Professional Documents
Culture Documents
Bab Ii Kajian Pustaka: and Nutrition (NASPGHAN), Kolestasis Apabila Kadar Bilirubin Direk Lebih Dari 1
Bab Ii Kajian Pustaka: and Nutrition (NASPGHAN), Kolestasis Apabila Kadar Bilirubin Direk Lebih Dari 1
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kolestasis
2.1.1 Definisi
dalam jumlah yang normal. Secara klinis, kolestasis dapat didefinisikan sebagai
and Nutrition (NASPGHAN), kolestasis apabila kadar bilirubin direk lebih dari 1
mg/dl bila bilirubin total kurang dari 5 mg/dl, sedangkan bila kadar dari bilirubin
total lebih dari 5 mg/dl, kadar bilirubin direk lebih dari 20% dari bilirubin total
2.1.2 Epidemiologi
laki, rasio atresia bilier pada bayi perempuan dan bayi laki-laki adalah 2:1
Kolestasis dapat terjadi pada semua orang tanpa dibatasi usia, tetapi bayi-bayi
yang baru lahir masih merupakan golongan usia yang paling sering mengalami
dari fungsi hati. Faktor risiko lain yang berhubungan dengan kolestasis adalah:
bayi-bayi yang mengalami sepsis berulang dan pemberian nutrisi secara parenteral
(Nazer, 2010).
hidup. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1.
bilier sebanyak 35%, hepatitis neonatal 30%, defisiensi α-1 antitripsin 17%,
sindroma Alagille 6%, kista duktus koledokus 3% (Benchimol dkk., 2009; Tufano
dkk., 2009)
Penelitian di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo (Surabaya) antara
tahun 1999-2004, dari 19270 penderita rawat inap didapat 96 penderita dengan
2.1.3 Klasifikasi
a. Kolestasis intrahepatik
histopatologis akan ditemukan penumpukan empedu di dalam sel hati dan sistem
b. Kolestasis ekstrahepatik
obstruksi saluran empedu ekstrahepatik. Penyebab utama kolestasis tipe ini adalah
proses imunologis, infeksi virus terutama Cytomegalo virus, Reo virus tipe 3,
asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Akibat dari penyebab
tersebut maka akan terbentuk kelainan berupa nekroinflamasi, yang pada akhirnya
ekstrahepatik yang disebabkan oleh atresia bilier merupakan langkah yang sangat
penting, karena metode pengobatan untuk atresia biler adalah dengan pembedahan
ini kurang efektif apabila umur pasien sudah lebih dari 2 bulan (Lee dkk., 2010).
2.1.4 Etiologi
2.1.5 Patogenesis
Kolestasis intrahepatik diakibat oleh gangguan sintesis dan atau sekresi asam
empedu akibat kelainan sel hati, saluran biliaris intrahepatik serta mekanisme
dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut: (Putra dan Karyana, 2010; Bisanto, 2011)
protein NCTP)
b. Berkurangnya transport intraseluler yang diakibatkan oleh perubahan
pengguanaan obat.
Bayi ikterus sampai usia dua minggu pada umumnya disebabkan oleh
peningkatan bilirubin indirek dan mencapai kadar puncak pada usia 5-7 hari. Bayi
yang mengalami peningkatan kadar biliribin direk akan mengalami ikterus setelah
usia dua minggu. Manifestasi klinis yang dapat dijumpai pada pasien kolestasis
adalah ikterus atau kulit dan mukosa berwarna ikterus yang berlangsung lebih dari
dua minggu, urin berwarna lebih gelap, tinja warnanya lebih pucat atau fluktuatif
splenomegali, gagal tumbuh, dan wajah dismorfik. Tanda lain yang dapat
Ermaya, 2014).
2.1.7 Diagnosis
Kolestasis dicurigai apabila terdapat warna ikterus pada kulit atau mukosa
yang tidak menghilang setelah minggu ke-3 kehidupan, pada bayi kurang bulan
dan lebih dari dua minggu pada bayi cukup bulan (Girard dan Lacaille, 2008).
