You are on page 1of 9

AKARTA, INAPEX.co.

id – Setiap proyek rumah tinggal tak boleh melampaui batas garis


sempadan bangunan, kenapa demikian? Ini penjelasannya.

Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah salah satu aturan yang dibuat pemerintah daerah
setempat untuk mengatur batasan lahan diperbolehkan dan tidak untuk dibangun. Bangunan yang
akan didirikan tidak boleh melampaui batasan garis ini.

Misalnya saja, rumah memiliki GSB 3 meter, artinya pemilik hanya diperbolehkan membangun
sampai batas 3 meter dari tepi Jalan Raya.

Kemudian aturan GSB tersebut, berfungsi untuk menyediakan lahan sebagai daerah hijau dan
resapan air, sekaligus menciptakan rumah sehat.

Tak hanya itu, rumah juga akan memiliki halaman yang memadai sehingga penetrasi udara
kedalam rumah lebih optimal. Selain itu, adanya jarak rumah dengan jalan di depannya, secara
privasi tentu akan lebih terjaga.

Sebelumnya, apabila ingin membangun sebuah gedung atau rumah, yang pertama kali diurus
yaitu masalah perizinan, seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Selain IMB, juga dibutuhkan informasi tentang aturan-aturan mengenai bangunan. Aturan ini
biasa disebut Peraturan Bangunan Setempat (PBS), karena disetiap daerah mempunyai peraturan
tersendiri.

Untuk wilayah DKI Jakarta sebagai contoh terdapat 3 Peraturan Daerah (Perda) yaitu Perda No.
7/2010 tentang Bangunan Gedung, Perda DKI No.1/2012 tentang RTRW 2030, Perda No.
1/2014 tentang RDTR dan Peta Zonasi.

Ketiga Perda tersebut mengatur tentang syarat membangun suatu bangunan, seperti Koefisien
Dasar Bangunan (KDB), Garis Sepadan Bangunan (GSB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
dan Garis Sepadan Jalan (GSJ).

Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah peraturan yang mengatur tentang ketika dalam
membangun suatu bangunan, pemilik diwajibkan menyisakan lahannya sebagai area resapan air.
Selain itu, KDB biasanya dinyatakan di dalam persentase.

Misalnya, pemilik bangunan mempunyai lahan disuatu daerah dengan KDB 60% dengan luasnya
150 M2, artinya pemilik hanya boleh membangun rumah seluas 60% x 150 M2 = 90 M2, sisanya
60 M2 sebagai area terbuka.
Dasar perhitungan KDB ini memang hanya memperhitungkan luas bangunan yang tertutup atap.
Jalan setapak dan halaman dengan pengerasan tak beratap tidak termasuk dalam aturan ini.
Walaupun demikian, sebaiknya lahan itu ditutup dengan bahan yang dapat meresap air, seperti
paving blok.

Garis Sempadan Jalan (GSJ)

Garis Sempadan Jalan (GSJ) hampir mirip dengan GSB, tetapi GSJ lebih ditujukan untuk
tersedianya lahan bagi perluasan jalan di masa mendatang.

Misalnya di dekat lahan ada GSJ tertulis 1,5 meter, artinya 1,5 meter dari tepi jalan kearah
halaman rumah sudah ditetapkan sebagai lahan untuk rencana pelebaran jalan. Bila suatu saat
ada pekerjaan pelebaran jalan, lahan selebar 1,5 meter tersebut akan “terambil”.

Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

KLB merupakan perbandingan antara luas total bangunan dibandingkan dengan luas lahan. Luas
bangunan yang dihitung KLB ini merupakan seluruh luas bangunan yang ada, mulai dari lantai
dasar hingga lantai diatasnya. Bangunan dengan dindingnya yang lebih tinggi dari 1.20 m, yang
digunakan sebagai ruangan harus dimasukkan kedalam perhitungan KLB.

KLB biasanya dinyatakan dalam angka seperti 1,5; 2 dan sebagainya. Tiap-tiap daerah angka
KLB ini berbeda-beda. Lokasi suatu daerah semakin padat, maka angka KLB akan semakin
tinggi pula. Bila di dalam PBS tertera KLB = 2, maka total luas bangunan yang boleh didirikan
maksimal 2 kali luas lahan.

