You are on page 1of 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS)

2.1.1 Pengertian MTBS

Merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang

datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi upaya

kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga,

malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi dan pemberian

vitamin A dan konseling pemberian makan. Tujuan utama tatalaksana ini untuk

menurunkan angka kematian bayi dan anak balita dan menekan morbiditas karena

penyakit tersebut (Kemenkes RI, 2014)

Dalam menangani balita sakit, tenaga kesehatan (perawat,bidan/desa) yang

berada di pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS secara aktif

dan terstruktur, meliputi :

1. Melakukan penilaian adanya tanda-tanda atau gejala penyakit dengan cara

tanya, lihat,dengar,raba,

2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan serta pengobatan anak,

3. Memberikan konseling dan tindak lanjut pada saat kunjungan ulang.

2.1.2 Sasaran Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS)

Adapun sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua

kelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari- 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan- 5

tahun (Vera, 2015 ; Depkes RI, 2008) .

6
2.1.3 Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas

Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani balita

sakit sesuai dengan Protap MTBS, meliputi :

1. Melakukan Anamnesa

Wawancara terhadap orang tua bayi dan balita mengenai keluhan utama,

lamanya sakit, pengobatan yang telah diberikan dan riwayat penyakit

lainnya

2. Pemeriksaan

a. Untuk bayi umur 1 hari- 2 bulan

Mengajari Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : Pemeriksaan

kemungkinan kejang, gangguan nafas, suhu tubuh, adanya infeksi,

ikterus, gangguan pencernaan, BB dan status imunisasi

b. Untuk bayi 2 bulan- 5 tahun

Pemeriksaan yang dilakukan adalah : keadaan umum, respirasi, derajat

dehidrasi, suhu, pemeriksaan telinga, diare, status gizi, anemia, imunisasi

dan vitamin A, dan keluhan lain.

c. Menentukan klasifikasi, tindakan, penyuluhan/ konseling pada ibu dan

konsultasi dokter. ( Depkes RI, 2008).

3. Pengobatan

untuk balita sakit yang mendapatkan terapi rawat jalan, maka petugas

kesehatan dapat mengajari ibu cara pememberian obat oral dirumah,

obat-obat yang diberikan sesuai dengan diagnosa pasien seperti

(antibiotik oral, antimalaria oral, parasetamol, vitamin A, zat besi, dan

obat cacingan). Sedangkan anak dengan tanda bahaya umum mempunyai

masalah serius perlu dirujuk segera. (Yulia Astuti, 2014)


Gambar 2.1
Bagan Tatalaksana kasus dg MTBS

1
Menentukan perlunya
rujukan segera 2 3
Menentukan Merujuk
Balita sakit dg Tanda YA, dirujuk
tindakan dan
bahaya umum
pengobatan pra
rujukan
Balita sakit tanpa
tanda bahaya umum

Tidak dirujuk

4.
Menentukan tindakan dan
pengobatan untuk anak yang
tidak memerlukan rujukan
segera

2.1.4 Tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS

Tenaga kesehatan pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit di unit rawat

jalan tingkat dasar adalah Paramedis (bidan, perawat) dan dokter, bukan untuk rawat

inap dan bukan untuk kader. Adapun peran dokter dalam MTBS, yaitu :

1. Melakukan SOP pelayanan balita dengan form MTBS

2. Membimbing paramedis (bidan,perawat) dalam melakukan SOP pelayanan

balita dengan form MTBS

3. Menerima rujukan internal dari Poli KIA

4. Memberikan contoh kepada semua petugas kesehatan dalam penerapan

pelayanan kuratif yang tidak meninggalkan upaya promotif dan preventif


5. Menselaraskan integrasi antara program dan pelayanan kuratif (UKM& UKP)

di puskesmas (Yulia Astuti, 2014).

