You are on page 1of 18

PERCOBAAN 5

ESTERIFIKASI FENO SINTESIS ASPIRIN

I. Tujuan Percobaan
1. Melakukan sintesis aspirin dari asam salisilat dan anhidrida asetat dengan
katalis asam sulfat dengan metode esterifikasi.
2. Melakukan pemurnian aspirin hasil sintesis dengan metode rekristalisasi.
3. Melakukan identifikasi aspirin hasil sintesis dengan metode reaksi
pengkompleksan dengan FeCl3.
4. Melakukan uji kemurnian asam salisilat dan aspirin hasil sintesis dengan
metode titik leleh.
5. Melakukan analisis aspirin komersial dengan metode titrasi asam basa.
II. Prinsip Percobaan
1. Reaksi substitusi pembuatan ester dari gugus hidroksi dan gugus
karboksilat.
2. Pemurnian senyawa berdasarkan perbedaan kelarutan antara zat pengotor
dan zat yang akan dimurnikan.
3. Pembentukan senyawa kompleks berdasarkan terjadinya perubahan warna.
4. Perubahan wujud padat menjadi cair pada titik leleh karena adanya
pemanasan.
5. Analisis kunatitatif suatu senyawa berdasarkan reaksi penetralan.
III. Teori dasar
3.1. Reaksi sintesis senyawa organik
3.2. Reaksi esterifikasi
Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat.
Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2 R
dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat
dapat balik (Fessenden, 1990).
Ester diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam karboksilat mengandung
gugus -COOH, dan pada sebuah ester hidrogen di gugus ini digantikan oleh
sebuah gugus hidrokarbon dari beberapa jenis. Disini kita hanya akan melihat
kasus-kasus dimana hidrogen pada gugus -COOH digantikan oleh sebuah gugus
alkil, meskipun tidak jauh beda jika diganti dengan sebuah gugus aril (yang
berdasarkan pada sebuah cincin benzen) (Borer, 2000).
Aspirin disebut juga asam asetil salisilat, sering digunakan sebagai pereda
rada sakit (analgesik), sebagai penurun demam (antipiretik) dan sebagai obat anti
peradangan. Aspirin juga memiliki sifat antipenggumpalan darah karena
menghambat pembentukan tromboksan (protein pengikat yang dihasilkan oleh
platelet). Oleh karena itu aspirin digunakan sebagai obat jangka panjang dalam
dosis rendah untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah, stroke dan serangan
jantung. Tetapi efek antipenggumpalan ini dapat menyebabkan pendarahan
berlebihan terjadi, karena itu orang yang akan menjalani pembedahan atau
mempunyai masalah pendarahan tidak diperbolahkan mengonsumsi aspirin.
Aspirin adalah turunan dari asam salisilat. Aspirin berbentuk kristal
berwarna putih, bersifat asam lemah (pH 3,5) dengan titik lebur 136°C. Aspirin
mudah larut dalam cairan ammonium asetat, karbonat, sitrat atau hidroksida dari
logam alkali. Aspirin stabil dalam udara kering, tetapi terhidrolisis perlahan
menjadi asetat dan asam salisilat bila kontak dengan udara lembab. Dalam
campuran basa, proses hidrolisis ini terjadi secara cepat dan sempurna.
Reaksi pembentukannya adalah :