Angka-angka KLB ini berkaitan jumlah lantai yang akan dibangun. Seandainya, punya lahan 150
M2, dengan KDB 40 % dan KLB = 1, perhitungannya sebagai berikut:

 Lantai dasar = 40% x 150 M2 = 60 M2


 Total luas bangunan yang boleh dibangun = 150 M2

Dari perhitungan diatas diperoleh, luas lantai dasar yang boleh dibangun hanya seluas 60 M2
saja. Sedangkan luas total bangunan yang diizinkan seluas 150 M2, berarti bisa membangun
rumah secara vertikal, dengan jumlah lantai hanya dua atau bisa juga 2 1/5 lantai.

Dari dua lantai ini, jika dikalikan 2 didapat jumlah luas total bangunan = 120 M2, masih tersisa
30 M2. Sisa luas yang diizinkan (30 M2) ini dapat dibangun diatasnya.
GSB dibuat agar setiap orang tidak semaunya dalam membangun. Selain itu GSB juga berfungsi
agar tercipta lingkungan pemukiman yang aman dan rapi. Membangun sebuah rumah ibarat kita
menyeberang jalan. Harus melihat kiri dan kanan agar selamat. Demikian juga dalam
membangun rumah, banyak aspek “kiri-kanan” yang perlu diperhatikan agar calon penghuni
selamat. Aspek “kiri-kanan” itu berupa persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
sesuai dengan fungsi rumah. Segala persyaratan itu tertuang di dalam aturan tentang tata
bangunan dan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah. Banyaknya persyaratan yang harus
dipenuhi, terkadang membuat orang mengabaikan aturan tersebut termasuk juga aturan mengenai
GSB (Garis Sempadan Bangunan). Pasal 13 Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung menyebutkan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai persyaratan jarak
bebas bangunan yang meliputi GSB dan jarak antargedung. Selain itu dalam membangun rumah,
juga harus sudah mendapat standarisasi dari pemerintah yang tercantum di dalam SNI No. 03-
1728-1989. Standar ini mengatur bahwa dalam setiap mendirikan bangunan harus memenuhi
persyaratan lingkungan bangunan, di antaranya larangan untuk membangun di luar GSB.
Pengertian Di dalam penjelasan Pasal 13 Undang-undang No. 28 Tahun 2002, GSB mempunyai
arti sebuah garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa
bangunan terhadap batas lahan yang dikuasai. Pengertian tersebut dapat disingkat bahwa GSB
adalah batas bangunan yang diperkenankan untuk dibangun. Batasan atau patokan untuk
mengukur besar GSB adalah as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan
tegangan tinggi. Sehingga jika rumah berada di pinggir jalan, maka garis sempadan diukur dari
as jalan sampai bangunan terluar di lahan tanah yang dikuasai. Faktor penentu besar GSB adalah
letak lokasi bangunan itu berdiri. Rumah yang terletak di pinggir jalan, GSB-nya ditentukan
berdasarkan fungsi dan kelas jalan. “Untuk pemukiman perumahan standarnya sekitar 3 - 5 m”,
jelas Ir. Imam S. Ernawi, MCM., MSc. (Direktur Direktorat Bina Teknik, Ditjen Perumahan dan
Pemukiman). Bangunan Terluar Persepsi tentang bangunan terluar masih sangat rancu. Beberapa
orang menyebutkan bahwa bangunan terluar adalah bangunan pagar. Menurut Imam, bangunan
terluar adalah ruang fisik bangunan dengan komposisi yang lengkap mulai dari pondasi, sloof,
pasangan bata, pintu, jendela, plafon, dan atap. Jika melakukan renovasi rumah, membuat
tambahan bangunan melewati GSB masih diperbolehkan. Tetapi tidak boleh asal-asalan dalam
melakukannya. Ada beberapa toleransi yang masih bisa diterima. “Toleransi berlaku untuk
bangunan yang bersifat struktur, bukan bangunan ruang fisik”, tambah Imam. Sebagai contoh,
pembangunan pergola sebagai pelindung mobil yang diparkir di carport. Persoalan akan menjadi
masalah jika ruang parkir tersebut berubah fungsi menjadi kamar tidur yang lengkap dengan
