You are on page 1of 23

LAPORAN KASUS

KERATITIS HERPES SIMPLEKS OCULI DEXTRA

Oleh:
Agung Prasetyo I4061162043

Pembimbing:
dr. Muhammad Arorrudin, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
BAB I
PENDAHULUAH

Kebutaan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi tiap


negara, terutama pada negara-negara berkembang, dimana 9 dari 10 tunanetra
hidup disana. Kebutaan akan berdampak secara sosial dan ekonomi. Sebenarnya,
75% kebutaan di dunia ini dapat dicegah atau diobati. Salah satunya kebutaan
yang disebabkan oleh katarak.1 Data World Health Organization (WHO)
menunjukkan terdapat 39 juta orang mengalami kebutaan. Kelainan kornea
menempati urutan kelima sebagai penyebab kebutaan setelah katarak, glaukoma,
degenerasi makula dan kelainan refraksi.2 Berdasarkan Survei Kesehatan Indera
tahun 1993 – 1996 didapatkan bahwa kelainan kornea menempati urutan kelima
sebagai penyebab kebutaan setelah katarak, glaukoma, kelainan refraksi serta
gangguan retina.3
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian
darimedia refraksi, kornea juga berfungsi sebagai superfic pelindung dan jendela
yangdilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas 5 lapis yaitu
epitel,superfic bowman, stroma, superfic descemet, dan endotel. Endotel lebih
pentingdaripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik
padaendotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel
endotelmenyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya
cederapada epitel hanya menyebabkan edema super sesaat pada stroma kornea
yangakan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi..4
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan
menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal
lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut
juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.5 Keratitis disebabkan
oleh bakteri,virus, dan jamur.. Keratitis yang disebabkan oleh virus paling sering
adalah keratitis herpes simpleks.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea disisipkan ke dalam sklera pada
limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya, diameter horizontal
sekitar 11,75 mm dan vertikal 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea
mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda, yaitu lapisan epitel, lapisan
Bowman, stroma, membran Descemet dan lapisan endotel. Lapisan endotel
mempunyai lima atau enam lapis sel. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih
aselular, yang merupakan bagian strona yang berubah.4
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini
tersusun atas jalinan lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 µm
dan tinggi 1-2 µm yang mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini
berjalan sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan kerapatannya
menjadi jernih secara optis. Lamella terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan
terhidrasi bersama keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar. Membran
Descement, yang merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki tampilan
yang homogen dengan mikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan
mikroskop elektron akibat perbedaan struktur antara bagian pra- dan
pascanasalnya. Endotel hanya memiliki satu lapis sel , tetapi lapisan ini berperan
besar dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea cukup
rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan.
Reparasi endotel hanya terjadi dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel,
dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan
edema kornea.4

3
Gambar 2.1 Anatomi kornea6

Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah


limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea suerfisial juga mendapatkan
sebagian besar oksigen dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
cabang ophthalmicus nervus trigeminus. Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitas dan deturgensinya.4
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan media yang dilalui oleh
berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh
strukturnya yang uniform, avaskular dan deturgensens. Deturggesens atau
keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat
aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Kerusakan sel-sel
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan, yang
cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel.4

2.2 Keratitis
2.2.1 Definisi
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan
menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal

4
lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut
juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.5

2.2.2 Etiologi dan faktor pencetus


Penyebab keratitis bermacam-macam yaitu bakteri, virus dan jamur. Selain
itu penyebab lain yang merupakan faktor predisposes adalah kekeringan pada
mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke
mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu,
polusi atau bahan iritatif lain, trauma dan penggunaan lensa kontak yang kurang
baik.7

