You are on page 1of 158

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN STATUS PERKEMBANGAN MOTORIK

KASAR (GROSS MOTOR) PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI POSYANDU


(POS PELAYANAN TERPADU) DESA PARI KECAMATAN MANDALAWANGI
KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh
MOHAMMAD YOGIE SUTRISNO
107101001765

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, 14 Juli 2014

MOHAMMAD YOGIE SUTRISNO, NIM.107101001765

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN STATUS PERKEMBANGAN


MOTORIK KASAR (GROSS MOTOR) PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24
BULAN DI POSYANDU (POS PELAYANAN TERPADU) DESA PARI
KECAMATAN MANDALAWANGI KABUPATEN PANDEGLANG
PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

(xiv + 121 halaman, 13 tabel, 11 grafik, 2 gambar, 2 bagan, 3 lampiran)

ABSTRAK
Gizi merupakan sebuah isu fundamental dalam kesehatan masyarakat. Di Indonesia
permasalahan gizi merupakan sebuah ironi, disaat permasalahan gizi buruk masih
menjadi permasalahan yang serius ditambah lagi dengan permasalahan gizi lebih.
Status gizi pada balita dapat berpengaruh terhadap beberapa aspek. Gizi kurang atau
gizi buruk pada balita, membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di kecamatan
mandalawangi sebesar 9,5% dan Desa pari merupakan desa dengan prevalesi angka
gizi kurang dan Gizi buruk sebesar 12, 96%. Tujuan penelitian ini diketahuinya
hubungan status gizi terhadap status perkembangan motorik kasar pada anak usia 6
sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014. Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini balita umur 6 sampai
24 bulan di Posyandu Desa Pari. Perhitungan besar sampel penelitian menggunakan
uji hipotesis beda 2 proporsi. Teknik sampling menggunakan simple random
sampling. Adapun analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat Chi
square dan. Anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari 18,1% mengalami
keterlambatan perkembangan motorik kasar. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi status perkembangan motorik kasar adalah status gizi (p=0,009),
riwayat BBLR (p=0,009), status ekonomi keluarga (p=0,000) dan stimulasi
(P=0,011).

Kata kunci: status gizi, perkembangan motorik kasar, baduta, Pandeglang.

Daftar bacaan : 37 (1994-2013)

i
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY
MEDICAL AND HEALTH SCIENCE DEPARTEMENT
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Thesis, 14 July 2014

MOHAMMAD YOGIE SUTRISNO, NIM.107101001765

RELATIONSHIP BETWEEN NUTRITIONAL STATUS AND GROSS


MOTOR DEVELOPMENT STATUS OF CHILD AGED 6 TO 24 MONTHS IN
POSYANDU PARI VILLAGE, MANDALAWANGI, PANDEGLANG
BANTEN 2014

(xiv + 120 pages, 13 tables, 11 graphs, 2 pictures, 2 drafts, 3 attachments)

ABSTRACT
Nutrition is fundamental issue in public health. In Indonesia, nutrition problem is an
ironic situation, while malnutrition is still exist, overnutrition problem is arising.
Nutrition status of toddler affect physical growth and mental development. The
prevalence of malnutrition in Mandalawangi Sub Distric was 9,5% and the
prevalence of malnutrition in Pari Village was 12,96%. The study aims to find out the
relationship between gross motoric development status among children age 6 to 24
months in Posyandu Pari village, Mandalawangi, Pandeglang, Banten in 2014. The
study design was cross sectional, the population study was children with age 6 to 24
months in Posyandu Pari Village. The hypothesis test with two proportion was
performed to get the sampel size. The research used simple random sampling, the
data was analyzed by using Chi Square. As for 18,1% of them has retarded gross
motor. The factors contributed to the status of gross motor were nutritional status (p =
0,009), low birth weight history (p = 0,009), family economy status (p = 0,000) and
stimulation (p = 0,011).

Keyword : nutritional status, gross motor development, toddler, Pandeglang.

Read of list : 37 (1994-2013)

ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN STATUS PERKEMBANGAN


MOTORIK KASAR ANAK (GROSS MOTOR) PADA ANAK USIA 6 SAMPAI
24 BULAN DI POSYANDU DESA PARI KECAMATAN MANDALAWANGI
KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan lmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 14 Juli 2014

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Catur Rosidati, SKM., MKM. Raihana Nadra Al Kaff, SKM, M.MA.


NIP. 19750210 200801 2 018 NIP. 19781216 200901 2 005

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Seluruh puji-pujian dan rasa syukur hanya untuk Tuhan Semesta Alam Allahu
Rabul Alamin, atas maunah dah hidayah-Nya kepeda penulis. Shalawat beriring
salam layaknya tertuju bagi uswatun hasanah umat manusia Muhammad SAW. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayahanda dan ibunda tercinta, inspirator penulis dalam hidup, Agus Karya, S.Pd.
dan Siti Umamah S.Pd., yang senantiasa telah bersabar menunggu anaknya
diwisuda. Ananda mencintai kalian berdua melebihi diri ini. Adik-adiku I’a, Uwi
dan Devi, kalian penyejuk jiwa ditengah kehampaan asa.
2. Prof. Dr (hc). dr. H. M. K. Tadjudin, Sp.And. selaku dekan, Ibu Febrianti, Msi.
selaku Kepala Program Studi, Ibu Ratih Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes. selaku
Penanggung Jawab Peminatan Gizi, Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM., M. Kes.
selaku Penasehat Akademik Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM., selaku Pembimbing I dan Ibu Raihana Nadra
Al Kaff, SKM, MMA., selaku Pembimbing II, kalian adalah orang tua dengan
maqom yang mulia bagi penulis, penulis haturkan ribuan terimakasih untuk
bimbingan dan kesabaran yang luar biasa dalam menunjukan ‘jalan yang lurus’
kepada penulis. Ibu Narila Mutia Nasir, SKM, MKM, Ph.D dan Ibu Fase
Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D selaku penguji, penulis haturkan terima kasih telah
menunjukan ‘hitam’ dan ‘putih’ pada skripsi ini.
4. Dua ‘idiot’ sahabatku, Rian ‘Eenk’ dan Rizal ‘Panda’ tanks guys untuk semua
‘kegilaan’ dalam hidup ini, teman-teman 2007 terkhusus veteran 2014 dan the
reminders (Rea dan ‘Prof’) kalian laksana suara adzan bagiku , dan para
penunggu kosan (ceuba barudak eta kosan diberesan mani pabalatak kitu).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, Juli 2014

Penulis

v
RIWAYAT HIDUP

Nama : Mohammad Yogie Sutrisno


Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Pandeglang, 08 November 1988
Alamat : Kp. Panjang Jaya RT.01 RW.01 Ds. Panjang Jaya
Kec. Mandalawangi Kab. Pandeglang Prov. Banten
42261
HP : +628571 767 4849
E-Mail : hayam_jalu@yahoo.com
Hobi/Interest : Manga, Anime, Movies, Game, Martial Art
Riwayat Pendidikan
Tahun 1995 – 2001 : SDN Panjang Jaya I
Tahun 2001 – 2004 : SMP Daar El Falaah
Tahun 2004 – 2007 : SMA Daar El Falaah
Tahun 2007 – 2014 : Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
Tahun 2002 – 2005 : Ketua Departemen Kedisiplinan (Qismul Amni)
OPPM Pesantren Modern Daar El Falaah
Tahun 2002 – 2005 : Staff Departemen Koprasi (Qismul Syirkah) OPPM
Pesantren Modern Daar El Falaah
Tahun 2002 – 2004 : Ketua Departemen Andalan Koordinator Ururan
Latihan (Angkulat) Koordinator Gerakan Pramuka
(KGP) Pesantren Modern Daar El Falaah
Tahun 2002 – 2004 : Pasukan Khusus KGP P.M. Daar El Falaah
Tahun 2005 – 2006 : Ketua (Raisul Munadzomah) OPPM Pesantren
Modern Daar El Falaah
Tahun 2006 – 2007 : Ketua Departemen Pengajaran & Peribadatan
(Qismu ta’lim wal Ibadah) OPPM Pesantren
Modern Daar El Falaah
Tahun 2007 – 2008 : Staff Dept. Litbang BEMJ Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2008 – 2009 : Staff Dept. Kaderisasi ISMKMI wilayah II
Tahun 2008 – 2009 : Staff Dept. Humas CSS MoRA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Tahun 2009 – 2010 : Koordinator Tobacco Control ISMKMI wilayah II
Tahun 2009 – 2011 : Ketua Dept. Pengembangan Sumber Daya Manusia
CSS MoRA Nasional

vi
DAFTAR ISI

ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------- i
HALAMAN PERSETUJUAN PMBIMBING ---------------------------------- iii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ---------------------------------------- iv
KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------- v
RIWAYAT HIDUP------------------------------------------------------------------ vi
DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------- vii
DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------ xiii
DAFTAR GRAFIK ------------------------------------------------------------------ xiv
DAFTAR BAGAN ------------------------------------------------------------------ xv
DAFTAR GAMBAR ---------------------------------------------------------------- xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ------------------------------------------------------------------ 1
1.2. Rumusan Masalah -------------------------------------------------------------- 8
1.3. Pertanyaan Penelitian ---------------------------------------------------------- 9
1.4. Tujuan Penelitian --------------------------------------------------------------- 10
1.4.1. Tujuan Umum ---------------------------------------------------------- 10
1.4.2. Tujuan Khusus --------------------------------------------------------- 10
1.5. Manfaat Penelitian-------------------------------------------------------------- 11
1.4.1. Bagi Mahasiswa ------------------------------------------------------- 11
1.4.2. Bagi Posyandu Desa Panjang Jaya ---------------------------------- 11
1.4.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ------------------------------------------ 12
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ----------------------------------------------------- 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gerak Motorik Kasar ----------------------------------------------------------- 13
2.2.1. Pengertian Motorik Kasar -------------------------------------------- 13
2.2.2. Prinsip Perkembangan Motorik Kasar ------------------------------ 14
2.2.3. Indikator Motorik Kasar Anak Usia 6 sampai 24 bulan --------- 16
2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motorik Kasar Anak
Usia 6 sampai 24 bulan ----------------------------------------------- 19
2.2. Status Gizi ----------------------------------------------------------------------- 29
2.1.1. Definisi Gizi ------------------------------------------------------------ 29
2.1.2. Status Gizi -------------------------------------------------------------- 30
2.1.3. Indikator Status Gizi -------------------------------------------------- 30
2.1.4. Masalah Gizi ----------------------------------------------------------- 31
2.1.5. Penilaian Status Gizi -------------------------------------------------- 33
2.3. Anak Usia Dini ----------------------------------------------------------------- 40