2.1.5 Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan

MTBS

Cakupan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat

ke puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu

wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Hal ini dapat diukur dengan rumus berikut :

Rumus yang digunakan adalah :

% Cakupan MTBS = Ʃ BS x 100%


Ʃ total

Ʃ BS = Jumlah anak balita sakit yang memperoleh pelayanan sesuai tatalaksana

MTBS di Puskesmas disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

Ʃ total = Jumlah seluruh anak balita sakit yang berkunjung ke Puskesmas disuatu

Wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang ke

puskesmas (register rawat jalan di puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang

mendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan MTBS.

(Kemenkes RI, 2010).


2.2 Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Manajemen Tepadu Balita Sakit

(MTBS)

Berdasarkan Kemenkes RI (2011) keberhasilan penerapan MTBS di

Puskesmas tidak terlepas dari adanya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan MTBS, monitoring pasca pelatihan

serta bimbingan teknis bagi perawat dan bidan yang dilakukan oleh kepala

puskesmas atau Dinas kesehatan setempat, dan kelengkapan sarana dan prasarana

pendukung dalam pelaksanaan MTBS termasuk ketersediaan obat-obatan di

puskesmas. Bila dihubungkan dengan Teori Lawrence Green (1980), didapatkan

sebagai berikut :

1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya

perubahan perilaku seseorang dalam hal ini orang yang dimaksud bisa juga dilihat

dari segi tenaga kesehatan, Faktor ini terwujud dalam umur, pengetahuan, sikap,

keyakinan, dan sebagainya. Dalam hal ini yang dibahas pada faktor Predisposisi

dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di puskesmas adalah

pengetahuan dan pelatihan. ( Husni, 2012)

a. Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2009), Pengetahuan yang dimiliki seseorang

merupakan pemicu awal dari tingkah laku termasuk tingkah laku dalam bekerja.

Pengetahuan sangat di perlukan dalam rangka perubahan pola pikir dan perilaku.

Pengetahuan yang baik tentang suatu pekerjaan akan membuat seseorang menguasai

bidang pekerjaannya. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas/

tingkatan yang berbeda-beda dan secara garis besar dapat dibagi 6 tingkatan

pengetahuan yaitu : diawali dengan proses Tahu (know), kemudian memahami


(comprehension) secara benar tentang suatu objek , setelah itu dilakukan aplikasi

(application) prinsip yang diketahui pada situasi yang lain, dilanjutkan dengan

kemampuan Analisis (analysis) terhadap suatu objek dan melakukan sintesis

(synthesis), adalah untuk menghubungkan secara logis pengetahuan yang dimiliki

menjadi bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan terakhir

dilakukan evalusi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan penilian terhadap

suatu materi atau objek.

Cara menilai pengetahuan menurut Arikunto (2006), pengetahuan seseorang

dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala kaulitatif, yaitu :

a) Tingkat pengetahuan baik bila nilai 76-100%

b) Tingkat pengetahuan cukup baik bila nilai 56-75%

c) Tingkat pengetahun kurang bila nilai < 56%

Sedangkan Menurut Arie.J.Pitono (2012) membagi pengetahuan seseorang

kedalam 2 kategori, yaitu :

a) Tingkat pengetahuan baik bila nilai > 60%

b) Tingkat pengetahun kurang bila nilai < 60%

Pengetahuan Tenaga kesehatan Tentang MTBS merupakan hal-hal yang

harus diketahui oleh seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan MTBS di

puskesmas meliputi :

1) Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan-5 tahun yaitu :

Kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan anamnesa pada ibu masalah

yang dihadapi anaknya, memeriksa tanda bahaya umum dan menanyakan

kepada ibu empat keluhan utama,memeriksa dan mengklasifikasikan status gizi

dan anemia,memeriksa status imunisasi anak dan pemberian vitamin A serta

menilai keluhan lain yang dihadapi anak.


2) Menentukan Tindakan dan Pengobatan

Hal-hal yang harus dipahami petugas kesehatan adalah kapan harus menentukan

rujukan segera, menentukan tindakan dan pengobatan pra rujukan maupun untuk

anak yang tidak memerlukan rujukan, memilih obat yang sesuai dan menentukan

dosis dan jadwal pemberian pemberian, dll.

3) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang cara memberi konseling yang baik kepada

ibu tentang cara pemberian obat oral dan pemberian cairan dirumah, cara

mengobati infeksi lokal dirumah serta jadwal kunjungan ulang.

4) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang manajemen terpadu bayi muda umur

kurang dari 2 bulan

5) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang memberi pelayanan tindak lanjut

Hal-hal yang harus diketahui adalah menentukan status kunjungan anak, menilai

tanda-tanda sesuai dengan formulir MTBS, memilih tindakan dan pengobatan

berdasarkan tanda-tanda yang ada termasuk bila ada masalah baru pada anak

balita (Kemenkes RI, 2014).

Dalam penelitian ini pengetahuan tenaga kesehatan dinilai dari kemampuan

tenaga kesehatan menjawab pertanyaan yang diberikan yang berhubungan dengan

pelaksanaan MTBS di Puskesmas, Pelaksanaan MTBS dinilai dari catatan medis

jumlah balita sakit yang berkunjung ke puskesmas yang mendapatkan pelayanan

Manajemen Terpadu Balita Sakit sesuai standar (Kemenkes.RI, 2014). Menurut

Agita.M (2010) ada hubungan antara pengetahuan petugas dengan implementasi

MTBS di puskesmas kota semarang, sedangkan menurut Fera (2010) menyatakan

bahawa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kinerja petugas MTBS di

Kota Madiun, menurut Tri Handayani (2012) tidak ada hubungan antara pengetahuan

dengan kinerja petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo.


b. Sikap

Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi,

kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap merupakan keadaan sikap mental

yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan

timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang,

objek-objek dan situasi-situasi dengan siapa dia berhubungan (Linggasari,

2008). Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor

lingkungan kerja, sebagai berikut :

1) Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.

2) Kognisi adalah keyakinan evaluative dari seseorang. Dimanifestasi dalam

bentuk impresi atau kesan baik dan buruk yang dimiliki terhadap suatu

objek.

3) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecendrungan seseorang

untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu. (Winardi, 2004).

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin yang dimaksud adalah faktor yang memungkinkan

seseorang untuk bertindak. Faktor pemungkin dapat terwujud dari adanya sarana dan

prasarana atau fasilitas yang mendukung pelaksanaan suatu program kesehatan.

Misalnya seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) sangat dipengaruhi dengan kelengkapan sarana dan prasarana

penunjang, seperti kelengkapan obat-obatan di puskesmas dan ketersediaan serta

kondisi alat yang digunakan untuk melaksanakan pelayanan Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS).


a. Sarana dan Prasarana Pelayanan MTBS

Sarana Prasarana yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program dan

dapat menunjang kelancaran suatu program. Fasilitas harus ada dan harus dalam

kondisi yang baik( ukurannya pasti) atau tidak rusak, fasilitas harus ada pada setiap

puskesmas untuk membantu para petugas kesehatan untuk melaksanakan

kegiatannya (Wibowo, 2008). Hal yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan

MTBS di puskesmas meliputi Formulir MTBS, Kartu Nasehat Ibu (KNI) dan obat-

obatan yang yang secara umum telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional

(DOEN) dan Laporan Pemakian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang di

gunakan di Puskesmas.Obat-obat yang digunakan dalam penanganan Balita sakit

adalah obat yang lazim sudah ada, kecuali obat yang belum tersedia di puskesmas,

obat-obat yang diperlukan adalah :

