You are on page 1of 5

DASAR TEORI

Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas
obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan ( Connors,et
al.,1986).
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat
dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau
kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen,
cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme
degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan
atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).
Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari
bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia
fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya,
kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan.
Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan
aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis,
toksikologis, dan aktivitas terap
etis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar
dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional ditolerir
suatu penurunan sebanyak 10% dari kandungan sebenarnya (Voight, R., 1994).
Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi penguraian dari
larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-) dengan
menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak
mempengaruhi hasil dari reaksi. (Ansel, 1989)
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat
formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi
dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan pasien
yang membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami
penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahaykan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
tersebut optimum.
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan – bahan dari
formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia dan
farmasi serta mempersatukannya sebelum memformulasikan menjadi bentuk-bentuk sediaan.
(Ansel, 1989)
Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat
dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi. (Lachman, 1994)
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang berkaitan
dengan bidang kefarmasian. Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimasukkan
dalam rantai peristiwa ini:

a. Kestabilan dan tak tercampurkan


Proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui
penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kima
yang kurang diinginkan dari obat tersebut.
b. Disolusi
Yang perlu diperhatikan dari faktor disolusi adalah kecepatan berubahnya obat dalam
bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.
c. Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi
Beberapa proses ini berkaitan dengan laju absorbs obat ke dalam tubuh, laju distribusi
obat dalam tubuh, dan laju pengeluaran obat setalah proses ditribusi dengan berbagai faktor,
seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh, dan melalui jalur-jalur pelepasan.
d. Kerja obat pada tingkat molekular obat
Obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon dari
obat merupakan suatu proses laju.
(Martin, 1990)
Kecepatan dekomposisi obat ditunjukkan oleh kecepatan perubahan mula-mula satu atau
lebih reaktan dan ini dinyatakan dengan tetapan kecepatan reaksi k, yang untuk orde ke satu
dinyatakan sebagai harga resiprok dari detik, menit, dan jam. Kecepatan terurainya suatu zat
padat mengikuti reaksi orde nol, orde satu, ataupun orde dua, yang persamaan tetapan
kecepatan reaksinya seperti tercantum dibawah ini:
Orde nol k= C
t
Orde I k = 2,302 log Co atau k = 2,302 log Co
t C t Co – X
Orde II k= X
Co(Co – X)t
Dimana:
k = tetapan kecepatan reaksi
Co = konsentrasi mula-mula zat
C = konsentrasi zat pada waktu t
X = jumlah obat yang terurai pada waktu t
C = Co – X = konsentrasi mula-mula jumlah yang terurai pada waktu t
(Martin, 1990)
Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, yaitu:
a. Metode Substitusi
Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubstitusikan ke
dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. Jika persamaan itu menghasilkan
harga k yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan
sesuai dengan orde reaksi tersebut.
b. Metode Grafik
Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi tersebut.
Jika konsentrasi diplot terhadap t dan didapatkan garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi
dikatakan orde pertama bila log (Co – X) terhadap t menghasilkan garis lurus bila 1 / (Co – X)
diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1 / (Co – X)2 terhadap t
menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan konsenrasi mula-mulanya, reaksi adalah orde
ketiga.
c. Metode Waktu Paruh
Waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai setengahnya dari konsentrasi mula-
mula adalah waktu paruh. Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi
awal (Co) seperti pada tabel waktu paruh:
Orde Persamaan orde reaksi Persamaan waktu
paruh
0 X = k.t t1/2 = Co / 2k
1 log Co = k . t t 1/2 = 0,693 / k
(Co – X) 2,303
2 X = k.t t ½ = 1 / Co.k
Co(Co – X)
(Martin, 1990)
Daptar pustaka
Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta, 760-779, 1514 – 1587
Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986, Chemical Stability of
Pharmaceutical, John Willey and Sons, New York, 3-26, 163-168.
Voight. R,. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. UGM Press.
Yogyakarta
Martin, Alfred, 1993. ”Farmasi Kimia”, Universitas Indonesia, Jakarta
Ansel, H.C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Terjemahan Farida
Ibrahim, UI Press, Jakarta.
Connors, KA.1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi Kedua. Semarang:
IKIP Semarang Press.

You might also like