You are on page 1of 14

Makalah Majelis Wakaf Dan Kehartabendaan

Makalah

Majelis Wakaf Dan Kehartabendaan

Bab I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wakaf merupakan salah satu tuntunan islam yang menyangkut kehidupan


bermasyarakat, dalam rangka ibadah sosial. Karena wakaf adalah ibadah, maka
ujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan ikhlas mencari
ridla-Nya. Wakaf karena hanya berupa wujud pengabdian saja (lillahi
taʻala) dan minimnya pengetahuan dalam wakaf seringkali orang mewakafkan
tanah untuk dijadikan sebuah tempat ibadah agar dapat melayani kepentingan
banyak orang dan sebagai wujud pendekatan diri kepada Allah.

Perkembangan wakaf diIndonesia ini boleh dibilang belum maju seperti di


negara-negara lain yang yang telah mengenal islam terlebih dahulu. Hal itu
dikarenakan baru tahun 2004 di Indonesia baru mempunyai undang-undang
wakaf yaitu Undang- undang No. 41 Tahun2004 yang benar-benar
mengatur tentang wakaf dan tidak lagi berorientasi pada bidang sosial ekonomi,
tapi dimungkinkan untuk diusahakan ke bidang ekonomiproduksi. Wakaf
secara umum adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan
jalan menahan menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud tahbisul
ashli ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual,
dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya. Sedangkan cara
pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf.

B. Rumusan Masalah

1. Mengetahui pengertian majelis wakaf dan kehartabendaan

2. Mengetahui sejarah perwakafan muhammadiyah

3. Memahami perkembangan majelis wakaf dan kehartabendaan

4. Mengetahui hambatan dalam pengembangan majelis wakaf dan


kehartabendaan.
Bab II

Pembahasan

A. Pengertian Majelis Wakaf Dan Kehartabendaan

Wakaf secara umum adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannyadilakukan


dengan jalan menahan menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud
tahbisul ashli ialahmenahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan,
dijual, dihibahkan,digadaikan, disewakan dan sejenisnya. Sedangkan cara
pemanfaatannya adalahmenggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf
(Waqf atau wakaf secara harfiah berarti berhenti, menahan, atau diam). Secara
teknis syariah, wakaf sering kali diartikan sebagai aset yangdialokasikan untuk
kemanfaatan umat di mana substansi atau pokoknya ditahan,sementara
manfaatnya boleh dinikmati untuk kepentingan umum. Secara dministratif
wakaf dikelola oleh nazhir yang merupakan pengemban amana waqif.

Hubungan antara makna harfiyah dan makna teknis terkait dengan


adanya“keabadian” unsur pokok atau dialihtangankan kepada selain
kepentingan umat yang diamanahkan oleh waqif kepada nadzir waqf. Secara
umum tidak terdapat dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf
dalam Al- Quran yang menerangkan konsep wakaf secar jelas.Dalil yang
menjadi dasar disyari’atkan ibadah wakaf bersumber dari ayatalquran,antara
lain:


Artinya:

“Perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan” ( Haj: 77 ).

B. Sejarah Perwakafan Muhammadiyah

Dalam hubungannya dengan pemikiran "mengkorporasikan" pengelolaan harta


benda wakaf, maka Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang telah
memperoleh status badan hukum (rechtpersoon) sejak masa pemerintahan
kolonial Belanda (1914), telah menjalankan fungsinya sebagai nazhir. Status
organisasi (keagamaan) sebagai nazhir telah diakui Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf, yaitu dengan memberikan kemungkinan suatu
organisasi keagamaan bertindak sebagai nazhir harta benda wakaf.

Muhammadiyah sejak berdirinya tahun 1912 dikenal dengan semangat


pembaharuan (tajdid) dengan slogan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah,
dalam kegiatannya hampir tidak bisa terpisahkan dari unsur perwakafan tanah,
karena untuk mengurus harta benda wakaf dibentuk suatu majelis yang khusus
menangani hal tersebut, yakni Majelis Wakaf dan Kehartabendaan.
Berdasarkan hasil Muktamar ke-45 di Malang pada tahun 2005, nomenklatur
tersebut diubah menjadi Majelis Wakaf dan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS),
dan kemudian disaat Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta
nomenklatur tersebut berubah kembali menjadi semula (Majelis Wakaf dan
Kehartabendaan).