vii
2.3.1. Pengertian Anak Usia Dini (Balita) --------------------------------- 40
2.3.2. Tumbuh Kembang Anak Usia Dini (Balita) ----------------------- 40
2.4. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) ----------------------------------------- 42
2.4.1. Pengertian Posyandu -------------------------------------------------- 42
2.4.2. Tujuan Posyandu ------------------------------------------------------ 45
2.4.3. Manfaat Posyandu ----------------------------------------------------- 46
2.5. Kerangka Teori ----------------------------------------------------------------- 48
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL DAN
HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep --------------------------------------------------------------- 49
3.2. Definisi Oprasional ------------------------------------------------------------- 51
3.3. Hipotesis Penelitian ------------------------------------------------------------ 56
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian --------------------------------------------------------------- 57
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ------------------------------------------------ 57
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ---------------------------------------------- 57
4.4. Instrumen Penelitian ----------------------------------------------------------- 59
4.5. Uji Validitas dan Realibilitas ------------------------------------------------ 60
4.6. Pengumpulan data Penelitian ------------------------------------------------- 61
4.7. Pengolahan Data Penelitian --------------------------------------------------- 62
4.8. Teknis dan Analisa Data Penelitian ------------------------------------------ 63
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Analisa Univariat --------------------------------------------------------------- 64
5.1.1. Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak
Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang ---------------------------- 64
5.1.2. Gambaran Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan
Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 65
5.1.3. Gambaran Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 66
5.1.4. Gambaran Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 67

viii
5.1.5. Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia
6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 68
5.1.6. Gambaran Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 69
5.1.7. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 70
5.1.8. Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 71
5.1.9. Gambaran Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 72
5.1.10. Gambaran Jumlah Anak Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 73
5.1.11. Gambaran Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 74
5.2. Analisa Bivariat
5.2.1. Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 76
5.2.2. Hubungan Umur Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 77
5.2.3. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 78
5.2.4. Hubungan Status Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24

ix
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 79
5.2.5. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 80
5.2.6. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 81
5.2.7. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 82
5.2.8. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 83
5.2.9. Hubungan Jumlah anak dalam Keluarga Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ----------------------------------------------- 84
5.2.10. Hubungan Stimulus Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ------------------------------------------------------------- 85
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian ------------------------------------------------------ 87
6.1.1. Variabel Penelitian -------------------------------------------------- 87
6.1.2. Cara Ukur Variabel -------------------------------------------------- 87
6.1.3. Bias -------------------------------------------------------------------- 88
6.2. Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak
Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang ----------------------------------- 89
6.3. Gambaran Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang -------- 90

x
6.4. Gambaran Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------- 90
6.5. Gambaran Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan
Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 91
6.6. Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 92
6.7. Gambaran Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 93
6.8. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai
24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 94
6.9. Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 95
6.10. Gambaran Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 95
6.11. Gambaran Jumlah Anak dalam Keluarga Pada Anak Usia 6
sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 96
6.12. Gambaran Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang -------- 97
6.13. Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------- 98
6.14. Hubungan Umur Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------- 102
6.15. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 103
6.16. Hubungan Status Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24

xi
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 104
6.17. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 108
6.18. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 110
6.19. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 111
6.20. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 112
6.21. Hubungan Jumlah anak dalam Keluarga Dengan Status
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ------------------------------------------------------ 114
6.22. Hubungan Stimulus Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --------------- 115
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan --------------------------------------------------------------------- 118
7.2. Saran ----------------------------------------------------------------------------- 119

DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------------------- 122


LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Tabel Halaman


2.1 Penilaian Staus Gizi Berdasarkan Indeks BB/U,
TB/U dan BB/TB Standar Baku Antropometri
WHO-NCHS ---------------------------------------------------------- 37
2.2 Interpretasi Statu gizi berdasarkan tiga indeks
antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB standar
baku antropometri WHO-NCHS) ---------------------------------- 38
5.1 Gambaran Status Gizi berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar -------------------------------------- 76
5.2 Gambaran Umur Berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar -------------------------------------- 77
5.3 Gambaran Jenis Kelamin Berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar -------------------------------------- 78
5.4 Gambanran Status BBLR Berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar -------------------------------------- 79
5.5 Gambaran Pengetahuan Ibu Berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar -------------------------------------- 80
5.6 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Berdasarkan
Status Perkembangan Motorik Kasar ------------------------------ 81
5.7 Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Berdasarkan
Status Perkembangan Motorik Kasar ------------------------------ 82
5.8 Gambaran Status Ekonomi Keluarga Berdasarkan
Status Perkembangan Motorik Kasar ------------------------------ 83
5.9 Gambaran Jumlah Anak Dalam Keluarga
Berdasarkan Status Perkembangan Motorik Kasar -------------- 84
5.10 Gambaran Stimulasi Berdasarkan Status
Perkembangan Motorik Kasar -------------------------------------- 85

xiii
DAFTAR GRAFIK

No Tabel Judul Grafik Halaman


Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak
5.1 Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang -------------------------------- 64
Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
5.2 Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang -------------------------------------------------------------------- 65
Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa
5.3 Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang --------------------------------------------------------------------- 66
Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan
5.4 Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ---------------------------------------------------- 67
Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6
5.5 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang ------------------------------- 68
Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24
5.6 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ---------------------------------------------------- 69
Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24
5.7 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang ---------------------------------------------------- 70
Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6
5.8 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang -------------------------------- 71
Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6
5.9 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang ------------------------------- 72
Jumlah Anak dalam Keluarga Pada Anak Usia 6
5.10 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang -------------------------------- 73
Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
5.11 Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang ----------------------------------------------------------- 74

xiv
DAFTAR BAGAN

No Bagan Judul Bagan Halaman


2.1 Kerangka Teori ------------------------------------------------- 48
3.1 Kerangka Konsep ----------------------------------------------- 49

xv
DAFTAR GAMBAR

No Gambar Judul Gambar Halaman


2.1 Tampilan Depan KKA ----------------------------------------- 19
2.1 Tampilan Belakang KKA ------------------------------------- 19

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi

sumber daya manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

tahun 2004 ditegaskan bahwa pembangunan kesehatan merupakan bagian dari

pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya.

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber

daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan

kualitas sumber daya manusia ini dimulai melalui pemenuhan kebutuhan sumber

daya manusia dan hal ini akan tercapai jika pemenuhan kebutuhan ini dimulai

sedini mungkin, perhatian utamanya terletak pada proses tumbuh kembang anak

sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. (Laksmi dan Handayani,

2008). Pemenuhan kebutuhan sejak dini merupakan pondasi dan titik awal untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Jika kita membicarakan

pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia sejak dini maka jelas target pada

fase ini adalah ini adalah bayi dan balita, dan dalam fase ini titik terpentingnya

adalah pertumbuhan fisik dan kemudian diikuti perkembangannya psikisnya.

1
2

Perkembangan anak meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa,

motorik (kasar dan halus), personal sosial dan adaptif (Soetjiningsih, 1995).

Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan otot-otot

besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh motorik kasar diperlukan agar

anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya

(Sunardi dan Sunaryo, 2007). Perkembangan motorik kasar anak lebih dulu dari

pada motorik halus, misalnya anak akan lebih dulu memegang benda-benda yang

ukuran besar dari pada ukuran yang kecil. Karena anak belum mampu

mengontrol gerakan jari-jari tangannya untuk kemampuan motorik halusnya,

seperti meronce, menggunting dan lain-lain.

Motorik kasar (gross motor) dalam islam mempunyai maqom tersendiri,

bayak ayat Al-Qur‟an maupun hadis Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa

Salam (SAW). secara gamblang menyebutkan kemampuan fisik sebagai aspek

yang penting dalam kehidupan maupun beragama. Seperti yang tertuang dalam

Al-Qur‟an surat Al-Qashash ayat 26:

           

salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya".
Dalam surat Al-Baqarah ayat 247 Allah berfirman: “Nabi mereka mengatakan

kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan


3

menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa (basthah)." Allah

memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha

Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.” Dalam hadist yang diriwayatkan

oleh Muslim, Rasulullah S.A.W bersabda:

ُ‫طعْتُمْ مِنْ قُىَّةٍ أَال إِنَّ الْقُ ّىَةَ ال ّرَ ْمىُ أَالَ إِنَّ الْقُ ّىَةَ ال ّرَ ْمى‬
َ ‫وَأَعِدُّوا َلهُمْ مَا اسْ َت‬
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi. Ketahuilah, kekuatan itu adalah dengan melempar, beliau shallallahu
„alaihi wa sallam mengucapkannya tiga kali).” (HR. Muslim).
Dalam ayat 26 surat Al-Qashash dan hadist yang diriwayatkan oleh Muslim

diatas kata al-qowiyyu dan al-quwwatu yang secara harfiah berarti kekuatan

mengacu langsung pada kekuatan fisik, bahkan dalam hadist yang diriwayatkan

oleh Muslim lebih spesifik kepada kekuatan pergerakan yaitu melepar. Dalam

ayat 247 surat Al-Baqarah kata basthatan yang secara harfiah berarti kemampuan

ini pun mengacu kepada kemapuan fisik dengan terdapat kata al-jismi yang

berarti tubuh sebagai madzruf dari kata basthathan dan dari ayat diatas

kemampuan dan kekuatan fisik tidak dikhususkan hanya untuk satu kalangan

atau satu strata sosial saja melaikan untuk semua muslim yang mempercayai

ajaran islam.

Motorik kasar diperuhi beberapa faktor antara lain faktor intrinsik seperti

tinggi badan, dan faktor ekstrinsik seperti kebiasaan makan dan terpenuhinya

makanan bergizi pada anak (Narendra, 2006 dalam Sylvia 2010). Dalam

ajaran islam makanan bergizi diinterpretasikan kedalam dua kondisi yaitu baik
4

menurut syar’i (halal) dan baik menurut zatnya (thayib) sebagai mana yang

termaktub dalam Qur‟an surat Al-Maidah ayat 88:

            

”Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”

Makanan dapat dikatakan baik menurut syar’i atau syariat merupakan makanan

yang diperoleh, diolah dan dikonsumsi dengan cara yang tidak dilarang dan

bukan merupakan makanan yang dipantangkan (haram) dari segi zatnya seperti

daging babi dan alkohol. Sedangkan makanan dapat dikatakan baik menurut

zatnya (thayib) merupakan makanan dengan kondisi yang baik atau memenuhi

standar keamanan pangan. Pemberian makanan yang halal dan thayib dalam

islam pula dianjurkan untuk diberikan sedini mungkin yang tertuang dalam surat

Al-Baqarah ayat 233. “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama

dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan

kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ara ibu dengan cara

ma'ruf.”. Ayat ini menjelaskan bahwa asupan gizi yang baik perlu di perhatikan

pada 2 tahun awal tumbuh kembang anak untuk mengoptimalkan pertumbuhan

dan perkembangan pada fase selanjutnya.

