Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI......................................................................................................................1
BAB I.................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.............................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................4
2.1 Trombosis Vena Dalam (TVD).................................................................................4
2.1.1. Definisi.............................................................................................................4
2.1.2. Patogenesis.......................................................................................................4
2.1.3. Faktor Resiko...................................................................................................9
2.1.4 Manisfestasi Klinis...................................................................................11
2.1.5 Diagnosis........................................................................................................12
2.1.6 Aspek laboratorium DVT.........................................................................14
2.1.7 Aspek radiologi DVT...............................................................................17
2.1.8 Pencegahan......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................20
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
efektif menekan angka kematian akibat DVT yang berkembang menjadi emboli
paru dibandingkan penatalaksanaan saat diagnosis ditegakkan. Berdasarkan hal
1,
tersebut di atas, penulis akan membahas mengenai DVT dan aspek yang terkait.
6, 7
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
2.1.2. Patogenesis
4
3. Gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan
prokoagulan.9-11
5
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan dalam proses pembentukan
trombosis vena, melalui Trauma langsung yang mengakibatkan faktor
pembekuan serta Aktivasi sel endotel oleh sitokin yang dilepaskan sebagai
akibat kerusakan jaringan dan proses peradangan.
3. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan sistem pembekuan darah dan
sistem fibrinolisis. Kecenderungan thrombosis terjadi apabila aktivitas
pembekuan darah meningkat atau aktivitas fibrinolisis menurun. DVT sering
terjadi pada kasus aktivitas pembekuan darah meningkat, seperti pada
hiperkoagulasi, defisiensi anti-trombin III, defisiensi protein-C, defisiensi
protein S, dan kelainan plasminogen.
6
Gambar 2. Hypercoagulable state
Trombus
Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme
protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi:8, 11
Gangguan sel endotel,
terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel, Aktivasi trombosit atau
interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor von Willebrand, Aktivasi
koagulasi, terganggunya fibrinolysis dan kondisi statis.
Mekanisme protektif terdiri dari:
1. Faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh
2. Netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel
3. Hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor
4. Pemecahan faktor pembekuan oleh protease
5. Pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trobosit yang beragregasi
oleh aliran darah
6. Lisisnya trombus oleh system fibrinolisis
Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran yang
cepat, terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan thrombus
vena terutama terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin
dalam jumlah yang besar dan sedikit trombosit.11
Keseimbangan faktor pemicu dan enzim sangat kompleks. Pembentukan
trombus mikroskopik dan trombolisis (pembubaran) adalah kejadian terus
menerus, tetapi dengan peningkatan stasis, faktor prokoagulan, atau cedera
7
endotel, keseimbangan koagulasi-fibrinolisis dapat mengakibatkan pembentukan
trombus obstruktif. Trombosis vena dalam yang relevan secara klinis adalah
pembentukan trombus makroskopik yang terus-menerus di vena proksimal dalam.
Mekanisme koagulasi terdiri dari serangkaian langkah yang mengatur
diri sendiri yang menghasilkan produksi gumpalan fibrin. Langkah-langkah ini
dikendalikan oleh sejumlah kofaktor atau zymogens yang relatif tidak aktif, yang
ketika diaktifkan, mempromosikan atau mempercepat proses pembekuan. Reaksi-
reaksi ini biasanya terjadi di permukaan fosfolipid trombosit, sel endotel, atau
makrofag. Umumnya, inisiasi proses koagulasi dapat dibagi menjadi 2 jalur yang
berbeda, sistem intrinsik dan sistem ekstrinsik
8
ini merupakan langkah kunci dalam pembentukan bekuan, dimana trombin aktif
diperlukan untuk transformasi fibrinogen ke bekuan fibrin.12,13
Setelah bekuan fibrin terbentuk dan telah melakukan fungsi hemostasis,
mekanisme tubuh untuk mengembalikan aliran darah normal adalah dengan
melisiskan deposit fibrin. Fibrinolisin yang beredar menjalankan fungsi tersebut.
