You are on page 1of 21

1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis limpahkan kepada Allah swt.

yang mana berkat rahmat dan hidayahnya penulis masih diberikan kesehatan

sehingga mampu menyelesaikan laporan praktikum Oseanografi Kimia dengan

judul “Cara Pengambilan Sampel Air Laut dengan Menggunakan Van Dorn Botol

Sampler dan Botol Niskin” tepat pada waktu yang telah ditentukan. Penulis juga

mengucapkan banyak terima kasih kepada asisten pembimbing dan seluruh teman-

teman yang sudah membantu penulis menyelesaikan laporan ini.

Laporan ini berisikan bagaimana cara penggunaan alat pengambilan sampel

air laut yaitu botol van dorn dan botol niskin. Selain itu, laporan ini juga berisikan

kelebihan dan kelemahan dari botol van dorn dan botol niskin untuk dijadikan

sebagai alat pengambilan sampel air laut.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dalam penulisan

laporan ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca

sangat diharapkan guna untuk perbaikan penulisan laporan di masa yang akan

datang.

Pekanbaru, 20 April 2018

Penulis
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara Kepulauan terluas di dunia yang terdiri atas

lebih dari 17.504 pulau dengan 13.466 pulau telah diberi nama. Sebanyak 92 pulau

terluar sebagai garis pangkal wilayah perairan Indonesia ke arah laut lepas telah

didaftarkan ke Perserikatan Bangsa Bangsa. Indonesia memiliki garis pantai

sepanjang 95.181 km dan terletak pada posisi sangat strategis yaitu berada di antara

Benua Asia dan Australia serta Samudera Hindia dan Pasifik.

Luas laut Negara Indonesia yaitu sekitar 5,8 juta km2 (75,7%), yang terdiri

2.012.392 km2 perairan pedalaman, 0,3 juta km2 laut teritorial, dan 2,7 juta km2

Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).

Oseanografi adalah ilmu tentang lautan. Di dalam lautan terdapat proses-

proses dan interaksi antara berbagai komponen, baik yang bersifat hidup (biotik)

maupun tak hidup (abiotik), seperti proses-proses biologi, fisika, kimia, dan

geologi. Berdasarkan hal tersebut, maka kajian tentang lautan berkembang menjadi

oseanografi biologi, oseanografi fisika, oseanografi kimia, dan oseanografi geologi.

Sehingga dapat dikatakan oseanografi merupakan ilmu yang bersifat multidisipler

(Setiyono, 2011).

Air laut sendiri didefinisikan sebagai air dari laut atau samudra. Air laut

memiliki kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1 liter (1000 mL) air laut

terdapat 35 gram garam (terutama, namun tidak seluruhnya, garam dapur/NaCl).

Air laut memiliki kadar garam dikarenakan bumi dipenuhi dengan garam dan

mineral yang terdapat di dalam bebatuan dan tanah. Contohnya natrium, kalium,

kalsium, dll. Apabila air sungai mengalir ke lautan, air tersebut membawa garam-
2

garam dan mineral. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan

garam yang terdapat pada batu-batuan. Lama-kelamaan air laut menjadi asin karena

banyak mengandung garam.

Dengan luasnya perairan laut Indonesia banyak para peneliti yang melakukan

penelitian terhadap air laut dengan cara mengambil sampel air di banyak perairan

laut yang terdapat di Indonesia. Pengambilan sampel air laut dapat dilakukan

dengan berbagai cara seperti sampel sesaat yang diambil secara langsung dari badan

air yang sedang dipantau, sampel komposit yang diambil secara manual ataupun

otomatis dengan menggunakan peralatan yang dapat mengambil air pada waktu-

waktu tertentu dan sekaligus dapat mengukur debit air, dan sampel gabungan

tempat yang diambil seara terpisah dari beberapa tempat dengan volume yang sama.