Sintetis aspirin termasuk reaksi esterifikasi. Asam salisilat dicampur


dengan anhidrin asetat, menyebabkan reaksi kimia yang mengubah grup alkanol
asam salisilat menjadi grup asetil (R-OH→R-OCOCH3). Proses ini menghasilkan
aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan. Sejumlah kecil
asam sulfat umumnya digunakan sebagai katalis. Asam sulfat berfungsi sebagai
donor proton sehingga ikatan rangkap pada anhidrida asetat lebih mudah terbuka
lalu bergabung dengan asam salisilat yang kehilangan hidrogennya.Setelah proses
pengikatan selesai, ion SO42- kembali mengikat proton H+ yang berlebih.
3.3. Kristalisasi
Suatu zat yang tampil sebagai zat padat, tetapi tidak mempunyai struktur
kristal yang berkembang disebut amorf (tanpa bentuk. Tak seperti zat pada kristal,
zat amorf tidak mempunyai titik-titik leleh tertentu yang tepat. Sebaliknya zat
amorf melunak secara bertahap bila dipanasi dan meleleh dalam suatu jangka
temperatur .Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan
datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-
bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion
ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris (Keenan, 1991).
Kristalisasi merupakan metode pemisahan untuk memperoleh zat padat
yang terlarut dalam suatu larutan. Dasar metode ini adalah kelarutan bahan dalam
suatu pelarut dan perbedaan titik beku. Kristalisasi ada dua cara yaitu kristalisasi
penguapan dan kristalisasi pendinginan .Pemisahan bahan padat berbentuk kristal
dari suatu larutan atau suatu lelehan. Disamping untuk pemisahan bahan padat
dari larutan, kristalisasi juga sering digunakan untuk memurnikan bahan padat
yang sudah berbentuk kristal. Proses pemurnian ini disebut kristalisasi ulang atau
rekristalisasi (Arsyad,2001).
Pemisahan dengan teknik kristalisasi didasari atas pelepasan pelarut dari
zat terlarutnya dalam sebuah campuran homogeen atau larutan, sehingga
terbentuk kristal dari zat terlarutnya. Proses ini adalah salah satu teknik pemisaha
padat-cair yang sangat penting dalam industri, karena dapat menghasilkan
kemurnian produk hingga 100% (Oxtoby, 2001).
Kristal dapat terbentuk karena suatu larutan dalam keadaan atau kondisi
lewat jenuh (supersaturasi). Kondisi tersebut terjadinya karena pelarut sudah tidak
mampu melarutkan zat terlarutnya, atau jumlah zat terlarut sudah melebihi
kapasitas pelarut. Sehingga kita dapat memaksa agar kristal dapat terbentuk
dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya, sehingga kondisi lewat jenuh dapat
dicapai. Proses pengurangan pelarut dapat dilakukan dengan empat cara yaitu,
penguapan, pendinginan, penambahan senyawa lain dan reaksi kimia (Oxtoby,
2001).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua
faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan
kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk,
tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk
endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung
pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin
besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju
pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang
mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung.
Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh
derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
3.4. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali
dari larutan atau leburan dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi
hanyalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi. Apabila kristalisasi dalam hal ini
hasil kristalisasi memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada
pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi.
Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saringdan
yang tertinggal hanyalah kristal murni (Fessenden, 1989).
Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi adalah
pelarut cair, karena tidakmahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan zat padat
organik bila dilakukan penguapan akan lebih mudahmemperolehnya kembali.
Kriteria pelarut yang baik:
a. Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan di rekristalisasi.
b. Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif
tak larut dalam pelarut,pada suhu kamar atau suhu kristalisasi.
c. Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu
didih pelarutnya.
d. Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan
direkristalisasi.
e. Zat pengotor yang tak diinginkan harus sangat larut dalam pelarut pada
suhu kamar atau tidak larut dalam pelarut panas.
f. Pelarut harus cukup volatile (mudah menguap) sehingga mudah untuk
dihilangkan setelah zat padatyang diinginkan telah terkristalisasi (Wilcox
& Wilcox, 1995).
3.5. Titik leleh
Titik leleh suatu zat adalah temperatur pada fase padat dan cair ada dalam
kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam ini diganggu dengan menambahkan
atau menarik energy panas, sistem akan berubah bentuk lebih banyak zat cair atau
lebih banyak zat padat. Namun temperature akan tetap pada titik leleh selama fase
itu masih ada perubahan dari cair menjadi padat disebut pembekuan dan proses
kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik leleh suatu padatan sama
dengan titik beku suatu cairan (Chang, 2004).