Plasmin memecah fibrin dan juga menginaktivasi faktor pembekuan V dan VIII
serta fibrinogen. Tiga mekanisme antikoagulan alami yang berperan dalam
aktivasi pada proses pembekuan adalah heparin-antitrombin III (ATIII), protein C
dan protein thrombomodulin S, dan jalur penghambatan faktor jaringan. Ketika
trauma terjadi, atau ketika operasi dilakukan, ATIII yang beredar menurun yang
menyebabkan efek potensiasi proses koagulasi.
Trombus biasanya terbentuk di belakang katup atau pada titik cabang
vena, yang sebagian besar dimulai pada daerah betis. Venodilatasi dapat
mengganggu barrier sel endotel dan mengekspos subendotelium. Trombosit
melekat ke permukaan subendothelial dengan menggunakan faktor von
Willebrand atau fibrinogen di dinding pembuluh darah. Neutrofil dan trombosit
diaktifkan, melepaskan mediator prokoagulan dan inflamasi. Neutrofil juga
melekat pada membran basal dan bermigrasi ke subendotelium. Kompleks
membentuk permukaan trombosit dan meningkatkan laju pembentukan thrombin
dan pembentukan fibrin. Leukosit yang dirangsang secara ireversibel mengikat
reseptor endotel dan ekstravasasi ke dinding pembuluh darah dengan
menggunakan mural chemotaxis. Karena trombus yang matang terdiri dari
trombosit, leukosit dan fibrin berkembang, dan proses trombotik dan peradangan
aktif terjadi di permukaan bagian dalam vena, maka terjadilah respon peradangan
aktif di dinding vena12, 13
9
Gambar 4. Kerangka konseptual interaksi faktor risiko dalam berkembangnya
trombosis vena. Risiko trombosis intrinsik ditentukan oleh kombinasi faktor risiko
genetik dan yang diperoleh, termasuk modulasi aktivasi koagulasi oleh
determinan yang diketahui dan tidak diketahui. Risiko intrinsik diubah oleh
terjadinya memicu faktor risiko, yang dapat diimbangi dalam pengaturan yang
tepat dengan menggunakan thromboprophylaxis.
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko kejadian dari TVD adalah sebagai
berikut :4, 5
Duduk dalam waktu yang terlalu lama, seperti saat mengemudi atau
sedang naik pesawat terbang. Ketika kaki kita berada dalam posisi diam
untuk waktu yang cukup lama, otot otot kaki kita tidak berkontraksi
sehingga mekanisme pompa otot tidak berjalan dengan baik.
Memiliki riwayat gangguan penggumpalan darah. Ada beberapa orang
yang memiliki faktor genetic yang menyebabkan darah dapat menggumpal
dengan mudah.
Bed Rest dalam keadaan lama, misalnya rawat inap di rumah sakit dalam
waktu lama atau dalam kondisi paralisis.
Cedera atau pembedahan
Cedera terhadap pembuluh darah vena atau pembedahan dapat
memperlambat aliran darah dan meningkatkan resiko terbentuknya
10
gumpalan darah. Penggunaan anestesia selama pembedahan
mengakibatkan pembuluh vena mengalami dilatasi sehingga meningkatkan
resiko terkumpulnya darah dan terbentuk trombus.
Kehamilan
Kehamilan menyebabkan peningkatan tekanan di dalam pembuluh vena
daerah kaki dan pelvis. Wanita-wanita yang memiliki riwayat keturunan
gangguan penjendalan darah memiliki resiko terbentuknya trombus.
Kanker
Beberapa penyakit kanker dapat meningkatkan resiko terjadinya trombus
dan beberapa pengelolaan kanker juga meningkatkan resiko terbentuknya
thrombus
Inflamatory bowel syndrome
Gagal jantung
Penderita gagal jantung juga memiliki resiko TVD yang meningkat
dikarenakan darah tidak terpompa secara efektif seperti jantung yang
normal
Penggunaan Pil KB dan terapi pengganti hormone
Pacemaker dan kateter di dalam vena
Memiliki riwayat TVD atau emboli pulmonal
Memiliki berat badan yang berlebih atau obesitas
13. Merokok
14. Usia tua (di atas 60 tahun)
15. Memiliki tinggi badan yang tinggi.
Manifestasi klinis DVT tidak selalu jelas dan sama pada setiap
orang. Keluhan utamapasien DVT adalah tungkai bengkak dan nyeri.