2.2.3 Tanda dan Gejala Umum


Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea.
Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan
pengobatan keratitis. Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir
dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula,
dan leukoma. Beberapa tanda pada kelainan kornea adalah sebagai berikut.6
1) Edema kornea, kornea keruh dan sedikit menebal.
2) Erosi, lepasnya epitel kornea superfisial yang akan memberikan uji
floresein positif.
3) Infiltrat, tertimbunnya sel radang pada kornea sehingga warnanya
menjadi keruh yang dapat memberikan uji plasido positif.
4) Pannus, terdapatnya sel radang dengan adanya pembuluh darah yang
membentuk tabir pada kornea.
5) Ulkus, hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea pada infeksi ataupun alergi, yang akan memberikan hasil uji
floresein positif.
6) Sikatriks, jaringan parut pada kornea yang mengakibatkan permukaan
kornea ireguler sehingga memberikan uji plasido positif, dan mungkin
terdapat dalam beberapa bentuk, yaitu:
a) Nebula, kabut halus pada kornea yang sukar terlihat

5
b) Makula, kekeruhan kornea yang berbatas tegas
c) Leukoma, kekeruhan berwarna putih padat.
Adapun gejala umum adalah6:
1) Keluar air mata yang berlebihan
2) Nyeri
3) Penurunan tajam penglihatan
4) Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)
5) Mata merah
6) Sensitif terhadap cahaya

2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan lapisan kornea yang terkena, keratitis dibagi menjadi keratitis
superfisial dan interstisial/profunda. Berdasarkan penyebabnya, keratitis dibagi
menjadi keratitis akibat virus, bakteri, jamur dan protozoa.5

2.2.5 Patofisiologi Gejala


Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah
ulkus kornea.4
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan

6
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia, yang
berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena
hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik
berharga. Meskipun berair mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit
kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
.
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas
cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau
letaknya di pusat.4

2.2.6 Diagnosa
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma---kenyataannya, benda asing dan abrasi
merupakan dua lesi yang umum pada kornea. Adanya riwayat penyakit kornea
juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun
karena erosi kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-penyakit
ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian obat
lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama
keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-
penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.4
Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan sering
lebih mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan fluorescein dapat
memperjelas lesi epitel superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila tidak
dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea
dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan
terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya
di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat dengan
cara ini.4

7
Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan dengan
terapi empiris dan dikelola tanpa hapusan atau kultur. Apusan dan kultur sering
membantu dalam kasus dengan riwayat penyakit yang tidak jelas. Hipopion yang
terjadi di mata dengan keratitis bakteri biasanya steril, dan pungsi akuos atau
vitreous tidak perlu dilakukan kecuali ada kecurigaan yang tinggi oleh mikroba
endophthalmitis.4
Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi organisme kausatif dan satu-
satunya cara untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur sangat
membantu sebagai panduan modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis
yang tidak bagus dan untuk mengurangi toksisitas dengan mengelakkan obat-
obatan yang tidak perlu. Dalam perawatan mata secara empiris tanpa kultur
dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat membantu meskipun
keterlambatan dalam pemulihan patogen dapat terjadi.4
Sampel kornea diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal dan
menggunakan instrumen steril untuk mendapatkan atau mengorek sampel dari
daerah yang terinfeksi pada kornea. Kapas steril juga dapat digunakan untuk
mendapatkan sampel. Ini paling mudah dilakukan dengan perbesaran Slit Lamp.4
Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal
terhadap pengobatan atau jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan
gambaran klinis yang sangat mendukung suatu proses infeksi. Hal ini juga dapat
diindikasikan jika infiltrat terletak di pertengahan atau dalam stroma dengan
jaringan atasnya tidak terlibat.4
Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat dilakukan dengan bantuan Slit
Lamp atau mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau
untuk mengambil sepotong kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk
memungkinkan pembelahan sehingga satu porsi dapat dikirim untuk kultur dan
yang lainnya untuk histopatologi. Spesimen biopsi harus disampaikanke
laboratorium secara tepat waktu.4