Usia 6-36 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang

sangat pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode

kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak
5

memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya

apabila bayi dan anak tidak memperoleh asupan gizi yang sesuai dengan

kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang

akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik masa ini atau masa

selanjutnya (Almatsier, 2001).

Sewaktu lahir, berat otak anak sekitar 27% berat otak orang dewasa. Pada

usia 2 tahun, berat otak anak sudah mencapai 90% dari berat otak orang dewasa

(sekitar 1200 gram). Hal ini menunjukkan bahwa pada usia ini, masa

perkembangan otak sangat pesat. Pertumbuhan ini memberikan implikasi

terhadap ketangkasan dan kecerdasan anak (Hurlock, 1978). Pada periode ini

perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional

dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan

berikutnya (Soetjiningsih, 1995).

Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa pertumbuhan

dan perkembangan yang cepat dan sangat penting, dimana nantinya merupakan

landasan yang menentukan kualitas penerus generasi bangsa. Masa kritis anak

pada usia 6–24 bulan, karena kelompok umur merupakan saat periode

pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat (Amin

dkk, 2004).

Keadaan gizi anak dapat dinilai dengan melihat status gizinya. Status gizi

adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang

diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
6

didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara

kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran

yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet (Beck,

2000). Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak 6-36

bulan adalah status ASI, pendidikan ibu, status diare, dan sum- ber air minum

(Depkes, 2004).

Masalah gizi di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh

masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan

Akibat Kekurangan Iodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA) dan obesitas di

kota-kota besar. Indonesia sebagai negara kembang juga masih mengalami

masalah gizi ganda sebagai yang artinya sementara masalah gizi kurang belum

dapat diatasi secara menyeluruh, sudah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi

lebih sebagaimana diungkap dalam pada Widya Karna Nasional Pangan dan Gizi

(WKNPG) tahun 1993 (Supariasa dkk, 2001).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010

diketahui bahwa prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita

17,9 persen tahun 2010, prevalensi gizi buruk yaitu 4,9 persen tahun 2010 dan

prevalensi gizi kurang, yaitu tetap 13,0 persen (Riskesdas, 2010). Menurut WHO

dalam Depkes (2009), suatu wilayah dikatakan mengalami masalah gizi

masyarakat apabila jumlah balita gizi kurangnya sudah mencapai 10% dari

jumlah balita yang ada. Berdasarkan hal tersebut, maka Indonesia sampai saat ini
7

masih mengalami masalah gizi masyarakat karena jumlah balita gizi kurang

masih di atas 10 % (Depkes RI, 2000).

Banten merupakan provinsi yang baru diantara provinsi lain di Indonesia.

Banten terdiri dari bebrapa kota dan kabupaten salah satunya adalah kabupaten

Pandeglang. Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang berada dalam wewenang

Pemerintah kabupaten Pandeglang. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010 prevalensi

berat kurang pada tahun 2010 adalah 17,9 persen yang terdiri dari 4,9 persen gizi

buruk dan 13,0 gizi kurang dan provinsi Banten termasuk kedalam 18 provinsi

yang memiliki angka prevalensi lebih besar dari nasional dengan angka 30,5 %.

Untuk kabupaten pandeglang sendiri berdasarkan data dari Dinkes Kabupaten

Pandeglang balita yang mengalami gizi kurang dan buruk tahun 2010 berjumlah

8,50%. Kalau dibandingkan dengan batas masalah gizi masyarakat menurut

WHO sebesar 10%, maka masalah gizi kurang di Kabupaten Pandeglang masih

cukup tinggi.

Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan bahwa tingkat

perkembangan motorik anak dengan status gizi kurang tidak sesuai dengan usia

terjadi pada 66.7% responden, sedangkan tingkat perkembangan motorik anak

dengan status gizi normal tidak sesuai hanya terjadi pada 32.8% responden.

Dengan membandingkan hasil hitung .0..0 dengan p value 0,01 dapat

disimpulkan bahwa status gizi memang sangat mempengaruhi perkembangan

motorik anak usia prasekolah (Lindawati, 2013).


8

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yekti Rokhani (2008) di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah pada baduta menunjukkan baduta

yang perkembangan motorik kasarnya lambat pada periode tertentu sebanyak 34

anak (77,3 %). Sedangkan jumlah baduta yang motorik kasarnya normal dari

awal periode perkembangan hanya 10 anak (22,7 %).

Berdasarkan studi pendahuluan nilai prevalensi gizi kurang dan gizi

buruk di kecamatan mandalawangi sebesar 9,5% dengan angka prevalensi gizi

kurang sebesar 8,6% dan prevalnsi gizi buruk sebesar 0,85%. Desa pari

merupakan desa dengan prevalesi angka gizi kurang dan Gizi buruk sebesar 12,

96% dengan prevalensi gizi kurang 11,11% sebesar dan gizi buruk sebesar

1,85%.

1.2. Rumusan Masalah

Pertumbuhan masa otak anak setelah lahir sampai usia 24 bulan meningkat

dari 27% masa otak orang dewasa menjadi 90% masa otak orang dewasa dan ini

merupakan periode emas dalam tumbuh kembang anak yang apabila tidak

ditangani dengan tepat akan menjadi periode terburuk anak. Hasil penelitian

terdahulu menyebutkan bahwa 77,3% dari 44 orang anak mengalami

keterlambatan perkembangan motorik kasar. Berdasarkan studi pendahuluan

prevalensi gizi kurang dan buruk di Posyandu Desa Pari sebesar 11,11% masih

lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar masalah kesehatan masyarakat

terkait gizi buruk yaitu sebesar 10%. Berdasarkan pemaparan perkembangan


9

motorik kasar dan status gizi yang telah dijabarkan di atas, peneliti bermaksud

untuk meneliti hubungan status gizi dengan status perkembangan motorik kasar

pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi pada anak

usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014?

3. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat

pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan stimulus pada

anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014?

4. Adakah hubungan umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi dengan

motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun

2014?

5. Adakah hubungan pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat

pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan stimulus dengan

motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari
10

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun

2014?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan status gizi terhadap gerak motorik kasar

pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24

bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014

2. Diketahuinya gambaran umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi

pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014.

3. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu,

tingkat pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan

stimulus pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten

tahun 2014

4. Diketahuinya hubungan umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi

dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu


11

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi

Banten tahun 2014

5. Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu,

tingkat pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan

stimulus dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten tahun 2014

1.5. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk

dilakukannya penelitian lanjutan yang berkaitan prestasi belajar dan

faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama dalam hal gizi.

1.4.2. Bagi Posyandu Desa Pari

Diperoleh informasi mengenai hubungan staus gizi terhadap gerrak

motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun

2014. Dengan hasi penelitian in diharapkan dapat dijadikan masukan bagi

pengelola lembaga pendidikan Posyandu Desa Pari dalam mengambil

setiap kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas anak.


12

1.4.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Terlaksananya salah satu dari upaya untuk mengimplementasikan

Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian

masyarakat.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai hubungan status gizi terhadap motorik kasar pada

anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Tahun ajaran 2013-2014.

Peneliti merupakan mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan

Masyarakat. Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi pendahuluan yang

dilakukan di Posyandu Desa Pari terkait status gizi anak usia 6 sampai 24 bulan

dan berdasarkan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa banyak anak

usia 6 sampai 24 bulan yang perkembangan motoriknya belum optimal dan

penelitian terdaulu yang menyatakan adanya hubungan antara status gizi dengan

motorik kasar anak. Penelitian ini ditujukan pada anak usia 6 sampai 24 bulan

karna pada anak usia ini asupan gizi yang buruk atau penanganan yang keliru

pada perkembangan anak akan menimbulkan dampak sistemik bagi tumbuh

kembangnya dimasa depan. Penlitian ini menggunakan desain penelitian cross

sectional dengan menggunakan metode simple random sampling dan

mengunakan uji Chi Square dan Fisher’s Exact Test dalam analisa data.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gerak Motorik Kasar

2.2.1. Pengertian Motorik Kasar

Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan

otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh motorik kasar

diperlukan agar anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun tangga

dan sebagainya (Sunardi dan Sunaryo, 2007). Perkembangan motorik

kasar anak lebih dulu dari pada motorik halus, misalnya anak akan lebih

dulu memegang benda-benda yang ukuran besar dari pada ukuran yang

kecil. Karena anak belum mampu mengontrol gerakan jari-jari tangannya

untuk kemampuan motorik halusnya, seperti meronce, menggunting dan

lain-lain.

Bambang Sujiono (2007) berpendapat bahwa gerakan motorik kasar

adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian

tubuh anak. Gerakan motorik kasar melibatkan aktivitas otot-otot besar

seperti otot tangan, otot kaki dan seluruh tubuh anak.

Menurut Endang Rini Sukamti (2007) bahwa aktivitas yang

menggunakan otot-otot besar di antaranya gerakan keterampilan non

lokomotor, gerakan lokomotor dan gerakan manipulatif. Gerakan non

lokomotor adalah aktivitas gerak tanpa memindahkan tubuh ke tempat

13
14

lain. Contoh, mendorong, melipat, menarik dan membungkuk. Gerakan

lokomotor adalah aktivitas gerak yang memindahkan tubuh satu ke

tempat lain. Contohnya, berlari, melompat, jalan dan sebagainya,

sedangkan gerakan yang manipulatif adalah aktivitas gerak manipulasi

benda. Contohnya, melempar, menggiring, menangkap dan menendang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa kegiatan

motorik kasar adalah menggerakkan berbagai bagian tubuh atas perintah

otak dan mengatur gerakan badan terhadap macam-macam pengaruh dari

luar dan dalam. Motorik kasar sangat penting dikuasai oleh seseorang

karena bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tanpa mempunyai gerak

yang bagus akan ketinggalan dari orang lain, seperti: berlari, melompat,

mendorong, melempar, menangkap, menendang dan lain sebagainya,

kegiatan itu memerlukan dan menggunakan otot-otot besar pada tubuh

seseorang.

