You are on page 1of 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Good governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan

yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan

pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan

korupsi baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin

anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas

usaha.

Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu

kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat

dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai

oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan

pemerintahaan dalam suatu negara.

Good governance di Indonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan

diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah

terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang

bersih sehingga good governance merupakan salah satu alat reformasi yang

mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru yang sampai pada akhirnya good

govenance dianut kedalam seluruh jenis organisasi salah satunya adalah Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) (Ryani, 2015).

BUMDes adalah badan hukum baru yang tidak perlu akte notaris untuk

pendiriannya. Pendirian BUMDes cukup sederhana dimana para masyarakat dan

1
tokoh tokoh masyarakat di desa memiliki otoritas untuk mendirikan BUMDes ini

melalui semangat musyrawarah dan gotong royong. BUMDes juga dapat memiliki

beranekaragam unit usaha.

BUMDes memiliki tujuan yang jelas dan direalisasikan dengan

menyediakan layanan kebutuhan bagi usaha produktif diutamakan untuk masyarakat

desa yang tergolong kelompok miskin, mengurangi adanya praktek rentenir dan

pelepasan uang. Selain itu pula tujuan didirikan BUMDes adalah menciptakan

pemerataan lapangan usaha sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat

(Ridlwan, 2014).

Pembenukan BUMDes oleh pemerintah desa adalah bentuk dari peran

pemerintah memberikan pelayanan dari kesejahteraan masyrakat dengan sistem

yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Hal ini juga menjadi

upaya pmerintah dalam penerapan prinsip Good Governance. Prinsip prinsip

Good Governanc adalah : 1) Partisipasi Masyrakat, 2) Supremasi Hukum, 3)

Transparansi, 4) Responsif, 5) Orientasi Pengambilan Keputusan, 6) Kesetaraan,

7) Efektif dan Efisien, 8)Akuntabilitas dan 9) Visi Strategis (Ezra, 2017)

Dari 9 aspek diatas yang menjadi fokus pnelitian dari penelitian ini adalah

mengenai akuntabilias, dimana pada pengambil keputusan di BUMDes memilki

tanggungjawab kepada masyarakat desa maupun kepada lembaga yang

berkepentingan.

Desa harus menjadi pemilik mayoritas BUMDes walaupun juga dapat

melibatkan peran serta masyarakat sebagai pemilik modal. Karena Desa yang

seharus memiliki BUMDes maka akuntabilitas BUMDes juga harus dilaporkan

kepada masyarakat desa. Akuntabilitas terkait BUMDes diatur dalam Permendes

2
PDTT lainnya yakni No 4/2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,

dan Pembubaran BUMDes Pasal 31 dijelaskan bahwa pelaksana operasional harus

melaporkan akuntabilitas kinerja BUMDes kepada Penasihat yang secara ex-

officio dijabat oleh Kepala Desa. Kemudian BPD (Badan Permusyawaratan Desa)

melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Desa dalam membina

pengelolaan BUMDes. Pemerintah Desa mempertanggungjawabkan tugas

pembinaan terhadap BUMDes kepada BPD yang disampaikan melalui

Musyawarah Desa. Akuntabilitas BUMDes yang perlu dilakukan adalah:

1. Setiap akhir periode tahun anggaran, pengelola wajib menyusun laporan

pertanggungjawaban untuk disampaikan dalam forum musyawarah desa

yang menghadirkan elemen Pemerintahan Desa, elemen masyarakat serta

seluruh kelengkapan struktur organisasi BUMDes.

2. Laporan Pertanggungjawaban, antara lain memuat:

a. Laporan Kinerja Pengelola selama satu periode/Tahunan

b. Kinerja Usaha yang menyangkut realisasi kegiatan usaha, upaya

pengembangan, indikator keberhasilan dsb.

c. Laporan Keuangan termasuk Rencana Pembagian Laba Usaha.

d. Rencana-rencana pengembangan usaha yang belum terealisasi.

e. Proses pertanggungjawaban dilakukan sebagai upaya evaluasi

tahunan serta upaya-upaya pengembangan kedepan.

f. Mekanisme dan Tata Tertib Pertanggungjawaban ini disesuaikan

dengan AD-ART.

3
Berkembangnya BUMDes tidak terlepas dari peran Dana Desa yang

mulai disalurkan sejak tahun 2015. Permendes PDTT No. 21 Tahun 2015 tentang

Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 pasal 9 menjelaskan

bahwa salah satu prioritas dalam pemanfaatan dana desa adalah pendirian dan

pengembangan BUMDes. BUMDes di luar pulau jawa juga sudah mulai terlihat

geliatnya seperti misalnya BUMDes Huntu Barat, kecamatan Bulango Selatan di

Propinsi Gorontalo yang fokus pada usaha budi daya ikan air tawar.

Edi et al (2016) yang meneliti pengembangan desa mandiri melalui

pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menemukan hasil BUMDes

dides tersebut memiliki kelemahan dalam penerpan prinsip tata kelola BUMDes

yaitu bantuan dana dari pemerintah kabupaten sebesar 25 juta rupiah dirasa

kurang untuk pengembangan BUMDes. Minat masyarakat untuk meminjam

sangat besar, tetapi tidak diimbangi oleh dana yang tersedia. BUMDes juga

sedikit kesulitan untuk menjalankan jenis usaha lainnya karena sebagian besar

BUMDes dananya hanya cukup untuk pinjaman masyarakat saja, sedangkan

untuk memulai jenis usaha lain tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Faktor keterbatasan sumber daya manusia yang mengelola BUMDes juga menjadi

kelemahan dalam mengembangkan BUMDes. Masih banyak pengurus BUMDes

yang rangkap jabatan dengan lembaga lainnya, sehingga pengurus lebih fokus ke

pekerjaan utamanya daripada fokus ke BUMDes. Pengurus BUMDes juga

kesulitan dalam menghadapi peminjam yang menunggak pengembalian pinjaman.

Masyarakat pedesaan menganggap bahwa dana yang dipinjam mereka merupakan

dana bantuan dari pemerintah dalam bentuk hibah, sehingga tidak sedikit dana

4
pinjaman BUMDes tidak dikembalikan. Bahkan di beberapa desa di Kabupaten

Jepara, sebesar 95% dana BUMDes hilang untuk simpan pinjam. Tingkat

pengetahuan dan wawasan masyarakat desa yang rendah serta pola pikir

masyarakat yang belum terbuka sehingga kesulitan mengubah mindset seseorang

untuk memulai kelompok usaha. Banyak potensi desa yang seharusnya bisa

dikelola dengan baik, tetapi hanya dibiarkan karena keengganan para masyarakat

untuk memulai menjalankan usaha. Usia BUMDes di Kabupaten Jepara rata-rata

kurang dari setahun sejak didirikan. Beberapa sistem masih belum berjalan

dengan baik dalam kegiatan BUMDes, seperti kurang efektifnya kerjasama yang

dilakukan antar unit usaha dan lintas desa.

Maria (2016) yang meneliti mengenai Peranan Badan Usaha Milik Desa

(BUMDES) pada kesejahteraan masyarakat pedesaan studi pada BUMDES di

Gunung Kidul, Yogyakarta menemukan permasalahan penerapn salah satu prinsip

good governance yang sering mengemuka dalam BUMDes di desa tersebut

adalah adalah mengenai transparansi permasalahan perekrutan karyawan

BUMDes. Warga merasa bahwa BUMDes tidak memberdayakan orang-orang

sekitar. Di sisi lain, nampak adanya tuntutan profesionalisme dari warga kepada

pengelola BUMDes. Kedua hal ini akan memunculkan dilema pada tata kelola

BUMDes dimana BUMDes dituntut bekerja profesional, di sisi lain harus

mengakomodasi tuntutan penyerapan tenaga kerja lokal, dimana SDM lokal

memiliki kapasitas dan kapabilitas yang terbatas.

