You are on page 1of 5

TUGAS

RANGKUMAN KEPERAWATAN BENCANA

Individu Mata Kuliah Keperawatan Bencana,


Kelas 3B Program Transfer, Semester Ganjil

DisusunOleh :

MAHMUD FAUZI
2016727076

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
PENGELOLAAN KEGAWATDARURATAN BENCANA

A. PENILAIAN AWAL BENCANA

Korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap
menit bisa berarti hidup atau mati.Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk
mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisaterjadidalambeberapa menit hingga
beberapa jam sejakcedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma.
Perawatan kritis, intensif, ditujukanuntukmenghambatkematiankemudian, late, karena
trauma yang terjadidalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma).

Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak
adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi organ tidak memadai),
cedera SSP masif (mengakibatkanventilasi yang tidakadekuatdan / atau rusaknya pusat
regulasi batang otak), ataukeduanya. Cedera penyebab kematian dini mempunyai pola yang
dapat diprediksi (mekanisme cedera, usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan).
Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan
pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan
efisiensi tindakan definitive atau transfer kefasilitas yang sesuai.

Bencana adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi
kemampuan sistem gawat darurat yang tersedia dalam memberikan perawatan adekuat
secara cepat dalam usaha meminimalkan kecacadan atau kematian (korbanmassal), dengan
terjadinya gangguan tatanan sosial, sarana, prasarana (Bencana kompleks bila disertai
ancaman keamanan). Bencana mungkin disebabkan oleh ulah manusia atau alam.
Keberhasilan pengelolaan bencana memerlukan perencanaan system pelayanan gawat
darurat lokal, regional dan nasional, pemadam kebakaran / tim rescue, petugas hokum dan
masyarakat. Kesiapan rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistik harus disertakan
dalam mempersiapkan perencanaan bencana. Secara nasional kegiatan penanggulangan
gawat darurat sehari-hari maupun dalam bencana diatur dalam Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B) yang harus diterapkan oleh semua fihak termasuk
masyarakat awam, dibagi kedalam subsistem prarumah sakit, rumah sakit dan antar rumah
sakit.
B. TINGKAT RESPONS ATAS BENCANA.
Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian :
 Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas sistim gawat
darurat dan penyelamat local tanpa memerlukan bantuan dari luar organisasi.
 Respons Tingkat II : Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas sistim
gawat darurat dan penyelamat local hingga membutuhkan pendukung sejenis serta
koordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban.
 Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim gawat darurat
dan penyelamat baik local atau regional. Korban yang tersebar pada banyak lokasi sering
terjadi. Diperlukan koordinasi yang luas antar instansi seperti, Koordinasi BNPB, dengan
BASARNAS, TNI, POLRI dan Kemenkes ataupun Instansi lainnya yang terkait.

C. TRIASE.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
(berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk
menentukan prioritas perawatan gawat darurat medic serta prioritas transportasi
(berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau
penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan
proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial
harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus
dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi
memburuk atau membaik, lakukan retriase.

Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia, dan
keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan
peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat,
tanda vital tidak stabil, dan kelainan jantung - paru yang diderita sebelumnya.
Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu
kelompok triase (missal pasien obstruksi jalannafas dapat perhatian lebih disbanding
amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga
dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan
menstabilkan pasien berkurang.

Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga
berpengaruh pada system triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan
jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien
cedera serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam
keterbatasan sumberdaya sulit dilaksanakan dengan baik.Saat ini tidak ada standard nasional
baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging
system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid
Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan
kombinasi keduanya lebih layak digunakan.

Pendapat Saya Terkait Pengelolaan Kegawat daruratan Bencana Adalah Sistem


penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) merupakan penanganan awal dan
pertolongan pertama sebelum korban dibawa ke Rumah Sakit dan mendapatkan penanganan
medis lanjutan, misalnya pada saat terjadi bencana alam. Salah satu hal penting yang perlu
ada pada saat terjadi bencana alam yaitu pos kesehatan, dimana penderita gawat darurat atau
korban dapat ditangani pada pos kesehatan ini. SPGDT terdiri dari unsur, pelayanan
prarumah sakit, pelayanan di rumah sakit dan antar rumah sakit. Hal ini bertujuan yang
intinya untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, sehingga diperlukan cara
penanganan yang jelas ( efektif, efisien dan terstruktur). Diharapkan semua orang akan
mempunyai kesiapan dalam upaya penyelamatan dan mengurangi dampak kesehatan yang
buruk bahkan sangat buruk atau fatal apabila terjadi bencana.
DAFTAR PUSTAKA

Seri PPGD. (2006). Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General Emergency Life
Support (GELS). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).CetakanKetiga.
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I.

Tanggap Darurat Bencana(2006). (Safe Community modul 4).Depkes RI.

Departemen Kesehatan R.I(2006). PenanggulanganKegawatdaruratansehari-hari&bencana


(Jakarta :DepartemenKesehatan

Multiple Casualty Insidents.Available at http://www.vgernet.net/bkand/state/multiple.html.

Rudi Harmono (2016). Keperawatan Kegawat daruratan dan Manajemen Bencana.


kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Pusdik SDM Kesehatan. BPPSDM Kesehatan
(online). (http://D:/Keperawatan Manajemen Bencana-Komprehensif.pdf

You might also like