Majelis Wakaf dan Kehartabendaan yang dibentuk berdasarkan Anggaran


Dasar Muhammadiyah adalah : Organ Organisasi Pembantu Pimpinan, Majelis
ini mempunyai tugas pokok untuk mengembangkan dan mengamankan harta
wakaf dan harta kekayaan milik Persyarikatan serta membimbing masyarakat
dalam melaksanakan wakaf, hibah, infaq dan shadaqah serta laiinya bersifat
wakaf. Selanjutnya pada jajaran organisasi tersebut, dibentuk pula Majelis
Wakaf dan Kehartabendaan pada tiap-tiap Pimpinan Wilayah (Provinsi),
Pimpinan Daerah (Kabupaten/Kota) dan Pimpinan Cabang (Kecamatan), yang
masing-masing adalah Pembantu Pimpinan di Wilayah, daerah, dan Cabang,
sekaligus kepanjangan tangan dari Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Persyarikatan Muhammadiyah dalam surat Keputusan Dalam Negeri No. SK.


14/DDA/1972 tentang Penunjukan Persyarikatan Muhammadiyah Sebagai
Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Tanah Dengan Hak Milik. Berdasarkan
SK tersebut maka seluruh aset Persyarikatan Muhammadiyah diseluruh
Indonesia baik wakaf atau pun non wakaf terdaftar harus atas nama
Peryarikatan Muhammadiyah, walaupun yang menghimpun atau nazhir wakaf
dapat dilakukan oleh Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Wilayah, Daerag
ataupun cabang di wilayah kerjanya masing-masing.

Perwakafan di Muhammadiyah memiliki peranan penting terhadap


perkembangan Persyarikatan Muhammadiyah umumnya bagi umat Islam
Indonesian, Persyarikatan Muhammadiyah berusaha memanfaatkan tanah-
tanah wakaf selain untuk sarana ibadah juga berusaha memanfaatkan tanah-
tanah wakaf untuk sarana sosial Muhammadiyah sebagai lembaga yang
bergerak dibidang sosial keagamaan dikenal telah berhasil membantu program
pemerintah khusunya dalam bidang pendidikan dan kesehatan serta ekonomi,
Persyarikatan Muhammadiyah telah memiliki berbagai aset berupa sekolah,
mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi, serta
Rumah Sakit yang tersebar diseluruh Indonesia. keberhasilan tersebut tidak
luput dari perwakafan yang ada di Persyarikatan Muhammadiyah.

C. Perkembangan Majelis Wakaf dan Kehartabendaan


Perkembangannya pengelolaan wakaf secara profesional ditandai
denganpemberdayaan potensi wakaf secara profesional produktif untuk
kepentingankesejahteraan umat manusia. Wakaf produktif adalah harta benda
atau pokoktetapnya wakaf tidak secara langsung digunakan untuk mencapai
tujuannya, tapi dikembangkan terlebih dahulu untuk menghasilkan
sesuatu hasilnya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Seperti wakaf tanah
untuk digunakan bercocok tanam, Mata air untuk dijual airnya dan lain –
lain.Wakaf produktif juga dapat didefinisikan sebagai harta yang
digunakan untuk kepentingan produksi baik dibidang pertanian, perindustrian,
perdagangan dan jasa yang manfaatnya bukan pada benda wakaf secara
langsung, tetapi darikeuntungan bersih dari hasil pengembangan wakaf yang
diberikan kepada orang- orang yang berhak sesuai dangan tujuan wakaf.

Wakaf di Indonesia dikembangkan menjadi kelompok orang atau badan hukum


yang diserahi tugas untuk memelihara dan mengurus benda wakaf. Yang di
mana di cantumkan di dalam Pasal 9 UU No. 41 tahun 2004 tentang
Wakaf menyebutkan bahwa Nazhir meliputi perseorangan; organisasi; atau
badan hukum. Hubungannya dalam pengelolaan harta benda wakaf,
makaMuhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang telah memperoleh
statusbadan hukum telah menjalankan fungsinya sebagai nazhir. Status
organisasi sebagai nazhir telah diakui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, yaitu dengan memberikan kemungkinan suatu organisasi
keagamaan bertindak sebagai nazhir harta benda wakaf.

Majelis Wakaf dan Kehartabendaan yang dibentuk berdasarkan Anggaran

Dasar Muhammadiyah adalah : Organ Organisasi Pembantu Pimpinan, Majelis


inimempunyai tugas pokok untuk mengembangkan dan mengamankan harta
wakaf dan harta kekayaan milik persyarikatan serta membimbing masyarakat
dalam melaksanakan wakaf, hibah, infaq dan shadaqah serta lainnya bersifat
wakaf. Selanjutnya pada jajaran organisasi tersebut, dibentuk pula Majelis
Wakaf dan Kehartabendaan pada tiap-tiap pimpinan wilayah (Provinsi),
pimpinan daerah (Kabupaten/Kota) dan pimpinan cabang (Kecamatan), yang
masing-masing adalah pembantu pimpinan di wilayah, daerah, dan cabang,
sekaligus kepanjangantangan dari Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Perwakafan di Muhammadiyah memiliki
peranan penting terhadap perkembangan Persyarikatan Muhammadiyah
umumnya bagi umat Islam diseluruh Indonesia.