Andi (2016) yang meneliti studi komperatif model BUMDes di Kabupaten

Bantaeng menemukan hasil bahwa BUMDes yang dikembangkan di Kabupaten

5
Banteng dapat menjalankan peran akuntabilitasnya sehingga dapat mendorong

dan mengembangkan potensi ekonomi desa; serta unit usaha yang dikembangkan

melalui BUMDes seperti unit usaha simpan pinjam, perdagangan, dan

agroindustri dianggap mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh

masyarakat pesisir Kabupaten Takalar dan Pangkep.

Rusman (2017) mengatakan bahwa untuk di NTB sendiri, Ia mengakui

saat ini sejumlah BUMDes di NTB mulai menapaki kemajuan. Sebagai contoh

BUMDes Lentera atau Lendang Nangka Sejahtera di Desa Lendang Nangka,

Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur. BUMDes Lentera mengelola

sejumlah unit usaha, antara lain perusahaan air minum (PAM) Desa, mengolah

sampah, pertokoan, jasa penyewaan alat dan unit pengelolaan tempat rekreasi atau

wisata. Menurut Rusman, BUMDes berprestasi di NTB tidak hanya BUMDes

Lentera, tetapi juga BUMDes Calabai di Kabupaten Dompu yang berhasil

mengelola unit usaha pasar desa, sehingga berkembang cukup baik. Selain itu

juga unit usaha pertokoan dan menyalurkan pupuk kepada para petani. Untuk unit

usaha pariwisata, Rusman mencontohkan objek wisata di Bilabante, Kabupaten

Lombok Tengah, yang dikelola oleh BUMDes dan cukup berhasil. Di objek

wisata itu pengunjung bisa bersepeda mengelilingi areal persawahan, kemudian

masuk kampung untuk membeli kerajinan dan di lokasi itu tersedia homestay

tempat istirahat. Untuk menikmati objek wisata ini wisatawan harus membayar

antara Rp 150.000 hingga Rp 225.000.

BUMDes Darma Setia merupakan salah satu BUMDes yang memiliki

berhasil mengelola objek wisata sehingga BUMDes menjadi sebuah perusahaan

6
desa yang cukup besar sehingga perlu dikelola dengan baik seusai dengan prinsip

prinsip good governance.

1.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian ini dalah melihat sejauh mana

penerapan Good Governance atau Tata Kelola pada Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) Darma Setia di Desa Bilebante Kecamatan Pringgarata Kabupaten

Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilaksanakan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Adapun research question dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah penerapan good governance yang telah dilakukan

oleh BUMDes Darma Setia ?

2. Sejauh mana kualitas penerapan good governance yang telah

dilakukan oleh BUMDes Darma Setia

3. Apa saja kendala yang dihadapi oleh BUMDes Darma Setia dalam

menerapkan good governance tersebut ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menggambarkan penerapan good governance yang telah

dilakukan oleh BUMDes Darma Setia ?

2. Untuk menggambarkan sejauh mana kualitas penerapan good

governance yang telah dilakukan oleh BUMDes Darma Setia

3. Untuk mengambarkan apa saja kendala yang dihadapi oleh BUMDes

Darma Setia dalam menerapkan good governance tersebut ?

7
1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dri penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis, praktis maupun secara kebijakan untuk berbagai pihak yang mempunyai

kaitan dengan penelitian ini yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan yang lebih luas mengenai prinsip good governance jika

disebuah BUMDes dan dapat diguanakan sebagai bahan referensi untuk

penelitian selanjutnya yang ingin melakukan penelitian sejenis berupa

analisis penerapan good governance.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari peneltian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi

BUMDes lainnya untuk mengetahu bagaimana cara menerapkan good

governance yang baik.

3. Manfaat Kebijakan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

jajaran yang terlibat dalam BUMDes baik yang membuat aturan dari awal

pendirian BUMDes sampai dengan pengawasan BUMDes dengan

memperhatikan sisi penerapan prinsip good governance.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Kelembagaan

Kelembagaan (institution) adalah organisasi atau kaidah formal maupun

informal yang dibentuk untuk mengatur perilaku dan tindakan masyarakat tertentu

pada kegiatan sehari-hari maupun tindakan-tindakan pencapaian usaha (Mubyarto,

2000). Erani dalam Alkadafi (2014) menjelaskan bahwa predikat yang diberikan

pada kelembagaan adalah sebagai suatu kerangka hukum atau hak-hak alamiah

yang mengatur tindakan masing-masing individu yang bernilai tambahan ataupun

berbentuk suatu kritik terhadap ilmu ekonomi klasik dan memiliki hubungan

dengan perilaku-perilaku ekonomi.

Definisi kelembagaan dapat dipilah dalam dua klasifikasi (Erani dalam

Alkadafi, 2014). Kelembagaan jika dilihat dari prosesnya merupakan upaya

merancang pola interaksi antar pelaku ekonomi agar dapat melakukan kegiatan

transaksi. Kelembagaan memiliki tujuan untuk menciptakan efisiensi ekonomi

berdasarkan pada politik dan sosial antar pelaku dan struktur kekuasaan ekonomi.

BUMDes sebagai institusi baru ditingkat desa memiliki peluang dan

tantangan. Oleh karena itu, tata kelola atau manajemen BUMDes harus disusun

sehingga mampu bersaing dan membantu masyarakat dalam meningkatkan

perekonomian mereka. Institusi yang baik memiliki prinsip atau aturan yang

mendukung jalannya organisasi dan terdapat bidang pekerjaan yang tercakup yang

digambarkan oleh struktur organisasi pendirian BUMDes perlu menyeimbangkan

9
penguatan aturan tata kelola dan regulasi. Dasar hukum yang lemah dapat

menjadikan BUMDes rentan akan konflik (Wibowo dan Yusuf, 2016).

2.1.2 Good Governance

Good governance pada dasarnya merupakan suatu konsep kewajiban

yang mengontrol perusahaan untuk bertindak secara adil baik bagi kepentingan

seluruh pemegang saham ataupun untuk stakeholders.

2.1.2.1Pengertian Good Governance

Menurut Tunggal (2012,48), definisi dari good governance adalah

sebagai berikut :

“Good governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh

organ perusahaan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas

perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang

dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya (seperti pemasok,

pelanggan, komunitas, pemerintah, dan lain-lain)”.

Pengertian good governance menurut Forum Governance in Indonesian

dalam Hery (2010:11) adalah sebagai berikut :

“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang

saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para

pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak

dan kewajiban mereka”.

Sedangkan menurut Kurniawan (2012:27) definisi dari good

governance adalah sebagai berikut :

10
“Good governance atau tata kelola organisasi adalah seperangkat

hubungan yang terjadi antara manajemen, direksi, pemegang saham dan

stakeholder-stakeholder lain seperti pegawai, kreditor dan masyarakat”.

