You are on page 1of 15

IMUNOLOGI

“Imunologi Darah”

(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Imunologi)

Disusun Oleh :

KELOMPOK 5

1. Holifatus Sa’diyah (152110101058)


2. Desti Puji Lestari (152110101062)
3. Putri Rahayu (152110101063)
4. Dian Sulusi (152110101064)

KELAS C

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Jember

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi nikmat dan kasih sayang–Nya kepada kami, karena hanya dengan izin–Nya
lah kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Imunologi. Dan alasan utama
yang menjadi terciptanya makalah ini adalah guna melengkapi tugas yang diberikan
oleh dosen Mata Kuliah Imunologi. Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa
adanya komitmen dan kerjasama yang baik diantara para pihak yang terlibat. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini, kami selaku penyusun menyampaikan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak berikut:
1. Dr. Isa Ma’rufi S. KM., M. Kes. selaku dosen Mata Kuliah Imunologi
atas segala arahan dan dukungan yang telah diberikan untuk kelancaran
proses penyempurnaan makalah ini.
2. Rekan-rekan anggota kelompok yang telah memberikan kritik, saran dan
masukan untuk penyelesaian makalah ini.
Akhirnya, tiada suatu usaha yang besar akan berhasil tanpa dimulai dari usaha
yang kecil. Oleh karena itu,kami memohon saran serta pendapat yang dapat membuat
kami menjadi lebih baik dalam melaksanakan tugas di lain waktu. Mudah-mudahan
makalah yang kami buat menjadi bermanfaat bagi seluruh civitas akademika
dilingkungan Universitas Jember. Sebagai penanggung jawab dan penulis makalah ini
dapat menjadi media untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam dunia ilmu
pengetahuan.

Jember, Mei 2016

Penulis
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunitas adalah sistem mekanisme pada organisme melindungi tubuh terhadap


pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen.Imunitas
darah mmerupakan ilmu yang mempelajari tentang sistem imunitas dalam tubuh
manusia dan kaitannya dengan komponen-komponen darah yang ada dalam darah.
Hematologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah, organ
pembentuk darah, organ pembentuk darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan-
kelainan yang timbul darinya.hematologi mempelajari baik keadaan fisiologi maupun
patologik organ-organ tersebut diatas sehingga hematologi meliputi bidang ilmu
kedokteran dasar maupun bidang kedokteran klinik. (Bakta, 2006).

Respons imun adalah adalah suatu respons yang diberikan oleh tubuh berupa
suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi suatu
antigen yang masuk ke dalamnya. Respons imun ini dapat melibatkan berbagai
macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin
yang saling berinteraksi secara kompleks. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas
mekanisme pertahanan non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik.

Penyakit autoimunitas terjadi apabila respon imun yang bekerja pada suatu
antigen tertentu mengalami kegagalan, dicirikan dengan terjadinya proses imunitas
(penyerangan) pada sel atau jaringan tubuh itu sendiri. Hal ini tentu akan
mengakibatkan tubuh menstimulasi keluarnya antibodi yang disebut dengan
autoantibodi. Salah satu contoh penyakit yang berhubungan dengan terjadinya
autoimunitas pada sistem peredaran darah manusia adalah penyakit anemia hemolitik
autoimun (AHA) atau autoimmune haemolytic anmia (AIHA).
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Imunologi Darah?


1.2.2 Bagaimana komposisi dan fungsi darah?
1.2.3 Bagaimana proses pembentukan darah?
1.2.4 Bagaimana perkembangan sistem imun dan hubungan darah dengan
imunitas tubuh?
1.2.5 Bagaimana mekanisme pertahanan dalam sirkulasi?
1.2.6 Bagaimana mekanisme penyakit pada Imunologi darah?
1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui penjelasan mengenai Imunologi Darah.


1.3.2 Mengetahui komposisi dan fungsi darah.
1.3.3 Mengetahui proses pembentukan darah.
1.3.4 Mengetahui perkembangan sistem imun dan hubungan darah dengan
imunitas tubuh.
1.3.5 Mengetahui mekanisme pertahanan dalam sirkulasi.
1.3.6 Mengetahui penyakit pada imunologi darah.
BAB 11

PEMBAHASAN

2.1 Imunologi Darah

Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang
disebut Plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat
dalam arti luas, karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi
interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut
oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan
tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung
berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari
berbagai penyakit. Semua sel darah dibentuk di dalam sumsum tulang.

2.2 Komposisi Darah dan Fungsinya

Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang primitif
sampai manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh
darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai: (a) pembawa oksigen (oxygen
carrier); (b) mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi; dan (c) mekanisme
hemostatis.