2.2.2. Prinsip Perkembangan Motorik Kasar

Hurlock (1978) menyatakan dari beberapa studi perkembangan

motorik yang diamatinya, ada lima prinsip perkembangan motorik kasar.

Adapun lima prinsip perkembangan motorik kasar yaitu:

1. Perkembangan motorik kasar bergantung pada kematangan otot dan

saraf

Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak lah

yang mengatur setiap gerakan yang dilakukan anak. Semakin


15

matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang mengatur otot,

semakin baik kemampuan motorik anak. Hal ini juga didukung oleh

kekuatan otot anak yang baik.

2. Perkembangan yang berlangsung terus menerus

Perkembangan motorik berlangsung secara terus menerus sejak

pembuahan Urutan perkembangan cephalocaudal dapat dilihat pada

masa awal bayi, pengendalian gerakan lebih banyak di daerah kepala.

Saat perkembangan syaraf semakin baik, pengendalian gerakan

dikendalikan oleh batang tubuh kemudian di daerah kaki.

Perkembangan secara proximodistal dimulai dari gerakan sendi utama

sampai gerakan bagian tubuh terpencil. Misal bayi menggunakan bahu

dan siku dalam bergerak sebelum menggunakan pergelangan tangan

dan jari tangan

3. Perkembangan motorik memiliki pola yang dapat diramalkan

Perkembangan motorik dapat diramalkan ditunjukkan dengan bukti

bahwa usia ketika anak mulai berjalan konsisten dengan laju

perkembangan keseluruhannya. Misalnya, anak yang duduknya lebih

awal akan berjalan lebih awal ketimbang anak yang duduknya

terlambat.
16

4. Reflek primitif akan hilang dan digantikan dengan gerakan yang

disadari

Reflek primitif ialah gerakan yang tidak disadari, berlangsung secara

otomatis dan pada usia tertentu harus sudah hilang karena dapat

menghambat gerakan yang disadari.

5. Urutan perkembangan pada anak sama tetapi kecepatannya berbeda

Tahap.

perkembangan motorik setiap anak sama. Akan tetapi kondisi bawaan

dan lingkungan mempengaruhi kecepatan perkembangannya.

2.2.3. Indikator Motorik Kasar Anak Usia 6 sampai 24 bulan

Meadow dan Newell (2005) menyebutkan tahap-tahap

perkembangan sesuai usia yang meliputi empat bidang perkembangan

yaitu postur dan pergerakan, penglihatan dan manipulasi, pendengaran

dan kemampuan bicara, serta perilaku sosial.

1. Usia 12 Bulan

a. Berjalan mengelilingi perabotan dengan melangkah di sisi-sisi

perabotan

b. Merangkak dengan keempat tungkai; berjalan dengan tangan

dituntun

c. Jari telunjuk mendekati objek kecil kemudian mengambilnya

dengan genggaman menjepit


17

d. Menjatuhkan mainan dengan sengaja kemudian mengamatinya

e. Mengoceh tanpa terputus beberapa kata

f. Memahami beberapa perintah sederhana

g. Bekerjasama saat berpakaian, misalnya berpegangan pada lengan

h. Melambaikan tangan

2. Usia 18 Bulan

a. Berjalan sendiri dan mengambil sebuah mainan dari lantai tanpa

terjatuh

b. Membangun menara dengan tiga kubus

c. Menulis tak beraturan

d. Menggunakan banyak kata, menyebutkan nama beberapa orang

e. Sesekali menggunakan dua kata bersambung

f. Minum dari gelas dengan dua tangan

g. Menuntut perhatian terus menerus

3. Usia 24 Bulan

a. Berlari

b. Naik turun tangga dengan dua kaki tiap anak tangga

c. Membangun menara dengan enam kubus

d. Menyambung beberapa kata menjadi frase sederhana untuk

menyatakan sebuah ide

e. Menggunakan sendok

f. Menyatakan kebutuhan toilet, mengompol di siang hari berkurang


18

4. Usia 36 bulan

a. Naik tangga dengan satu kaki tiap anak tangga

b. Berdiri dengan satu kaki selama beberapa saat

c. Membangun menara dengan Sembilan kubus

d. Meniru gambar

e. Berbicara dalam satu kalimat

f. Menyebutkan nama lengkapnya

g. Makan dengan sendok dan garpu

h. Dapat melepas pakaian tanpa bantuan

i. Berhenti mengompol malam hari

Untuk mengukur sejauh mana motorik kasar anak, maka

berdasarkan tahap-tahap perkembangan diatas kemudian dibandingkan

dengan kartu ukur tumbuh kembang anak atau Kartu Kembang Anak

(KKA) berikut gambar KKA.


19

Gambar 2.1
Tampilan Depan

Gambar 2.2
Tampilan Belakang

2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motorik Kasar Anak

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

anak menurut Hidayat (2005), yaitu faktor herediter dan lingkungan.


20

Faktor herediter meliputi genetik atau bawaan, jenis kelamin, ras atau

etnik dan umur. Sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan

prenatal dan lingkungan postnatal.

Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada

potensi biologinya, tingkat tercapainya potensi biologik seseorang

merupakan hasil interaksi beberapa faktor yang saling berkaitan

(Soetjiningsih, 1995).

1. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam memcapai hasil akhir

proses tumbuh kembang anak. Yang termasuk faktor genetik antara

lain bergabai faktor bawaan yang normal dan patologi, jenis kelamin

suku bangsa dan bangsa.

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya

atau tidaknya potensi bawaan, sedangkan lingkungan yang kurang

akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan bio-psiko-sosial dan

perilaku. Faktor lingkungan secara garis besar dibagi menjadi faktor

yang mempengaruhi anak pada waktu masih didalam kandungan dan

faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir.


21

a. Lingkunagan Prenatal

Lingkungan prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan,

mulai konsepsi sampai lahir yang meliputi:

i. Gizi pada waktu ibu hamil

Gizi ibu yang jelek sbelum kehamilan maupun saat kehamilan

sering kali menyebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR) cacat

bawaan bahkan kematian.

ii. Lingkungan mekanis (posisi janin dalam uterus zat kimia atau

toksin)

Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan

kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.

iii. Radiasi

Radiasipada janin sebelum umur 18 minggu dapat

menyebabkan kerusakan otak, mikrosefali, cacat bawaan atau

kematian pada janin.

iv. Infeksi dalam kandungan

Infeksi intrauterine yang sering menyebabkan cacat bawaan

adalah TORCH (Toxoplasmosis, Rubela, Cytomegalovirus,

Herfes Simplex)

v. Stress

Stress yang dialami ibu saat mengandung dapat mempengaruhi

tumbuh kembang janin


22

vi. Faktor imunitas

Rhesus atau ABO Inkomtabilitas sering menebabkan abortus,

hidroft fetalis, dan lahir mati.

vii. kekurangan oksigen pada janin

menurunnya suplai oksigen ke janin akibat gangguan tali pusar

dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah.

b. Lingkungan Postnatal

Lingkungan postnatal merupakan lingkungan setelah lahir yang

dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, seperti:

i. Budaya atau Adat Istiadat

Adat istiadat pada masing masing daerah akan mempengaruhi

tumbuh kembang anak, seperti larangan untuk makan jenis

makan tertentu atau larangan untuk melakukan hal tertentu

ii. Pendapatan Keluarga

Pendapatan yang memadai akan menunjang tumbuh kembang

anak. Biasanya pendapatan keluarga diukur dengan pendapatan

Upah Minimum Provinsi (UMP).

iii. Gizi

Makanan memegang peran penting dalam tumbuh kembang

anak dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa,

karna makanan dibutuhkan anak untuk pertumbuhan dimana

dipengaruhi ketahanan pangan keluarga.


23

iv. Iklim, cuaca, geografis suatu daerah

Musim panas yang panjang atau bencan alam lainnya dapat

berdampak pada ketersediaan pangan, seperti gagal panen. Hal

ini dapat mempengaruhi gizi anak dan mempengaruhi

perkembangan anak

v. Posisi anak dalam keluarga (Jumlah Saudara)

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang mempunyai

status ekonomi yang cukup akan mengurangi kasih saying dan

perhatian pada anak. Sedangkan jumlah anak yang banyak pada

keluarga dengan status ekonomi yang kurang tidak hanya

mengurangi perhatian dan kasih sayang juga kebutuhan primer

sandang, pangan, pun tak terpenuhi.

vi. Penyakit Kronis

Anak yang menderita penakit menahun akan mengalami stress

akibat penyakitnya tersebut hal ini dapat mempengaruhi

tumbuh kembang anak.

3. Faktor Hormonal

Faktor hormonal merupakan faktor yang mempengaruhi tumbuh

kembang anak. Yang termasuk faktor hormonal antara lain insulin

(IGFs), tiroid, hormone sex dan samatotrofin.

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan

perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang


24

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut

Soetjiningsih (1995) Faktor-Faktor yang mempengaruhi moroik kasar

anak antara lain:

1. Berat Bayi Lahir Rendah

Bayi dengan berat badannya saat lahir kurang dari 2500. Gizi ibu yang

jelek sebelum maupun pada saat kehamilan lebih sering menghasilkan

berat bayi lahir rendah (BBLR). Disamping itu dapat menghambat

perkembangan otak janin yang dapat mempengaruhi perkembangn

kecerdasan dan emosi.

2. Status Gizi

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak,

dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa. Status gizi

yang kurang akan mempengaruhi perkembangan kekuatan dan

kemampuan motorik kasar anak.

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa status gizi anak

sebagian besar baik sebanyak 32 anak (78,0%), perkembangan motorik

kasar anak sebagian besar normal sebanyak 30 anak (73,2%), dan ada

hubungan yang bermakna antara status gizi anak dengan

perkembangan motorik kasar pada anak di Posyandu Mukti Asih

Kelurahan Genuk Sari dengan nilai p sebesar 0,000 (Ulya,

Maslachatul. 2012).
25

3. Jumlah saudara

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang kadaan sosial

ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan

kasih sayang yang diterima anak. Lebih-lebih kalau jarak anak terlau

dekat. Sedangkan pada keluarga dengan keadaan social ekonomi yang

kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain

kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan

primer seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi.

4. Cinta dan kasih sayang

Salah satu hak anak untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan

kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang tuanya agar menjadi

anak yang tidak sombong dan dapat memberi kasih sayangnya pula

kepada sesamanya

5. Ganjaran dan Hukuman

Anak yang berbuat benar maka semestinya kita memberi ganjaran,

misalnya ciuman, pujian, belaian, tepuk tangan dan sebagainya.