Pengaturan dan pengimplementasian good governance memerlukan

komitmen dari seluruh jajaran organisasi dan dimulai dengan penetapan kebijakan

dasar serta tata tertib yang harus dianut oleh top manajemen dan penerapan kode

etik yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang ada di dalamnya. Dalam upaya

mewujudkan good governance, perusahaan memerlukan peran audit internal yang

bertugas meneliti, mengevaluasi suatu sistem akuntansi, serta menilai kebijakan

manajemen yang dilaksanakan. Audit internal merupakan salah satu profesi yang

menunjang terwujudnya good governance yang pada saat ini telah berkembang

menjadi komponen utama dalam meningkatkan perusahaan secara efektif dan

efisien (Cahyaningsih & Venty, 2011 dalam Vicky Dzaky 2014 : 21-22).

2.1.2.2 Pinsip Good Governance

Menurut Valery G. (2011:22) prinsip-prinsip good governance adalah

sebagai berikut :

1. Keterbukaan (Transparency)

2. Kemandirian (Independency)

3. Akuntabilitas (Accountability)

4. Pertanggungjawaban (Responsibility).

5. Kewajaran (Fairness)”

Adapun penjelasan dari prinsip-prinsip good governance yang

dikemukakan oleh Valery G. Tersebut adalah :

11
1. Keterbukaan (Transparency)

Keterbukaan adalah keterbukaan informasi (secara akurat dengan tepat

waktu) mengenai kinerja perusahaan.

2. Kemandirian (Independency)

Kemandirian adalah bentuk tanggung jawab yang mensyaratkan agar

perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan

dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai

dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

3. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas dalah bentuk tanggung jawab korporasi yang diwujudkan

dengan menyediakan seluruh perangkat pengawasan secara komperhensif

serta siap untuk digugat sesuai peraturan dan regulasi yang berlaku.

4. Pertanggung jawaban (Responsibility)

Pertanggung jawaban adalah bentuk pertanggung jawaban seluruh internal

stakeholders (Business Owner/ RUPS, Komisaris dan Direksi, Karyawan)

kepada para eksternal stakeholders lainnya. Termasuk seluruh masyarakat

melalui : Misi menjadikan perusahaan berkategori sehat, penciptaan

lapangan kerja, serta nilai tambah bagi masyarakat dimana bisnis

mendapatkan manfaat dari seluruh aktivitasnya.

5. Kewajaran (Fairness)

Kewajaran adalah perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham,

khususnya menyangkut hak dan kewajiban mereka, termasuk bagi

pemegang saham minoritas/asing.

12
2.1.2.3Manfaat dan Tujuan Good Governance

Menurut Hery (2010:5) manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang

menerapkan good governance, yaitu sebagai berikut :

1. Good governance secara tidak langsung akan dapat mendorong

pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan

efisien, yang pada gilirannya akan turut membantu terciptanya

pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional.

2. Good governance dapat membantu perusahaan dan perekonomian

nasional dalam hal menarik modal investor dengan biaya yang lebih

rendah melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditor domestic

maupun internasional.

3. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/ menjamin bahwa

perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum dan peraturan.

4. Membantu manajemen dan board dalam pemantauan penggunaan asset

perusahaan.

5. Mengurangi korupsi.

Menurut (Batubara, 2010) tujuan dari pedoman pengelolaan perusahaan

yang baik (good governance) antara lain pertama, untuk memaksimalkan

nilai perusahaan dan pemegang saham dengan mengembangkan

transparansi, kepercayaan dan pertanggungjawaban dan dengan

menetapkan sistem pengelolaan yang mendorong dan mempromosikan

kreatifitas dan kewirausahaan yang progresif. Kedua, perusahaan harus

memperhatikan berbagai kepentingan yang berbeda dari para pihak yang

13
mempunyai kepentingan terhadap perusahaan. Perusahaan harus

meminimalkan beban biaya untuk menengahi berbagai kepentingan yang

berbeda dari para pihak yang berkepentingan: hal ini harus dicapai melalui

cara yang rasional dan adil untuk kepentingan jangka panjang , para

pemegang saham harus melakukan segala usaha untuk memutuskan dan

melakukan tindakan-tindakan berdasarkan moralitas yang baik dan

prinsip-prinsip warga perusahaan yang baik dan tanggung jawab sosial.

2.1.3 Pengertian BUMDes

Menurut Pasal 107 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 dinyatakan bahwa sumber pendapatan Desa salah satunya adalah pendapatan

asli desa, yang meliputi: 1) hasil usaha desa; 2) hasil kekayaan desa; 3) hasil

swadaya dan partisipasi; 4) hasil gotong royong; dan 5) lain-lain pendapatan asli

desa yang sah. Penjelasan Pasal 107 ayat (1) menyebutkan bahwa pemberdayaan

potensi desa dalam meningkatkan pendapatan desa dilakukan, antara lain, dengan

pendirian Badan Usaha Milik Desa, kerja sama dengan pihak ketiga, dan

kewenangan melakukan pinjaman.

Selanjutnya menurut Pasal 213 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa sebagai suatu

lembaga ekonomi modal usahanya dibangun atas inisiatif masyarakat dan

menganut asas mandiri. Ini berarti pemenuhan modal usaha BUMDes harus

bersumber dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan

BUMDes dapat mengajukan pinjaman modal kepada pihak luar, seperti dari

Pemerintah Desa atau pihak lain, bahkan melalui pihak ketiga.

14
Pengertian lain tentang BUMDes terdapat dalam Pasal 1 ayat (6)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha

Milik Desa, yang menyatakan bahwa BUMDes adalah usaha desa yang

dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan

pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat.

Selanjutny BUMDes dalam Pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor 72

Tahun 2005 Tentang Desa dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan

pendapatan masyarakat dan desa, Pemerintah Desa mendirikan Badan Usaha

Milik Desa (ayat 1) Pembentukan Badan Usaha Milik Desa ditetapkan dalam

Peratuan Desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan (ayat 2).

Bentuk Badan Usaha Milik Desa harus berbadan hukum (ayat 3).

Menurut Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (2007), Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh

masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa

dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Sebagai salah satu lembaga

ekonomi yang beroperasi dipedesaan, BUMDes harus memiliki perbedaan dengan

lembaga ekonomi pada umumnya. Ini dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja

BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan

kesejahteraan warga desa. Disamping itu, supaya tidak berkembang sistem usaha

kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan terganggunya nilai-nilai

kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan BUMDes adalah suatu badan usaha yang didirikan atau

15
dibentuk secara bersama oleh masyarakat dan pemerintah desa dan

pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat dalam rangka

memperoleh keuntungan bersama sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli

Desa (Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2007)

2.1.4 Pedoman Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes

Kata ‘Pedoman’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 1) alat

untuk menunjukkan arah atau mata angin; 2) kumpulan ketentuan mengenai dasar

bagaimana sesuatu harus dilakukan; 3) hal (pokok) yang menjadi dasar

(pegangan, petunjuk, dsb.) untuk menentukan atau melaksanakan sesuatu; atau 4)

pemimpin (yang menerangkan cara menjalankan atau mengurus perkumpulan).

Adapun kata ‘pembentukan’ berarti proses, perbuatan, cara membentuk.

Sedangkan kata ‘pengelolaan’ berarti 1) proses, cara, perbuatan mengelola; 2)

proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakan tenaga orang lain; 3)

proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; 4)

proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam

pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. BUMDes adalah lembaga

usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya

memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi

desa.

Pedoman pembentukan dan pengelolaan berarti hal pokok yang arah

bagaimana cara membentuk dan bagaimana sesuatu dapat dikelola agar dapat

mencapai tujuan yang diharapkan. Maka pedoman pembentukan dan pengelolaan

BUMDes dapat diartikan sebagai hal pokok yang tentang bagaimana cara

16
membentuk dan dan mengelola BUMDes agar dapat sesuai dengan tujuan yang

diharapkan guna mendukung pendapatan desa dan berkontribusi dalam

kesejahteraan masyarakat desa.