Pengambilan sampel air laut dapat menggunakan beberapa alat-alat

(instrumen) diantaranya yaitu seperti botol van dorn dan botol niskin. Botol van

dorn dan botol niskin terbuat dari bahan polivinklorida (PVC). Mulut kedua tutup

(atas dan bawah) dilapisi dengan karet dan dihubungkan dengan sebuah tali karet

sehingga bagian mulut dapat terbuka dan tertutup saat masuknya air.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mahasiwa dapat mengetahui

sekaligus mempraktekkan secara langsung cara mengambil sampel air di perairan

dengan menggunakan botol van dorn dan botol niskin serta dapat melakukan

pengukuran kualitas perairan dan tingkat kualitas perairan di Selat Rupat.

Sedangkan manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa mampu mengetahui

cara pengambilan sampel air serta pengukuran kualitas perairan dan tingkat kualitas

perairan di Selat Rupat.


3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Oseanografi adalah ilmu tentang lautan. Di dalam lautan terdapat proses-

proses dan interaksi antara berbagai komponen, baik yang bersifat hidup (biotik)

maupun tak hidup (abiotik), seperti proses-proses biologi, fisika, kimia, dan

geologi. Berdasarkan hal tersebut, maka kajian tentang lautan berkembang menjadi

oseanografi biologi, oseanografi fisika, oseanografi kimia, dan oseanografi geologi.

Sehingga dapat dikatakan oseanografi merupakan ilmu yang bersifat multidisipler

(Setiyono, 2011).

Stowe (1983) dalam Setiyono (2011) membagi oseanografi menjadi beberapa

bagian yaitu: oseanografi fisika adalah ilmu yang secara khusus mempelajari segala

sifat dan karakter fisik yang membangun sistem fluidanya yang terjadi antara lautan

dengan atmosfer dan daratan. Oseanografi biologi adalah ilmu yang mempelajari

dari segi sisi hayati samudera yang berguna dalam mengungkap berbagai siklus

kehidupan organisme berukuran sangat kecil sampai yang berukuran besar yang

hidup di perairan. Oseanografi kimia adalah ilmu yang mempelajari mengenai

adanya berbagai proses aksi dan reaksi antar unsur, molekul, atau campuran yang

terjadi didalam dan didasar laut. Dan oseanografi geologi adalah ilmu yang

mempelajari pada bangunan dasar samudera yang berkaitan dengan struktur dan

evolusi cekungan samudera.

Adanya perkembangan industri yang pesat dan kegiatan pertambangan

yang ekstraktif serta meningkatnya urbanisasi terutama pada daerah pesisir

tanpa menggunakan fasilitas penanganan limbah menambah dampak buruk

terhadap lingkungan terutama pesisir dan lautan, sehingga pencemaran yang


4

terjadi menyebabkan penurunan kualitas lingkungan pesisir dan laut (Damaianto

dan Ali Masduqi, 2014).

Menurut Siahainenia (2015), laut merupakan tempat pembuangan langsung

sampah atau limbah dari berbagai aktivitas manusia dengan cara yang

murah dan mudah. Dengan demikian maka di laut akan dijumpai berbagai

jenis sampah dan bahan pencemar terutama logam.

Penurunan kualitas air tidak hanya diakibatkan oleh limbah industri, tetapi

juga diakibatkan oleh limbah rumah tangga baik limbah cair maupun limbah padat

(Pujiastuti, 2013).

Kualitas air dinyatakan dalam beberapa parameter yaitu parameter fisika

(suhu, kekeruhan, padatan terlarut), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD,

dan kadar logam), dan parameter biologi (Effendi, 2013). Parameter-parameter

digunakan dalam menentukan status kualitas air laut adalah sebagai berikut:

Parameter Fisika

1. Suhu

Suhu sangat berperan penting dalam mengendalikan kondisi ekosistem

perairan. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi.

Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya

gas O2, CO2, N2, CH4. Selain itu juga kenaikan suhu dapat menurunkan kelarutan

oksigen dalam air, menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organisme

perairan (Brown dan Gratzek, 1980 dalam Widiadmoko, 2013).

