Professional Documents
Culture Documents
Lapkas AGP
Lapkas AGP
Oleh:
Agung Prasetyo I4061162043
Pembimbing:
dr. Muhammad Arorrudin, Sp. M
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea disisipkan ke dalam sklera pada
limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya, diameter horizontal
sekitar 11,75 mm dan vertikal 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea
mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda, yaitu lapisan epitel, lapisan
Bowman, stroma, membran Descemet dan lapisan endotel. Lapisan endotel
mempunyai lima atau enam lapis sel. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih
aselular, yang merupakan bagian strona yang berubah.4
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini
tersusun atas jalinan lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 µm
dan tinggi 1-2 µm yang mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini
berjalan sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan kerapatannya
menjadi jernih secara optis. Lamella terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan
terhidrasi bersama keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar. Membran
Descement, yang merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki tampilan
yang homogen dengan mikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan
mikroskop elektron akibat perbedaan struktur antara bagian pra- dan
pascanasalnya. Endotel hanya memiliki satu lapis sel , tetapi lapisan ini berperan
besar dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea cukup
rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan.
Reparasi endotel hanya terjadi dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel,
dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan
edema kornea.4
3
Gambar 2.1 Anatomi kornea6
2.2 Keratitis
2.2.1 Definisi
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan
menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal
4
lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut
juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.5
5
b) Makula, kekeruhan kornea yang berbatas tegas
c) Leukoma, kekeruhan berwarna putih padat.
Adapun gejala umum adalah6:
1) Keluar air mata yang berlebihan
2) Nyeri
3) Penurunan tajam penglihatan
4) Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)
5) Mata merah
6) Sensitif terhadap cahaya
2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan lapisan kornea yang terkena, keratitis dibagi menjadi keratitis
superfisial dan interstisial/profunda. Berdasarkan penyebabnya, keratitis dibagi
menjadi keratitis akibat virus, bakteri, jamur dan protozoa.5
6
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia, yang
berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena
hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik
berharga. Meskipun berair mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit
kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
.
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas
cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau
letaknya di pusat.4
2.2.6 Diagnosa
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma---kenyataannya, benda asing dan abrasi
merupakan dua lesi yang umum pada kornea. Adanya riwayat penyakit kornea
juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun
karena erosi kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-penyakit
ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian obat
lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama
keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-
penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.4
Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan sering
lebih mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan fluorescein dapat
memperjelas lesi epitel superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila tidak
dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea
dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan
terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya
di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat dengan
cara ini.4
7
Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan dengan
terapi empiris dan dikelola tanpa hapusan atau kultur. Apusan dan kultur sering
membantu dalam kasus dengan riwayat penyakit yang tidak jelas. Hipopion yang
terjadi di mata dengan keratitis bakteri biasanya steril, dan pungsi akuos atau
vitreous tidak perlu dilakukan kecuali ada kecurigaan yang tinggi oleh mikroba
endophthalmitis.4
Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi organisme kausatif dan satu-
satunya cara untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur sangat
membantu sebagai panduan modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis
yang tidak bagus dan untuk mengurangi toksisitas dengan mengelakkan obat-
obatan yang tidak perlu. Dalam perawatan mata secara empiris tanpa kultur
dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat membantu meskipun
keterlambatan dalam pemulihan patogen dapat terjadi.4
Sampel kornea diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal dan
menggunakan instrumen steril untuk mendapatkan atau mengorek sampel dari
daerah yang terinfeksi pada kornea. Kapas steril juga dapat digunakan untuk
mendapatkan sampel. Ini paling mudah dilakukan dengan perbesaran Slit Lamp.4
Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal
terhadap pengobatan atau jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan
gambaran klinis yang sangat mendukung suatu proses infeksi. Hal ini juga dapat
diindikasikan jika infiltrat terletak di pertengahan atau dalam stroma dengan
jaringan atasnya tidak terlibat.4
Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat dilakukan dengan bantuan Slit
Lamp atau mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau
untuk mengambil sepotong kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk
memungkinkan pembelahan sehingga satu porsi dapat dikirim untuk kultur dan
yang lainnya untuk histopatologi. Spesimen biopsi harus disampaikanke
laboratorium secara tepat waktu.4
8
2.3 Keratitis Herpes
2.3.1 Definisi
Keratitis herpes simpleks merupakan salah satu infeksi kornea yang paling
sering ditemukan dalam praktek. Disebabkan oleh virus herpes simpleks, ditandai
dengan adanya infiltrasi sel radang & edema pada lapisan kornea manapun. Pada
mata, virus herpes simplek dapat diisolasi dari kerokan epitel kornea penderita
keratitis herpes simpleks. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan
dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.6
9
lesi dendritik halus yang bentuknya lebih lebar. Tepiaan ulkus tidak terlalu
kabur.