Dengan pengertian BUMDes adalah lembaga usaha desa yang dikelola

oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian

desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa, maka pendirian

BUMDes merupakan potensi besar yang dapat dimaksimalkan. BUMDes menurut

UU Desa didirikan antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa

(PADesa).

Berangkat dari cara pandang ini, jika pendapatan asli desa dapat

diperoleh dari BUMDes, maka kondisi itu akan mendorong setiap Pemerintah

Desa memberikan “goodwill” dalam merespon pendirian BUMDes. Sebagai salah

satu lembaga ekonomi yang beroperasi dipedesaan, BUMDes harus memiliki

perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Ini dimaksudkan agar

keberadaan dan kinerja BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan

terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Disamping itu, supaya tidak

berkembang usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan

terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.

Terdapat 7 (tujuh) hal utama yang membedakan BUMDes dengan

lembaga ekonomi komersial pada umumnya yaitu:

- Badan usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama;

- Modal usaha bersumber dari desa (51%) dan dari masyarakat (49%)

melalui penyertaan modal (saham atau andil);

17
- Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari

budaya (local wisdom);

- Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada potensi dan hasil

informasi pasar;

- Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

anggota (penyerta modal) dan masyarakat melalui kebijakan desa (village

policy);

- Difasilitasi oleh Pemerintah, Pemprov, Pemkab, dan Pemdes; dan

- Pelaksanaan operasionalisasi dikontrol secara bersama (Pemdes, BPD,

anggota).

BUMDes sebagai suatu lembaga ekonomi modal usahanya dibangun atas

inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri. Ini berarti pemenuhan

modal usaha BUMDes harus bersumber dari masyarakat. Meskipun

demikian, tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat mengajukan

pinjaman modal kepada pihak luar, seperti dari pemerintah desa atau

pihak lain, bahkan melalui pihak ketiga.

Beberapa ketentuan umum yang dapat dijadikan acuan dalam

pengelolaan BUMDes di antaranya panduan sebagaimana dipublikasikan oleh

Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (PKDSP) Fakultas Ekonomi

Universitas Brawijaya di tahun 2007, yaitu bahwa:

a. Tujuan Pendirian BUMDes, yaitu:

- Meningkatkan perekonomian desa;

- Meningkatkan pendapatan asli desa;

18
- Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan

masyarakat; dan

- Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi

pedesaan.

Untuk mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi

kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui pelayanan distribusi

barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan Pemdes. Pemenuhan kebutuhan ini

diupayakan tidak memberatkan masyarakat, mengingat BUMDes akan menjadi

usaha desa yang paling dominan dalam menggerakan ekonomi desa. Lembaga ini

juga dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non-anggota (di luar desa)

dengan menempatkan harga dan pelayanan yang berlaku standar pasar. Artinya

terdapat mekanisme kelembagaan/tata aturan yang disepakati bersama, sehingga

tidak menimbulkan distorsi ekonomi di pedesaan disebabkan usaha yang

dijalankan oleh BUMDes.

Dinyatakan di dalam undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan

sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Apa yang dimaksud dengan

”kebutuhan dan potensi desa” adalah kebutuhan masyarakat terutama dalam

pemenuhan kebutuhan pokok; Tersedia sumberdaya desa yang belum

dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa dan terdapat permintaan di

pasar; tersedia sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai

penggerak perekonomian masyarakat; adanya unit- unit usaha yang merupakan

kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang

terakomodasi.

19
BUMDes merupakan wahana untuk menjalankan usaha di desa. Apa

yang dimaksud dengan “usaha desa” adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan

ekonomi desa seperti antara lain: usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air,

listrik desa, dan usaha sejenis lainnya; penyaluran bahan pokok ekonomi desa;

perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan,

perikanan, dan agrobisnis.

b. Prinsip Tata Kelola BUMDes:

1. Prinsip Umum Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Pembangunan BUMDes memerlukan informasi yang akurat dan

tepat tentang karakteristik kelokalan, termasuk budaya masyarakatnya dan

peluang pasar dari produk (barang dan jasa) yang dihasilkan. BUMDes

sebagai badan usaha yang dibangun atas inisiatif masyarakat dan menganut

asas mandiri, harus mengutamakan perolehan modalnya berasal dari

masyarakat dan Pemdes. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan

BUMDes dapat memperoleh modal dari pihak luar, seperti dari pemerintah

kabupaten atau pihak lain, juga pinjaman dari pihak ketiga sesuai peraturan

perundang-undangan.

BUMDes didirikan dengan tujuan yang jelas. Tujuan tersebut akan

direalisir di antaranya dengan cara memberikan pelayanan kebutuhan untuk

usaha produktif terutama bagi kelompok miskin di pedesaan, mengurangi

praktek ijon (rente) dan pelepasan uang, menciptakan pemerataan

kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa.

BUMDes harus mampu mendidik masyarakat membiasakan menabung,

20
dengan cara demikian akan dapat mendorong pembangunan ekonomi

masyarakat desa secara mandiri. Diprediksi bahwa karakteristik masyarakat

desa yang perlu mendapat pelayanan utama BUMDes adalah:

- Masyarakat desa yang dalam mencukupi kebutuhan hidupnya berupa

pangan, sandang, dan papan, sebagian besar memiliki mata pencaharian

di bidang pertanian dan melakukan kegiatan usaha ekonomi yang

bersifat usaha informal;

- Masyarakat desa yang penghasilannya tergolong sangat rendah, dan

sulit menyisihkan sebagian penghasilannya untuk modal pengembangan

usaha selanjutnya;

- Masyarakat desa yang dalam hal tidak dapat mencukupi kebutuhan

hidupnya sendiri, sehingga banyak jatuh ke tangan pengusaha yang

memiliki modal lebih kuat; dan

- Masyarakat desa yang dalam kegiatan usahanya cenderung diperburuk

oleh masalah pemasaran yang memberikan kesempatan kepada pemilik

modal untuk dapat menekan harga, sehingga mereka cenderung

memeras dan menikmati sebagian besar dari hasil kerja masyarakat

desa. Atas dasar prediksi tersebut, maka karakter BUMDes sesuai

dengan ciri utamanya, prinsip yang mendasari, mekanisme dan

pengelolaanya.

Maka, secara umum pendirian BUMDes dimaksudkan untuk:

- Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (standar pelayanan

minimal), agar berkembang usaha masyarakat di desa;

21
- Memberdayakan desa sebagai wilayah yang otonom berkenaan dengan

usaha-usaha produktif bagi upaya pengentasan kemiskinan,

pengangguran, dan peningkatan PADes; dan

- meningkatkan kemandirian dan kapasitas desa serta masyarakat dalam

melakukan penguatan ekonomi di desa.

2. Prinsip Pengelolaan BUMDes

Prinsip-prinsip pengelolaan BUMDes penting untuk dielaborasi

atau diuraikan agar dipahami dan dipersepsikan dengan cara yang sama oleh

pemerintah desa, anggota (penyerta modal), BPD, Pemkab, dan masyarakat.