Apabila suhu air mencapai kisaran 35° - 40° C merupakan suhu kritis bagi

kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian (Effendi, 2013).


5

Menurut Bande dan Nandedkar (2016) menyatakan bahwa suhu air adalah

salah satu dari lima faktor penting untuk pengujian kualitas air. Suhu dapat

mengontrol tingkat metabolisme, kegiatan reproduksi, dan siklus hidup akuatik.

Jika air suhu meningkat, menurun atau berfluktuasi, aktivitas ini dapat

mempercepat, memperlambat atau berhenti. Daya termoelektrik dan sensor suhu

tahan panas yang paling sering

2. Salinitas

Menurut Gufran dan Baso (2007) dalam Widiadmoko (2013) menyatakan

bahwa salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air

laut. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, salinitas dinyatakan

dalam satuan g/kg atau promil (‰). Nilai salinitas perairan laut biasanya berkisar

antara 30‰ - 40‰.

3. Kecerahan dan Kekeruhan

Menurut Hutabarat dan Evans (2014), kecerahan merupakan suatu ukuran

transparansi periaran, yang ditentukan secara visual menggunakan secchi disk. Nilai

kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh

keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi serta

ketelitian orang yang melakukan pengkuran.

Sedangkan kekeruhan menurut Purnomowati (2016) yaitu suatu aspek

untuk menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya

cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air.

Kekeruhanan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang

tersuspensi dan terlarut, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa

plankton dan mikoorganisme lain. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus


6

sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Kekeruhan air

sangat berpengaruh pada pertumbuhan biota budidaya.

4. Kecepatan Arus

Menurut Harahap dalam Ihsan (2017), arus air adalah faktor yang mempunyai

peranan yang sangat penting baik pada periran letik maupun pada perairan lentik.

Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral

yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus

air pada perairan lotik umumnya bersifat tusbulen yaitu arus air yang bergerak ke

segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan.

Kecepatan arus dapat dibedakan dalam 4 kategori yakni kecepatan arus 0-

0,25 m/dtk yang disebut arus lambat, kecepatan arus 0,25 - 0,50 m/dtk yang disebut

arus sedang, kecepatan arus 0,50 - 1 m/dtk yang disebut arus cepat, dan kecepatan

arus diatas 1 m/dtk yang disebut arus sangat cepat.

Parameter Kimia

1. pH (Derajat Keasaman)

pH (Pussance negatife de H) merupakan logaritma dari kesepakatan ion-ion

H (Hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan). Semakin tinggi konsentrasi ion H+,

maka semakin rendah konsentrasi ion OH+ dan pH < 7, perairan tersebut bersifat

asam. Hal sebaliknya jika konsentrasi ion OH- tinggi dan pH > 7, maka perairan

bersifat alkalis (basa). Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi,

maka pH air akan turun.

Menurut Hamzah dan Setiawan (2017), perairan laut maupun pesisir memiliki

pH relatif lebih stabil dengan kisaran antara 7,7 – 8,4. Derajat Keasaman

dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat


7

dan binakarbonat yang dikandungnya. Pada pH rendah konsentrasi oksigen terlarut

akan berkurang, akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktifitas terjadi pada

suasana basa.

Sedangkan menurut Odum (1993) dalam Rukminasari, et al (2014)

menyatakan bahwa air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar

untuk mencegah perubahan pH. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya

bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 - 8,5. Perubahan pH dapat mempunyai

akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak

langsung.

2. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut/DO adalah total jumlah oksigen yang ada (terlarut) di air.

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan utama untuk sebuah ekosistem perairan

yang sehat dan menunjukkan kapabilitas suatu perairan untuk mendukung

ekosistem yang seimbang (Susana, 2016).

Konsentrasi oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung

pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan

ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, konsentrasi oksigen

terlarut semakin kecil. (Effendi, 2013).

