkan &
pembimbing memperhatikan
b. Evaluasi validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat - Menjawab salam
ini
2) Menanyakan apakah ada - Mendengarkan dan
penyebab marah, tanda dan memperhatikan
gejala marah,serta perilaku - Menyepakati kontrak
kekerasan waktu
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik - Mendengarkan dan
untuk mencegah perilaku memperhatikan
kekerasan sudah dilakukan
c. Kontrak - Mengikuti kegiatan
1) Menjelaskan tujuan kegiatan
yaitu cara sosial untuk - Mengikuti kegiatan
mencegah perilaku kekerasan
3 10 menit Terminasi
1. Evaluasi pencapaian tujuan
a. Terapis menanyakan perasaan klien - Mengungkapkan
setelah melakukan TAK. perasaan
b. Menanyakan jumlah cara - Mengungkapkan
pencegahan perilaku kekerasan perasaan
yang telah dipelajari.
c. Memberikan pujian dan - Memberikan masukan
penghargaan atas jawaban yang untuk rencana
benar. berikutnya
- Menyepakati kontrak
2. Memberikan rencana tindak lanjut
a. Menganjurkan klien menggunakn
kegiatan fisik dan interaksi sosial
yang asertif, jika stimulus
penyebab perilaku kekerasan
terjadi.
b. Menganjurkan klien melatih
kegiatan fisik dan interaksi sosial
yang asertif secara teratur.
c. Memasukkan interaksi sosial yang
asertif pada jadwal kegiatan harian
pasien.
(Lyla Qurnia)
Disetujui oleh:
SESI 4: TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti Sesi 4 TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu memperagakan dua cara ibadah.
Anjurkan klien mempraktikkan di ruang rawat (buat jadwal).
DAFTAR PUSTAKA