Lesi epitelial kornea lain yang dapat timbul oleh HSV adalah blotchy
epithelial kreatitis, keratitis epitelial stelata, dan keratitis filamentosa.
Keratitis HSV stromal dalam bentuk infiltrasi dan edema lokal, sering disertai
vaskularisasi, terutama disebabkan oleh replikasi virus. Penipisan, nekrosis
dan perforasi kornea dapat terjadi dengan cepat terutama pada penggunaan
kortikosteroid topikal. Jika terdapat penyakit stromal yang menyertai ulkus
epitelial, penyakit herpes mungkin akan sulit dibedakan dengan superinfeksi
bakteri atau jamur.4
2.3.3 Patogenesis
Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal
Kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan
sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi
reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen
antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan
bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma
disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan pada yang
10
epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk
menyerang virus dan reaksi radangnya. Perjalanan klinik keratitis dapat
berlangsung lama kaena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga menghambat
migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes
imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara
imunologik tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun dan dapat
merusak.4
2.3.4 Terapi
1. Topikal
Obat topikal yang paling sering digunakan adalah salep mata asiklovir 3%
dan ganiciclovir 0,15% gel, lima kali sehari. Trifluridine adalah obat
alternatif, tetapi membutuhkan pemberian sebanyak 9 kali sehari. Obat ini
relatif tidak toksis sehingga dapat diberikan hingga 60 hari. 99% ulkus
mengalami penyembuhan selama dua minggu.
2. Debridemen
Debridemen biasanya dilakukan pada kasus rekuren. Permukaan kornea
dibersihkan dengan spons selulosa steril atau cotton bud. Epitel harus dibuang
dengan batas 2 mm dari tepi ulkus. Dengan menghilangkan epitel yang
mengandung virus, melindungi epitel sehat dari infeksi dan menghilangkan
stimulus antigen terhadap inflamasi stromal.
3. Terapi antiviral oral
Terapi antiviral oral diberikan pada pasien dengan imunodefisiensi. Obat
yang dapat diberikan berupa asiklovir 200 – 400 mg, lima kali sehari untuk 5-
10 hari, famisiklovir atau valasiklovir.