3.6. Reaksi pembentukan kompleks


IV. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah batang pengaduk, corong
Buchner, corong penyaring, gelas kimia, klem, labu erlenmeyer, melting block,
penangas air, pemanas bunsen, pipet tetes, tabung kapiler, tabung reaksi,
termometer, statif.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah aquades, anhidrida
asetat, asam asetil salisilat (aspirin), asam salisilat, etanol, larutan FeCl3 10%,
larutan H2SO4 85%, laruran NaOH, indikator fenolftalein, kertas perkamen, kertas
saring.
V. Prosedur
5.1. Pembuatan aspirin
Wadah berisi air dipanaskan diatas penangas air. Sekitar 1,4 gram asam
salisilat ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL. lalu 4 mL
anhidrida asetat ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer dengan cara sedemikian
rupa sehingga dapat membilas serbuk asam salisilat yang menempel di dinding
labu erlenmeyer. Dengan hati-hati 5 tetes larutan H2SO4 85% ditambahkan ke
dalam labu erlenmeyer dan diaduk dengan batang pengaduk. Pengerjaan ini
dilakukan di lemari asam.
Labu erlenmeyer yang berisi campuran dipanaskan dalam penangas air
yang airnya telah dipanaskan selama 5 menit. Setelah 5 menit labu erlenmeyer
diangkat dari dari penangas air dan segera ditambahkan 2 mL aquades. Setelah 2
atau 3 menit, ditambahkan lagi 20 mL aquades dan labu berisi campuran tersebut
dibiarkan mengalami kristalisasi. Kristal harus dipastikan terbentuk sebelum
melanjutkan ke tahap selanjutnya. Kemudian ditambahkan 50 mL aquades dingin
dan labu didinginkan dalam wadah penangas berisi es sehingga proses
pembentukan kristal sempurna. Kristal yang diperoleh disaring dengan
menggunakan corong Buchner yang telah dilapisi kertas saring. Lalu kristal dicuci
dengan sedikit air dingin.
Setelah itu dilakukan rekristalisasi untuk mendapat kristal yang lebih
murni, dengan cra melarutkan kristal yang sudah terbentuk dalam 5 mL etanol dan
ditambahkan 20 mL aquades. Larutan dipanaskan sampai semua kristal teoat larut,
kemudian didinginkan dalam wadah penangas berisi es sampai terbentuk kristal.
Kristal yang terbentuk disaring dengan menggunakan corong Buchner. Kristal
yang terbentuk dikeringkan di udara dan dihitung rendemen hasil kristal aspirin
yang diperoleh. Lalu hasil yang diperoleh dibandingkan dengan berat teoritis
(berdasarkan perhitungan stoikiometrik, sesuai persamaan reaksi di bawah ini.

5.2. Uji aspirin


5.2.1. Uji reaksi pengkompleksan dengan FeCl3
3 buah reaksi disiapkan dan diberi label masing-masing: asam salisilat,
“my aspirin” yaitu hasil sintesis aspirin yang dilakukan, dan komersial aspirin.
Sejumlah sampel ditempatkan dalam masing-masing tabung reaksi sesuai label.
Ke dalam tiap tabung ditambahkan 20 tetes aquades dan 10 tetes larutan FeCl3
10%. Perubahan yang terjadi pada tiap larutan diamati dan dicatat. Warna ungu
menunjukan adanya asam salisilat.
5.2.2. Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin hasil sintesis
2 tabung kapiler disiapkan, satu tabung kapiler diisi dengan sampel asam
salisilat sedangkan satu tabung yang lain diisi dengan sampel aspirin hasil sintesis.
Salah satu abung kapiler dipasang pada melting block, kemudian alat melting
block dipanaskan secara perlahan di atas pemanas bunsen dan jangan lupa
termometer dipasang pada alat melting block. Perubahan suhu awal ketika padatan
kristal dalam tabung kapiler meleleh diamati dan dicatat. Perubahan suhu pada
saat semua padatan telah berubah seluruhnya menjadi cair juga dicatat. Kedua
suhu ini merupakan trayek titik leleh zat padat yang diukur. Pengerjaan ini
diulangi pada tabung kapiler yang lain, tapi alat melting block harus dibiarkan
dingin kembali (suhu kamar). Titik leleh aspirin menurut literatur adalah 136oC.
Hasil pengukuran titik leleh sampel aspirin dibandingkan dengan data ini.
Semakin kecil trayek titik leleh, maka sampel semakin murni. Semakin dekat hasil
pengukuran titik leleh sampel dengan literatur, menunjukan bahwa semakin baik
dan teliti kerja praktikan.
5.2.3. Analisis kandungan aspirin komersial
Dua tablet aspirin ditempatkan dalam labu erlemeyer, hancurkan tablet
aspirin dnegan btaang pengaduk (atau kedua tablet dihancurka terlebih dahulu
dengan lumpang alu, baru dimasukan ke dalam labu erlenmeyer). Serbuk tablet
aspirin dilarutkan dalam 10 mL etanol. Setelah seluruhnya larut, ditambahkan 3
tetes fenolftalein dan aquades secukupnya sehingga volume total larutan menjadi
50 mL.
Labu erlenmeyer berisi larutan aspirin dititrasi dengan larutan baku NaOH
0,1 M sampai tercapai titik akhir titrasi, yaitu ketika tejasi perubahan warna
indikator dalam larutan. Volume NaOH yang digunakan dicatat dan massa aspirin
per tablet dihitung. Menurut peraturan FDA, kekuatan tablet aspirin ditentukan
oleh minimal 5 grains asam asetilsalisilat (1 grain = 0.0648 gram). Aspirin (asam
asetilsalisilat, HC9H7O4, bereaksi dengan NaOH dengan perbandingan mol 1 : 1,
sehingga jumlah mol NaOH yang digunakan dalam titrasi sama dengan jumlah
mol aspirin dalam tablet.
VI. Data pengamatan
6.1. Pembuatan aspirin
a) Rendemen kristalisasi
Bobot awal = 1,4013 gram
Bobot akhir = 1,2948 gram
boboth akhir
% Rendemen = x 100%
bobot awal
1,2948 𝑔
= x 100%
1,4013 𝑔