Trombosis dapat menjadi berbahaya apabila meluas atau menyebar ke
proksimal. DVT umumnya timbul karena faktor risiko tertentu, tetapi
dapat juga timbul tanpa etiologi yang jelas (idiopathic DVT).7 Keluhan
dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa:
11
1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung besar dan luas trombosis. Trombosis
vena di daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa
menjalar ke bagian medial dan anterior paha. Keluhan nyeri sangat
bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan
intensitasnya mulai dari yang ringan sampai hebat. Nyeri akan
berkurang jika penderita berbaring, terutama jika posisi tungkai
ditinggikan.
2. Pembengkakan
Timbulnya edema dapat disebabkan oleh sumbatan vena proksimal dan
peradangan jaringan perivaskuler. Apabila ditimbulkan oleh sumbatan,
maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri,
sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler, bengkak
timbul di daerah trombosis dan biasanya disertai nyeri. Pembengkakan
bertambah jika berjalan dan akan berkurang jika istirahat dengan posisi
kaki agak ditinggikan.
3. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada
thrombosis vena dalam dibandingkan trombosis arteri, ditemukan
hanya pada 17% - 20% kasus. Kulit bisa berubah pucat dan
kadangkadang berwarna ungu. Perubahan warna menjadi pucat dan
dingin pada perabaan merupakan tanda sumbatan vena besar
bersamaan dengan spasme arteri, disebut flegmasia alba dolens.
2.1.5 Diagnosis
12
adalah edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba
pembuluh darah superfisial, dan tanda Homan yang positif (sakit di calf
atau di belakang lutut saat dalam posisi dorsoflexi).
Institute for Clinical Systems Improvement mempertahankan
algoritma berbasis bukti untuk diagnosis DVT yang menggabungkan
aturan Wells, uji d-dimer, dan ultrasonografi kompresi.15
13
Skoring thrombosis vena16
14
Predictive Value) yang tinggi. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 93%,
spesivitas 77% dan nilai prediksi negative 98% pada TVD proksimal, sedangkan
pada TVD daerah betis sensitifitasnya 70%.17, 19
Tingkat D-dimer tetap tinggi pada pasien dengan DVT selama sekitar 7
hari. Pasien yang datang terlambat, setelah pembentukan bekuan dan perlengketan
telah terjadi, mungkin memiliki tingkat D-dimer yang rendah. Demikian pula,
pasien dengan DVT vena betis yang terisolasi mungkin memiliki beban gumpalan
kecil dan tingkat D-dimer yang rendah yang berada di bawah nilai cutoff analitik
dari pengujian tersebut. Akun ini untuk mengurangi sensitivitas uji D-dimer dalam
pengaturan DVT yang dikonfirmasi. Studi menunjukkan bahwa tes D-dimer dapat
digunakan sebagai skrining cepat dalam kasus di mana didapatkan klinis kaki
bengkak atau radiologis samar-samar atau negatif. Empat puluh persen pasien
dengan pemeriksaan klinis negatif dan tes D-dimer negatif tidak memerlukan
evaluasi klinis lebih lanjut. 20
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tes ini memiliki nilai prediktif
negatif yang tinggi dan relatif penanda sensitif tetapi nonspesifik untuk DVT.16
Brotman et al mengevaluasi utilitas dan keterbatasan pengujian D-dimer untuk
15
evaluasi VTE pada pasien rawat inap.21 Empat metode pengujian berbeda D-dimer
digunakan dalam penelitian ini. pengujian D-dimer memiliki sedikit atau tidak ada
utilitas dalam membedakan pasien dengan
trombosis dan tanpa trombosis pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit
selama lebih dari 3 hari, usia lebih tua dari 60 tahun, atau memiliki tingkat protein
C-reaktif tinggi. Pada pasien yang tidak terpilih, pengujian D-dimer terbatas
utilitas klinis karena spesifitasnya yang kurang baik.22
Hyperhomocysteinemia
Peningkatan kadar homocysteine dalam darah menjadi topik yang