Darah terdiri atas 2 komponen utama:

1) Plasma darah, bagian-bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air,
elektrolit, dan protein darah.
2) Butir-butir darah (blood corpuscler), yang terdiri atas:
a. Eritrosit: sel darah merah (SDM)-red blood cell (RBC)
1. Eritrosit atau korpuskel darah merah adalah yang paling banyak
diantara sel – sel darah
2. Eritrosit merupakan sel pembawa oksigen karena banyak mengandung
hemoglobin.
3. Eritrosit memiliki resptop komplemen yang dapat mengikat kompleks
imun.
4. Sel darah merah berperan dalam eliminasi kompleks imun dan
sirkulasi terutama pada infeksi yang persisten dan pada beberapa
penyakit auto imun.
b. Leukosit: sel darah putih (SDP)-Whiteblood cell (WBC)

c. Trombosit: butir pembeku- platetet plasma darah dikurangi protein


pembekuan darah disebut sebagai serum. (Bakta, 2006)

Trombosit merupakan sel darah terbanyak setelah sel darah merah.


Peran trombosit dapat di bagi menjadi empat bagian :

1. Hemostasis
2. Modulasi respon inflamasi
3. Sel efektor sitotoksik
4. Penyembuhan jaringan

2.3 Proses Pembentukan Darah (Hematopoesis)

Tempat hematopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai umur

a. Yolk sac: umur 0-3 bulan intrauterin


b. hati & lien: umur 3-6 bulan intrauterin
c. sumsum tulamg: umur 4 bulan intrauterin-dewasa

2.3 Hubungan darah dan imunitas Tubuh

Peranan darah sangat penting sekali dalam proses pertahanan tubuh dari segala
macam gangguan, gangguan pada sistem kekebalan terjadi ketika:
1. Tubuh menghasilkan reaksi kekebalan melawan dirinya sendiri (gangguan
autoimun).
2. Tubuh tidak dapat menghasilkan reaksi kekebalan yang sesuai untuk
melawan serangan mikroorganisme (gangguan imunodefisiensi).
3. Reaksi kekebalan tubuh yang berlebihan meskipun terhadap antigen asing
yang tidak berbahaya hingga merusak jaringan-jaringan normal (reaksi
alergi).

2.4 Sistem Limfatik dan Sel Imunitas

Sistem limfatik adalah suatu jaringan kelenjar-kelenjar getah bening yang


dihubungkan oleh pembuluh-pembuluh getah bening. Sistem ini membawa cairan
getah bening ke seluruh tubuh. Cairan getah bening dibentuk dari cairan yang
merembes keluar dari dinding pembuluh kapiler ke jaringan tubuh. Cairan ini
mengandung oksigen, protein, dan nutrisi lain yang dibutuhkan jaringan. Sebagian
cairan akan masuk kembali ke pembuluh kapiler, dan sebagian akan masuk ke
pembuluh getah bening menjadi cairan getah bening (cairan limfe).

Semua bahan diangkut oleh cairan limfe melalui minimal satu kelenjar getah
bening, dimana substansi asing akan disaring keluar dan dihancurkan sebelum cairan
limfe dikembalikan ke aliran darah. Pada kelenjar getah bening, sel darah putih bisa
dikumpulkan kembali, berinteraksi dengan antigen, menghasilkan reaksi kekebalan
terhadap zat-zat asing. Kelenjar getah bening memiliki jaringan seperti jala yang
penuh dengan sel-sel limfosit B, limfosit T, sel dendritik, serta makrofag.

Mikroorganisme berbahaya disaring melalui jaringan seperti jala dan kemudian


diidentifikasi dan diserang oleh sel-sel limfosit B dan limfosit T.Kelenjar getah
bening biasanya berkumpul pada area-area dimana percabangan pembuluh limfe
berakhir, misalnya di leher, ketiak, dan selangkangan.
Organ limfoid sekunder menangkap mikroorganisme dan zat asing lain serta
menjadi tempat sel-sel imun tubuh yang matur berkumpul, berinteraksi dengan
bahan-bahan asing, dan menghasilkan reaksi imunitas tubuh.

Kelenjar getah bening merupakan salah satu tempat pertama penyebaran sel-sel
kanker. Dengan demikian, biasanya kelenjar getah bening akan diperiksa untuk
menentukan apakah kanker telah menyebar. Terkadang bakteri yang dibawa ke
kelenjar limfe tidak dapat dibunuh dan menyebabkan peradangan pada kelenjar limfe.
(Limfadenitis)

2.5 Mekanisme Pertahanan dalam Sirkulasi

Mikroba masuk melalui jaringan epitel kulit dengan cara mengkoyaknya atau karena
terdapat luka akibat benda-benda atau material diluar tubuh. Kemudian mikroba
tersebut masuk ke jaringan dan mengeluarkan zat toksik yang membuat sel imun
(limfosit B) mengenalinya. Selain itu, mediator-mediator atau APC seperti histamine,
sitokin, dan mediator lain mampu mengaktifkan leukosit dan menarik perhatian
limfosit T melalui proses opsonin, kemotaksis.