Kelarutan oksigen terlarut (DO) sangat ditentukan oleh suhu air, umumnya

jika suhu meningkat oksigen terlarut akan berkurang (Wijayanti, 2015). Tekanan

udara yang berhubungan dengan ketinggian suatu daerah juga berpengaruh pada

kadar oksigen terlarut. Semakin tinggi suatu daerah maka semakin rendah tekanan

udaranya dan kadar oksigen terlarut pun akan sedikit. Adanya biota perairan juga

mempengaruhi variasi kadar oksigen terlarut di perairan.


8

3. Fosfat (PO4)

Konsentrasi fosfat pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/liter P-

PO4 . Konsentrasi fosfat dalam ortofosfat (P-PO4) jarang melebihi 0,1 mg/liter,

meskipun pada 33 perairan eutrof. Konsentrasi fosfat total pada perairan alami

jarang melebihi 1 mg/liter (Pariwono, 2014).

Posfor masuk kedalam perairan baiik sebagai orthoposfat atau posfat organik

terdiferensiasi. Didalam air bentuk gabungan dari beberapa unsur terus berubah

karena proses dekomposisi dan sintesa antara bentuk terikat secara organik dan

teroksidasi menjadi bentuk anorganik. Posfor masuk kedalam melalui berbagai

sumber termasuk tanah yang tercuci atau lapuk dari batuan beku dan limbah

domestik yang terkandung dalam kotoran manusia. Posfat diserap oleh tumbuhan

air dan alga karena posfat merupakan komponen penyusun tubuh mereka. Jumlah

posfat dalam air yang tidak tercemar sekitar 0,01 mg/l. Peningkatan posfat yang

dalam jumlah besar didalam perairan merupakan masalh serius karena dampaknya

menyebabkan proses eutrofikasi dan penurunan kualitas air (Adesuyi et al, 2015).

4. Amonia (NH3)

Senyawa amonia berasal dari limbah pertanian, pemukiman dan industri.

Secara alami senyawa amonia di perairan berasal dari asil metabolise hewan dan

hasil proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Jika konsentrasi amonia di

perairan terdapat dalam jumlah yang terlalu tinggi (lebih besar dari 1,1 mg/liter

pada suhu 25°C dan pH 7,5) dapat diduga adanya pencemaran (Silalahi, 2015).

5. Nitrit (NO2)

Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis

perombakan bahan organik yang memiliki konsentrasi oksigen terlarut rendah.


9

Konsentrasi nitrit di perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat

(Effendi, 2013).

6. Nitrat (NO3)

Konsentrasi nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan

terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, dan selanjutnya menstimulir

pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming) (Effendi, 2013).

Menurut Palar (2014), salah satu upaya untuk mengetahui kualitas air di

perairan adalah dengan cara memeriksa kualitasnya di laboratorium. Dalam

pengambilan sampel air hendaknya kondisi atau konsentrasi zat dalam air tidak

berubah atau harus sama dengan kualitas perairan. Untuk itu maka harus

menggunakan alat dan metode pengambilan sampel yang tepat. Hal ini erat

kaitannya dengan akurasi hasil analisis.

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk pengambilan sampel di perairan

adalah botol van dorn dan botol niskin. Pengambilan sampel pada kedalaman

(horizontal) dapat menggunakan botol van dorn (Fathurrahman dan Aunurohim,

2014).
10

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan Praktikum Oseanografi Kimia dengan judul “Cara

Pengambilan Sampel Air Laut dengan Menggunakan Van dorn Botol Sampel dan

Botol Niskin,” dilaksanakan pada hari Senin, 5 April 2018 Pukul 10.00-12.30 WIB

di perairan Selat Rupat.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan selama melakukan praktikum adalah

sebagai berikut :

Tabel 1 Alat dan Bahan

No. Alat Fungsi


1. Hand refractometer Mengukur salinitas air laut
2. Secchi disk Mengukur kecerahan
3. Botol sampel Tempat menaruh air sampel
4. Botol sampel van dorn Mengambil air sampel di kolom dan dasar
perairan
5. Botol niskin
6. Thermometer Mengukur suhu perairan
7. Current drag Mengukur kecepatan arus
8. Ember Mengambil air sampel di permukaan perairan
9. Depth meter Mengukur kedalaman
No. Bahan Fungsi
1. Air sampel

3.3. Metode Praktikum

Adapun metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pengambilan

sampel air secara langsung kedalam perairan dan pengukuran kualitas air secara in

situ.