Ganjaran tersebut akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak

untuk mengulangi tingkah lakunya

6. Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau

tidaknya proses bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan


26

memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang

baik akan menghambat.

7. Stimulasi

Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak.

Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teraturakan lebih

cepat berkembang terutama dalam perkembangan motorik kasar anak,

seperti berjalan, menyanyi, melompat dan naik turun tangga. dapat

dikatakan stimulus merupakan cara orang tua mengasuh mendidik dan

membesarkan anak yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak,

seperti yang ditunjukan jawaban responden pada angket.

Pengukuran stimulasi psikososial yang diberikan kepada anak

salah satunya dapat dilakukan dengan alat bantu berupa kuesioner

yaitu Home Observaation for Measurement of the Enviroment

(HOME) Inventory (Caldwel and Bradley dalam Lathifah, M, 2007)

dimana kualitas lingkungan anak dapat dilihat dari apakah orang tua

memberikan reaksi emosional yang tepat, apakah orang tua mampu

memperikan dorongan positif pada anak, apakah orang tua

memberikan suasana yang nyaman pada anak, menunjukan kasih

sayang, menyediakan sarana tumbuh kembang bagi anak, turut

berpartisipasi dan ikut serta dalam kegiatan positif bersama anak,

terlibat aktif dalam kegiatan bersama anak.


27

Untuk menilai jawaban responden, digunakan Skala Guttman

dengan memberi skor 1 pada jawaban yang benar, skor 0 pada jawaban

yang salah, stimulus yang pengasuh berikan kepada anak dikatakan

cukup apabila responden memperoleh skor ≥ 75.00% dan diatakan

kurang apabila responden memperoleh skor < 75.00%.

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan baduta yang

perkembangan motorik kasarnya lambat pada periode tertentu

sebanyak 34 anak (77,3 %). Sedangkan jumlah baduta yang motorik

kasarnya normal dari awal periode perkembangan hanya 10 anak (22,7

%). Sebagian besar status gizi anak baduta di Puskesmas Kampung

Sawah baik, yaitu 90,9 %, hanya 9,1 % saja yang kurang baik.

Sedangkan untuk pola asuh juga cukup baik, yaitu 54,5 %, dan kurang

baik sebesar 45,5 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan perkembangan

motorik kasar (Rokhani, Yeti. 2008).

8. Status ekonomi keluarga

Pendapatan keluarga yang memadahi akan menunjang tumbuh

kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan

anak baik yang primer maupun sekunder. Sedangkan menurut Al-

Hassan dan Lanford (2009) status sosial ekonomi dapat ditunjukkan

dengan pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ayah dan tingkat


28

pendidikan ibu serta pekerjaan orang tua. Penghasilan keluarga

biasanya diukur dengan pendapatan Upah Minimum Provinsi (UMP)

Berdasarkan penelitian terdahulu tingkat pendidikan ibu, terdapat

18 orang (77%) berpendidikan SD dan 5 orang (23%) ibu sampel

keluarga miskin yang tidak sekolah, sedangkan pada keluarga tidak

miskin sebagian besar ibu (80%) berpendidikan SMU dan lainnya

berpendidikan perguruan tinggi. Berdasarkan hasil uji stiatistik

temyata terdapat perbedaan yang bemlakna (p< 0.05) antara tingkat

pendidikan orangtua (ayah dan ibu) sampel di keluarga miskin dan

tidak miskin.

9. Pengetahuan Ibu

Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

prilaku ibu dalam tumbuh kembang anak. Dengan terbatasnya

kemampuan ibu dalam pengetahuan sehingga memungkinkan

terhambatnya kemampuan anak. Pengetahuan ibu mempunyai

pengaruh terhadap perkembangan motorik anak pada periode tertentu.

Dari hasil penelitian terdahulu didapatkan data bahwa ibu dengan

tingkat pengetahuan tinggi sebesar 72,5 % perkembangan anaknya

baik, sedangkan ibu dengan pengetahuan rendah perkembangan

anaknya kurang yaitu 50,0 %. Hal ini menunjukan bahwa ada

kecenderungan semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang


29

stimulasi kinetik semakin baik pula tingkat perkembangan motorik

kasar anak usia prasekolah (Aprilina, Marisa. 2006)

2.2. Status Gizi

2.1.1. Definisi Gizi

Gizi berasal dari bahasa Arab yaitu ”Al-Gizzai” yang artinya

makanan dan manfaatnya untuk kesehatan, sari manfaat yang bermanfaat

untuk kesehatan (Persagi, 2009).

Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru dikenal sekitar tahun

1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi

berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Disatu sisi ilmu

gizi berkaitan dengan makanan dan disisi lain dengan tubuh manusia.

Secara klasik ilmu gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu

untuk menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh,

serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. (Almatsir, 2002)

Menurut Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto (1990) dalam

Supariasa dkk (2002), gizi adalah suatu proses organisme menggunakan

makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,

transportasi, penyimpanan, metabolisme, pengeluaran zat-zat yang tidak

digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi

normal dari organ-organ, serta mengahasilkan energi.


30

2.1.2. Status Gizi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi

untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak.

Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan

oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian

status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data

antropometri serta biokimia dan riwayat diet (Beck, 2000). Suatu

keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat-zat gizi

dan penyerapan zat-zat gizi yang dinilai menggunakan antropometri

dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur (Depkes RI, 2005)

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status

keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang

dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis

seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan

kesehatan, dan lainnya (Suyatno, 2009). Status gizi adalah ekspresi dari

keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan

dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk, 2001).

2.1.3. Indikator Status Gizi

Indikator status gizi adalah tanda-tanda atau petunjuk yang dapat

memberikan indikasi tentang keadaan keseimbangan antara asupan

(intake) zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses

biologis. Tanda-tanda tersebut antara lain antropometri (ukuran tubuh


31

manusia), biokimia gizi, tanda-tanda klinis, dan konsumsi makanan.

Indikator antropometri yang sering digunakan adalah Berat Badan

menurutUmur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan

menurut TinggiBadan (BB/TB). Indikator biokimia gizi antara lain kadar

hemoglobin darah, kadar vitamin A serum, kadar ekskresi yodium dalam

urine. Adapun tanda-tanda klinis antara lain tanda-tanda yang terlihat

pada anak yang menderita kurang gizi berat, yaitu: marasmus,

kwasiorkor, atau marasmus-kwasiorkor.

2.1.4. Masalah Gizi

1. Kurang Energi Protein (KEP)

Keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi

danprotein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi

AngkaKecukupan Gizi (AKG) dalam jangka waktu yang lama. Ciri

fisik KEP adalah skor-z berat badan berada di bawah -2.0 SD baku

normal.

2. Kurang Gizi Akut

Kondisi kurang gizi yang diukur berdasarkan indeks berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB) dibandingkan dengan standar, biasanya

digunakan pada balita. Kurang gizi akut disebut juga wasting. Bila

skor-z BB/TB di bawah -2.00 SD baku normal (misalnya WHO)

diklasifikasikan kurang gizi akut, bila skor-zBB/TB di bawah -3.00


32

diklasifikasi kurang gizi akut tingkat berat. Bila skor-zBB/TB di atas -

2.00 SD diklasifikasikan normal.

3. Kurang Gizi Kronis

Keadaan kurang gizi yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan

menurutumur (TB/U) dibandingkan dengan standar, biasanya

digunakan pada balita.Kurang gizi kronis disebut juga stunting, di

mana terjadi pertumbuhan linier pada anak. Bila skor-z TB/U di bawah

-2.00 SD diklasifikasi kurang gizi akut,bila skor-z TB/U di bawah -

3.00 diklasifikasi kurang gizi akut tingkat berat. Bila skor-z TB/U di

atas -2.00 SD diklasifikasikan normal.

4. Marasmik-kwasiorkor

Kurang gizi tingkat paling berat yang disebabkan oleh rendahnya

konsumsienergi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam

waktu yangcukup lama, dengan tanda dan gejala campuran dari

beberapa gejala klinikkwasiorkor dan marasmus, disertai edema yang

tidak mencolok

5. Marasmus

Kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi

energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu

yang cukup lama dengan tanda dan gejala tampak sangat kurus, hingga

tulang terbungkus kulit,wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit

keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
33

daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/baggy pants),

perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi (umumnya

kronis berulang), dan diare.

6. Kwasiorkor

Kurang gizi tingkat berat yang umumnya terjadi pada balita dengan

tanda dangejala edema umumnya seluruh tubuh, terutama pada

punggung kaki (dorsum pedis ), wajah membulat dan sembab,

pandangan mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut

jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status

mental, apatis, dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi),

lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk,kelainan kulit

berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi

cokelat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering

disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia, dan diare. (Persagi

2009)

2.1.5. Penilaian Status Gizi

Ada beberapa cara melakukan peniaian status gizi pada

masyarakat. Secara garis besasr terbagi menjadi dua yaitu secara langsung

dan tidak langsung.


34

1. Penilaian Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian

yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian

dari masing-masing adalah sebagai berikut:

a. Antropometri

Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang berhubungan

dengan variabel lain variabel tersebut adalah sebagai berikut:

i. Umur

Umur sangat memegang peranan penting dalam penentuan status

gizi, kesalahan dalam penentuan akan menyebabkan interpretasi

status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun

tinggi badan yang akurat akan tidak berarti jika tidak disertai

dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang paling

sering adalah kecenderungan memilih angka yang mudah seperti

1 tahun, 1,5 tahun, 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak

perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya untuk 1 tahun

adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur

adalah dalam bentuk bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari

tidak diperhitungkan (Depkes, 2004)


35

ii. Berat badan

Beerat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan

gambaran masa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan

sangat peka terhadap perubahan mendadak baik karna penyakit

infeksi maupun penurunan konsumsi makanan. Berat badan ini

dinyatakan dalam bentuk indek BB/U (berat badan menurut

umur) atau melakukan penilaian dengan melihat perubahan brat

badan pada saat pengukuran dilakukan. Yang dalam

penggunaanya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan

paling banyak digunakan karena hanya menggunakan satu

pengukuran, hanya saja bergantung pada ketetapan umur, tetapi

kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi

gizi dari waktu ke waktu (Depkes RI, 2004)

iii. Tinggi badan

Tinggi badan memberikan gambaran perubahan fungsi

pertumbuhan yang dilihat dari kurus kering dan kecil pendek.

Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu

terutama yang terkait dengan keadaan berat badan lahir rendah

dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan

dalam bentuk indek TB/U (tinggi badan menurut umur) dan juga

indek BB/TB (berat badan menurut tunggi badan) jarang

dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan


36

biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini

pada umumnya memberikan keadaan lingkungan yang tidak

baik, kemiskinan dan dari akibat tidak sehat yang menahun

(Depkes RI, 2004)

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter

penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya

yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan indeks BB/U,

TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat

adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.

Khumaidi, 1994).

Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan

peka dalam menunjukan keadaan gizi kurang bila diandingkan

BB/U. demikian dalam BB/TB menurut WHO bila prevalensi

kurus/wasting < -2 SD diatas 10% menunjukan suatu daerah

tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan

berhubungan langsung dengan angka kesakitan.


37

Tabel 2.1 Penilaian Staus Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U dan
BB/TB Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Indeks yang Batas Sebutan Status


No
Dipakai Pengelompokan Gizi
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
-3 SD s/d < -2 SD Gizi Kurang
-2 SD s/d +2 SD Gizi Baik
> +2 SD Gizi Lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
-3 SD s/d < -2 SD Pendek
-2 SD s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
-3 SD s/d < -2 SD Kurus
-2 SD s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Sumber; Depkes RI, 2004
Data baaku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB

disajikan dalam 2 versi yakni presentil dan skor samping baku

(standar deviation score = z). Menurut Waterlo, dkk, gizi anak

dinegara-negara yang populasinya relatif baik sebaiknya

menggunakan presentil, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang

populasinya relatif kurang lebih baik menggunakan skor samping

baku sebagai persen terhadap median baku rujukan (Supriasa, 2001)


38

Tabel 2.2 Interpretasi Statu gizi berdasarkan tiga indeks


antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB standar baku antropometri
WHO-NCHS)

No Interpretasi
BB/U TB/U BB/TB
1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi
Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++
Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +
2 Normal Normal Normal Normal
Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang
Sekarang lebih, dulu
Normal Rendah Tinggi
kurang
3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi normal
Tinggi Rendah Tinggi Obese
Sekarang lebih, belum
Tinggi Normal Tinggi
obese
Keterangan untuk ketiga indeks (BB/U, TB/U dan BB/TB)
Rendah : < -2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS
Normal : -2 s/d +2 SD standar baku antropometri WHO-
NCHS
Tinggi : > +2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS
Sumber; Depkes RI, 2004

b. Klinis

Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat

dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa
39

oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh

seperti kelenjar tiroid.

c. Biokimia

Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris

yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan

tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa

jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.

d. Biofisik

Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status

gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan

melihat perubahan struktur jaringan. (Supariasa, dkk, 2001)

2. Penilaian Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu:

survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Adapun

uraian dari ketiga hal tersebut adalah:

a. Survey konsumsi makanan

Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung

dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

b. Statistik vital

Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan

seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan


40

kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang

berhubungan dengan gizi.

c. Ekologi

Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi

merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor

fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang

tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,

irigasi dll. (Supariasa, 2001)

2.3. Anak Usia Dini

2.3.1. Pengertan Anak Usia Dini ( Balita)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menjelaskan bahwa

balita kependekan dari anak di bawah lima tahun yaitu dari usia 12

sampai 59 bulan. Berdasarkan periode usia perkembangan, masa kanak-

kanak awal (satu sampai enam tahun) terbagi menjadi dua periode

menurut Potter dan Perry (2005) yaitu toddler (satu sampai tiga tahun)

dan pra sekolah (tiga sampai enam tahun). Batita atau toddler adalah

sekelompok penduduk berusia kurang dari tiga tahun atau penduduk yang

belum merayakan ulang tahunnya yang ketiga dan menjadi sasaran

pelayanan program kesehatan (Depkes, 2009).

2.3.2. Tumbuh Kembang Anak Usia Dini (Balita)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menjelaskan

perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih


41

komplek dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa

serta sosialisasi dan kemandirian. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (2009) menyebutkan aspek-aspek perkembangan yang dapat

dipantau meliputi gerak kasar, gerak halus, kemampuan bicara dan

bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.

a. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan

dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang

melibatkan otot-otot besar, seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.

b. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan

dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-

bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi

memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu,

menjimpit, menulis dan sebagainya.

c. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan

dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,

berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.

d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan

selesai bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi

dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya


42

2.4. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)

Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan

Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader

yang terlatih dibidang kesehatan menyelenggarakan 5 (lima) program prioritas

secara terpadu pada suatu tempat dan waktu yang telah ditentukan dengan

bantuan pelayanan dari petugas Puskesmas, bagi jenis pelayanan dimana

msayrakat tidak mampu memberikan sendiri (Depkes RI, 1986)

2.4.1. Pengertian Posyandu

Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan

kesehatan mayarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh

masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta

pembinaan tehnis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang

mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia

sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai strategi

untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam

meningkatkan mutu manusia dimasa mendatang dan akibat dari proses

pertumbuhan dan perkembangan manusia ada 3 (tiga) intervensi

(Sembiring, N. 2004), yaitu:

1. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan

untuk menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan

ibu sampai usia balita.


43

2. Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan

untuk membina tumbuh/kembang anak secara sempurna, baik fisik

maupun mental sehingga siap menjadi tenaga kerja tangguh.

3. Pembinaan kemampuan kerja (Employment) yang dimaksud untuk

memberikan kesempatan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan

bangsa dan negara.

Agar kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga masyarakat

setempat maka kader dan pemuka masyarakat berperan untuk

menumbuhkan kesadaran semua warga agar menyadari bahwa Posyandu

adalah milik warga. Pemerintah khususnya petugas kesehatan hanya

berperan membantu (Azwar, 2002).

Dilihat dari indikator-indikator yang ditetapkan oleh Depkes,

Posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat yaitu :

(1) Posyangu Pratama; (2) Posyandu Madya; (3) Posyandu Purnama dan

(4). Posyandu Mandiri (Depkes RI, 2006).

1. Posyandu Pratama

Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang

ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara

rutin serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang.

Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu,


44

disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum

siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan

peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah

kader.

2. Posyandu Madya

Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan

utamanya masih rendah yaitu < 50%. Intervensi yang dapat dilakukan

untuk perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan dengan

mengikut sertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih

menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.

3. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta

mampu menyelenggarakan program tambahan seta telah memperoleh

sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat

yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di

wilayah kerja Posyandu.


45

4. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5

(lima) orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya > 50%,

mampu menyelenggarakan program tambahan serta telah

memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola

masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat

tinggal di wilayah kerja Posyandu Intervensi yang dilakukan bersifat

pembinaan termasuk pembinaan dana sehat, sehingga terjamin

kesinambungannya.

2.4.2. Tujuan Posyandu

Secara umum tujuan penyelenggara posyandu adalah sebagai berikut

(Depkes RI, 2006) :

1. Mempercepat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), anak balita

dan angka kelahiran

2. Mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu ), ibu hamil dan

ibu nifas

3. Mempercepat diterimanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan

Sejahtera (NKKBS)
46

4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan

kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai

kebutuhan

5. Meningkatkan daya jangkau pelayanan kesehatan.

Sasaran dalam pelayanan kesehatan di Posyandu adalah bayi (usia

kurang dari 1 tahun) anak balita (usia 1-5 tahun), ibu hamil, ibu

menyusui dan wanita PUS (pasangan usia subur).

2.4.3. Manfaat Posyandu

Adapun manfaat dari Posyandu adalah sebagai berikut :

1. Bagi Masyarakat

Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan

pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan

AKI dan AKB

2. Bagi Kader

Pengurus posyandu dan tokoh masyarakat mendapatkan informasi

terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan

AKI dan AKB

3. Bagi Puskesmas

Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak

pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan

strata pertama
47

4. Bagi Sektor Lain

Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan

masalah sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya

penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat

1. Fungsi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Fungsi pendidikan anak usia dini secara umum adalah :

a. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak

b. Mengenalkan anak pada dunia sekitar

c. Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik

d. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi

e. Mengembangkan keterampilan, kreativitas, dan kemampuan yang

dimiliki anak

f. Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan selanjutnya.


48

2.5. Kerangka Teori

Bagan 2.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motorik Kasar

Faktor Herditer:
Genetik
Ras
Umur
Jenis Kelamin

Faktor Lingkungan Prenatal:


Lingkungan Mekanis (posisi janin
dalam uterus, zat kimia atau
toksin),
Radiasi,
Infeksi Dalam Kandungan,
Stres,
Faktor lingkungan

Faktor Imunitas,
Kekurangan Oksigen pada Janin Motorik Kasar
Anak
Faktor Lingkungan Postnatal:
Budaya,
Sosial Ekonomi Keluarga,
Pengetahuan Ibu,
Tingkat pendidikan ibu dan ayah,
Stimulus (Pola Asuh)
Nutrisi (Status Gizi),
Iklim, Cuaca,keadaan geografis
Riwayat Kelahiran (BBLR)
Posisi Anak dalam Keluarga,
Status Kesehatan

Faktor Hormonal
Kadar insulin like growt faktor IGFs,
Kadar tiroid
Kadar Glukokortikoid
Kadar Somatotrofin
Kadar Hormon-hormon Seks

Sumber: Soetjiningsih (1995), Hidayat (2005),


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini mengacu pada beberapa teori yang menjelaskan

bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak

khususnya motorik kasar anak antara lain Faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan anak menurut Hidayat (2005), yaitu faktor

herediter dan lingkungan. Menurut Soetjiningsih (1995) yaitu faktor genetik,

lingkungan dan hormonal. Sedangkan menurut Al-Hassan dan Lanford (2009)

status sosial ekonomi dapat ditunjukkan dengan pendapatan keluarga, tingkat

pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu serta pekerjaan orang tua juga dapat

mempengaruhi perkembangan anak. Menurut Soetjiningsih (1995) faktor-faktor

yang mempengaruhi motorik kasar anak antara lain gizi ibu saat kehamilan atau

berat bayi lahir rendah (BBLR), status gizi, stimulasi dan pengetahuan ibu.

Menurut Anwar (2002) Stimulasi dan peran orang tua sangat berpengaruh

terhadap perkembangan anak. Tandyo, J (2002) menyatakan bahwa gizi sangat

penting bagi perkembangan anak, khususnya pada usia periode emas.