8
2.3 Keratitis Herpes
2.3.1 Definisi
Keratitis herpes simpleks merupakan salah satu infeksi kornea yang paling
sering ditemukan dalam praktek. Disebabkan oleh virus herpes simpleks, ditandai
dengan adanya infiltrasi sel radang & edema pada lapisan kornea manapun. Pada
mata, virus herpes simplek dapat diisolasi dari kerokan epitel kornea penderita
keratitis herpes simpleks. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan
dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.6

2.3.2 Manifestasi klinis


Herpes simpleks primer pada mata jarang ditemukan, bermanifestasi
sebagai blefarokonjungtivitis vesikuler, sesekali mengenai kornea dan biasanya
terdapat pada anak. Bentuk ini umumnya sembuh sendiri, tanpa menimbulkan
kerusakan berarti pada mata. Terapi antiviral topikal dapat dipakai sebagai
profilaksis agar kornea tidak terlibat.
Serangan keratitis herpes jenis rekurens yang umum dipicu oleh demam,
pajanan berlebihan terhadap cahaya ultraviolet, trauma, atau sumber imunosupresi
lokal atau sistemik lainnya. Umumnya terjadi unilateral, tetapi lesi bilateral dapat
terjadi pada 4-6% kasus.4
1. Gejala
Gejala pertama infeksi HSV biasanya adalah iritasi, fotofobia dan mata
berair. Bila kornea bagian sentral terkena, juga terjadi sedikit gangguan
penglihatan. Karena anestesi kornea umumnya timbul pada awal infeksi,
gejalanya mungkin minimal.
2. Tanda
Lesi paling khas adalah ulkus dendritik. Ini terjadi pada epitel kornea,
memiliki pola percabangan linear khas dengan tepian kabur, dan memiliki
bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya. Uji floresens membuat dendrit
mudah terlihat. Tetapi keratitis herpes juga menyeruupai banyak infeksi
kornea lain dan harus dimasukkan dalam diagnosis banding pada banyak lesi
kornea. Ulserasi geografik adalah bentuk penyakit dendritik kronik dengan

9
lesi dendritik halus yang bentuknya lebih lebar. Tepiaan ulkus tidak terlalu
kabur.
Lesi epitelial kornea lain yang dapat timbul oleh HSV adalah blotchy
epithelial kreatitis, keratitis epitelial stelata, dan keratitis filamentosa.
Keratitis HSV stromal dalam bentuk infiltrasi dan edema lokal, sering disertai
vaskularisasi, terutama disebabkan oleh replikasi virus. Penipisan, nekrosis
dan perforasi kornea dapat terjadi dengan cepat terutama pada penggunaan
kortikosteroid topikal. Jika terdapat penyakit stromal yang menyertai ulkus
epitelial, penyakit herpes mungkin akan sulit dibedakan dengan superinfeksi
bakteri atau jamur.4

Gambar 2.2 Ulkus dendritik dan ulkus geografik5

2.3.3 Patogenesis
Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal
Kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan
sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi
reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen
antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan
bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma
disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan pada yang

10
epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk
menyerang virus dan reaksi radangnya. Perjalanan klinik keratitis dapat
berlangsung lama kaena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga menghambat
migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes
imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara
imunologik tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun dan dapat
merusak.4

2.3.4 Terapi
1. Topikal
Obat topikal yang paling sering digunakan adalah salep mata asiklovir 3%
dan ganiciclovir 0,15% gel, lima kali sehari. Trifluridine adalah obat
alternatif, tetapi membutuhkan pemberian sebanyak 9 kali sehari. Obat ini
relatif tidak toksis sehingga dapat diberikan hingga 60 hari. 99% ulkus
mengalami penyembuhan selama dua minggu.
2. Debridemen
Debridemen biasanya dilakukan pada kasus rekuren. Permukaan kornea
dibersihkan dengan spons selulosa steril atau cotton bud. Epitel harus dibuang
dengan batas 2 mm dari tepi ulkus. Dengan menghilangkan epitel yang
mengandung virus, melindungi epitel sehat dari infeksi dan menghilangkan
stimulus antigen terhadap inflamasi stromal.
3. Terapi antiviral oral
Terapi antiviral oral diberikan pada pasien dengan imunodefisiensi. Obat
yang dapat diberikan berupa asiklovir 200 – 400 mg, lima kali sehari untuk 5-
10 hari, famisiklovir atau valasiklovir.
4. Profilaksis antibiotik topikal direkomendasikan oleh beberapa dokter.
5. Steroid topikel tidak digunakan kecuali terdapat keratitis disciform.5