komposisi struktur. Dalam membuat pergola, juga tidak boleh sembarangan. Atap dari pergola
tersebut tidak diijinkan menjorok ke luar pagar. Segi Estetika dan Keamanan Peraturan tentang
GSB dibuat agar lingkungan pemukiman sekitar rumah menjadi aman dan teratur. Bisa
dibayangkan jika lingkungan pemukiman rumah menjadi berantakan karena para penghuninya
sembarangan dalam membangun rumah. Para penghuni dengan seenaknya melakukan
pengembangan rumah dengan memaksimalkan lahan yang ada. Seperti membangun kamar
tambahan atau perluasan ruangan yang melewati GSB sampai mendekati pagar. Selain itu ada
beberapa orang yang membuat jalan masuk ke garasi (driveway) menimpa jalan di depan
rumahnya. Akibatnya, pemukiman rumah tidak sedap dipandang. Selain dari segi estetika, GSB
dibuat untuk kepentingan keselamatan para pengendara yang melewati jalan di depan atau
samping rumah. Apalagi jika rumah berada di persimpangan jalan atau di hoek jalan. Rumah di
persimpangan sangat rawan kecelakaan. Kecelakan dapat terjadi karena pengendara tidak
melihat pengendara lain dari arah berlawanan. Jarak bebas pandang pengendara terganggu
karena tertutup bangunan yang terletak di persimpangan dan menjorok keluar melebihi GSB.
Untuk rumah yang berada di persimpangan jalan, ada dua GSB, yaitu dari sisi depan bangunan
dan samping bangunan. Hal ini sering dilupakan oleh pemilik bangunan yang berada di
persimpangan. Mereka membangun hanya berdasarkan pada satu GSB saja. Ada beberapa orang
yang dengan sengaja memajukan bangunannya baik ke depan maupun ke samping sehingga
melanggar batas GSB. Tidak hanya rumah di persimpangan jalan yang mempunyai GSB
samping. Semua bangunan rumah mempunyai GSB samping dan belakang. Menurut penjelasan
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 441 Tahun 1998 tentang Pesyaratan Teknis Bangunan
Gedung, GSB dari samping dan belakang bangunan juga harus mendapatkan perhatian. Ada
beberapa hal persyaratan untuk memenuhi GSB dari samping dan belakang bangunan.
Persyaratan itu adalah: Bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan Struktur
dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm ke arah dalam dari batas
bangunan Untuk perbaikan atau renovasi bangunan yang semula menggunakan bangunan
dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding
batas tersendiri di samping dinding batas terdahulu. Pada bangunan rumah tinggal rapat, tidak
terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimal setengah dari
besarnya garis sempadan muka bangunan Disamping besaran GSB, dalam membangun juga
perlu memperhatikan estetika yang berkenaan dengan peletakan komponen struktur. Pembuatan
bukaan jendela dalam bentuk apapun pada dinding batas pekarangan tidak diperkenankan,
termasuk juga pemasangan glass block. Sanksi Pelanggaran Setiap aturan pasti mempunyai
sanksi jika ada yang melanggarnya. Demikian pula dengan peraturan tentang GSB. Menurut
Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Sanksi administratif akan
dikenakan kepada setiap pemilik bangunan. Sanksi tersebut berupa peringatan tertulis,
pembatasan kegiatan pembangunan, penghentian sementara atau tetap pekerjaan pelaksanaan,
pencabutan izin yang telah dikeluarkan dan perintah pembongkaran bangunan. Selain itu jika
ketahuan membangun bangunan yang melebihi GSB, maka juga akan dikenakan sanksi yang
lain. Sanksinya berupa denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai bangunan yang
sedang atau telah dibangun. Nah, jika bangunan rumah tidak ingin dibongkar, jangan langgar
GSB. sumber:www.tabloidrumah.com

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jangan Langgar GSB",
https://nasional.kompas.com/read/2008/07/24/09450113/jangan.langgar.gsb.

You might also like