= 0,9239x 100% = 92,39%


b) Rendemen rekristalisasi
Bobot awal = 1,4013 gram
Bobot akhir = 1,3261 gram
bobot akhir
% Rendemen = x 100%
bobot awal
1,3261 𝑔
= x 100%
1,4013 𝑔

= 0,9463 x 100% = 94,63%


6.2. Uji aspirin
6.2.1. Uji reaksi pengkompleksan dengan FeCl3

asam salisilat= warna ungu my aspirin= warna coklat komersial aspirin= warna
coklat
6.2.2. Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin
a) Titik leleh asam salisilat
Suhu mulai meleleh = 154oC
Suhu meleleh sempurna = 157oC
b) Titik leleh aspirin hasi sintesis (kristalisasi)
Suhu mulai meleleh = 129oC
Suhu meleleh sempurna = 132oC
c) Titik leleh aspirin hasi sintesis (rekristalisasi)
Suhu mulai meleleh = 132oC
Suhu meleleh sempurna = 135oC
6.2.3. Analisis kamdungan aspirin dalam tablet komersial
a) Massa NaOH
NNaOH = 0,1 N
Vad.aqudes = 50 mL
Mr = 40
Massa NaOH (gram)?
gr 1000 gr 1000
N = Mr x ↔ 0,1= 40 x 50 mL
V
0,1 N x 40
gr = 20 𝑚𝐿

gr = 0,4 gram  Hasil penimbangan = 0,4131gram


b) Titrasi
NNaOH = 0,1 N
VNaOH 1 = 11 mL
Vrata-rata = 10,9 mL
VNaOH 2 = 10,8 mL
VAspirin = 50 mL
Maka  VNaOH x NNaOH = VAspirin x NAspirin
10,9 mL x 0,1N = 50 mL x NAspirin
10,9 mL x 0,1 N
NAspirin = 50 𝑚𝐿

NAspirin = 0,0218 N
c) Massa aspirin
Bobot aspirin(1&2) = 0,3210 gram
Bobotrata-rata = 0,32 gram
Bobot aspirin(3&4) = 0,3183 gram
NAspirin = 0,0218 N
Mr = 180
gr 1000 gr 1000
Maka  N = Mr x ↔ 0,0218 N = 180 x 50 mL
V
0,218 N x 180
gr = 20 𝑚𝐿

gr = 0,1962 gram
d) Rendemen aspirin
bobot akhir
%Rendemen aspirin (hasil sintesis) = x 100%
bobot awal
0,1962 𝑔
= x 100%
0,32 𝑔

= 0,6131 x 100%
= 61,31 %
bobot akhir
%Rendemen aspirin (teoritis) = x 100%
bobot awal
0,2 𝑔
= 0,32 𝑔 x 100%