3.4. Prosedur Praktikum


11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

Tabel 2 Pengukuran Kualitas Air

Parameter
Stasiun
Suhu Salinitas Kecepatan Keceepatan Kecerahan Kedalaman
pH
(oC) (ppt) Arus (m/s) Angin (m/s) (cm) (m)
I 29,8 - 30 11,8 2,3 65 12,8
II 30,8 7 25 0,7 3,5 50 12,9
III 30,1 7 27 0,05 5,7 50 8,6
IV 30,7 8 27 11,2 2,2 77,5 7,6
V 30,1 7 28 0,267 0,1 105 6,6
VI 30,7 - - 0,6039 3,5 105 12,3
VII 30,8 7 27 11,7 0,333 50 9
VIII 31 7 28 0,967 5 54,5 7
IX 33 7 27 17,30 4,5 - 8
X - 6 30 0,25 5 37,5 12

4.2. Pembahasan

Dari hasil yang telah diperoleh maka dapat dilihat bahwa suhu tertinggi

berada pada stasiun IX yaitu mencapai 33˚C dan suhu terendah yakni terdapat pada

stasiun I yaitu 29,8 ˚C. Suhu tersebut masih dalam keadaan normal dan tidak

menggangu kehidupan biota-biota yang berada dalam perairan tersebut. Hal ini

sebagaimana yang dinyatakan oleh Effendi (2013) yaitu, suhu kritis bagi kehidupan

organisme yang dapat menyebabkan kematian adalah berkisar antara 35° - 40° C.

pH yang didapatkan dari hasil praktikum, yang paling tinggi menunjukkan

angka 8 pada stasiun IV dan nilai pH terendah menunjukkan angka 6 pada stasiun

X. Hal ini dikatakan pH perairan masih dalam keadaan normal, dikarenakan

menurut Odum (1993) dalam Rukminasari, et al (2014) menyatakan bahwa pH air


12

laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 -

8,5.

Salinitas tertinggi yaitu pada stasiun X dan stasiun I yang memiliki salinitas

30 ppt, dan salinitas terendah terdapat pada stasiun II dengan salinitas 25 ppt. Pada

stasiun I dan X menunjukkan adanya jumlah garam terlarut sebanyak 30 gram

dalam 1 kg air laut, dan pada stasiun II menunjukkan jumlah garam terlarut

sebanyak 25 gram dalam 1 kg air laut. Nilai salinitas air laut menurut Gufran dan

Baso (2007) dalam Widiadmoko (2013) biasanya berkisar antara 30‰ - 40‰.

Kecepatan arus menunjukkan angka 0,25 (terendah) pada stasiun III dan

17,30 (tertinggi) pada stasiun IX. Hal ini menunjukkan pada stasiun III kecepatan

arus lambat, dan pada stasiun IX kecepatan arus sangat cepat. Sesuai dengan

pernyataan Harahap dalm Ihsan (2017) bahwa kecepatan arus dapat dibedakan

dalam 4 kategori yakni kecepatan arus 0-0,25 m/dtk yang disebut arus lambat,

kecepatan arus 0,05 - 0,50 m/dtk yang disebut arus sedang, kecepatan arus 0,50 - 1

m/dtk yang disebut arus cepat, dan kecepatan arus diatas 1 m/dtk yang disebut arus

sangat cepat.

Selain pengukuran parameter fisika dan parameter kimia di Perairan Selat

Rupat, juga dilakukan pengambilan air sampel dengan menggunakan alat yakni

botol sampel van dorn dan botol niskin.

