Professional Documents
Culture Documents
TUMOR OTAK BAYU ARIF Rev
TUMOR OTAK BAYU ARIF Rev
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak
dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun.(1)
Berdasarkan latar belakang tersebut, pada tinjauan pustaka ini akan dibahas
mengenai tumor otak dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1.2 Tujuan
Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai penegakan diagnosis
tumor otak dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1.3 Manfaat
Tinjauan kepustakaan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada praktisi
kedokteran agar dapat lebih mengerti dan memahami mengenai diagnosis tumor otak
dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Epidemiologi
Tumor primer biasanya timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan
selaput myelin. Tumor sekunder berasal adalah tumor metastasis yang biasa berasal
dari hampir semua tumor pada tubuh. Tumor metastasis SSP yang melalui perderan
darah yaitu yang paling sering adalah tumor paru-paru dan prostat, ginjal, tiroid, atau
traktus digestivus, sedangkan secara perkontinuitatum masuk ke ruang tengkorak
melalui foramina basis kranii yaitu infiltrasi karsinoma anaplastik nasofaring.
Pada umumnya tumor otak primer tidak memiliki kecenderungan
bermetastasis, hanya satu yaitu meduloblastoma yang dapat bermetastasis ke medulla
spinalis dan kepermukaan otak melalui peredaran likuor serebrospinalis.
Perbandingan tumor otak primer dan metastasis adalah 4 : 1.
Tumor otak primer (80 %), sekunder (20 %). Tumor primer kira-kira 50%
adalah glioma, 20 % meningioma, 15 % adenoma dan 7 % neurinoma. Pada orang
dewasa 60 % terletak di supratentorial, sedangkan pada anak-anak 70 % terletak di
infratentorial. Tumor yang paling banyak ditemukan pada anak adalah tumor
serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma.Statistik primer adalah 10 % dari
semua proses neoplasma dan terdapat 3 – 7 penderita dari 100.000 orang penduduk.
5
bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor herediter yang
kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi
ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh,
menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal
itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu
terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah
timbulnya suatu radiasi.Selain itu pada pasien-pasien penderita tinea kapitis
yang medapat radiasi kepala jangka panjang
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
6
2.4 Klasifikasi Tumor Otak
Klasifikasi yang berkaitan dengan gradasi keganasan berkembang secara luas
seperti konsep pembagian dari Borders (1915) yang mengelompokkan tumor otak
(yang struktur selulernya sejenis) menjadi empat tingkat anaplasia seluler.
© Grade I : diferensiasi sel 75 – 100%
© Grade II : diferensiasi sel 50 – 75%
© Grade III : diferensiasi sel 25 – 50%
© Grade IV : diferensiasi sel 0 – 25%
7
Klasifikasi tumor otak berdasarkan World Health Organization (WHO):
1. TUMOR NEUROEPITHELIAL
1. Tumor Glial
a. Astrositoma
i. Astrositoma Pilositik
ii. Astrositoma Difus
iii. Astrositoma Anaplastik
iv. Glioblastoma
v. Xantoastrositoma Pleomorfik
vi. Astrositoma Subependimal Sel Raksasa
b. Tumor Oligodendroglial
i. Oligodendroglioma
ii. Oligodendroglioma Anaplastik
c. Glioma campuran (Mixed Glioma)
i. Oligoastrositoma
ii. Oligoastrositoma Anaplastik
d. Tumor Ependimal
i. Ependimoma Myxopapilari
ii. Subependimoma
iii. Ependimoma
iv. Ependimoma Anaplastik
e. Tumor Neuroepithelial lainnya
i. Astroblastoma
ii. Glioma Koroid dan ventrikel III
iii. Gliomatomosis serebri
8
d. Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial (BNET)
e. Neurositoma operasi
f. Liponeurositoma Serebelar
g. Paraganglioma
3. Tumor Non-glial
a. Tumor Embrional
i. Ependimoblastoma
ii. Meduloblastoma
iii. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
b. Tumor Pleksus Khoroideus
i. Papiloma Pleksus Khoroideus
ii. Karsinoma Pleksus Khoroideus
c. Tumor Parenkim Pineal
i. Pineoblastoma
ii. Pineositoma
iii. Tumor Parenkim Pineal dengan Diferensiasi Intermediet
2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
2. Hemangoperisitoma
3. Lesi Melanositik
3. TUMOR GERM CELL
1. Germinoma
2. Karsinoma Embrional
3. Tumor Sinus Endodermal (Yolk sac)
4. Khoriokarsinoma
5. Teratoma
6. Tumor Germ cell bercamputan
4. TUMOR SELLA
i. Adenoma hiposifif
ii. Karsinoma Prostat
iii. Kraningofaringoma
9
5. TUMOR DENGAN HISTOGENESIS YANG TIDAK JELAS
i. Hemangioblastoma Kapiler
6. LIMFOMA SISTEM SARAF PUSAT PRIMER
7. TUMOR NERVUS PERIFER YANG MEMPENGARUHI SSP
8. TUMOR METASTASIS
TUMOR EPITHELIAL
1. Tumor Glial
Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor susunan saraf pusat otak primer dengan
frekuensi kasus 17-30% dari semua glioma dan 11-13% dari seluruh tumor otak.