Tabel 2.1
Nama obat yg biasa digunakan dlm MTBS

1. Kotrimoksasol tablet dewasa 20. Suntikan Penisilin Prokain


2. Kotrimoksasol tablet Anak 21. Suntikan Artemeter
3. sirup Kotrimoksasol 22. Suntikan Kinin HCl
4. Sirup amoksisilin 23. Suntikan Fenobarbital
5. Tablet amoksilin 24. Suntikan Diazepam
6. Kapsul Tetrasiklin 25. Tetrasiklin atau Kloramfenikol salep mata
7. Tablet asam Nalidiksat 26. Gentian Violet 1 %
8. Tablet Metronidazol 27. Tablet Niasin
9. Tablet Primakuin 28. Gliserin
10. Tablet Kina 29. Vitamin A 200.000 IU
11. Tablet Artesunate 30. Vitamin A 100.000 IU
12. Tablet Amodiakuin 31. Tablet Zinc
13.Tablet Parasetamol 32.Aqua Bides untuk pelarut
14. Tablet Albendazol 33. Oralit 200 cc
15. Tablet pirantel Pamoat 34. Cairan infus Na Cl 0,9%
16. Tablet besi 35. Cairan infus RL
17. Sirup Besi 36. Cairan Infus Dextrose 5 %
18. suntikan Ampisilin 37. alkohol 70%

Peralatan yang diperlukan dalam penerapan


Sumber MTBS meliputi
: (Kemenkes.RI , 2008) :
Peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) di puskesmas,yaitu :

1. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik

2. Tensi meter dan manset anak

3. Termometer

4. Timbangan Bayi

5. Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih

6. Infus set dan Wing needles no 23 dan no 25

7. Semprit dan jarum suntik : 1 ml, 2,5 ml, 5 ml dan 10 ml

8. Kasa/ kapas

9. Pipa lambung (NGT)

10. Alat penumbuk obat

11. Alat penghisap lendir

12. RDT : Rapid Diagnostik Test untuk malaria

13. Kalau mungkin miskroskop untuk pemeriksaan malaria

Obat diatas yang belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat, suntikan

gentamisin, suntikan kinun, infus set dan manset anak. Walaupun obat dan alat

tersebut belum ada di puskesmas, tidak berarti menghambat pelayanan bagi balita

sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan obat pilihan kedua atau obat

yang diperlukan bagi anak yang akan dirujuk sehingga pemberian obat tersebut dapat

diserahkan pada institusi rujukan.(Kemenkes.RI, 2014).

Langkah- langkah penyiapan obat dan alat :

a. Lakukan penilaian terhadap ketersediaan obat dan alat di puskesmas. Dalam

menentukan ketersediaan obat dan alat di puskesmas, lakukan penilaian

berdasarkan pemakaian dan kebutuhan 6 bulan sebelumnya dengan


menggunakan LPLPO. Kecukupan ketersediaan alat ditentukan dengan

tersedianya alat tersebut dalam keadaan yang masih baik/ dapat digunakan.

b. Setelah diketahui kondisi ketersediaan obat dan alat yang ada di puskesmas,

maka dalam mengajukan permintaan obat berikutnya, tambahkan jumlah obat

yang masih kurang dan usulkan obat yang belum ada.

Tri Handayani (2012) menyatakan ada hubungan antara fasilitas dengan

kinerja petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo, diungkapkan bahwa

semakin baik fasilitas maka semakin baik pula kinerja petugas, sedangkan menurut

Agita.M. (2010) tidak ada hubungan antara ketersediaan peralatan yang digunakan

dalam pemeriksaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas di kota

Semarang. Fera (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara sarana dan

prasarana dengan kinerja petugas MTBS.

c. Pelatihan

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset utama suatu organisasi yang

menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. SDM yang

kurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil, salah satunya mengakibatkan

pekerjaan tidak dapat diselesaikan secara optimal dengan cepat dan tepat pada

waktunya (Sedarmayanti, 2001). Program MTBS tentunya akan dapat berjalan

dengan baik apabila mempunyai SDM dalam hal ini petugas kesehatan yang

berkompeten.

Pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia adalah suatu siklus

yang harus terus terjadi secara terus menerus untuk mengantisipasi perubahan di luar

organisasi tersebut (Notoatmodjo, 2009).