4. Profilaksis antibiotik topikal direkomendasikan oleh beberapa dokter.
5. Steroid topikel tidak digunakan kecuali terdapat keratitis disciform.5
11
2.3.5 Prognosis
Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada
kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan
meninggalkan gejala sisa.4
12
BAB III
PENYAJIAN KASUS
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Penglihatan mata sebelah kanan kabur
13
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
14
3.3.2 Status Oftalmologi
1. Visus
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
6/60 Visus 6/7,5
- Koreksi dan Addisi C -0,50 x 170o 6/6
+ ph 6/15 Pinhole -
Baik Persepsi cahaya Baik
Baik Persepsi warna Baik
15
3. Inspeksi
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Pergerakan (+), ptosis (-), Pergerakan (+), ptosis (-), ,
lagoftalmos (-), edema (-), lagoftalmos (-), edema (+),
eritema (-), nyeri tekan (-), eritema (-), nyeri tekan (-),
Palpebra Superior
ektropion (-), entropion (-), ektropion (-), entropion (-),
dan Inferior
trikiasis (-), sikatriks (-), trikiasis (-), sikatriks (-),
fisura palpebra dalam batas fisura palpebra dalam batas
normal normal
Hiperemis (-), Folikel (-), Hiperemis (-), Folikel (-),
Konjungtiva
Papil (-), Sikatriks (-), Papil (-), Sikatriks (-),
Palpebra
Anemis (-), Kemosis (-) Anemis (-), Kemosis (-)
Sekret (-), injeksi Sekret (-), injeksi konjungtiva
konjungtiva (-), injeksi siliar (-), injeksi siliar (-),
(-), penebalan epitel penebalan epitel konjungtiva
Konjungtiva Bulbi
konjungtiva (-), nodul (-), (-), nodul (-), perdarahan
perdarahan subkonjungtiva subkonjungtiva (-)
(-)
Warna putih, Ikterik (-), Warna putih, Ikterik (-), nyeri
Sklera
nyeri tekan (-) tekan (-)
Permukaan jernih dan licin, Permukaan jernih dan licin,
Kornea
edema (-), infiltrat stroma edema (-), infiltrat (-), ulkus
16
(+), ulkus geografik (+), (-), perforasi (-), sikatriks (-),
perforasi (-), sikatriks (+), arkus senilis (-)
arkus senilis (-)
Camera Oculi Hipopion (-), hifema (-) Hipopion (-),hifema (-)
Anterior
Iris : berwarna coklat, pupil : Iris : berwarna coklat, pupil :
bulat, diameter ± 3 mm, bulat, diameter ± 3 mm,
Iris dan Pupil
isokor, reflek cahaya (+), isokor, reflek cahaya (+),
shadow test (-) shadow test (-)
Jernih dan bening, shadow Jernih dan bening, shadow
Lensa
test (-) test (-)
Tidak dilakukan Tidak dilakukan pemeriksaan
Vitreous
pemeriksaan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Uji Fluorescein Positif Tidak dilakukan
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Slit lamp
b. Uji floresens
17
3.4 Resume
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien Tn. A, 22 tahun yang datang ke Klinik Mata Ayani, mengeluhkan
mata kanan terasa semakin kabur, sejak 3 hari terakhir. Keluhan mata merah
dan terasa seperti berpasir muncul sejak tiga bulan lalu dan semakin
memberat setelah menggunakan obat tetes mata selama dua bulan.
Penglihatan semakin kabur dan silau bila melihat sinar terang.
Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah 6/60
dan visus OS adalah 6/7,5. Pada inspeksi mata kanan didapatkan infiltrat
stroma, ulkus geografik dan sikatrik pada kornea. Pada pemeriksaan uji
flourescein didapatkan hasil positif.
3.7 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Salep mata asiklovir 3% 5 x 1
b. Asiklovir tablet 400 mg 5 x 1 tablet
c. Tetes mata cendo tobroson 4 x gtt 1
2. Non-Medikamentosa
a. Penggunaan obat secara teratur
b. Keratitis dapat menular, sehingga harus mencuci tangan sebelum
dan sesudah mengoleskan obat atau membersihkan mata
18
3.8 Prognosis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Sanationam Dubia Bonam
Ad Functionam Duabia Bonam
19
BAB IV
PEMBAHASAN
20
hasil positif yaitu gambaran lesi geografik. Hal ini merupakan gambaran khas
untuk keratitis herpes simpleks.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan pemberian antiviral topikal
yaitu salep mata asiklovir 3% 5 x 1 dan antiviral sistemik yaitu asiklovir 400 mg 5
x 1 tablet. Pemberian antiviral sistemik diberikan sebagai terapi tambahan,
khsusnya pada pasien dengan kondisi imunodefisiensi ataupun yang menunjukkan
respon yang tidak baik dengan pemberian antiviral topikal atau pada kasus
resisten. Pada kasus ini, steroid topikal dapat diberikan, karena pada pasien ini
sudah mengalami keratitis stroma yang ditandai dengan infiltrat stroma. Tetapi
pemberian steroid topikal harus diberikan frekuensi seminimal mungkin yang
dibutuhkan untuk mengontrol inflamasi. Pemberian antibiotik topikal juga dapat
dipertimbangkan untuk mencegah terjadinya ko-infeksi dengan bakteri.
21
BAB V
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23