Tumor ini berasal dari sel astrosit yang merupakan bagian dari jaringan penunjang
otak. Sel ini dinamakan astrosit karena bentuknya yang menyerupai bintang.
Elvidge dan kawan-kawan membagi astrositoma menjadi tipe-tipe: piloid,
gemistositik dan difusl; namun system gradai yang popular adalah pembagian atas
Grade I sampai IV (bukan berdasarkan tipe di atas). Kernohan dan kawan-kawan
menggabungkan Grade III dan IV dan menamakannya menjadi astrositoma
anaplastik atau glioblastoma (sesuai dengan derajat anaplasianya). WHO
membagi astrositoma atas subtype: fibriler, protoplasmic, dan gemistositik, dan
tipe-tipe pilositik, subependymal giant cell, astroblastoma, anaplastik.
Astrositoma serebri dapat terjadi pada semua golongan umur dengan usia
kasus rata-rata berkisar antara 35-40 tahun. Astrositoma yang diferensiasinya baik
cenderung pada kelompok usia yang lebih muda; sedangkan yang anaplastik lebih
sering kelompok usia menengah. Predileksi jenis kelamin kasus usia dewasa
didominasi oleh laki-laki.
Durasi gejala astrositoma Grade I rata-rata: 21 bulan sedangkan Grade II:
11 bulan. Walaupun sakit kepala dan muntah bukanlah merupakan keluhan yang
tersering, namun 72% astrositoma serebrum mempunyai keluhan ini, dimana 11%
10
diantaranya cenderung melibatkan nyeri sebelah saja (75% darinya ipsilateral
terhadap tumor). Muntah dijumpai pada kira-kira 31% kasus. Gejala awal yang
sering adalah kejang (40-75%), baik kejang umum maupun fokal. Kejang ini
merupakan akibat insufisiensi aliran darah yang sesaat menimbulkan elektrik
yang berlebihan. 19% penderita menunjukkan gejala paresis atau paralisa, 55%
parese fasial dan 41% parese tungkai.
Gambaran histopatologi pada low grade astrocytoma adalah memiliki
gambaran sel multipolar dan multinuklear yang atipik. Sedangkan, gambaran CT-
Scan yang merupakan suatu revolusi dalam mendiagnosis astrositoma dengan
akurasi 100% pada low grade astrocytoma tergambar lesi yang hipodens dengan
sedikit atau bahkan tidak terdapat massa tumor
11
Grading Astrositoma :
a. Grade I (Astrositoma Pilositik)
Tumor ini tumbuh secara lambat dan sering berkista. Tumor ini sering
dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda. Tumor ini merupakan tumor glial
yang tersering pada anak, sekitar 10% melibatkan bagian serebral dan 85%
mengenai serebellum. Lokasi yang paling sering dijumpai, pada: nervus
optikus, kiasma optikum, hipotalamus, ganglia basalis, hemisfer serebri,
serebellum, dan batang otak. Gambaran histologinya: berupa sel-sel bipolar
dengan serat Rosenthal dan sel-sel multipolar yang tampak kehilangan
teksturnya dengan mikro kista dan granular bodies.
b. Grade II (Astrositoma Difus)
Karakteristik tumor ini adalah tumbuhnya lambat dan menginfiltrasi struktur
otak di dekatnya. Sekitar 35% tumor otak astrositik adalah jenis ini. Biasanya
mengenai orang-orang usia dewasa muda dan cenderung untuk menjadi ganas
ke arah astrositoma anaplastik da glioblastoma. Lokasi tumor ini bisa di mana
saja, namun paling sering di daerah serebelar.