Botol Nansen/Van dorn adalah alat untuk mendapatkan sampel air laut pada

kedalaman tertentu. Botol, lebih tepatnya disebut silinder logam atau plastik,

diturunkan dengan tali ke dalam laut dan ketika telah mencapai kedalaman yang

diperlukan, berat kuningan atau disebut pemberat (messenger) terjatuh ke tali

pemberat (messenger) mencapai botol, maka botol akan tertutup oleh sebuah pegas
13

katup di bawah dan diatas botol lalu menjebak sampel air di dalamnya. Botol dan

sampel kemudian diambil oleh surveyor menggunakan kabel atau tali, sampel air

yang ada didalam botol ini lah yang akan digunakan nantinya untuk diteliti lebih

lanjut. Messenger dapat diatur ketika akan dijatuhkan, dan diturunkan ke bawah

kabel / tali sampai mencapai botol Nansen. Dengan memperbaiki kedalaman dan

messenger yang akan dijatuhkan ke botol menggunakan kabel/tali, serangkaian

sampel air pada kedalaman tertentu dapat diambil.

Untuk mengukur suhu air laut di kedalaman air sampling dicatat melalui suatu

thermometer reversing tetap ke botol Nansen. Ini adalah air raksa termometer

dengan penyempitan dalam tabung kapiler yang ketika termometer tersebut

terbalik, menyebabkan benang terperangkap air raksa dan dapat menunjukkan

berapa derajat suhunya. Termometer non-dilindungi dipasangkan dengan yang

dilindungi, dan perbandingan kedua pembaca suhu secara baik dapat

memungkinkan dan tekanan pada titik sampling dapat ditentukan. Sampling

menggunakan Van Dorn/ Nansen Bottle Sampler.

Tabung Van Dorn atau Nansen Bottle Sampler terbuka diturunkan pada

kedalaman tertentu. Tabung Van Dorn atau Nansen Bottle Sampler akan ditutup

dengan meluncurkan ring atau besi pemberat sehingga bagian atas dan bawah akan

tertutup.

Untuk pengambilan sampel air dengan menggunakan botol niskin biasanya

digunakan untuk keperluan yang lebih luas dan sensistif (parameter logam renik,

senyawaan gas dan senyawaan yang bersifat volatil), Niskin Bottle Sampler sangat

cocok digunakan untuk mengambil contoh air dengan keperluan. Sama seperti Van

dorn, alat ini dapat dipasang secara seri dan paralel (lebih dari satu)
14

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari praktikum yang sudah dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pada suhu tertinggi 33˚C pada perairan yaitu terletak di stasiun X dan suhu terendah

29,8 ˚C terletak di stasiun I. pH yang didapatkan dari hasil praktikum, yang paling

tinggi menunjukkan angka 8 pada stasiun IV dan nilai pH terendah menunjukkan

angka 6 pada stasiun X. Salinitas tertinggi yaitu pada stasiun X dan stasiun I yang

memiliki salinitas 30 ppt, dan salinitas terendah terdapat pada stasiun II dengan

salinitas 25 ppt. Kecepatan arus menunjukkan angka 0,25 (terendah) pada stasiun

III dan 17,30 (tertinggi) pada stasiun IX. Hal ini menunjukkan pada stasiun III

kecepatan arus lambat, dan pada stasiun IX kecepatan arus sangat cepat.

Untuk mengambil sampel air laut dapat menggunakan botol van dorn (nansen

water sampler) cara pengambilan sampel air dengan menggunakan botol van dorn

adalah dengan diturunkannya tabung van dorn dengan tali ke dalam laut dan ketika

telah mencapai kedalaman yang diperlukan, berat kuningan atau disebut pemberat

(messenger) terjatuh ke tali pemberat (messenger) mencapai botol, maka botol akan

tertutup oleh sebuah pegas katup di bawah dan diatas botol lalu menjebak sampel

air di dalamnya. Botol dan sampel kemudian diambil oleh surveyor menggunakan

kabel atau tali. sampel air yang ada didalam botol ini lah yang akan digunakan

nantinya untuk diteliti lebih lanjut.