Pada penelitian ini variabel genetik, ras atau etnis, lingkungan prenatal,

budaya, iklim atau cuaca, dan faktor hormonal tidak diikut sertakan dalam

variabel penelitian. Variabel ras dan etnis tidak diteliti karena dinilai homogen,

ras dan etnis penduduk di Desa Pari keseluruhan bersuku Sunda, variabel budaya

49
50

dan cuaca tidak dimasukan kedalam variabel yang diteliti karena keterbatasan

waktu penelitian, variabel lingkungan prenatal tidak diteliti karna bersifat

retrospektif dan terpaut waktu yang cukup lama terhadap waktu yang penelitian,

variabel genetik, faktor hormonal dan penyakit kronis tidak dimasukan karena

keterbatasan dana penelitian. Adapun variable yang diambil dalam penelitian ini

adalah variabel umur, jenis kelamin, status ekonomi keluarga, pengetahuan ibu,

tingkat pendidikan ibu dan ayah, stimulus pola asuh, Posisi anak dalam keluarga,

riwayat kelahiran (BBLR) dan status gizi,

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

Herediter:
1. Umur anak
2. jenis Kelamin

Lingkungan:
1. Pengetahuan Ibu Status
2. Pendapatan Keluarga Perkembangan
Motorik Kasar
3. Tingkat Pendidikan Ibu
4. Tingkat Pendidikan Ayah
5. Stimulus Orang Tua
6. Jumlah Anak Dalam
Keluarga
7. BBLR
8. Status Gizi
51

3.2. Definisi Oprasional

No Variabel Definisi Oprasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen
1 Motorik Bagaimana kemampuan motorik kasar Wawancara, Kuesioner, 0. Terlambat : Bila titik Ordinal
Kasar yang tertinggi pada anak baduta usia 6 Kartu
pertemuan garis
– 18 bulan dibandingkan dengan Kembang
gerakan motorik kasar
umurnya yang diukur dengan Anak
menggunakan KMS perkembangan dan umur berada
motorik kasar anak (kurva milistone)
dibawah garis kurva
yang dikembangkan oleh Pusat
normal.
Penelitian Dan Pengembangan Gizi
dan Makanan, Badan Peneliti dan 1. Normal : Bila titik
Pengembangan Kesehatan, (Depkes,
pertemuan garis
2010)
gerakan motorik kasar
Perkembangan motorik yang baik
adalah yang meningkat secara dan umur berada
bertahap sesuai dengan usia balita
digaris kurva normal.
yang diukur dengan KKA (Kartu
(Kartu Kembang
52

Kembang Anak), (BKKBN, 2013) Anak, BKKBN 2013)

Variabel Independen
2 Status Gizi Suatu keadaan yang diakibatkan oleh Wawancara Kuesioner, 0. Gizi Buruk (Z_Score Ordinal
keseimbangan antara asupan zat-zat , serta Dacin dan < -3)
gizi dan penyerapan zat-zat gizi yang pengukuran KMS 1. Gizi Kurang (Z_Score
dinilai menggunakan antropometri berat badan ≥ -3 s/d < -2)
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 2. Gizi Baik (Z_Score ≥
menurut umur (Depkes RI, 2005) -2 s/d ≤ 1)
3. Gizi Lebih (Z_Score
>1)
(Standar Antropometri
Penilaian Gizi Anak)
3 BBLR Bayi dengan berat lahir yang berat Wawancara Kuesioner, 0. BBLR Berat (berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 Buku lahir ≤2499 gram)
(sampai dengan 2499 gram). Kesehatan 1. Normal (berat ≥
Ibu dan 2500g)
Anak
(KIA),
53

KMS
4 Stimulus Rangsangan dari peristiwa-peristiwa Wawancara Angket 0. Jika skor <75% = Ordinal
Orang Tua sosial yang datang dari lingkungan pola asuh stimulasi psikososial
luar diri anak yang dapat kurang
mempengaruhi perkembangan dan 1. Jika skor ≥75% =
pertumbuhan anak, seperti cara orang stimulasi psikososial
tua mengasuh mendidik dan cukup
membesarkan anak yang berpengaruh
pada tumbuh kembang anak, seperti
yang ditunjukan jawaban responden
pada angket.
5 Tingkat Jenjang pendidikan formal terakhir Wawancara Kuesioner 0. Rendah jika ≤ SMP Ordinal
Pendidikan yang pernah diselesaikan oleh ibu 1. Tinggi jika > SMP
Ibu anak dalam sistem (Marwati, 2010)
pendidikan nasional (Marwati,
2010).
6 Tingkat Jenjang pendidikan formal terakhir Wawancara Kuesioner 0. Rendah jika ≤ SMP Ordinal
Pendidikan yang pernah diselesaikan oleh ayah 1. Tinggi jika > SMP
Ayah anak dalam sistem pendidikan (Marwati, 2010)
54

nasional (Marwati, 2010).


7 Pengetahuan Jawaban responden terhadap Wawancara Kuesioner 0. Pengetahuan rendah Ordinal
Ibu pertanyaan yang diberikan meliputi jika < median
motorik kasar anak dan pemberian 1. Pengetahuan sedang
stimulus terhadap anak jika ≥ median
8 Ekonomi Penghasilan keluarga yang diukur Wawancara Kuesioner 0. Rendah (jika Ordinal
Keluarga dengan pendapatan UMP penghasilan orang tua
< UMP)
1. Tinggi (jika
penghasilan orang tua
≥ UMP)
(Human Resource
Community, 2011)
9 Jumlah Jumlah anak kandung yang telah Wawancara Kuesioner 0. Cukup jika ≤ 2 anak Ordinal
Anak Dalam dilahirkan ibu dalam keluaga. 1. Banyak jika > 2 anak
Keluarga
10 Umur Usia anak mulai dari lahir sampai Wawancara Kuesioner, 0. 6-12 Ordinal
survey dilakukan, dihitung dalam KMS 1. 13-18 bulan
bulan. 2. 19-24 bulan
55

11 Jenis Perbedaan antara perempuan dan laki- Wawancara Kuesioner, 0. Perempuan Ordinal
Kelamin laki berdasarkan ciri fisik biologis KMS 1. Laki-laki
yang tidak dapat ditukar.
56

3.3. Hipotesis Penelitian

1. Diketahuinya hubungan umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi

dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi

Banten tahun 2014

2. Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat

pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan stimulus

dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi

Banten tahun 2014


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yaitu data yang

menyangkut variabel dependen dan variabel independen dikumpulkan dan

diamati dalam waktu yang bersamaan. Desain cross sectional digunakan

berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui hubungan antara status

gizi dengan motorik kasar anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari

tahun ajaran 2013-2014.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, Pada Bulan Maret-Juli 2014.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 6 sampai 24

bulan di Posyandu Desa Pari

2. Sampel Penelitian

57
58

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah simple random sampling, dimana pengambilan anggota

sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang

ada di dalam populasi itu. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi (Ariawan, 1998), yaitu:

* √ ( ) √ ( ) ( )+
( )

N = Besar sampel
= Nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α/2 atau derajat
kepercayaan α pada uji dua sisi (two tail), yaitu sebesar 5%
= 1.96
= Nilai Z pada kekuatan uji 1- β, yaitu sebesar 95% = 1.28
Ṕ = Proporsi rata diperoleh dari ( )/2
= Proporsi perkembangan motorik kasar anak tidak sesuai
umur dengan status gizi kurang = 0,66 (Lindawati, 2013)
= Proporsi perkembangan motorik kasar anak tidak sesuai
umur dengan status gizi normal = 0,32 (Lindawati, 2013)

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh

sebanyak 44 anak untuk masing-masing kelompok, sehingga besar sampel

minimal yang harus diambil sebanyak 88 anak. Untuk menjaga bila ada

ketidaklengkapan data, maka besar sampel ditambah 10% sehingga besar

sampel minimal dalam penelitian ini sebanyak 96 anak.


59

4.4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner,

angket, dan timbangan dacin. Adapun peruntukan instrumen penelitian ini

terhadap variabel yang diteliti sebagai berikut:

1. Kuesioner digunakan untuk mengukur jenis kelamin anak, pendapatan

keluarga, tingkat pendidikan ibu dan ayah, dan jumlah anak.

2. Angket digunakan untu mengukur pengetahuan ibu, dan pola asuh ibu.

3. Kartu Kembang Anak (KKA) digunakan untuk mengukur status

perkembangan motorik kasar anak.

4. Timbangan dacin digunakan untuk mengukur berat badan anak usia 6 sampai

24 bulan dengan ketelitian 0,1 kg.

Kuisioner jenis kelamin, jumlah anak, tingkat pendidikan, pendapatan

keluarga, pengetahuan ibu, dan motorik kasar telah digunakan oleh Hotmaria,

(2009), sedangkan kuisioner pola asuh menggunakan kuesioner baku Home

Observation fot Measurement of the Environment (HOME) Inventory. Kuesioner

yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reabilitas.
60

4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang telah

digunakan oleh peneliti lain, kuesioner demografi seperti jenis kelamin, jumlah

anak, tingkat pendidikan, dan pendapatan keluarga serta angket pengetahuan ibu

dan motorik kasar telah digunakan oleh Hotmaria (2009) dan telah melewati uji

validitas dan reliabilitas dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motorik Kasar

Cronbach
No Soal r Hitung r Tabel Keterangan
Alpha
4.1 0.760 Valid
4.2 0.685 Valid
4.3 0.664 Valid
4.4 0.408 Valid
4.5 0.760 Valid
0,213 0.837
4.6 0.760 Valid
4.7 0.664 Valid
4.8 0.573 Valid
4.9 0.750 Valid
4.10 0.336 Valid

Table diatas mengambarkan bahwa nilai r hitung dari keseluruhan butir

soal kuesioner lebih besar dari nilai r tabel, hal ini berarti bahwa pertanyaan

dalam kuesiner dinyatakan valid. Tabel diatas juga menunjukan bahwa nilai

cronbach alpha lebih besar dari r tabel yang berarti bahwa kuesioner ini

dinyaratakan reliabel.
61

Tabel 4.2
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan Ibu

Cronbach
No soal r hitung r tabel Keterangan
Alpha
Soal2 0.390 Valid
Soal4 0.440 Valid
Soal5 0.390 Valid
Soal6 0.430 Valid
Soal7 0.483 Valid
Soal8 0.662 Valid
0,213 0,445
Soal9 0.225 Valid
Soal10 0.295 Valid
Soal11 0.521 Valid
Soal12 0.306 Valid
Soal14 0.361 Valid
Soal15 0.390 Valid

Pada tabel diatas dapat dilihat hasil r hitung dan Cronbach Alpha dengan

menggunakan software statistik, jika dibandingkan dengan nilai r tabel sebesar

0.213 maka dapat dikatakan maka kuesioner pengetahuan ibu dapat dikatakan

reliabel.