populer karena meningkatnya berkaitan dengan terjadinya trombotik arteri dan /
16
atau vena. Termasuk didalamnya trombosis vena, stroke, dan infark miokard. Data
prospektif menyelidiki hubungan ini dan menunjukkan hasil yang bertentangan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan homosistein meningkatnya
kejadian thrombosis vena sekitar dua kali lipat. 30 Secara keseluruhan, hubungan
hiperhomosisteinemia dengan DVT adalah lemah dan membutuhkan penelitian
lebih lanjut.26
Klinisi lebih suka mengukur kadar homosistein daripada pengujian
untuk gen yang memainkan peran dalam metabolisme homosistein dikenal
sebagai reduktase metilen tetrahydrofolate. Tiga puluh persen individu normal
memiliki cacat genetik heterozigot tanpa peningkatan risiko trombosis, dan cacat
homozigot, diduga berkontribusi terhadap trombosis vena hanya jika tingkat
homocysteine meningkat. Peningkatan homosistein meningkatkan kejadian
vaskular, termasuk trombosis vena dalam, dianggap terkait dengan kerusakan
endotel, meskipun perlu lebih banyak penelitian dilakukan.27
Hyperhomocysteinemia is associated with increased risk of VTE, coronary heart
disease, acute myocardial infarction, peripheral artery disease, stroke, aneurysm,
migraine, hypertension, male infertility, risk for offspring with neural tube defect,
and recurrent pregnancy loss. Acquired hyperhomocysteinemia can be caused by
vitamin B6, vitamin B12, or folate deficiency; renal failure; hypothyroidism;
rheumatoid arthritis; and certain drugs such as methotrexate, niacin,
anticonvulsant, theophylline, L-dopa, thiazide, cyclosporine A, or phenytoin 28, 29
17
2.1.7 Aspek radiologi DVT
18
dari hasil pemeriksaan fisik dan pengukuran kadar D-Dimer merupakan pilihan
pertama dalam diagnosis. Pengukuran dengan menggunakan trombosit juga dapat
dilakukan. Cara ini merupakan cara yang paling cepat dan praktis, hanya saja
kurang akurat disebabkan bias yang ditimbulkan oleh mesin penganalisa
trombosit. Bias yang didapat berkisar antara 10.000 – 80.000/cc.
2.1.8 Pencegahan
19
pada penilaian resiko tromboemboli, apakah resiko ringan, sedang, tinggi,
maupun sangat tinggi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Group JCSJW. Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention of pulmonary
thromboembolism and deep vein thrombosis (JCS 2009). Circulation journal :
official journal of the Japanese Circulation Society 2011;75:1258-81.
2. Ginsberg, J. Deep venous thrombosis. Cecil Medicine. 23rd ed. New York: Mc
Graw-Hill; 2007.
3. Goldhaber SZ. Risk factors for venous thromboembolism. Journal of the American
College of Cardiology 2010;56:1-7.
4. Cushman M. Epidemiology and risk factors for venous thrombosis. Seminars in
hematology 2007;44:62-9.
5. Cushman M, Tsai AW, White RH, et al. Deep vein thrombosis and pulmonary
embolism in two cohorts: the longitudinal investigation of thromboembolism
etiology. The American journal of medicine 2004;117:19-25.
6. Hirsh J, Lee AY. How we diagnose and treat deep vein thrombosis. Blood
2002;99(9):3102-10.
7. Fauci A, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al.
Venous thrombosis. In: Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. Ch.111.
USA:, 2008. M-H.
8. Kesieme E, Kesieme C, Jebbin N, Irekpita E, Dongo A. Deep vein thrombosis: a
clinical review. Journal of blood medicine 2011;2:59-69.
9. Esmon CT. Basic mechanisms and pathogenesis of venous thrombosis. Blood
reviews 2009;23:225-9.
10. Aird WC. Vascular bed-specific thrombosis. Journal of thrombosis and haemostasis
: JTH 2007;5 Suppl 1:283-91.
11. Line BR. Pathophysiology and diagnosis of deep venous thrombosis. Seminars in
nuclear medicine 2001;31:90-101.
12. Wakefield TW, Strieter RM, Schaub R, et al. Venous thrombosis prophylaxis by
inflammatory inhibition without anticoagulation therapy. J Vasc Surg. 2000 Feb.