2.1.7.1 Anamnesis
Riwayat ikterus lebih dari 14 hari, keluarga pasien yang menderita kolestasis,
lahir prematur atau berat lahir rendah, riwayat kehamilan dengan infeksi TORCH,
hepatitis B, infeksi intrapartum, pemberian nutrisi parenteral, sepsis dan ISK. Bayi
dengan atresia bilier biasanya lahir dengan berat badan yang normal, sedangkan
pada bayi dengan kolestasis intrahepatik lahir dengan berat badan lahir rendah
(Arief, 2012).
Ikterus merupakan tanda yang paling sering dijumpai pada pasien dengan
umumnya gejala ikterik akan muncul pada pasien apabila kadar bilirubin sekitar 7
didapatkan kosistensi hepar keras, tepi tajam, dan permukaan noduler, hal tersebut
dapat diperkirakan hepar sudah mengalami fibrosis atau sirosis. Hepar yang teraba
pada daerah epigastrium maka dapat dicerminkan sebagai sirosis. Rasa nyeri tekan
pada palpasi merupakan mekanisme peregangan dari kapsula Glissoni yang
disebabkan karena edema. Pasien dengan kolestasis dapat dijumpai juga adanya
berwarna gelap seperti teh, tinja warnanya pucat (akholik), sampai bisa
didapatkan pasien dengan gagal tumbuh (Kader dan Balistreri, 2011; Arief, 2012).
A. Pemeriksaan laboratorium
kadar billirubin direk lebih dari 1 mg/dl bila billirubin total kurang dari 5
mg/dl atau kadar billirubun direk lebih dari 20% apabila kadar billirubin
kali dengan peningkatan gamma GT >5 kali, hal ini lebih mengarah
obstruksi.
vitamin K.
porsi (dilihat tinja akholik pada tiga periode dalam sehari). Kolestasis
Ketiga sampel tinja tersebut dimasukan ke dalam wadah yang berwarna gelap
kemudian setiap harinya dievaluasi apabila sudah terkumpul tiga sampel. Apabila
dalam beberapa hari pemeriksaan didapatkan hasil tinja yang berwarna dempul,
Pada pasien dengan kolestasis intrahepatik biasanya hasil pemeriksaan tinja yang
B. Ultrasonografi
diketahui ukuran, keadaan hati, dan kandung empedu. Pemeriksaan ini relatif
diberikan minum dan diperiksa USG kembali. Panjang kandung empedu yang
normal akan tampak ≥1,5 cm, sedangkan pada 60% pasien atresia bilier
Pada pasien dengan kolestasis intrahepatik, pada saat pasien dipuasakan akan
terlihat kandung empedu yang normal dan pada umumnya akan terisi cairan
empedu sehingga mudah terlihat dengan pemeriksaan USG. Setelah pasien
ukurannya akan lebih kecil dan tidak terlihat dengan pemeriksaan USG.
Kolestasis ekstrahepatik yang disebabkan oleh atresia bilier terjadi karena adanya
proses obstruksi di hati, sehingga pada saat pasien dipuasakan kandung empedu
tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan USG. Keadaan lain yang mengarah
kemungkinan atresia bilier, apabila saat puasa kandung empedu terlihat ukurannya
kecil dan setelah diberikan minum ukurannya tidak terjadi perubahan (Benchimol,
C. Biopsi hati
Biopsi hati merupakan cara yang paling akurat untuk mendiagnosis bayi
sebelumnya, pasien kolestasis yang disebabkan oleh atresia bilier dapat dideteksi
sekitar 90%-95% dengan biopsi hati. Pada atresia bilier dapat ditemukan
gambaran proliferasi duktus biliaris, bile plug, portal track edema, dan fibrosis.
Sedangkan pada pasien dengan hepatitis neonatal idiopatik dengan metode ini
akan didapatkan gambaran pembengkakan sel difus, transformasi giant cell, dan
D. Kolangiografi intraoperatif
kolestasis, karena merupakan prosedur yang sulit dan berbahaya, tetapi tingkat
pada atresia bilier atau hasil yang diperoleh masih belum bisa untuk
empedu dan sistem bilier sangat diperlukan untuk melihat adanya obstruksi pada
kecil dan fibrotik diikuti fibrosis difus sistem bilier ekstrahepatik. Kolangiografi
dilakukan untuk menentukan patensi sistem bilier, sebuah jarum atau kateter
Pediatric Surgeon, yang membagi keadaan ini menjadi 3 tipe. Tipe 1 atresia
meliputi terutama duktus biliaris komunis, tipe 2 atresia bilier naik sampai
keduktus hepatikus komunis dan tipe 3 atresia bilier mengenai seluruh sistem
2.1.8 Penatalaksanaan
Secara garis besar tata laksana pasien dengan kolestasis terbagi menjadi dua
bagian, yaitu:
ekstrahepatik yang disebabkan oleh atresia bilier, tindakan operasi Kasai dan
transpalantasi hati merupakan cara yang efektif untuk tata laksananya. Tindakan
operasi Kasai efektif bila dikerjakan pada umur <6 minggu dengan angka
A. Medikamentosa
a. Asam ursodeoksikolat
Obat ini umumnya digunakan sebagai agen pilihan pertama pada pruritus
b. Kolestramin
B. Nutrisi
Kekurangan energi protein (KEP) sering terjadi sebagai akibat dari kolestasis.