Dinas kesehatan Propinsi Bali untuk meningkatan pengetahuan, kemampuan

dan ketrampilan tenaga kesehatan dalam melaksanakan Manajemen Terpadu Balita


Sakit (MTBS) telah melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas

(dokter, bidan, perawat) secara berkelanjutan dari tahun 1998 hingga sekarang,

dengan menggunakan dana APBN dilakukan monitoring dan evaluasi berkala

terhadap hasil pelatihan tersebut. Tujuan dari pelatihan MTBS ini adalah untuk

mengajarkan proses manajemen kasus kepada perawat, bidan, dokter dan tenaga

kesehatan lain yang menangani balita sakit dan balita muda di fasilitas pelayanan

dasar agar mampu :

a) Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi dan

pemberian vitamin A

b) Membuat klasifikasi

c) Menentukan tindak lanjut sesuai dengan klasifikasi anak dan memutuskan

apakah seorang anak perlu dirujuk

d) Memberi pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama pemberian

antibiotik, vitamin A, dan perawatan anak untuk mencegah turunnya gula darah

dengan pemberian air gula, resomal, cara menghangatkan anak untuk mencegah

hipotermia serta merujuk anak

e) Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti

pemberian oralit, vitamin A, tablet Zinc

f) Memberi konseling kepada ibu mengenai pemberian makan pada anak termasuk

pemberian ASI dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.

g) Melakukan penilaian ulang dan pemberian perawatan yang tepat pada saat anak

datang kembali untuk pelayanan tindak lanjut.( Kemekes.RI,2014)

Berdasarkan hasil penelitian Tri Handayami (2012) menyatakan bahwa

pelaksanaan MTBS di puskesmas yang telah berjalan bergantung pada petugas yang
sudah pernah dilatih. Sedangkan menurut Fera (2010) bahwa tidak ada hubungan

antara pelatihan dengan kinerja petugas MTBS.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor ini adalah faktor yang dapat memperkuat atau mendorong terjadinya

perilaku sehat. Terkadang meski seseorang telah memiliki pengetahuan dan sikap

positif serta sarana dan prasarana yang mendukung. Masih dibutuhkan adanya

dukungan dari orang- orang disekitarnya seperti adanya dukungan dan komitmen

kepemimpinan (kepala puskesmas) yang melakukan monitoring, memberikan

motivasi pada stafnya dalam melaksanakan MTBS dipuskesmas wilayah kerjanya.

a. Dukungan Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh

pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi (kamus

Bahasa Indonesia). Karakteristik Kepribadian pemimpin menurut Yulk dalam Hersey

dan Blanchard (1998), karakteristik pemimpin sukses yaitu : Cerdas, terampil secara

konseptual, kreatif, diplomatis dan taktis, lancar berbicara, memiliki pengetahuan

tentang tugas kelompok, persuasif dan memiliki keterampilan sosial. Sedangkan

karakteristik kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1998), adalah :

1. Management of attention

Kemampuan mengkomunikasikan tujuan dan arah yang dapat menarik perhatian

anggota

2. Management of meaning

Kemampuan menciptakan dan mengkomunikasikan makna tujuan secara jelas

3. Management of trust

Kemampuan untuk dipercaya dan konsisten


4. Management of self

Kemampuan mengendalikan diri dalam batas kekuatan dan kelemahan

Dalam menerapkan prosedur MTBS komitmen pemimpin atau kepemimpinan

dapat berupa pelatihan yang diberikan pimpinan terhadap pelaksanaan penerapan

MTBS seperti pernah tidaknya diberikan pangarahan dan dilakukannya evaluasi

terhadap pelaksanaan MTBS oleh kepala puskesmas. Menurut Tri Handayani (2012),

semakin baik kepemimpinan maka semakin baik pula kinerja petugas MTBS.

Sedangkan Menurut Agita.M (2011) ada hubungan yang lemah antara kepemimpinan

kepala puskesmas terhadap implementasi MTBS di Puskesmas di kota Semarang.

You might also like