31(2):309-24.
13. Wakefield TW, Proctor MC. Current status of pulmonary embolism and venous
thrombosis prophylaxis. Semin Vasc Surg. 2000 Sep. 13(3):171-81.
14. Pini M, Spyropoulos AC. Prevention of venous thromboembolism. Seminars in
thrombosis and hemostasis 2006;32:755-66.
15. Institute for Clinical Systems Improvement. Health care guideline: venous
thromboembolism diagnosis and treatment.
http://www.icsi.org/venous_thromboembolism/venous_thromboembolism_4.html.
Accessed September 9, 2012.
16. Wells PS, Anderson DR, Rodger M, et al. Evaluation of D-dimer in the diagnosis of
suspected deep-vein thrombosis. The New England journal of medicine
2003;349:1227-35.
17. Pulivarthi S, Gurram MK. Effectiveness of d-dimer as a screening test for venous
thromboembolism: an update. North American journal of medical sciences
2014;6:491-9.
21
18. Prisco D, Grifoni E. The role of D-dimer testing in patients with suspected venous
thromboembolism. Seminars in thrombosis and hemostasis 2009;35:50-9.
19. Righini M, Perrier A, De Moerloose P, Bounameaux H. D-Dimer for venous
thromboembolism diagnosis: 20 years later. Journal of thrombosis and
haemostasis : JTH 2008;6:1059-71.
20. Cosmi B, Palareti G. D-dimer, oral anticoagulation, and venous thromboembolism
recurrence. Seminars in vascular medicine 2005;5:365-70.
21. Brotman DJ, Segal JB, Jani JT, et al. Limitations of D-dimer testing in unselected
inpatients with suspected venous thromboembolism. Am J Med. 2003;114:276–
282.
22. Motykie GD, Caprini JA, Arcelus JI, et al. Risk factor assessment in the
management of patients with suspected deep venous thrombosis. Int Angiol.
2000;19:47–51.
23. Wilson WA, Gharavi AE, Koike T, et al. International consensus statement on
preliminary classification criteria for definite antiphospholipid syndrome: report of
an international workshop. Arthritis Rheum. 1999;42:1309–1311.
24. Bauer KA, Eriksson BI, Lassen MR, et al. Steering Committee of the
Pentasaccharide in Major Knee Surgery Study. Fondaparinux compared with
enoxaparin for the prevention of venous thromboembolism after elective major
knee surgery. N Engl J Med. 2001;345:1305–1310.
25. Farmer-Boatwright MK, Roubey RA. Venous thrombosis in the antiphospholipid
syndrome. Arteriosclerosis, thrombosis, and vascular biology 2009;29:321-5.
26. Key NS, McGlennen RC. Hyperhomocyst(e)inemia and thrombophilia. Arch Pathol
Lab Med. 2002;126:1367–1375.
27. Kluijtmans LA, den Heijer M, Reitsma PH, et al. Thermolabile
methylenetetrahydrofolate reductase and factor V Leiden in the risk of deep-vein
thrombosis. Thromb Haemost. 1998;79:254–258.
28. Khor B, Van Cott EM. Laboratory evaluation of hypercoagulability. Clinics in
laboratory medicine 2009;29:339-66.
29. Eldibany MM, Caprini JA. Hyperhomocysteinemia and thrombosis: an overview.
Archives of pathology & laboratory medicine 2007;131:872-84.
30. Cooper PC, Hill M, Maclean RM. The phenotypic and genetic assessment of
protein C deficiency. International journal of laboratory hematology 2012;34:336-
46.
31. Zwicker J, Bauer KA. Thrombophilia. In: Kitchens CS, Alving B, Kessler CM, eds.
Consultative Hemostasis and Thrombosis. Philadelphia, Pa: WB Saunders Co;
2002:181–196.
32. Kassai B, Boissel JP, Cucherat M, Sonie S, Shah NR, Leizorovicz A. A systematic
review of the accuracy of ultrasound in the diagnosis of deep venous thrombosis in
asymptomatic patients. Thrombosis and haemostasis 2004;91:655-66.
33. American College of Radiology. Practical guidelines and standards for performance
of the peripheral venous ultrasound examination. Reston (VA): 2015.
22