Gambaran histopatologis tumor ini berupa fibrilasi yang berdiferensiasi baik
atau gemistositik neoplastik astrosit. Terdapat varian histologis: astrositoma
fibrilari, astrositoma gemistositik.
c. Grade III (Astrositoma Anaplastik) dan Grade IV (Glioblastoma
Multiforme)
Termasuk astrositoma maligna. Biasanya muncul secara sporadik tanpa
kecenderungan familial maupun keterlibatan faktor lingkungan. Akan tetapi,
keduanya dapat menjadi faktor penyulit pada beberapa kelainan genetic seperti
neurofibromatosis tipe 1 dan 2, syndrome Li-Fraumeni, dan syndrome Turcot.
Gambaran mikroskopis tumor ini; tampak adanya peningkatan selularitas, nukleus
atipik, dan aktifitas mitosis yang meningkat dibandingkan dengan astrositoma difus
(Grade II). Sedangkan pada glioblastoma multiforme, secara mikroskopik akan
tampak bersifat anaplastik, seluler glioma berdiferensiasi buruk, dan juiga seringkali
12
terlihat sel tumor astrosit pleomorfik dengan nukleus atipik dan aktifitas mitosis yang
tinggi.
Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan diagnose pasti dan
perbaikan prognosa, mengurangi-pemulihan gejala serta memperpanjang harapan
hidup. Radioterapi tampaknya cukup berperan bagi tumor-tumor ini, dimana banyak
peneliti yang mengemukakan adanya harapan hidup yang lebih panjang pada
penderita-penderita tumor yang pascabedahnya diberikan radiasi .
13
Tumor Oligodendroglioma
Tumor oligodendroglioma berasal dari sel-sel oligodendrosit. Tumor ini
banyak ditemukan pada usia dewasa dengan puncak insiden antara dekade ke
empat dan keenam. Derajat rendah muncul pada usia yang sedikit lebih muda.
Pada laki-laki sedikit lebih dominan dibandingkan wanita. Oligondendroglioma
merupakan tumor yang pertumbuhan nya lambat dan mungkin hanya
menyebabkan kejang. Jika lebih ganas (astrositoma anaplastik dan
oligodendroglioma anaplastik). Bisa menyebabkan kelainan fungsi otak, seperti
kelemahan, hilangnya rasa dan langkah yang goyah.Tumor oligodendroglioma
juga sering berkalsifikasi.
Tumor Ependimoma
Tumor ini merupakan neoplasma glial yang susunannya didominasi oleh
sel-sel ependim dan mempunyai frekuensi kira-kira 5% dari seluruh glioma. Pada
ependimoma klasik, secara makroskopisnya tumor tampak padat dengan batas
yang tegas dan berasal dari lantai ventrikel IV/ kanalis spinalis. Tumor dapat
meluas hingga sudut serebro pontin melalui foramen Luscka, sisterna magna, dan
foramen magendi.serta dapat mencapai batang otak jika sudah melalui foramen
magnum. Secara histologis akan tampak sel kolumnar uniform dan sel astrosyte
like fibriler yang membentuk barisan ependimal roossete. Gejala yang ditemukan
mual, muntah, dan nyeri kepala dengan intensitas yang terasa lebih berat di pagi
hari, diplopia, ataksia, hemiparesis dan paresis nervus kranialis.
Pada hasil pemeriksaan CT-Scan dan MRI akan tampak kontras mengisi
daerah tumor di ventrikel lateral. Pasien didapati mengalami hidrosefalus.Tumor
jenis ini memang dapat menutupi saluran cairan serebrospinalis sehingga
menyebabkan hidrosefalus (ventrikel melebar, jaringan otak tipis)
14
Gambaran Penumpukan zat Kontras pada Tumor di Ventrikel Lateral
– Ependimoma
Tumor Non-Glial
a. Tumor Primitive Neuroektodermal Suratentorial (PNET)
Tumor embrional maligna yang memiliki diferensiasi yang divergen
dengan derejat yang bervariasi yang berasal dari matriks germinal dari
primitive neural tube.
b. Tumor Plexus Khoroideus
Pleksus khoroid secara embriologis berasal dari lapisan ependimal tabung
neural. Tumor ini dapat terjadi pada semua kelompok usia termasuk bayi. 35-45%
usia < 20 tahun dan kasus tertua 74 tahun. Rasio pria dan wanita seimbang. Persentasi
gejala tumor pleksus khoroid biasanya hanya berupa tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial tanpa disertai gejala neurologis fokal. Tumor intraventikel IV kadang
15
juga menimbulkan gejala nistagmus dan ataksia. Secara makroskopis, permukaan
tumor plexus khoroideus berwarna kuning kecoklatan, dengan struktur yang tampak
seperti brokoli dengan batas tegas pada ventrikel, dan disertai adanya kalsifikasi.