= 0,625 x 100%
= 62,5 %
VII. Pembahasan
7.1. Pembuatan aspirin
Pada percobaan kali bertujuan untuk mesintesis aspirin melalui metode
esterifikasi. Pembuatan aspirin dilakukan dengan cara melarutkan 1,4013 gram
asam salisilat dalam 4 mL anhidrida asetat. Penggunaan asam salisilat ini karena
dalam pembuatan aspirin, asam salisilat bereaksi dengan anhidrida asetat
mengubah gugus hidroksil fenolik (-OH) dari asam salisilat menjadi ester asetil
(OCOCH3) dari anhidrida asetat. Digunakan asam asetat anhidrida karena asam
asetat lebih reaktif dibandingkan asam asetat, kelebihreaktifan anhidrida asam
asetat ini disebabkan oleh struktur anhidrida asam asetat telah kehilangan 1 atom
hidrogen sehingga atom karbon tempat hidrogen melekat menjadi lebih
elektropositif. Selain itu anhidrida asetat tidak mengandung air dan lebih mudah
menyerap air, sehingga air yang dapat menghidrolisis aspirin menjadi asam
salisilat dan asam asetat dapat dihindari. Kemudian ditambahkan asam sulfat
pekat sebanyak 5 tetes. Penambahan H2SO4 pekat berfungsi sebagai katalis dan
zat penghidrasi. Asam sulfat menghidrasi asam asetat hasil samping dari
pembuatan aspirin yang mengakibatkan asam asetat kehilangan air dan terjadi
reaksi pembentukan asam asetat anhidrida. Anhidrida asetat akan kembali
bereaksi dengan asam salisilat membentuk aspirin dan asam asetat. Hal ini terjadi
berulang-ulang dan reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis bereaksi
dengan asam sulfat pekat.
O O
C-OH C-OH
O O H+- HSO4-
O O
OH + CH3-C-O-C-CH3
H2O O-C-CH3 + CH3-C-OH
Asam anhidrida asetat asam asetil salisilat asam
salisilat (aspirin) asetat