Terdapat 6 (enam) prinsip dalam mengelola BUMDes yaitu:

- Kooperatif, Semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus

mampu melakukan kerja sama yang baik demi pengembangan dan

kelangsungan hidup usahanya;

- Partisipatif, Semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus

bersedia secara sukarela atau diminta memberikan dukungan dan

kontribusi yang dapat mendorong kemajuan usaha BUMDes;

- Emansipatif, Semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus

diperlakukan sama tanpa memandang golongan, suku, dan agama;

- Transparan, Aktivitas yang berpengaruh terhadap kepentingan

masyarakat umum harus dapat diketahui oleh segenap lapisan

masyarakat dengan mudah dan terbuka;

- Akuntabel, Seluruh kegiatan usaha harus dapat dipertanggungjawabkan

secara teknis, dan

22
- Sustainable, Kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan dilestarikan

oleh masyarakat dalam wadah BUMDes.

Terkait dengan implementasi Alokasi Dana Desa (ADD), maka proses

penguatan ekonomi desa melalui BUMDes diharapkan akan lebih berdaya. Hal ini

disebabkan adanya penopang, yakni dana anggaran desa yang semakin besar.

Sehingga memungkinkan ketersediaan permodalan yang cukup untuk pendirian

BUMDes. Jika ini berlaku sejalan, maka akan terjadi peningkatan PADesa yang

selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan pembangunan desa.

Hal utama yang penting dalam upaya penguatan ekonomi desa adalah

memperkuat kerja sama, membangun kebersamaan/menjalin kerekatan disemua

lapisan masyarakat desa. Sehingga itu menjadi daya dorong dalam upaya

pengentasan kemiskinan, pengangguran, dan membuka akses pasar.

3. Persiapan Pendirian BUMDes

Aktivitas yang harus dilakukan dalam persiapan pendirian BUMDes,

meliputi:

- Mendesain struktur organisasi. BUMDes merupakan sebuah organisasi,

maka diperlukan adanya struktur organisasi yang menggambarkan

bidang pekerjaan apa saja yang harus tercakup di dalam organisasi

tersebut. Bentuk hubungan kerja (instruksi, konsultatif, dan

pertanggungjawaban) antar personil atau pengelola BUMDes;

- Menyusun jobdescription (gambaran pekerjaan). Penyusunan

jobdescription bagi setiap pengelola BUMDes diperlukan agar dapat

memperjelas peran dari masing-masing orang. Dengan demikian, tugas,

23
tanggung jawab, dan wewenang pemegang jabatan tidak terjadi

duplikasi yang memungkinkan setiap jabatan/pekerjaan yang terdapat di

dalam BUMDes diisi oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya;

- Menetapkan koordinasi. Melalui penetapan koordinasi yang baik

memungkinkan terbentuknya kerja sama antar unit usaha dan lintas

desa berjalan efektif;

- Menyusun bentuk aturan kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama

dengan pihak ketiga apakah menyangkut transaksi jual beli atau simpan

pinjam penting diatur ke dalam suatu aturan yang jelas dan saling

menguntungkan. Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak ketiga

diatur secara bersama dengan Dewan Komisaris BUMDes;

- Menyusun pedoman kerja organisasi BUMDes. Diperlukan AD/ART

BUMDes yang dijadikan rujukan pengelola dan sesuai dengan prinsip-

prinsip tata kelola BUMDes.

- Menyusun desain informasi. BUMDes merupakan lembaga ekonomi

desa yang bersifat terbuka. Untuk itu, diperlukan penyusunan desain

pemberian informasi kinerja BUMDes dan aktivitas lain yang memiliki

hubungan dengan kepentingan masyarakat umum. Sehingga

keberadaannya sebagai lembaga ekonomi desa memperoleh dukungan

dari banyak pihak;

- Menyusun rencana usaha (business plan). Penyusunan rencana usaha

penting untuk dibuat dalam periode 1 sampai dengan 3 tahun. Sehingga

para pengelola BUMDes memiliki pedoman yang jelas apa yang harus

24
dikerjakan dan dihasilkan dalam upaya mencapai tujuan yang

ditetapkan dan kinerjanya menjadi terukur;

- Menyusun administrasi dan pembukuan. Bentuk administrasi dan

pembukuan keuangan harus dibuat dalam format yang mudah, tetapi

mampu menggambarkan aktivitas yang dijalankan BUMDes. Hakikat

dari administrasi dan pembukuan adalah pendokumentasian informasi

tertulis berkenaan dengan aktivitas BUMDes yang dapat

dipertanggungjawabkan. Dan secara mudah dapat ditemukan,

disediakan ketika diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan;

- Melakukan proses rekruitmen. Untuk menetapkan orang-orang yang

bakal menjadi pengelola BUMDes dapat dilakukan secara musyawarah.

Namun pemilihannya harus di dasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria

itu dimaksudkan agar pemegang jabatan di BUMDes mampu

menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Untuk itu, persyaratan bagi

pemegang jabatan di dalam BUMDes penting dibuat oleh Dewan

Komisaris. Selanjutnya dibawa ke dalam forum rembuk desa untuk

disosialisasikan dan ditawarkan kepada masyarakat. Proses selanjutnya

adalah melakukan seleksi terhadap pelamar dan memilih serta

menetapkan orang-orang yang paling sesuai dengan kriteria yang

dibuat; serta

- Menetapkan sistem penggajian dan pengupahan. Agar pengelola

BUMDes termotivasi dalam menjalankan tugas-tugasnya, maka

diperlukan adanya sistem imbalan yang dirasakan bernilai. Pemberian

25
imbalan bagi pengelola BUMDes dapat dilakukan dengan berbagai

macam cara seperti, pemberian gaji yang berarti pengelola BUMDes

menerima sejumlah uang dalam jumlah yang tetap setiap bulannya.

Jumlah yang diterima dapat bervariasi tergantung dari banyak

sedikitnya beban pekerjaan yang harus diselesaikan melalui cara

penawaran. Pemberian insentif jika pengelola mampu mencapai target

yang ditetapkan selama periode tertentu. Besar kecilnya jumlah uang

yang dapat dibayarkan kepada pengelola.

4. Pendirian dan Pengelolaan BUMDes

- Cara pendirian BUMDes: pendirian BUMDes berdasar pada Perda

Kabupaten; diatur berdasarkan Perdes; satu desa, hanya terdapat satu

BUMDes; Pemkab memfasilitasi pendirian BUMDes; BUMDes dapat

didirikan dalam bentuk Usaha Bersama (UB) atau bentuk lainnya, tetapi

bukan Koperasi, PT, Badan Usaha Milik Daerah, CV, UD atau lembaga

keuangan (BPR); empat tahapan pendirian BUMDes : melakukan

rembuk desa guna membuat kesepakatan pendirian BUMDes;

melakukan identifikasi potensi dan permintaan terhadap produk (barang

dan jasa) yang akan ditawarkan BUMDes; menyusun AD/ART; dan

mengajukan legalisasi badan yang berwenang untuk memperoleh

pengesahan; serta

- Pengelolaan BUMDes dan persyaratan pemegang jabatan: BUMDes

harus dikelola secara baik dan mandiri sehingga diperlukan orang-orang

yang memiliki kompetensi untuk mengelolanya. Latar belakang

26
pendidikan bagi pemegang jabatan ini penting agar dapat menjalankan

peran dan fungsinya sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Selain itu: perlu

disusun adanya job desk/deskripsi tanggung jawab dan wewenang pada

masing-masing lini organisasi, sebagai panduan kerja; kegiatan yang

bersifat lintas desa perlu dilakukan koordinasi dan kerja sama antar

Pemerintah Desa dalam pemanfaatan sumber-sumber ekonomi; kerja

sama dengan pihak ketiga oleh pengelola harus dengan konsultasi dan

persetujuan Dewan Komisaris BUMDes; dalam kegiatan harian, maka

pengelola harus mengacu pada tata aturan yang sudah disepakati

bersama sebagaimana yang telah tertuang dalam AD/ART BUMDes,

serta sesuai prinsip-prinsip tata kelola BUMDes; Pengelolaan harus

transparan/terbuka sehingga ada mekanisme check and balance baik

oleh pemerintahan desa maupun masyarakat; dan perlu disusun

rencana-rencana pengembangan usaha.