Pesyarikatan muhammadiyah berusaha memanfaatkan tanah-tanah wakaf


selain untuk sarana ibadah juga berusaha memanfaatkan tanah-tanah wakaf
untuk sarana sosial. Muhammadiyah sebagai lembaga yang bergerak di bidang
sosial keagamaan dikenal telah berhasil membantu perogram pemerintah
khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan serta ekonomi,
persyarikatan Muhammadiyah telah memiliki bebrbagai aset berupa sekolah,
mulai dari tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi, serta
rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia. Keberhasilan tersebut tidak
luput dari perwakafan yang ada di Persyarikatan Muhammadiyah.

D. Hambatan Dalam Pengembangan Majelis Wakaf Dan Kehartabendaan

Sementara kalau melihat perkembangan wakaf di Indonesia, salah satu hal yang
selama ini menjadi hambatan riil dalam pengembangan wakaf di
Indonesia adalah keberadaan nazhir Ketradisionalan nazhir dipengaruhi,
diantaranya :

1. Karena masih kuatnya paham mayoritas umat islam yang masih stagnan
(beku) terhadap persoalan wakaf.

2. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nazhar wakaf.

3. Lemahnya kemauan para nazhir wakaf juga menambah ruwetnya kondisi


wakaf di tanah air.

Padahal, kehadiran nazhirsebagai pihak yang diberikan kepercayaandalam


pengelolaan harta wakaf sangatlah penting, yang tidak bisa dipandang sebelah
mata. Walaupun para mujtahid tidak menjadikan nazhir sebagai salah
saturukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk
nazhir wakaf yang mampu, baik yang bersifat perseorangan maupun
kelembagaan (badan hukum). Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan
yang diakui oleh Undang- Undang No 41 tahun 2004 sebagai nazhir organisasi,
yang mana didalampersyarikatan Muhammadiyah memiliki organisasi
pembantu pimpinan yaitu ialahmajelis wakaf dan kehartabendaan dengan
mengemban tugas pokok untukmengembangkan dan mengamankan harta
wakaf dan harta kekayaan milik persyarikatan. Dimana majelis wakaf dan
kehartabendaan Muhammadiyah sangat berperan di dalam perkembangan
wakaf.
Bab III

Kesimpulan

A. Kesimpulan

Wakaf secara umum adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannyadilakukan


dengan jalan menahan menjadikan manfaatnya berlaku umum. Perkembangan
wakaf di Indonesia ini boleh dibilang belum maju seperti di negara-negara
lain yang yang telah mengenal islamterlebih dahulu. Hal itu dikarenakan baru
tahun 2004 di Indonesia baru mempunyai undang-undang wakaf yaitu Undang-
undang No. 41 Tahun 2004 yang benar-benar mengatur tentang wakaf dan tidak
lagi berorientasi pada bidang sosialekonomi, tapi dimungkinkan
untukdiusahakan ke bidang ekonomi produksi.

Perwakafan di Muhammadiyah memiliki peranan penting terhadap


perkembangan Persyarikatan Muhammadiyah umumnya bagi umat Islam
Indonesian, Persyarikatan Muhammadiyah berusaha memanfaatkan tanah-
tanah wakaf selain untuk sarana ibadah juga berusaha memanfaatkan tanah-
tanah wakaf untuk sarana sosial Muhammadiyah sebagai lembaga yang
bergerak dibidang sosial keagamaan dikenal telah berhasil membantu program
pemerintah khusunya dalam bidang pendidikan dan kesehatan serta ekonomi,
Persyarikatan Muhammadiyah telah memiliki berbagai aset berupa sekolah,
mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi, serta
Rumah Sakit yang tersebar diseluruh Indonesia. keberhasilan tersebut tidak
luput dari perwakafan yang ada di Persyarikatan Muhammadiyah .

Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang diakui oleh Undang-


Undang No 41 tahun 2004 sebagai nazhir organisasi, yang mana
didalampersyarikatan Muhammadiyah memiliki organisasi pembantu pimpinan
yaitu ialahmajelis wakaf dan kehartabendaan dengan mengemban tugas pokok
untukmengembangkan dan mengamankan harta wakaf dan harta kekayaan
milik persyarikatan. Dimana majelis wakaf dan kehartabendaan
Muhammadiyah sangat berperan di dalam perkembangan wakaf.

Daftar Pustaka

Abdurrahman. 1984. Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah


Wakaf di Negara Kita. Bandung: Penerbit Alumni.