Gambar 7.1. mekanisme reaksi pembuatan aspirin

Setelah itu labu erlenmeyer yang berisi campuran antara asam salisilat dan
anhidrida asam asetat dengan asam sulfat dimasukkan kedalam penangas air untuk
mempercepat tercapainya energi aktivasi sehingga kelarutan asam salisilat
meningkat dan pembentukan aspirin menjadi lebih cepat. Setelah itu labu
erlenmeyer dikeluarkan dari penangas dan ditambahkan 2 mL aquades yang
bertujuan untuk melarutkan asam salisilat sebagai bahan baku pembentukan
aspirin karena adanya ikatan hidrogen yang terbentuk antara gugus -OH dengan
air, sekaligus menghentikan reaksi karena air akan menghidrolisis anhidrida asam
asetat menjadi 2 molekul asam asetat. Ditambahkan lagi air dingin 50 mL dan
campuran didinginkan didalam gelas kimia berisi es. Pendinginan dalam dengan
es ini bertujuan untuk mempercepat pembentukan kristal karena ketika suhu
rendah, kelarutan aspirin akan menurun sehingga bergerak melambat dan pada
akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi dan
pertumbuhan partikel. Proses nukleasi dan pertumbuhan partikel terjadi ketika
anhidrida asetat menyerang H+Anhidrida asam asetat mengalami resonansi
anhidrida asam asetat menyerang gugus fenol dari asam salisilat H+ terlepas dari –
OH dan berikatan dengan atom O pada anhidrida asam asetat anhidrida asam
asetat terputus menjadi asam asetat dan asam asetilsalisilat (aspirin) H+ akan lepas
dari aspirin.
Kemudian untuk memisahkan kristal aspirin yang terbentuk dengan
dengan campuran yang lain, maka campuran tersebut disaring
menggunakan corong Buchner. Rendemen kristal yang diperoleh dari proses
kristalisasi adalah sebesar 92,39%. Kristal aspirin yang diperoleh belum benar-
benar murni. Oleh karena itu kristal aspirin dilakukan rekristalisasi yang bertujuan
untuk memperoleh kristal yang lebih murni. Rekristalisasi dilakukan dengan cara
melarutkan kristal dengan 5 mL etanol dan 20 ml aquades lalu dipanaskan sampai
semua kristal larut sempurna. Penambahan etanol berfungsi sebagai pelarut karena
aspirin larut dalam etanol. Ketika kristal aspirin hasil kristalisasi larut dengan
mudah dalam etanol, maka kristal aspirin akan terpisah dengan air dan diperoleh
kristal yang lebih murni dengan jumlah zat pengotor yang diminimalisir.
Kemudian labu erlenmeyer didinginkan dalam gelas kimia berisi es sampai
larutan membentuk kristal. Setelah kristal terbentuk lalu disaring dengan corong
Buchner. Dari percobaan ini didapat rendemen sebesar 94,63%, hasil yang
diperoleh tidak murni. Hal ini disebabkan karena kurangnya penambahan H2SO4
sehingga tidak cukup untuk memprotonasi anhidrida asetat sehingga belum
semua asam salisilat terbentuk menjadi asam asetil salisilat maka dari itu kristal
asam astil salisilat atau aspirin yang terbentuk sedikit.
7.2. Uji reaksi pengkompleksan dengan FeCl3
Uji ini digunakan untuk menguji kemurnian kristal aspirin hasil sintesis.
Sebelum ditambahkan FeCl3, terlebih dahulu ditambahkan aquades yang
bertujuan untuk melarutkan sampel. Namun sampel tidak larut ke dalam aquades,
hal ini karena asam salisilat dan aspirin kurang larut dalam volume air yang kecil.
Setelah itu ditambahkan FeCl3 kedalam campuran untuk diuji.
Asam salisilat membentuk kompleks berwarna ungu dengan penambahan
FeCl3. Hal ini terjadi karena asam salisilat adalah senyawa yang mengandung
fenol, fenol yang bereaksi dengan FeCl3 akan memberikan warna ungu. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan fenol.
Fenolmerupakansenyawa yang mengandunggugushidroksil yang terikat pada
karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan besi (III) klorida menghasilkan
larutan berwarna.
Sedangkan aspirin komersial dan aspirin hasil sinsesis ketika ditambah
FeCl3 berwarna kuning kecoklatan. Hal ini menunjukan aspirin komersial
mengandung tidak mengandung asam salisilat, coklat karena struktur aspirin
tidak memiliki gugus OH.
7.3. Uji titik leleh asam salisilat dan aspirin
Menentukan titik leleh suatu kristal merupakan cara yang di gunakan
untuk menguji kemurnian suatu senyawa. Kristal aspirin diuji kemurniannya
dengan trayek titik leleh menggunakan melting block. Suatu zat padat memiliki
molekul-molekul dalam bentuk kisi yang teratur dan diikat oleh gaya-gaya
gravitasi dan elekrostatik. Ketika zat padas mengalami proses pemanasan maka
energi kinetik dari molekul-molekul zat padat akan meningkat. Hal ini yang
menyebabkan molekul-molekul bergetar sehingga pada suhu tertentu ikatan-
ikatan molekul tersebut akan lepas, maka terjadilah proses meleleh pada zat padat.