mungkin dengan terapi nutrisi, digunakan formula khusus dengan jumlah kalori
120-150% dari kebutuhan normal serta vitamin, mineral dan trace element:
gr/kgbb/hari.
2.1.9 Prognosis
untuk prognosis buruk adalah: ikterus hebat yang berlangsung lebih dari 6 bulan,
terdapatnya inflamasi hebat pada hasil biopsi hati. Pada pasien atresia bilier ada
beberapa faktor yang berpengaruh untuk hasil yang baik, diantaranya: pengalaman
operator, sentral rujukan, luasnya kerusakan hati pada saat operasi dan frekuensi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyebab infeksi yang sering
dengan adanya pertumbuhan bakteri lebih dari 105 koloni/ml urin (Larcombe,
sepanjang saluran kemih: ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Berdasarkan
menjadi ISK atas yang dapat menimbulkan kerusakan ginjal dan terjadi penyakit
kronis seperti hipertensi dan insufisiensi ginjal setelah dewasa (Chishti dkk.,
Pada anak-anak dapat terjadi infeksi pertama dan infeksi rekuren. Infeksi
dan reinfeksi. Bakteriuria yang tidak teratasi dapat disebabkan oleh terapi
antimikroba yang tidak adekuat sehingga terjadi resistensi uropatogen yang tidak
responsif lagi terhadap terapi. Pada kasus dengan persistensi bakteri, nidus infeksi
di saluran kemih tidak tereradikasi karena uropatogen berada di lokasi yang
terlindung dari terapi antimikroba, biasanya pada pasien dengan kelainan anatomi
uretra), atau kateterisasi uretra yang tidak steril. Sedangkan reinfeksi ditandai
dengan patogen yang berbeda antara infeksi terdahulu dengan infeksi baru (Chang
2.2.2 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih yang simtomatis biasanya terjadi pada satu tahun
pertama kehidupan. Dalam 16 tahun usia kehidupan, lebih dari 11,3% anak
perempuan dan 3,6% anak laki-laki akan mengalami ISK, dan sering terjadi
rekurensi infeksi tersebut (Epp dkk., 2010; Larcombe, 2010). Insiden ISK
berdasarkan jenis kelamin dan usia dapat dilihat pada Tabel 2.2.
disamping itupula ISK juga bisa disebabkan oleh bakteri dari saluran cerna. Pada
Chishti dkk, 2009.). Uropatogen penyebab ISK tercantum pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Agen penyebab infeksi saluran kemih
Organisme Gram Negatif
Escherichia coli Organisme paling sering, penyebab > 80% UTI
pertama.
Spesies Klebsiela Organisme kedua tersering, ditemukan pada bayi
muda. 16% bakteremia pada anak memiliki anomali
saluran kemih yang melandasi.
Spesies Proteus Lebih sering pada laki-laki. Penyebab ISK
nosokomial ketiga.
Spesies Enterobacter Penyebab < 2% ISK. Kebanyakan merupakan
nosokomial
Spesies Pseudomonas Penyebab < 2% ISK. Patogen Gram negative non
enteric paling sering
Organisme Gram Positif
Spesies Enterococcus Jarang pada usia >30 hari. Patogen Gram positif
tersering, > 5% ISK
Staphylococcus koagulase Jarang pada anak-anak. Bila sangat dicurigai ke arah
negative ISK, ganti terapi antibiotika atau ulangi biakan urin.