Penanganan tumor ini berupa operasi pengangkatan tumor.
c. Meduloblastoma
Tumor ini sering terjadi pada anak, dan bahkan merupakan tumor primer
maligna yang solid dan paling banyak pada anak 30%. Sekitar 75% kasus tumor ini
terjadi pada anak usia kurang 15 tahun. Sedangkan pada orang dewasa,
meduloblastoma sangat jarang yaitu sekitar 1%. Di Amerika Serikat, insiden tahunan
dari tumor ini diperkirakan sekitar 0,5 setiap 100.000 anak. Tumor ini sebagian besar
berasal dari vermis serebelar (75%) yang meluas hingga ventrikel IV dan dapat
mengisi seluruh ventrikel. Sedangkan sekitar 25% terjadi pada bagian lateral
serebelum. Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai papiledema, nistagmus, dan
diplopia akibat paresis nervus IV dan VI. Selain itu, dapat terjadi ataksia,
disdiadukokinesia, hipotonia, dismetria. Pada bayi, keluhan klinis dapat berupa
16
letargi, irritable, dan dapat terjadi makrosefali yang progresif dengan fontanella
anterior yang membonjol. Durasi rata-rata gejala sebelum operasi adalah 4-5 bulan
yang kemudian akan secara progresif memburuk setelah onset. Penanganan pada
tumor ini dapat berupa operasi yang dikombinasikan dengan radiasi. Tindakan
operasi pengangkatan diharapkan minimal dilakukan sampai sumbatan saluran likuor
dapat lancer kembali. Radioterapi secara bermakna dapat meningkatkan five years
survival penderita.
17
TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
Tumor jinak yang berasal dari selaput yang membungkus otak
(meningen), bisa menyebabkan berbagai gejala yang tergantung kepada lokasi
pertumbuhannya. Para ahli masih belum memastikan apa penyebab meningioma,
namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa
kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Di antara 40%
dan 80% dari meningioma berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen
neurofibromatosis 2 (NF2).
Tumor ini tumbuhnya lambat sehingga sering gejala klinisnya tidak
begitu menonjol. Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa, kejang, gangguan
penciuman, penonjolan mata dan gangguan penglihatan. Pada penderita lanjut
usia bisa menyebabkan hilang ingatan dan kesulitan dalam berfikir, mirip dengan
yang terjadi pada penyakit Alzheimer.
Gejala pada pasien meningioma dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :
Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental
Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-
otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya
berjalan,
Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
18
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing
Terapi operatif radikal yang maksimal merupakan penanganan terpilih untuk
tumor ini, peranan radiasi untuk meningioma yang tidak berhasil diangkat seluruhnya
masih belum terlalu jelas, mengingat secara umum meningioma merupakan tumor
yang relatif radioresisten. Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena
pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen.
Pada orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak,
dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif,
perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar.
Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.
2. Hemangioperisitoma
Tumor ini termasuk golongan tumor yang vaskuler, dengan terapi
definitifnya adalah reseksi. Seperti pada meningioma, peranan angiografi dan
embolisasi juga diharapkan akan meningatkan efektifitas dan keamanann dari reseksi
yang dilakukan.
19
TUMOR SELLA
1. Kraniofaringioma
Termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat dan merupakan tumor
epithelial jinak region sellar. Secara embriologi, tumor ini berasal dari sisa sel
epitel squamosa duktus kraniofaringeal. Pada minggu keempat gestasi,
divertikulum stomadeum yang berasal dari atap kavum oral akan membentuk
kantung rathke (Rathke Pouche) yang akan bermigrasi kea rah cranial membentuk
vesikel Rathke dan bersatu dengan infundibulum. Vesikel Rathke ini akan
membentuk adenohipofisis yang terdiri dari pars distalasis, tuberalis, dan
intermedia pada jalur sepanjang lintasan migrasinya akan terbentuk duktus
kraniofaringeal.