Jika sel-sel imun tidak mampu membunuh habis mikroba tersebut, maka mereka
akan beremigrasi dan merusak dinding pembuluh darah dan ikut peredaran darah
mencapai organ sasaran.

Infeksi virus melalui peredaran darah ini dapat diatasi dengan anti toksin dalam
titer yang rendah. Dengan kata lain titer anti toksin yang rendah di dalam darah sudah
cukup untuk mengikat toksis yang berada dalam perjalanan ke sumsum syaraf pusat,
sehingga tidak lagi dapat berikatan dengan reseptor sel sasaran. Penyakit virus
dengan pola penyebaran melalui peredaran darah mempunyai periode inkubasi yang
panjang.

2.6 Penyakit yang menyerang imunologi darah


a. Pengertian penyakit anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune
haemolytic anmia (AIHA)
Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya
penghancuran sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah
mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum
tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya. Jika suatu penyakit
menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang
berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang
baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi
pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.

1. Anemia Hemolitik Antibodi Hangat

Anemia Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh


membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh.
Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda
asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan
sumsum tulang. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita. Sepertiga penderita
anemia jenis ini menderita suatu penyakit tertentu (misalnya
limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat, terutama lupus eritematosus sistemik)
atau telah mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa.

Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan, mungkin


Mkarena anemianya berkembang sangat cepat. Limpa biasanya membesar, sehingga
bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman. Pengobatan
tergantung dari penyebabnya. Jika penyebabnya tidak diketahui, diberikan
kortikosteroid dosis tinggi, awalnya melalui intravena , selanjutnya per-oral (ditelan).
Sekitar sepertiga penderita memberikan respon yang baik terhadap pengobatan
tersebut. Penderita lainnya mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat
limpa, agar limpa berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh
autoantibodi. Pengangkatan limpa berhasil mengendalikan anemia pada sekitar 50%
penderita. Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan sistem kekebalan.
Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita anemia
hemolitik autoimun. Bank darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah
yang tidak bereaksi terhadap antibodi, dan transfusinya sendiri dapat merangsang
pembentukan lebih banyak lagi antibodi.

2. Anemia Hemolitik Antibodi Dingin

Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh


membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu
ruangan atau dalam suhu yang dingin. Anemia jenis ini dapat berbentuk akut atau
kronik. Bentuk yang akut sering terjadi pada penderita infeksi akut, terutama
pneumonia tertentu atau mononukleosis infeksiosa. Bentuk akut biasanya tidak
berlangsung lama, relatif ringan dan menghilang tanpa pengobatan. Bentuk yang
kronik lebih sering terjadi pada wanita, terutama penderita rematik atau artritis
yang berusia diatas 40 tahun. Bentuk yang kronik biasanya menetap sepanjang
hidup penderita, tetapi sifatnya ringan dan kalaupun ada, hanya menimbulkan
sedikit gejala.

Cuaca dingin akan meningkatkan penghancuran sel darah merah,


memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak
kebiruan) pada tangan dan lengan. Penderita yang tinggal di daerah bercuaca
dingin memiliki gejala yang lebih berat dibandingkan dengan penderita yang
tinggal di iklim hangat.

Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan


antibodi pada permukaan sel darah merah yang lebih aktif pada suhu yang lebih
rendah dari suhu tubuh. Tidak ada pengobatan khusus, pengobatan ditujukan
untuk mengurangi gejala-gejalanya. Bentuk akut yang berhubungan dengan
infeksi akan membaik degnan sendirinya dan jarang menyebabkan gejala yang
serius. Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang kronik.
b. Penyabab penyakit anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune
haemolytic anmia (AIHA)
1. Pembesaran Limpa

Anemia yang disebabkan oleh pembesaran limpa biasanya berkembang


secara perlahan dan gejalanya cenderung ringan. Pembesaran limpa juga
seringkali menyebabkan berkurangnya jumlah trombosit dan sel darah putih.
Pengobatan biasanya ditujukan kepada penyakit yang menyebabkan limpa
membesar. Kadang anemianya cukup berat sehingga perlu dilakukan
pengangkatan limpa (splenektomi).