Golongan Staphylococcus Jarang pada usia pubertas. >15% penyebab ISK
saprophyticus pada wanita
Staphylococcus aureus Jarang pada usia > 30 hari
Grup Streptococcus B Jarang pada anak-anak
Sumber: Chishti dkk, 2009.
paparan terhadap iritan kandung kemih. Faktor risiko lain yang dapat
menyebabkan terjadinya ISK adalah (Chang dan Shortliffe, 2006; Chishti dkk.,
2009):
saluran kemih.
d. Abnormalitas anatomi, biasanya terjadi pada anak <5 tahun, bila tidak
kemih. Pada anak dengan malformasi saluran kemih, ISK bawah akan
menyebabkan retensi urin, stasis urin, dan pembersihan bakteri yang tidak
laki-laki pada usia kurang dari satu tahun, dikarenakan anatominya. Pada anak
uropatogen menyebar naik ke ureter kemudian ginjal. Mekanisme yang lain yaitu;
Demam merupakan gejala yang sering muncul pada anak dengan ISK (Bay
dan Anacleto, 2010). Pada bayi gejala dan tanda cenderung tidak spesifik,
sedangkan pada anak yang lebih besar akan didapat gejala nyeri pada perut atau
pinggang, sering BAK, nyeri BAK, enuresis, dan hematuria. Infeksi yang
disebabkan oleh virus, jamur, dan inflamasi pada genitalia eksterna (vulvitis dan
vaginitis) juga dapat disertai dengan sering BAK dan nyeri BAK. (WHO, 2005).
Pada anak yang dicurigai ISK perlu ditanyakan apakah memiliki riwayat
berkemih, kandung kemih membesar, ada massa di abdomen, adanya tanda lesi
Pada ISK atipik akan didapatkan gejala penyakit berat, BAK sedikit-sedikit,
kegagalan terapi dalam 48 jam setelah pemberian antibiotika yang sesuai, dan
adanya infeksi oleh patogen non E. coli. Sedangkan pada ISK rekuren didapatkan
dua kali atau lebih serangan ISK atas; atau satu kali serangan ISK atas ditambah
satu atau lebih serangan ISK bawah; atau tiga kali atau lebih serangan ISK bawah.
Gejala dan tanda ISK pada pasien anak sesuai umur, dapat dilihat pada Tabel 2.4
(NICE, 2007).
Tabel 2.4 Gejala dan tanda pada bayi dan anak dengan ISK
Kelompok Umur Gejala dan Tanda
Paling sering Jarang
Demam, Nyeri perut, ikterik,
Sulit makan, gagal
Bayi ≤ 3 bulan muntah-muntah, hematuria, BAK
tumbuh
lemas, dan rewel tidak tertahan
Lemas, rewel,
Bayi dan Belum Nyeri perut, nyeri
hematuria, BAK tak
anak ≥ 3 dapat Demam pinggang, muntah-
tertahan, gagal
bulan berbicara muntah, sulit makan
tumbuh
Demam, lemas,
Gangguan berkemih,
Bayi dan anak Dapat Sering BAK, muntah-muntah,
nyeri perut, nyeri
≥ 3 bulan berbicara nyeri saat BAK hematuria, urin
pinggang.
keruh
Sumber: NICE, 2007
a. Pemeriksaan laboratorium
koloni/ml uropatogen tunggal dalam sampel urin (AAP, 2011). Pada bakteriuria
koloni/ml dari sampel urin anak yang tidak memiliki gejala piuria (Saadeh dan
Matoo, 2011).
bayi dan anak dengan gejala khas ISK dilakukan pemeriksaan urin mikroskopis
dan biakan, kemudian diberikan antibiotika. Bila gejalanya tidak khas ISK, namun
anak menunjukkan gejala penyakit berat, urin mikroskopis dan biakan diambil,
dan keadaan penyakitnya segera diatasi. Bila gejalanya tidak khas ISK, namun
anak yang lebih besar diambil urin porsi tengah setelah meatus uretra dibersihkan.