2. Adenoma Hipofisis
Tumor ini cukup banyak ditemukan. Bahkan ada yang menyatakan sebagai
jenis tumor ketiga terbanyak setelah glioma dan mengioma. Beberapa literature
menyebutkan tumor ini merupakan 10-15% dari tumor primer intrakranial. Insiden
20
pertahunnya sekitar 0,5-8,2% per 100.000 individu dengan perbandingan kejadian
pada pria dan wanita yang tidak berbeda.
Kelenjar hipofisis merupakan organ yang berada dalam fossa hiposfisis atau
sela tursika, dan mempunyai berat sekitar 0,5 gr. Organ ini terdiri dari dua bagian
yang berasal dari sel embrional yang berbeda, yaitu adenohipofisis yang merupakan
lobus anterior kelenjar hipofisis, yang berasal dari kantung Rathke; lobus
posteriornya, neurohipofisis yang berasal dari hipothalamus ventral.
Tanda dan gejala klinis yang tampil pada penderita adenoma hipofise diakibatkan
oleh hipersekresi atau hiposekresi satu atau beberapa hormone hipofise. Keluhan
gangguan penglihatan perlahan dan nyeri kepala pada 20% penderita. Penanganan
adenoma pituitari mempunyai tujuan: (1) dekompresi struktur saraf khususnya traktus
penglihatan dan (2) restorasi sekresi hormonal yang normal.
21
2.2 Tingkah Laku Biologis dan Keganasan Tumor Otak
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosisnya
didasari oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan dengan
tingkah laku biologis. Sifat-sifat keganasan otak secara klasik didasari oleh hasil
evaluasi morfologi makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokan atas
kategori-kategori:
1. Benigna (jinak) dimana morfologi tumor tersebut makroskopis menunjukkan
batas yang jelas, tidak infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitarnya.
Di samping itu, biasanya juga dijumpai adanya pembentukan kapsul serta
tidak adanya metastasis maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan
total. Tampilan histologisnya menunjukkan struktur sel yang regular,
pertumbuhan lambat tanpa mitosis, densitas sel yang rendah dengan
diferensiasi struktur yang jelas parenkhim, stroma yang tersusun teratur tanpa
adanya formasi yang baru.
2. Maligna (ganas), ditandai oleh tampilan makroskopis yang infiltrative atau
ekspansi destruktif tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung
membentuk metastasis dan rekurensi pasca-pengangkatan total. Gambaran
histologis menunjukkan meningkatnya selularitas, pleomorfisme walaupun
susunan sel dan jaringannya masih baik, diferensiasi sel kurang begitu jelas ,
disporporsi rasio nukleus terhadap sitoplasma, multinukleus, formasi sel-sel
raksasa, tumbuh cepat dengan mitosis yang banyak, area nekrosis,
pertumbuhan patologis dan neoformasi terutama seperti bentuk-bentuk fistula
atau sinusoidal (pintas arteri-vena).
22
neuroanatomi tertentu seperti gejala-gejala: kelumpuhan, gangguan mental, gangguan
endokrin, dan sebagainya. Persentasi klinis sering kali dapat mengarahkan perkiraan
kemungkinan lokasi tumor otak. Secara umum persentasi klinis pada kebanyakan
kasus tumor otak merupakan manifestasi dari peninggian tekanan intrakranial; namun
sebaliknya gejala neurologis yang bersifat progresif, walaupun tidak jelas ada tanda-
tanda peninggian tekanan intrakranial, perlu dicurigai adanya tumor otak.
23
2. Adanya massa tumor yang membesar, padahal kapasitas tengkorak
terbatas untuk otak dan liquor saja,
3. Tenaga penyerapan terhadap liquor cerebrospinal terganggu,
4. Karena adanya obstruksi pada system vena, sehingga aliran darah yang
kembali ke vena terhalang,
5. Karena tumor sendiri merupakan stimulasi produksi liquor
cerebrospinalis, sehingga terjadi produksi yang berlebihan, seperti pada
“papiloma plexus”.
Kejang
Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial dapat
berupa kejang umum, psikomotor ataupun kejang fokal. Kejang dapat merupakan
gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan menetap untuk beberapa
lama sampai gejala lainnya timbul.
Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
Mengalami post iktal paralisis
Mengalami status epilepsi
Resisten terhadap obat-obat epilepsi
Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.
Perdarahan Intrakranial
Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan perdarahan
intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral.