Al-Alabij, Adijani. 1989. Perwakafan Tanah diIndonesia Dalam Teori Dan


Praktek. Jakarta: CV.Rajawali.

Anshori, Abdul Ghofur. 2010. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia.


Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan


Praktek.Yogyakarta: Reneka

Daud, Muhammad Ali. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf. Jakarta :
Universitas Indonesia (UI-Press)

Djal, Mh, dan Badawi. 2011. Tata Usaha Muhammadiyah. Yogyakarta:


Gramasurya.
Nawawi, Ismail. 2012. Fiqh Mu’amalah: Klasik Dan Kontemporer.
Bogor:Ghalia Indonesia.

Qahaf, Mundzir. 2007. Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta Timur: Khalifa


(PustakaAl Kautsar Grup)

Suhadi, Imam. 2002. Wakaf, Untuk Kesejahteraan Umat, Jogjakarta: PT. Dana
Baku Prima Yasa.
Sejarah Perwakafan Muhammadiyah

Dalam hubungannya dengan pemikiran"mengkorporasikan" pengelolaan harta benda wakaf,


maka Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang telah memperoleh status badan
hukum (rechtpersoon) sejak masa pemerintahan kolonial Belanda (1914), telah menjalankan
fungsinya sebagai nazhir. Status organisasi (keagamaan) sebagai nazhir telah diakui Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yaitu dengan memberikan kemungkinan suatu
organisasi keagamaan bertindak sebagai nazhir harta benda wakaf.

Muhammadiyah sejak berdirinya tahun 1912 dikenal dengan semangat pembaharuan (tajdid)
dengan slogan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah, dalam kegiatannya hampir tidak bisa
terpisahkan dari unsur perwakafan tanah, karena untuk mengurus harta benda wakaf dibentuk
suatu majelis yang khusus menangani hal tersebut, yakni Majelis Wakaf dan Kehartabendaan.
Berdasarkan hasil Muktamar ke-45 di Malang pada tahun 2005, nomenklatur tersebut diubah
menjadi Majelis Wakaf dan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS), dan kemudian disaat Muktamar
Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta nomenklatur tersebut berubah kembali menjadi semula
(Majelis Wakaf dan Kehartabendaan).

Majelis Wakaf dan Kehartabendaan yang dibentuk berdasarkan Anggaran Dasar Muhammadiyah
adalah : Organ Organisasi Pembantu Pimpinan, Majelis ini mempunyai tugas pokok untuk
mengembangkan dan mengamankan harta wakaf dan harta kekayaan milik Persyarikatan serta
membimbing masyarakat dalam melaksanakan wakaf, hibah, infaq dan shadaqah serta laiinya
bersifat wakaf.

Selanjutnya pada jajaran organisasi tersebut, dibentuk pula Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
pada tiap-tiap Pimpinan Wilayah (Provinsi), Pimpinan Daerah (Kabupaten/Kota) dan Pimpinan
Cabang (Kecamatan), yang masing-masing adalah Pembantu Pimpinan di Wilayah, daerah, dan
Cabang, sekaligus kepanjangan tangan dari Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah

Persyarikatan Muhammadiyah dalam surat Keputusan Dalam Negeri No. SK. 14/DDA/1972
tentang Penunjukan Persyarikatan Muhammadiyah Sebagai Badan Hukum Yang Dapat
Mempunyai Tanah Dengan Hak Milik.

Berdasarkan SK tersebut maka seluruh aset Persyarikatan Muhammadiyah diseluruh Indonesia


baik wakaf atau pun non wakaf terdaftar harus atas nama Peryarikatan Muhammadiyah,
walaupun yang menghimpun atau nazhir wakaf dapat dilakukan oleh Majelis Wakaf dan
Kehartabendaan Wilayah, Daerag ataupun cabang di wilayah kerjanya masing-masing.

Perwakafan di Muhammadiyah memiliki peranan penting terhadap perkembangan Persyarikatan


Muhammadiyah umumnya bagi umat Islam Indonesian, Persyarikatan Muhammadiyah berusaha
memanfaatkan tanah-tanah wakaf selain untuk sarana ibadah juga berusaha memanfaatkan tanah-
tanah wakaf untuk sarana sosial

Muhammadiyah sebagai lembaga yang bergerak dibidang sosial keagamaan dikenal telah
berhasil membantu program pemerintah khusunya dalam bidang pendidikan dan kesehatan serta
ekonomi, Persyarikatan Muhammadiyah telah memiliki berbagai aset berupa sekolah, mulai dari
tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi, serta Rumah Sakit yang tersebar
diseluruh Indonesia. keberhasilan tersebut tidak luput dari perwakafan yang ada di Persyarikatan
Muhammadiyah

You might also like