5.2. Saran
15

DAFTAR PUSTAKA

Adesuyi, A.A., Valerie C.N., Kelechi L.N., Anuoluwapo and Jolaoso. Nitrate and
Phospate Pollution in Surface Water of Nwaja Creek, Port Harcourt, Niger
Delta, Nigeria. International Journal of Geology, Agriculture and
Enviromental Sciences Vol.3.

Bande, N. Priyanka., and S.J.Nandedka . 2016. A Survey of Water Quality


Measurement Sensors. Maharashtra Institute of Technology, Aurangabad :
India. Volume 5 : page 5.

Damaianto, B., A. Masduqi. 2014. Indeks Pencemaran Air Laut Pantai Utara
Kabupaten Tuban dengan Parameter Logam. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember : Surabaya. Volume 3 (1) : 15 hal.

Effendi, Hefni. 2013. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius( Anggota IKAPI ), Jakarta.

Fathurrahman dan Aunurohim. 2014. Kajian Komposisi Fitoplankton dan


Hubungannya dengan Lokasi Budidaya Kerang Mutiara (Pinctada maxima)
di Perairan Sekotong, Nusa Tenggara Barat. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) : Surabaya. Volume 3 (2) : 6 hal.

Hamzah, F dan A. Setiawan. 2017. Akumulasi Logam Berat Pb, Cu, dan Zn di
Hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, 2(2): 41-52.

Hutabarat,S dan Evans, S, M. 2014. Pengantar Oseanografi. Penerbit UI – Press,


Jakarta.

Ihsan, N. 2017. Komposisi Hasil Tangkapan Sondong Di Kelurahan Batu Teritip


Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. [Skripsi]. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 102 hal (tidak
diterbitkan).

Palar, H., 2014, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta.

Pariwono. J. 2014. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung. Coastal


Resources Management Project Lampung. Bappenas. Bandar Lampung.

Pujiastuti, P. 2013. Hubungan Antara Kualitas Air Limbah Industri Batik dengan
Kualitas Air Tanah Dangkal pada Kawasan Sentra Industri BatikSurakarta.
Tesis. Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan UNS : Surakarta.

Purnomowati R dan Tim Keskanling. 2016. Laporan pengawasan Kesehatan Ikan


Dan Lingkungan Pada Sentra-Sentra Budidaya Di Lampung Dan Natuna
16

Propinsi Kepulauan Riau. Laporan Tahunan Balai Besar Perikanan Budidaya


Laut Lampung 2011. Hal 417-424.

Rukminasari, N., Nadiarti, dan Khaerul Awaluddin. 2014. Pengaruh Derajat


Keasaman (pH) Air Laut Terhadap Konsentrasi Kalsium dan Laju
Pertumbuhan Halimeda sp,. Vol 24 (1) : Hal 28-34.

Siahainenia. 2015. Pencemaran laut, dampak dan penanggulangannya. Makalah


Falsafah Sains Program Pasca Sarjana. IPB Bogor.

Silalahi, J. 2015. Analisis Kualitas Air dan Hubungannyadengan Keanekaragaman


Vegetasii akuatik di Perairan Baligae Danau Toba.Medan: Tesis Program 12
Magister Biologi Universitas Sumatera Utara.

Susana, T. 2016. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut Sebagai Indikator
Kualitas.

Widiadmoko W. 2013. Pemantauan Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia di


Perairan Teluk Hurun Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung. Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung.

Wijayanti. H. 2015. Kajian Kualitas Perairan di Pantai Kota Bandar Lampung


Berdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos. Program Pascasarjana.
Universitas Diponegoro. Semarang.
17

LAMPIRAN
18

Lampiran 1. Alat-alat Praktikum


19

Lampiran 2. Bahan Praktikum


20

Lampiran 3. Dokumentasi Praktikum

You might also like