suprapubik merupakan metode paling baik, yang dapat dilakukan dengan panduan
USG agar diketahui adanya urin di kandung kemih (Epp dkk., 2010). Diagnosis
ISK berdasarkan cara pengumpulan sampel urin, dapat dilihat pada Tabel 2.5
uropatogen pada biakan urin. Pada biakan urin yang digunakan adalah urin
sebelum diberikan antimikroba. Pemeriksaan biakan urin dilakukan pada bayi dan
anak dengan diagnosis pielonefritis akut/ ISK atas, memiliki gejala penyakit
sedang hingga berat, berusia kurang dari tiga tahun, pada pemeriksaan
riwayat ISK sebelumnya, memiliki infeksi yang tidak membaik setelah diobati,
atau bila gejala klinis dan tes dipstik tidak sesuai. Apabila urin harus dibiakan,
tetapi belum dapat dibiakan dalam 4 jam dari waktu pengumpulan, urin harus
dapat dibedakan antara uropatogen dan bakteri kontaminan (Chang dan Shortliffe,
2006). Spesimen urin harus baru maksimal satu jam setelah BAK, atau disimpan
adalah leukosit esterase dan nitrit dengan menggunakan dipstik, dan pada urin
mikroskop diperiksa bakteri dan sel leukosit pada urin. Beberapa bakteri gram
negatif mereduksi nitrat menjadi nitrit, dan leukosit esterase diproduksi oleh
leukosit yang teraktivasi (Epp dkk., 2010). Pengecatan Gram pada sampel urin
untuk melihat adanya bakteri memiliki sensitivitas 91% dan spesifisitas 96%,
namun tetap tidak dapat menggantikan biakan urin. (Saadeh dan Matoo, 2011).
b. Pemeriksaan radiologi
kemih seperti adanya obstruksi, sebaiknya dikerjakan bila bayi atau anak terkena
ISK akut. Pada bayi <6 bulan untuk mengetahui hasil pengobatan, ultrasonografi
dilakukan dalam enam minggu setelah pengobatan dimulai. Sedangkan untuk bayi
dan anak >6 bulan dengan ISK pertama kali, tidak perlu dilakukan USG rutin.
Infeksi saluran kemih bawah pada anak <6 bulan atau anak yang memiliki riwayat
terjadinya ISK untuk mendeteksi adanya kerusakan parenkim ginjal. Saat ini
paparan radiasi selama anak diikuti keadaan refluks vesikoureternya, atau setelah
baku emas yang dapat dikerjakan adalah scan ginjal dengan Dimercaptosuccinic
2.2.5 Penatalaksanaan
Bayi berusia <3 bulan dengan kemungkinan ISK diberikan terapi antibiotika
parenteral. Untuk bayi dan anak usia >3 bulan dengan ISK atas, diberikan
antibiotika dengan pola resistensi rendah oral selama 7–10 hari, seperti
diberikan antibiotika intravena seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2–4 hari
diikuti antibiotika oral hingga total 10 hari. Untuk keadaan ISK asimtomatik pada
bayi dan anak tidak perlu diberikan antibiotika. Pemberian aminoglikosida pada
bayi dan anak disarankan dengan dosis satu kali sehari (NICE, 2006; Saadeh dan
Matoo, 2011). Obat-obat antibiotika parenteral dan oral pada pasien ISK dapat
Anak dengan ISK disarankan rawat inap bila didapat gejala klinis seperti:
sulit makan, kurang pengawasan bila rawat jalan atau pasien rawat jalan yang
gagal terapi. Pada anak >1 tahun dengan refluks vesikoureter yang disertai ISK
jangka panjang. Untuk anak <1 tahun dengan keadaan refluks vesikoureter
setelah ISK atau sedang dalam pemeriksaan refluks vesikoureter kelas III-IV
ditemukan pada bayi dengan kolestasis intrahepatik. Pada periode Januari sampai
dengan ISK adalah urinalisis dan biakan urin. Pemeriksaan urinalisis meliputi:
leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein dan darah. Urinalisis tidak sensitif
Kolestasis pada ISK terjadi karena bakteri penyebab ISK dapat mengeluarkan
untuk mensintesis sitokin. Sel kupffer dan sel imunokompeten lainnya dalam hati
mensintesis sitokin intrahepatik seperti: TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-8, sitokin-
(Oswari, 2007).
Sitokin-sitokin proinflamasi, terutama TNF-α dan IL-1 adalah inhibitor yang
transporter tertentu, demikian juga untuk ekresi asam empedu dan bilirubin dari
Antibiotika empiris yang diberikan untuk penanganan ISK pada pasien, akan
Karyana, 2010).