5. Monitoring dan evaluasi,dibuat mekanisme/prosedur pengawasan.

Disamping dilakukan oleh dewan komisaris pengawasan ditambah

dari pemerintah kabupaten. Sebab, Pemerintah Kabupaten juga berperan

untuk memfasilitasi usaha BUMDes. Proses monitoring dilakukan secara

berkelanjutan, sehingga pengawas memantau kegiatan BUMDes secara

baik. Evaluasi dilakukan per triwulan atau sewaktu-waktu jika dianggap

perlu sesuai ketentuan AD/ART.

27
6. Pertanggungjawaban Pengelola

Dalam proses pertanggungjawabaan pengelolaan BUMDes, maka

disarikan pendapat PKDSP FE UB dalam Buku Panduan Pendirian dan

Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sebagai berikut:

- Setiap akhir periode tahun anggaran, pengelola wajib menyusun laporan

pertanggungjawaban untuk disampaikan dalam forum musyawarah desa

yang menghadirkan elemen pemerintahan desa, elemen masyarakat

serta seluruh kelengkapan struktur organisasi BUMDes.

- Laporan Pertanggungjawaban, antara lain memuat:

a. Laporan Kinerja Pengelola selama satu periode/tahunan.

b. Kinerja usaha yang menyangkut realisasi kegiatan usaha, upaya

pengembangan, keberhasilan, dsb.

c. Laporan keuangan termasuk Rencana Pembagian Laba Usaha.

d. Rencana-rencana pengembangan usaha yang belum terealisasi.

e. Proses pertanggungjawaban dilakukan sebagai upaya evaluasi tahunan

serta upaya-upaya pengembangan kedepan.

f. Mekanisme dan Tata Tertib Pertanggungjawaban ini disesuaikan

dengan AD-ART.

7. Karakteristik BUMDes

Karakteristik BUMDes di antaranya: berbentuk badan usaha,

berusaha di bidang perekonomian (jasa, manufaktur, dan perdagangan),

Modal terdiri dari penyertaan Pemdes dan penyertaan masyarakat dengan

perbandingan 51% dan 49%, menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat

28
desa, menjadi salah satu sumber pendapatan desa, dan memberikan

layanan pada masyarakat. Adapun usaha yang dapat dijalankan melalui

BUMDes, antara lain: Pasar desa, simpan pinjam, Waserda, sumber air,

transportasi, objek wisata desa, home industry, kerajinan rakyat, perikanan

darat, peternakan, pertanian, dan agroindustri.

2.1.5 Pembangunan Desa Mandiri

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pengertian desa diatur pada Pasal 1

ayat (12) sebagai berikut “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya

disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Pengertian Desa yang dijelaskan pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 menjelaskan “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut

dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Desa mandiri

adalah desa yang mampu memenuhi kebutuhannya dan apabila terdapat bantuan

dari Pemerintah, bantuan tersebut hanya bersifat perangsang. Pembangunan desa

mandiri meliputi kegiatan-kegiatan rencana pembangunan yang bersifat

partisipatif, transparan, akuntabel dan mendetail. Kegiatan-kegiatan tersebut

29
melalui beberapa serangkaian tahapan yaitu perencanaan dan persiapan,

identifikasi umum desa, analisis asset desa serta musyawarah rencana

pembangunan desa (musrenbangdes).

2.2 Penelitian Terdahulu

Edi et al (2016) yang meneliti pengembangan desa mandiri melalui

pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menemukan hasil BUMDes

dides tersebut memiliki kelemahan dalam penerpan prinsip tata kelola BUMDes

yaitu bantuan dana dari pemerintah kabupaten sebesar 25 juta rupiah dirasa

kurang untuk pengembangan BUMDes. Minat masyarakat untuk meminjam

sangat besar, tetapi tidak diimbangi oleh dana yang tersedia. BUMDes juga

sedikit kesulitan untuk menjalankan jenis usaha lainnya karena sebagian besar

BUMDes dananya hanya cukup untuk pinjaman masyarakat saja, sedangkan

untuk memulai jenis usaha lain tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Faktor keterbatasan sumber daya manusia yang mengelola BUMDes juga menjadi

kelemahan dalam mengembangkan BUMDes. Masih banyak pengurus BUMDes

yang rangkap jabatan dengan lembaga lainnya, sehingga pengurus lebih fokus ke

pekerjaan utamanya daripada fokus ke BUMDes. Pengurus BUMDes juga

kesulitan dalam menghadapi peminjam yang menunggak pengembalian pinjaman.

Masyarakat pedesaan menganggap bahwa dana yang dipinjam mereka merupakan

dana bantuan dari pemerintah dalam bentuk hibah, sehingga tidak sedikit dana

pinjaman BUMDes tidak dikembalikan. Bahkan di beberapa desa di Kabupaten

Jepara, sebesar 95% dana BUMDes hilang untuk simpan pinjam. Tingkat

pengetahuan dan wawasan masyarakat desa yang rendah serta pola pikir

30
masyarakat yang belum terbuka sehingga kesulitan mengubah mindset seseorang

untuk memulai kelompok usaha. Banyak potensi desa yang seharusnya bisa

dikelola dengan baik, tetapi hanya dibiarkan karena keengganan para masyarakat

untuk memulai menjalankan usaha. Usia BUMDes di Kabupaten Jepara rata-rata

kurang dari setahun sejak didirikan. Beberapa sistem masih belum berjalan

dengan baik dalam kegiatan BUMDes, seperti kurang efektifnya kerjasama yang

dilakukan antar unit usaha dan lintas desa.

Maria (2016) yang meneliti mengenai Peranan Badan Usaha Milik Desa

(BUMDES) pada kesejahteraan masyarakat pedesaan studi pada BUMDES di

Gunung Kidul, Yogyakarta menemukan permasalahan penerapn salah satu prinsip

good governance yang sering mengemuka dalam BUMDes di desa tersebut

adalah adalah mengenai transparansi permasalahan perekrutan karyawan

BUMDes. Warga merasa bahwa BUMDes tidak memberdayakan orang-orang

sekitar. Di sisi lain, nampak adanya tuntutan profesionalisme dari warga kepada

pengelola BUMDes. Kedua hal ini akan memunculkan dilema pada tata kelola

BUMDes dimana BUMDes dituntut bekerja profesional, di sisi lain harus

mengakomodasi tuntutan penyerapan tenaga kerja lokal, dimana SDM lokal

memiliki kapasitas dan kapabilitas yang terbatas.

Andi (2016) yang meneliti studi komperatif model BUMDes di Kabupaten

Bantaeng menemukan hasil bahwa BUMDes yang dikembangkan di Kabupaten

Banteng dapat menjalankan peran akuntabilitasnya sehingga dapat mendorong

dan mengembangkan potensi ekonomi desa; serta unit usaha yang dikembangkan

melalui BUMDes seperti unit usaha simpan pinjam, perdagangan, dan

31
agroindustri dianggap mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh

masyarakat pesisir Kabupaten Takalar dan Pangkep.

