You are on page 1of 4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan antara

kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di

puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya kota Pekanbaru tahun 2018. Responden

penelitian ini adalah 68 orang tua atau wali yang memiliki anak berusia 1 sampai

5 tahun yang telah bersedia mengikuti penelitian dan menjawab dengan lengkap

pertanyaan.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 AnalisisUnivariat

Tabel 3. Distribusi karakteristik responden di Puskesmas Rawat Inap


Tenayan Raya Pekanbaru tahun 2018.

No. Karakteristik
F %
1. Kebiasaan merokok
Ada 43 63,2
Tidak ada 25 36,8
Total 68 100%
2. Kejadian ISPA
ISPA 40 58,8
Tidak ISPA 28 41,2
Total 68 100%

Berdasarkan karakteristik kebiasaan merokok ditemukan lebih

banyak anggota keluarga yang merokok yaitu sebanyak 43 orang

(63,2%). Karakteristik kejadian ISPA pada balita didapatkan jumlah

balita ISPA yang lebih besar sebanyak 40 orang (58,8%) dibandingkan

balita tidak ISPA yaitu (41,2%).

34
35

4.1.2 Hubungan merokok dengan kejadian ISPA

Data statistik menunjukan bahwa hubungan kebiasaan merokok

dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Rawat Inap Tenayan

Raya memiliki nilai signifikansi 0,000 (p<0,05).

Tabel 4. Hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan


kejadian ISPA pada balita di puskesmas Rawat Inap Tenayan
Raya kota Pekanbaru tahun 2018

Kebiasaan ISPA Tidak ISPA Total


Merokok Anggota p-value
N % N % N %
Keluarga
Ada 33 82,5% 10 35,7% 43 63,2%
Tidak Ada 7 17,5% 18 64,3% 25 36,8% 0,000
Total 40 100% 28 100% 68 100%

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa ada hubungan yang bermakna antara

kebiasaaan merokok antara anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita

(p-value = 0,000).

4.2 Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan

merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas

Tenayan Raya, hal ini terlihat dari p-value= 0,000. Hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian Asritati, et al (2012) dimana diperoleh p-value = 0,000 dan

OR = 7,8 yang berarti bahwa balita yang memiliki kebiasaan merokok

anggota keluarganya berisiko 7,8 kali lebih besar untuk menderita ISPA

dibandingkan balita yang tidak memiliki kebiasaan merokok anggota

keluarganya. Sebagian besar responden memiliki keluarga yang merokok

terutama orang tua balita yang mengalami ISPA. Hal ini juga sejalan dengan
36

Soolani et al (2013), dimana diperoleh adanya hubungan kebiasaan merokok

dengan kejadian ISPA pada balita dengan p-value = 0,043.

Banyak senyawa yang diduga menyebabkan fenomena ini terjadi. Salah

satu diantaranya adalah gliserol. Senyawa ini akan berubah menjadi akrolein

saat ia terbakar. Akrolein adalah iritan poten saluran napas, reaktif secara

kimiawi, bersifat karsinogen dan bersifat siliostatik pada saluran napas.

Kakao yang ditambahkan pada rokok juga dapat menyebabkan peningkatan

kejadian ISPA pada individu yang menghirup asap tersebut. Produk

pembakaran kakao dapat meningkatkan permeabilitas membran saluran napas

dan meningkatkan pH. Lebih jauh lagi, rokok memiliki kandungan beberapa

mikroorganisme seperti bakteri, jamur, maupun endotoksin bakteri yang

kerap terdapat pada tembakau. Pestisida dan senyawa berbahaya lain juga

didapatkan pada rokok.(Wigand, 2006)

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asap rokok

dapat meningkatkan resiko terjadinya ISPA baik melalui senyawa yang

bersifat merugikan terhadap saluran napas sehingga menurunkan kemampuan

pertahanan tubuh terhadap serangan mikroorganisme penyabab ISPA atau

melalui adanya mikroorganisme yang terdapat pada daun tembakau sebagai

komposisi rokok tersebut. (Wigand, 2006).

4.3 KeterbatasanPenelitian

1) Pada pengisian kuesioner jawaban responden masih bersifat subjektif,

sehingga keterbukaan dan kejujuran dari responden tidak bisa dijamin

sepenuhnya, yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.


37

2) Pengukuran variabel kebiasaan merokok anggota keluarga sebaiknya

menggunakan Indeks Brinkmann atau dose-response. Namun, karena

keterbatasan peneliti, variabel tersebut hanya terbatas pada ada atau

tidaknya kebiasaan merokok.

You might also like