2. Kerusakan Mekanik pada Sel Darah Merah

Dalam keadaan normal, sel darah merah berjalan di sepanjang pembuluh


darah tanpa mengalami gangguan. Tetapi secara mekanik sel darah merah bisa
mengalami kerusakan karena adanya kelainan pada pembuluh darah (misalnya
suatu aneurisma), katup jantung buatan atau karena tekanan darah yang sangat
tinggi. Kelainan tersebut bisa menghancurkan sel darah merah dan menyebabkan
sel darah merah mengeluarkan isinya ke dalam darah. Pada akhirnya ginjal akan
menyaring bahan-bahan tersebut keluar dari darah, tetapi mungkin saja ginjal
mengalami kerusakan oleh bahan-bahan tersebut.

3. Reaksi Autoimun
Kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan
menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing
(reaksi autoimun). Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah,
akan terjadi anemia hemolitik autoimun.
c. Mekanisme patogenesis penyakit anemia hemolitik autoimun (AHA) atau
autoimmune haemolytic anemia (AIHA)
Anemia hemolitik autoimun (AIHA) terjadi ketika terdapat autoantibodi yang
berikatan dengan eritrosit, sehingga menghancurkan sel darah merah dan berujung
pada manifestasi anemia. Anemia hemolitik autoimun menandakan adanya
kegagalan dalam mekanisme pengenalan antigen diri. Sindrom AIHA secara
umum dibagi berdasarkan hubungan antara aktivitas antibodi dan suhu. Antibodi
tipe hangat yaitu molekul IgG mempunyai afinitas maksimal pada eritrosit di suhu
tubuh. Sedangkan antibodi tipe dingin yaitu molekul IgM, mempunyai afinitas
maksimal pada eritrosit di suhu rendah. Anemia hemolitik autoimun (autoimmune
hemolytic anemia/AIHA) merupakan suatu kelainan di mana terdapat antibody
terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.
Antibodi abnormal ditujukan kepada eritrosit, tetapi mekanisme patogenesisnya
tidak jelas. Autoantibodi mungkin dihasilkan oleh respons imuun
yang tidak serasi terhadap antigen eritrosit atau epitop antigenik yang lain yang
mirip dengan antigen eritrosit. Atau agen infeksi dapat dengan sesuatu cara
mengubah membran eritrosit sehingga menjadi asing atau antigenik terhadap
hospes.
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui
aktivasi sistem komplemen dan aktivasi mekanisme selular.
d. Aktivasi Sistem Komplemen
Secara keseluruhan aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan
hancurnya membransel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang
ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuria. Sistem komplemen akan
diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternatif. Antibodi-antibodi yang
memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, IgG3
disebut sebagai agglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini berikatan dengan
antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu di bawah suhu
tubuh. Antibodi IgG disebut agglutinin hangat karena bereaksi dengan antigen
permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.
e. Aktivasi Mekanisme Selular
Jika ada eritrosit yang tersensitisasi oleh komponen sistem imun seperti
IgG atau kompemen, namun tidak terjadi aktivasi sistem komplemen lebih lanjut,
maka ia akan difagositosis langsung oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses ini
dikenal dg mekanisme immunoadhearance.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Darah memiliki dua komponen utama yaitu Plasma darah, bagian-bagian cair
darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah dan Butir-butir
darah. Semua bahan diangkut oleh cairan limfe melalui minimal satu kelenjar getah
bening, dimana substansi asing akan disaring keluar dan dihancurkan sebelum cairan
limfe dikembalikan ke aliran darah. Pada kelenjar getah bening, sel darah putih bisa
dikumpulkan kembali, berinteraksi dengan antigen, menghasilkan reaksi kekebalan
terhadap zat-zat asing. Kelenjar getah bening memiliki jaringan seperti jala yang
penuh dengan sel-sel limfosit B, limfosit T, sel dendritik, serta makrofag.

Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya


(hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat
pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika
penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia
hemolitik.
Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Anemia hemolitik autoimun dibedakan
dalam dua jenis utama, yaitu anemia hemolitik antibodi hangat (paling sering terjadi)
dan anemia hemolitik antibodi dingin.
4.1 Saran
Perlu adanya kajian mendalam mengenai reaksi imunologi dcarah dan
penyakit yang menyerang imunologi darah yang dikaitkan dengan sistem imun tubuh
sehingga tidak terjadi keterbatasan pengetahuan tentang mekanisme imunologi
darah.
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Karnen Garna.2010.Imunologi Dasar.Jakarta: Balai


Penerbit, FKUI.
Price, Sylvia Anderson.1995.Fisiologi Proses-Proses Penyakit.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

You might also like