Hasil penelitian diatas juga sejalan dengan penelitian penelitian dari

Alkadafi, M. (2014). Budiono, P. (2015). Gunawan, K. (2011). Hardijono, R.,

Maryunani, Yustika, A.E., & Ananda, C.F., (2014) yang secara garis besar

membahas mengenai penerapan good governance atau tata kelola pada BUMDes

2.3 Alur Pikir Penelitian

Dengan diadakannya program Dana Desa yang membuat pemerintah

menyalurkan dana ratusan juta ke setiap desa yang ada di Indonesia salah satunya

desa Bilebante maka sebagai salah satu bentuk pemanfaat program Dana Desa

tersebut adalah desa dapat membuat sebuah badan usaha milki deesa (BUMDes)

yang nantinya akan mengelola sumber sumber potensi yang ada didesa tersebut

untuk kemajuan desa. Dikarenakan BUMDes tersebut sudah berbentuk badan

usaha dapat dikatakan bahwa BUMDes tersebut merupakan sebuah lembaga yang

harus dikelola dengan baik. Salah satu cara untuk mengetahui apakah BUMDes

sudah dikelola dengan baik atau tidak maka peneliti dapat melihatnya dari apakah

BUMDes tersebut sudah menjalankan prinsp prinsip tata kelola atau good

governance yaitu seperti kooperatif, partisipatif, emansipatif,, transparan,

akuntabel, dan sustainable. Penelitian yang akan dilakukan yaitu analisis

penerapan good governance di BUMDes Darma Setia dengan model kualitatif

model kualitatif pendekatan fenomenologi. Dikarenakan penelitian yang

mnggunakan pendekatan kualitatif metodelogi maka peneliti akan melakukan

observasi, wawancara, dan dokumentasi yang kemudian hasil yang didapat akan

32
di validasi. Validasi akan dilakukan dengan triangulasi dari beberapa sumber data.

Hasil dari penelitian berupa diskripsi akan menjawab atas pertanyaan penelitian.

Untuk menjelaskan kerangka pemikiran pada penelitian ini digambarkan seperti

skema berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Dana Desa

Pembentukan BUMDes

Menjalankan Amanatnya Sesuai Dengan


Permendes No.4 2015

Penerapan GG

Research Question

Data Interview Data Dokumentasi

Metodelogi

Deskripsi Hasil Peneitian

Kesimpulan dan Rekomendasi

33
BAB III

DESAIN PENELTIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian, maka

pendekatan yang tepat digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain lain secara holistik dengan cara

deskripsi dalam bentuk akata kata dan bahasa dalam satu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode yang alamiah (Moleong,

2014:6). Proses penelitian kualitatif melibatkan upaya upaya penting, seperti

mengajukan pertanyaan pertanyaan dan prosedur prosedur, mengumpulkan data

yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari

tema tema yang khusus ketema yang umum dan menafsirkan makna data

(Creswell, 2010:4)

Penelitian ini menggunakann pendekatan kualitatif dengan strategi

fenomenologi. Fenomenologi merupakan strategi penelitian dimana didalamnya

peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman manusisa tentang suatu fenomen

tertentu (Creswell, 2020:20). Dalam penelitian fenomenologi melibatkan

pengujian yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep

utama dalam fenomenologi adalah makna.

Pertimbangan menggunakan pendekatan fenomenologi adalah bahwa

penerpana Good Governance merupakan suatu fenomena sosial yang disusun atas

34
kesadaran dengan adanya interaksi sosial antara berbagai pihak. Pengalama para

informan dalam menerapkan Good Governance inilah yang akan peneliti coba

gali lebih jauh seperti apa konsep dari Good Governance dipahami dan sejauh

mana penerpannya serta apa saja kendala yang dihadapi danlam penerapan Good

Governannce di Bumdes Darma Setia

3.2 `Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif memperoleh temuan dan pandangan subjektif tanpa

melalui prosedur perhitungan dan statistik. Penelitian kualitatif tidak akan terlepas

dari keberadaan instrumen penelitian yang dipakai untuk memperoleh data data

penelitian saat sudah memasuki tahap pengumpulan data dilapangan. Ada dua

jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data

sekunder. Data prmer dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh dari

hasil wawancara dan obeservasi yang dilakukan oleh peneliti, sementara itu data

sekundr merupakan data yang diperloleh darihasil telaah peneliti terhadap

dokumen dokumen yang terkait.

Materi/data yang diperlikan dalam penelitian Analisis Penerapan Good

Governance Pada Badan Usaha Milik Desa Darma Setia Di Desa Bilebante

Kabupaten Lombok Tengah ini adalah :

1. Data profil mengenai BUMDes Darma Setia, mencakup : visi, misi,

struktur organisasi, sumberdaya manusia, kondisi sarana dan prasarana,

serta gambaran tata kelola dari BUMDes.

2. Data seluruh pengelola BUMDes Darma Setia.

35
3.2.1 Informan dan Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini peneliti merupakan instrumen penelitian sekaligus

bertindak sebagai pengumpul data. Peneliti memposisikan diri sebagai pertisipan

utuh dengan menampakan peran sebagai observer yang sedang melakukan

observasi kualitatif. Observasi kualitatif merupakan observasi yang didalamnya

peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas

individu individu dilokasi penelitian (Creswell, 2010:267)

Penentuan informan kunci dalam penelitian ini menggunakan teknik

“purposive sampling”. Menurut Sugiyono (2014:218) purposive sampling adalah

teknik pengambilan informan sumber data dengan pertimbangan tertentu.

Pertimbangan tersebut yaitu orang orang yang dianggap paling tahu dan memiliki

informasi yang dibutuhkan diwilayah penelitian. Sedangkan dalam pengambilan

informasi selanjutnya peneliti menggunakan teknik “snowball” yakni teknik

pengambilan informan sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama

kelamaan menjadi banyak. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang

sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang memuaska, maka mencari

orang lain dapat digunakan sebagai sumber data (Sugiyono, 2014:219). Adapun

yang menjadi key informan dalam penelitian ini adalah aktor aktor yang berperan

dalam penerapan Good Governance BUMDes, yaitu :

1. Ketua Pengawa BUMDes (selaku pihak yang memiliki wewenang dalam

melakukan pengawasan terhadap BUMDes).

2. Wakil Ketua Pengawas BUMDes (selaku pihak yang berada dibawah

Ketua Pengawas Bumdes).

36
3.2.2 Setting Lokasi

Lokasi yang sekaligus menjadi objek penelitian ini adalah BUMDes

Darma Setia yang terletak di Desa Bilebante, Kabupaten Lombok Tengah. Alasan

penelitian tentang Analisis Penerapan Good Governance ini menarik dilakukan di

BUMDes ini dikarenakan BUMDes Darma Setia yang terletak didesa Bilebante

ini diketahui telah berhasil mengelola sebbuah produk yang sangat memiliki nilai

dari sgi materi yaitu BUMDes mampu mengelola sebuah objek wisata yang saat

ini sangat terkenal di Desa Bilebante yaitu objek wisata Pasar Pancingan.

Sehingga dengan berkembangnya objek wisata tersebut sudah dapat dipastikan

bahwa pemasukan ke BUMDes tersebut meningkat secara signifikan disinilah

peneliti tertarik untuk melihat penerapan Good Governance yang dilakukan

BUMDes tersebut dalam mengelola pemasukan yang didapat tersebut dan

mengelolan BUMDes setelah berhasil menjadi sebuah badan usaha yang maju.