Semakin dekat trayek titik leleh yang diperoleh dengan literatur artinya
kristal yang diperoleh akan semakin murni. Hasil yang diperoleh dari praktikum,
titik leleh asam salisilat adalah 157°C. Berdasarkan literatur, titik leleh asam
salisilat adalah 157oC-159oC (Farmakope, 1995). Hal ini dikatakan murni karena
trayek hasil percobaan tidak jauh dengan trayek dalam literatur.
Sedangkan untuk aspirin diperoleh titik lelehnya adalah 135°C.
Berdasarkan literatur, titik leleh asam salisilat adalah 136oC (Farmakope, 1995).
Berarti hasil sintesis aspirin yang diperoleh tidaklah murni. Hal ini bisa terjadi
karena kesalahan dalam membaca skala termometer dan masih adanya zat
pengotor pada kristal akibat sehingga titik leleh menjadi lebih rendah. Zat
pengotor berupa kristal asam salisilat dapat menyebabkan ikatan-ikatan pada
struktur aspirin melemah sehingga mudah diputus. Hal ini menyebabkan titik
leleh lebih rendah. Selain itu karena kesalahan praktikan dalam membaca
termometer saat mengamati kapan kristal pertama kali meleleh dan meleleh
seluruhnya dan pada saat pengisian pipa kapiler pada melting block. Kristal yang
diperlukan untuk mengisi pipa kapiler adalah sekitar 0,5 cm tinggi pipa kapiler
tersebut. Jadi kristal yang terlalu banyak dan terlalu sedikit membuat perbedaan
titik leleh tersebut.
7.4. Analisis kandungan aspirin dalam tablet komersial
Analisis dengan metode ttrasi asam basa ini digunakan untuk mengetahui
kadar aspirin dalam suatu tablet aspirin. Sebelum dilakukan titrasi tablet
dihancurkan dan ditambahkan etanol yang berfungsi untuk melarutkan aspirin
yang terkandung didalam tablet (kelarutan aspirin dalam etanol lebih baik dari
pada kelarutan aspirin dalam air). Titrasi ini merupakan titrasi asam basa dengan
peniternya adalah NaOH 0,1 M karena senyawa yang akan dianalisis aspirin yang
bersifat asam dan indikatornya adalah fenolftalein. Fenolftalein tidak dapat larut
dalam air tapi dapat larut dalam etanol, sehingga penambahan fenolftalein di
lakukan setelah melarutkan asam salisilat dengan etanol dan sebelum penambahan
air. Proses titrasi dilakukan hingga tercapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan
perubahan warna pada indikator menjadi warna merah muda. Titik akhir titrasi ini
terjadi ketika semua aspirin habis atau tepat bereaksi dengan NaOH.
Dalam percobaan ini kadar aspirin dalam tablet aspirin komersial
diperoleh sebesar 0,1962 gram dengan remdemen sebesar 61,31 %. Sedangkan
secara teoritis kadar aspirin dalam tablet 100 mg 0,32 gram dengan rendemen
sebesar 62,5%. Hasil yang diperoleh kurang dari kadar teoritis, ketidaksesuaian
ini disebabkan tablet yang telah digerus, pada saat titrasi pembacaan skala buret
kurang teliti. Kandungan aspirin dalam tablet komersial secara teoritis tidak 100%
karena komposisi tablet tidak hanya zat aktif melainkan ada juga zat tambahan
seperti pengisi, pengikat, dan pemecah.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Aspirin dapat disintesis dari asam salisilat dan anhidrida asetat dengan
katalis asam melalui metode esterifikasi.
2. Aspirin hasil sintesis dapat dimurnikan melalui metode rekristalisasi
dengan hasil rendemen sebanyak %, sehingga hasil yang diperoleh tidak
murni karena kurang dari 100%
3. Aspirin hasil sintesis dapat diidentifikasi melalui reaksi pengkompleksan
FeCl3 dengan perubahan warna menjadi coklat.
4. Kemurnian aspirin hasil sintesis dapat diidentidikasi melalui uji titik leleh
dengan hasil titik leleh 135oC, sehingga hasil yang diperoleh memdekati
titik leleh aspirin menurut Farmakope Indonesia III yaitu 136oC.
5. Aspirin komersial dapat dianalisis melalui tirasi asam basa dengan kadar
sebesar %, sehingga hasil yang diperoleh mendekati kadar aspirin teoritis
yaitu 62,2%.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. Natsir, (2001), Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah, Gramedia,
Jakarta.

Borer L,L, and Barr, E, (2000), Experiments With Aspirin, Engelwood Cliffs, New
Jersey,

Chang, Raymond, (2004), Kimia Dasar dan konsep Inti Edisi4, Erlangga, Jakarta.

Keenan, Charles W.,dkk., (1992), Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga.


Jakarta.

Oxtoby, David W, (2001), Kimia Modern, Erlangga, Jakarta.

Ralp J, Fessenden, Joan S, Fessenden, (1990), Kimia Organik 3rd Edition,


Erlangga, Jakarta.

Svehla, (1979), Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta.

Wilcox Jr., C. F., and Wilcox, M. F., (1995), Experimental Organic Chemistry, a
small scale approach second edition, Prentice Hall Englewood Cliffts,
New Jersey.

You might also like