11
2.3.5 Prognosis
Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada
kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan
meninggalkan gejala sisa.4

12
BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Belum menikah
Suku : Tionghoa
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal Periksa : 25 April 2018

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Penglihatan mata sebelah kanan kabur

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Klinik Mata Ayani dengan keluhan penglihatan
mata sebelah kanan semakin kabur sejak 3 hari terakhir. Keluhan pertama
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pada mata kanan terasa seperti
berpasir. Setelah itu satu minggu kemudian mata menjadi merah dan mulai
mengeluarkan sekret berwarna kehijauan. Setap bangun tidur, mata sulit
dibuka di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan silau bila melihat cahaya
terang. Pasien kemudian berobat ke dokter umum dan diberikan obat tetes
mata “Cendo Xytrol”. Setelah dua bulan pemakaian, penglihatan pasien
semakin kabur. Pasien juga mengeluhkan mata kanan semakin perih.
Setelah pasien berobat di Klinik Mata Ayani ± 2 minggu lalu,
keluhan pasien berkurang. Tetapi sejak 3 hari yang lalu, penglihan pasien
semakin buram. Pasien mengaku selama satu minggu terakhir, tidak teratur
menggunakan obat tetes mata.

13
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga maupun orang-orang di dekat pasien
yang memiliki keluhan sama seperti yang dialami pasien. Riwayat HT (-),
DM (-), Alergi (-) dalam keluarga. Riwayat penyakit menular pada keluarga
(-).

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital:
a) Nadi : 88x/menit
b) Respirasi : 18x/menit
c) Tekanan Darah : 110/80 mmHg
d) Suhu : tidak diperiksa
Kepala : Normocephali
Telinga, Hidung, Tenggorokan : Tidak diperiksa
Thoraks : Tidak diperiksa
Abdomen : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral Hangat, edema (-)

14
3.3.2 Status Oftalmologi

Gambar 3.1 Gambaran klinis mata pasien

1. Visus
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
6/60 Visus 6/7,5
- Koreksi dan Addisi C -0,50 x 170o 6/6
+ ph 6/15 Pinhole -
Baik Persepsi cahaya Baik
Baik Persepsi warna Baik

2. Kedudukan Bola Mata


Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Tidak ada Eksoftalmus Tidak ada
Tidak ada Enoftalmus Tidak ada
Tidak ada Deviasi Tidak ada
Baik ke semua arah, Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah,
tanpa hambatan tanpa hambatan

15
3. Inspeksi
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Pergerakan (+), ptosis (-), Pergerakan (+), ptosis (-), ,
lagoftalmos (-), edema (-), lagoftalmos (-), edema (+),
eritema (-), nyeri tekan (-), eritema (-), nyeri tekan (-),
Palpebra Superior
ektropion (-), entropion (-), ektropion (-), entropion (-),
dan Inferior
trikiasis (-), sikatriks (-), trikiasis (-), sikatriks (-),
fisura palpebra dalam batas fisura palpebra dalam batas
normal normal
Hiperemis (-), Folikel (-), Hiperemis (-), Folikel (-),
Konjungtiva
Papil (-), Sikatriks (-), Papil (-), Sikatriks (-),
Palpebra
Anemis (-), Kemosis (-) Anemis (-), Kemosis (-)
Sekret (-), injeksi Sekret (-), injeksi konjungtiva
konjungtiva (-), injeksi siliar (-), injeksi siliar (-),
(-), penebalan epitel penebalan epitel konjungtiva
Konjungtiva Bulbi
konjungtiva (-), nodul (-), (-), nodul (-), perdarahan
perdarahan subkonjungtiva subkonjungtiva (-)
(-)
Warna putih, Ikterik (-), Warna putih, Ikterik (-), nyeri
Sklera
nyeri tekan (-) tekan (-)
Permukaan jernih dan licin, Permukaan jernih dan licin,
Kornea
edema (-), infiltrat stroma edema (-), infiltrat (-), ulkus