3.2.3 Prosedur Pengumpulan Data

Moleong (2014:157) yang mengutip Lofland dan Lofland (1984)

mengatakan, sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata kata dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dokumen dan lain

lain. Untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam terhadap analisis

penerapan goood governance di BUMDes Darma Setia desa Bilebante, maka

penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut :

1. Pengamatan atau observasi lapangan

Metode ini digunakan dengan maksud untuk mengamati dan mencatat

gejala gejala yang tampak pada objek penelitian di kondisi yang sebenarnya.

37
2. Wawancara

Menurut Esterberg (2002) yang dikutip Sugiyono (2014:231) wawancara

adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya

jawab, sehingga dapat dikontribusikan makna dalam suatu aspek tertentu. Metode

ini dilakukan dengan cara mewawancarai secara langsung dan mendalam kepada

pihak yang terlibat dan terkait langsung dengan good governance guna

mendapatkan penjelsan pada kondisi yang sebenarnya.

Pedoman dalam wawancara yang digunakanadalah wawancara tidak

tersruktur, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun secara sistematis dan lengkap dalam mengumpulkan datanya akan tetapi

yang digunakan hanyalah pertanyaan yang berhubungan dengan garis garis besar

penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah prosedur pengumpulan data dengan menelaah bahan

tertulis yang berupa data sekunder yang bersumber dari peraturan, struktur

organisasi, rencana kerja, buku buku literatur lainnya. Metode ini digunakan

untuk mengumpulkan berbagai informasi khususnya untuk melengkapi data yang

tidak diperoleh dalam observasi dan wawancara.

3.3 Keabsahan Data

Pada penelitian kualitatif, validitas ini tidak memiliki konotasi yang sama

dengan validitas dalam penelitian kuantitatif. Validitas kualitatif merupakan

upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur

tertentu. Validitas didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat

38
dari sudut pandang peneliti, partisipan atau pembaca secara umum. Peneliti perlu

menjelaskan strategi strategi validitas kedalam proposalnya. Strategi validitas

yang paling sering digunakan adalah mentriangulasi sumber sumber data yang

berbeda dengan memeriksa bukti yang berasal dari sumber tersebut dan

menggunaknnya untuk membangun justifikasi tema tema secara koheren. Tema

tema yang dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau persepektif dari

partisipan akan menambah validitas penelitian (Creswell, 2010:228-287).

Menurut sugiyono (2014:274) dalam pengujian validitas terdapat

triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu.

a. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji validitas internal data dilakukan dengan

cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data

yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu

kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan beberapa sumber

data yang lain tersebut.

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji validitas internal data dilakukan dengan

cara mengeck data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misal

data diperoleh denngan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi

atau kuisioner. Bila dari ketiga tenik tersebut hasilnya berbeda beda, maka peneliti

berdiskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain,

untuk memastikan data mana yang dianggap benar.

39
c. Triangluasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi validitas data. Data yang dikumpulkan

dengan teknik wawancara pada pagi hari akan memberikan data yang lebih valid

sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian validitas data dapat

juga dilakukan dengan melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau

teknik lain dala waktu atau situasi yang berbeda. Jika hasilnya berbeda, maka

dilakukan secara berulang ulang sampai diketumkan kepastian datanya.

3.4 Analisis Data

Pada penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan

menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam macam (triangulasi), dan

dilakukan secara terus menerus sampai data yang dipeoleh jenuh. Analisis data

adalah proses mengatur urutan data, menggorganisasikannya kedalam suatu pola,

kategori dan satuan uraian dasar. Menurut Sugiyono (2014:246-253) yang

mengutip dari Miles dan Huberman (1984), bahwa aktivitas dalam analisa data

kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan data kasar yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara

dan studi dokumentasi yang diperoleh di lapangan dimana reduksi data

berlangsung secara terus menerus selama penelitian yang berorientasi kualitatif.

40
2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan.

Penyajian data dilakukan setelah data direduksi dan paling sering dalam

menyajikan data dengan teks yang bersifat naratif.

3. Penarikan Kesimplan atau Verifikasi

Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah verifikasi atau

penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat

sementara, akan tetapi apabila keseimpulan yang dikemukakan tersebut didukung

dengan bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan, maka

kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang kredibel dan apabila rumusan

masalah tidak mengalami perubahan dari awal maka kesimpulan tersebut dapat

menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal.

41
Berikut model interaktif dalam analisis data seperti gambar 3.1 dibawah

ini :

Gambar 3.1.Komponen dalam analisis data model interaktif

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Penarikan
Kesimpulan/verifikasi

42
REFERENSI

Alkadafi, M. (2014). Penguatan Ekonomi Masyarakat Melalui Pengelolaan


Kelembagaan Badan Usaha Milik Desa Menuju Asean Economi community
2015. Jurnal El- Riyasah, 5(1), 32-40.

Budiono, P. (2015). Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)


di Bojonegoro (Studi di Desa Nginginrejo Kecamatan Kalitidu dan Desa
Kedungprimpen Kecamatan Kanor). Jurnal Politik Muda, 4(1), 116-125.

Creswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan


Mixed. Penerjemah: Achmad Fawaid. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Edy et. al. 2016. Pengembangan Desa Mandiri Melalui Pengelolaan Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes). JDEBVol 13No1 Maret 2016a

Gunawan, K. (2011). Manajemen BUMDes dalam Rangka Menekan Laju


Urbanisasi. Widyatech Jurnal Sains dan Teknologi, 10(3), 61-72.

Hardijono, R., Maryunani, Yustika, A.E., & Ananda, C.F., (2014). Economic
Independence of The Village Through Institutional Village Enterprises
(BUMDes). IOSR Journal of Economics and Finance (IOSR-JEF), 3(2), 21-
30.

Moleong, L.J. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Mubyarto. (2000). Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 4


Tahun 20/15 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Permendes No. 21 Tahun 2015

PKDSP (Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan). (2007). Panduan


Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Malang:
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.

Ramadana, C.B., Ribawanto, H., & Suwondo. (2013). Keberadaan Badan Usaha
Milik Desa (Bumdes) sebagai Penguatan Ekonomi Desa (Studi Di Desa
Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi
Publik (JAP), 1(6), 1068-1076.

Ridlwan, Z. (2014). Urgensi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam


Pembangunan Perekonomian Desa. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, 8(3),
424-440.

43
Sa'dullah. (2016). Pentingnya Media Audio Visual dalam Pengembangan
Kawasan Perdesaan Agropolitan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. Available:
http://www.kemendesa.go.id/index. php/view/detil/1799/pentingnya-media-
audio-visual-dalam-pengembangan-kawasan-perdesaan-agropolitan.
Accessed May 2018.
Samsir, Andi. 2016 Studi Komperatif MODEL BUMDes di Kabupaten Bantaen.
Ad’ministrare, Vol. 3 No. 2, 2016

Sayutri, M. (2011). Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDs) sebagai


penggerak Potensi Ekonomi Desa dalam Upaya pengentasan Kemiskinan di
Kabupaten Donggala. Jurnal ACADEMICA Fisip Untad, 3(2), 717-728.

Sidik, F. (2015). Menggali Potensi Lokal Mewujudkan Kemandirian Desa. Jurnal


Kebijakan dan Administrasi Publik, 19(2), 115-131.

Sofyan, A. (2015). Prinsip Tata Kelola Badan Usaha Milik Desa. Keuangan
Desa: Media Referensi dan Diskusi Keuangan Desa.
http://www.keuangandesa.com/201 5/09/prinsip-tata-kelola-badan-usaha-
milik-desa/. Accessed May, 2018

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta:


Bandung.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa

Yustika, Ahmad Erani 2013, Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori dan


Kebijakan, Erlangga: Jakarta.

44

You might also like