24
Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari gangguan
fungsi intelektual yang tak begitu hebat sampai dengan koma. Penyebab umum dari
disfungsi serebral ini adalah tekanan intrakranial yang meninggi dan pergeseran otak
akibat gumpalan tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau hidrosefalus sekunder
yang terjadi.
25
ini dapat diketahuisecara terperinci letak lokasi tumor dan pengaruhnya terhadap
jaringan sekitarnya, bahkan pada kasus-kasus tertentu dapat pula diduga jenisnya
dengan akurasi yang hamper tepat. Pemeriksaan konvensional seperti: foto polos
kepala, EEG, ekhoensefalografi, dan pemeriksaan penunjang diagnostic yang
invasive seperti: angiografi serebral, pneumoensefalografi sudah jarang diterapkan,
kecuali pada keadaan-keadaan darurat dengan Kendala fasilitas pemeriksaan
mutakhir di atas tidak ada atau sebagai pembantu perencanaan teknik pembedahan
otak.
26
Foto polos kepala
Arteriografi
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen yang
diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor yang
berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran CT Scan
pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang
mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem
yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan
atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang
hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada
waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Penilaian CT Scan pada tumor otak:
Tanda proses desak ruang:
Pendorongan struktur garis tengah otak
Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
Kelainan densitas pada lesi:
Hipodens
Hiperdens atau kombinasi
Kalsifikasi, perdarahan
Edema perifokal
27
Luasnya metastasis
Adapun terapi dan modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup
tindakan-tindakan:
Terapi Kortikosteroid
Biasanya deksametason diberikan 4 – 20 mg intravena setiap 6 jam untuk
mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan TTIK. Peranan
nya masih kontroversial dalam terapi TTIK. Beberapa efek samping yang dapat
timbul adalah berkaitan dengan penggunaan steroid lama seperti: penurunan
kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemia, hipokalemia, alkalosis metabolic,
retensi cairan, penyembuhan luka yang terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi
lambung, dan hipertensi.
Terapi operatif
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi
internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak dapat diberikan
secara terus-menerus. Persiapan prabedah, penanganan pembiusan, teknik operasi
dan penanganan pascabedah sangat berperan penting dalam menentukan
keberhasilan penanganan operatif terhadap tumor otak.
Indikasi dilakukannya operasi pada tumor otak
Operasi pada tumor otak secara umum bergantung pada 3 hal yaitu
Stabilitas klinis pasien,
Tingkat keparahan gejala,
Ukuran dan lokasi tumor.
Pasien dengan ukuran tumor yang besar dan gejala yang berat, termasuk
mereka yang memiliki tanda dan gejala tekanan intrakranial yang meningkat
(ICP) atau impending herniasi, diperlukan evaluasi segera dan perhatian serius
dari dokter bedah saraf. Operasi pada tumor otak dapat bertujuan untuk
menegakkan diagnosis yang tepat, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi
kecacatan, dan meningkatkan efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada umumnya
28
direkomendasikan untuk hampir seluruh jenis kanker otak yang operabel. Tumor
otak yang terletak jauh di dalam dapat diterapi dengan tindakan bedah kecuali
apabila tindakan bedah tidak memungkinkan (keadaan umum buruk, toleransi
operasi rendah).
Terapi konservatif
Radioterapi
Tindakan ini untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan
menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi lainnya
seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson. Keberhasilan terapi
radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh beberapa faktor:
1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
2. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
3. Tipe sel yang disinar
4. Metastasis yang ada
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antarfraksi radiasi.
Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum
mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang menjadi
titik pusat perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-tumor otak jenis
astrositoma (Grade III dan IV) glioblastoma dan astrositoma anaplastik
beserta variannya. Ada beberapa obat kemoterapi untuk tumor ganas otak
yang saat ini beredar di kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-
Fluorourasil), PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous Urea
(PCNU, BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat), DAG
(dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada susunan
29
saraf di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga perlu
dipertimbangkan aspek farmakokinetiknya (transportasi obat mencapai
target) mengingat adanya sawar darah otak. Pemberian kemoterapi dapat
dilakukan melalui intra-arterial (infuse, perfusi), melalui
intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna, via
pudentz/omyama reservoir); atau intra tumoral.
Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya
suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi immunologi tubuh
sehingga diharapkan dengan melakukan restorasi sistem imun dapat
menekan dapat menekan pertumbuhan tumor.
30