16
(+), ulkus geografik (+), (-), perforasi (-), sikatriks (-),
perforasi (-), sikatriks (+), arkus senilis (-)
arkus senilis (-)
Camera Oculi Hipopion (-), hifema (-) Hipopion (-),hifema (-)
Anterior
Iris : berwarna coklat, pupil : Iris : berwarna coklat, pupil :
bulat, diameter ± 3 mm, bulat, diameter ± 3 mm,
Iris dan Pupil
isokor, reflek cahaya (+), isokor, reflek cahaya (+),
shadow test (-) shadow test (-)
Jernih dan bening, shadow Jernih dan bening, shadow
Lensa
test (-) test (-)
Tidak dilakukan Tidak dilakukan pemeriksaan
Vitreous
pemeriksaan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Uji Fluorescein Positif Tidak dilakukan

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Slit lamp
b. Uji floresens

Gambar 3.2 Pemeriksaan dengan slit lam dan uji flouresceins

17
3.4 Resume
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien Tn. A, 22 tahun yang datang ke Klinik Mata Ayani, mengeluhkan
mata kanan terasa semakin kabur, sejak 3 hari terakhir. Keluhan mata merah
dan terasa seperti berpasir muncul sejak tiga bulan lalu dan semakin
memberat setelah menggunakan obat tetes mata selama dua bulan.
Penglihatan semakin kabur dan silau bila melihat sinar terang.
Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah 6/60
dan visus OS adalah 6/7,5. Pada inspeksi mata kanan didapatkan infiltrat
stroma, ulkus geografik dan sikatrik pada kornea. Pada pemeriksaan uji
flourescein didapatkan hasil positif.

3.5 Diagnosis Kerja


Keratitis herpes simpleks OD

3.6 Diagnosis Banding


1. Keratitis herpes zoster
2. Keratitis bakterial

3.7 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Salep mata asiklovir 3% 5 x 1
b. Asiklovir tablet 400 mg 5 x 1 tablet
c. Tetes mata cendo tobroson 4 x gtt 1

2. Non-Medikamentosa
a. Penggunaan obat secara teratur
b. Keratitis dapat menular, sehingga harus mencuci tangan sebelum
dan sesudah mengoleskan obat atau membersihkan mata

18
3.8 Prognosis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Sanationam Dubia Bonam
Ad Functionam Duabia Bonam

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pasien Tn. A, 22 tahun yang datang ke Klinik Mata Ayani,


mengeluhkan mata kanan terasa semakin kabur, sejak 3 hari terakhir. Awalnya
keluhan mata merah dan terasa seperti berpasir muncul sejak tiga bulan lalu dan
semakin memberat setelah menggunakan obat tetes mata ”Cendo Xytrol” selama
dua bulan. Setelah itu penglihatan semakin kabur dan silau bila melihat cahaya
terang. Pasien juga mengeluhkan mata yang mengeluar air berwarna kehijauan.
Setelah pasien berobat di Klinik Mata Ayani ± 2 minggu lalu, keluhan pasien
berkurang. Tetapi sejak 3 hari yang lalu, penglihan pasien semakin buram. Pasien
mengaku selama satu minggu terakhir, tidak teratur menggunakan obat tetes mata.
Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah 6/60 dan
visus OS adalah 6/7,5. Pada inspeksi mata kanan didapatkan infiltrat stroma, ulkus
geografik dan sikatrik pada kornea. Pada pemeriksaan uji flourescein didapatkan
hasil positif.
Gejala dan tanda yang dialami oleh pasien merupakan gejala dari keratitis.
Adapun manifestasi klinis yang ada pada pasien yaitu keluhan mata merah yang
disertai dengan tajam penglihatan yang menurun, silau bila melihat cahaya, dan
mata terasa seperti berpasir. Awalnya pasien hanya mengeluhkan mata seperti
berpasir disertai dengan mata merah, tanpa keluhan pandangan kabur. Kemudian
setelah pasien menggunakan obat tetes mata selama 2 bulan, keluhan mata pasien
semakin memberat hingga penglihatan semakin kabur. Pada obat tetes mata
tersebut mengandung deksametason, neomisin dan polimiksin B. Penggunaan
steroid tetes mata dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kondisi
imunosupresi lokal pada mata dan memudahkan virus herpes simpleks untuk
berkembang dan menginfeksi kornea.
Pada pemeriksaan oftalmologi juga didapatkan adanya penurunan tajam
penglihatan pada mata kanan hingga 6/60 dan tidak membaik dengan pemberian
pin hole. Kemudian pada inspeksi didapatkan adanya gambaran infiltrat stroma,
ulkus geografik dan sikratik pada kornea, dan dengan uji flourescein didapatkan

20
hasil positif yaitu gambaran lesi geografik. Hal ini merupakan gambaran khas
untuk keratitis herpes simpleks.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan pemberian antiviral topikal
yaitu salep mata asiklovir 3% 5 x 1 dan antiviral sistemik yaitu asiklovir 400 mg 5
x 1 tablet. Pemberian antiviral sistemik diberikan sebagai terapi tambahan,
khsusnya pada pasien dengan kondisi imunodefisiensi ataupun yang menunjukkan
respon yang tidak baik dengan pemberian antiviral topikal atau pada kasus
resisten. Pada kasus ini, steroid topikal dapat diberikan, karena pada pasien ini
sudah mengalami keratitis stroma yang ditandai dengan infiltrat stroma. Tetapi
pemberian steroid topikal harus diberikan frekuensi seminimal mungkin yang
dibutuhkan untuk mengontrol inflamasi. Pemberian antibiotik topikal juga dapat
dipertimbangkan untuk mencegah terjadinya ko-infeksi dengan bakteri.

21
BAB V
KESIMPULAN

Pada pasien Tn. A, 22 tahun, dari anamnesis dan pemeriksaan status


oftalmologi didapatkan diagnosis keratitis herpes simpleks oculi dextra.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan pemberian antiviral topikal yaitu
salep mata asiklovir 3% 5 x 1, antiviral sistemik yaitu asiklovir 400 mg 5 x 1
tablet dan steroid topikal yaitu cendo tobro 4 x gtt 1,

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Mandang J. Penyebab Utama Kebutaan di Indonesia. Manado: FK Unsrat;


2004.
2. World Health Organization. Global data on visual impairments. Geneva:
WHO; 2012.
3. Departemen Kesehatan RI. Hasil survei kesehatan indera penglihatan dan
pendengaran 1993 - 1996. Jakarta: Depkes RI; 1998.
4. Riordan-Eva P, Cunningham ET. Vaughan & asbury’s general
ophthalmology. 18 ed. New York: McGraw-Hill Med; 2011.
5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
6. Bowling B, Kanski JJ. Kanski’s clinical ophthalmology: a systematic
approach. 8. ed. s.l.: Elsevier; 2016. (Expert consult).
7. Lang GK, Gareis O. Ophthalmology: a pocket textbook atlas. 2 ed. Stuttgart ;
New York: Thieme; 2007.

23

You might also like