Sedangkan untuk kuesioner pola asuh menggunakan kuesioner baku Home

Observation for measurement of the Environment (HOME) Inventory (Caldwel

and Bradley dalam Lahifah, M, 2007).

4.6. Pengumpulan Data Penelitian

Data dalam penelitian menggunakan data primer. Data primer dalam

penelitian ini diperoleh melalui pengukuran tinggi badan, penimbangan berat

badan, pada anak dan kuisioner serta pengisian angket yang diwawancarakan

kepada orang tua anak.


62

4.7. Pengolahan Data Penelitian

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

software statistik. Gambaran status gizi diperoleh dari pengukuran berat badan

dan tinggi badan kemudian dibandingkan dengan standar WHO berdasarkan

umur anak.

Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data

primer dari variabel dependen, dan variabel independen adalah sebagai berikut:

1. Mengkode data (data coding)

Yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode pada jawaban dari setiap

pertanyaan dalam kuisioner. Pada penelitian ini, kode data dilakukan dengan

memberi kode pada tiap jawaban responden.

2. Menyunting data (data editing)

Kuisioner yang telah diisi dilihat kelengkapan jawabannya, sebelum

dilakukan proses pemasukan data ke dalam komputer.

3. Memasukan data (entry data)

Setelah data di-edit, daftar pertanyaan dan jawabannya dimasukkan ke dalam

software statistik.

4. Membersihkan data (data cleaning)

Data yang telah di entry dicek kembali untuk memastikan bahwa data

tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan

dalam membaca kode.


63

4.8. Teknis dan Analisa Data Penelitian

Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat, bivariat dan bivariat.

1. Analisis Data Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi, frekuensi dan

presentase dari setiap variabel dependen dan independen yang diteliti.

2. Analisis Data Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

dependen yaitu prestasi belajar dan variabel independen. Pada analisa ini

digunakan Pearson Chi Square dan Fisher’s Exact Test.


BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Analisa Univariat

5.1.1. Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6

sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang

Perkembangan motorik yang baik adalah yang meningkat secara

bertahap sesuai dengan usia balita yang diukur dengan KKA (Kartu

Kembang Anak), (BKKBN, 2013). Perkembangan anak akan dinilai

normal jika perkembangan anak sesuai dengan kurva pada KKA, dan

dikatakan terlambat jika perkembangan anak tidak mengikuti kurva pada

KKA. Pada penelitian ini penentuan status perkembangan motorik kasar

anak yaitu membandingkan kemampuan anak dengan milestone yang ada

pada KKA. Adapun didapatkan hasil penelitian bahwa persentase motorik

kasar terlambat pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang sebesar 18,1%, berikut

gambaran persentasenya.

64
65

Grafik 5.1
Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang
Terlambat,
18.1%

Normal,
81.9%
Grafik 5.1 menunjukkan bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten sebagian besar memiliki status perkembangan motorik

kasar yang normal.

5.1.2. Gambaran Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Penentuan status gizi ditentukan berdasarkan indeks berat badan

menurut umur (BB/U) berdasarkan Z-score baku rujukan WHO NHCS.

Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa persentase status gizi pada

anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang sebesar 2,1% gizi buruk, 4,3% gizi

kurang, 90,4% normal dan 3,2% gemuk. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada grafik 5.1.


66

Grafik 5.2
Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Gizi Lebih Gizi Buruk Gizi


3.2% 2.1% Kurang
4.3%

Normal
90.4%

Grafik 5.1 menunjukkan bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten sebagian besar memiliki status status gizi normal dan

hanya sebagian kecil yang memiliki status gizi buruk.

5.1.3. Gambaran Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Usia yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan usia anak

mulai dari lahir sampai survey dilakukan, dihitung dalam bulan. Pada

penelitian ini usia dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu 6-12, 13-18

dan 19-24 tahun. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa

persentase umur pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari
67

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang sebesar 99%. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 5.3.

Grafik 5.3
Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

19 - 24 6 - 12
Bulan Bulan
23.4% 45.7%

13 - 18
Bulan
30.9%

Grafik 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar usia anak dengan

rentang umur 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten berada pada

rentangan umur 6 – 12 bulan.

5.1.4. Gambaran Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Jenis kelamin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbedaan

antara perempuan dan laki-laki berdasarkan ciri fisik biologis yang tidak

dapat ditukar. Berikut persentase antara anak laki-laki dan perempuan


68

pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang.

Grafik 5.4
Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

laki-laki
51.1%

perempuan
48.9%

Grafik 5.4 menunjukkan bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten sebagian besar berjenis kelamin laki-laki.

5.1.5. Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6

sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang

Status berat bayi lahir rendah (BBLR) biasanya dinyatakan jika bayi

lahir dan berat badannya saat lahir kurang dari 2500. Berdasarkan hasil

penelitian didapatkan persentase anak dengan BBLR pada anak usia 6

sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang sebesar 6.4%. Untuk lebih jelasnya berikut

persentase BBLR.
69

Grafik 5.5
Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan
Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

BBLR
6.4%

Normal
93.6%

Grafik 5.5 menunjukkan bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten sebagian besar tidak memiliki riwayat BBLR.

5.1.6. Gambaran Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Dalam penelitian ini pengetahuan ibu diukur melalui jawaban

responden (ibu) terhadap pertanyaan yang diberikan meliputi motorik

kasar anak dan pemberian stimulis terhadap anak. Pengetahuan ibu

dikategorikan menjadi tiga, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Berikut

persentase pengetahuan ibu pada anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Pandeglang sebesar 4.3%

pengetahuan ibu rendah. Untuk lebih jelasnya berikut persentase

pengetahuan ibu.
70

Grafik 5.6
Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Rendah
4.3%

Sedang
34.0%

Tinggi
61.7%

Grafik 5.6 menunjukkan bahwa ibu anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten sebagian besar memiliki pengetahuan yang tinggi terkait

status perkembangan motorik kasar.

5.1.7. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24

bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang

Tingkat pendidikan dalam penelitian ini merupakan Jenjang

pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan oleh ibu anak dalam

sistem pendidikan nasional (Marwati, 2010). Menurut hasil penelitian

diperoleh bahwa persentase rendah pendidikan ibu pada anak usia 6

sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi


71

Kabupaten Pandeglang sebesar 64.9% ibu berpendidikan rendah untuk

lebih detailnya berikut paparan datanya.

Grafik 5.7
Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Tinggi
35.1%

Rendah
64.9%

Grafik 5.7 menunjukkan bahwa ibu anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

5.1.8. Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6 sampai 24

bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang

Sama halnya dengan tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan

ayah pun diukur berdasarkan pendidikan formal terakhir yang pernah

diselesaikan oleh ayah anak dalam sistem pendidikan nasional. Hasil

penelitian ini mendapatkan bahwa persentase tingkat pendidikan ayah

pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan


72

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang sebesar 43,6% ayah berpendidikan

rendah untuk lebih detailnya berikut paparan datanya.

Grafik 5.8
Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Tinggi
56.4%

Rendah
43.6%

Grafik 5.8 menunjukkan bahwa ayah anak usia 6 sampai 24 bulan

di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.

5.1.9. Gambaran Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6 sampai 24

bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang

Status ekonomi keluarga merupakan Penghasilan keluarga yang

dukur dengan pendapatan UMP dalam penelitian ini merupakan UMP

daerah pandeglang. Berdasarkan hasil penelitian status ekonomi keluarga

pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan


73

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang sebesar 63.8% keluarga

berpenghasilan rendah. Berikut pemaparan lengkapnya.

Grafik 5.9
Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di
Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Rendah
36.2%

Tinggi
63.8%

Grafik 5.9 menunjukkan bahwa keluarga dengan anak usia 6 sampai

24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten sebagian besar memiliki status ekonomi

yang tinggi.

5.1.10. Gambaran Jumlah Anak Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Jumlah anak dalam penelitian ini merupakan jumlah anak kandung

yang telah dilahirkan ibu dalam keluarga. Pembatasan jumlah anak pada

penelitian ini sama dengan batasan pemerintah yaitu dua anak. Menurut

hasil penelitian persentase keluarga pada anak usia 6 sampai 24 bulan di


74

Psyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

sebesar 59.6% keluarga memiliki jumlah anak 3 atau lebih. Berikut

pemaparan lengkapnya.

Grafik 5.10
Jumlah Anak Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Cukup
40.4%

Banyak
59.6%

Grafik 5.10 menunjukkan bahwa orang tua anak usia 6 sampai 24

bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten sebagian besar memiliki 3 anak atau lebih.

5.1.11. Gambaran Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Stimulus pada penelitian ini maksudnya adalah rangsangan dari

peristiwa-peristiwa sosial yang datang dari lingkungan luar diri anak yang

dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak, seperti cara

orang tua mengasuh mendidik dan membesarkan anak yang berpengaruh

pada tumbuh kembang anak, seperti yang ditunjukkan jawaban responden


75

pada angket. Berdasarkan hasil penelitian stimulasi pada anak usia 6

sampai 24 bulan di Psyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang sebesar 25,5% anak dengan stimulasi rendah.

Berikut pemaparan persentase stimulus pada anak usia 6 sampai 24 bulan

di Psyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang.

Grafik 5.11
Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Kurang
25.5%

Cukup
74.5%

Grafik 5.11 menunjukkan bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten sebagian besar memiliki stimulasi yang cukup dari

pengasuhnya.
76

5.2. Analisa Bivariat

5.2.1. Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar

Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang

anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa. Status gizi

yang kurang akan mempengaruhi perkembangan kekuatan dan

kemampuan motorik kasar anak (Soetjiningsih, 1995). Berikut hasil

penelitian yang menunjukkan hubungan status gizi dengan status

perkembangan motorik kasar anak dapat dilihat pada tabel berikut.

Setelah dilakukan uji chi-square pada variabel status gizi dan

motorik kasar didapatkan sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E)

kurang dari 5 sebanyak 6 sel (75%), dengan dengan demikian harus

dilakukan penggabungan kategori-kategori yang semakna dalam rangka

memperbesar harapan dari sel-sel tersebut. Maka status gizi dirubah

menjadi dua kategorik yaitu, 0 = status gizi bermasalah (gabungan dari

kaegori 0,1 dan 3) dan 1 = status gizi baik.


77

Tabel 5.1 Gambaran Status Gizi berdasarkan Status Perkembangan


Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Status Perkembangan
Motorik Kasar Total
Status Gizi p
Terlambat Normal
n % n % n %
Status Gizi 0.009
5 55.6% 4 44,4% 2 100%
Bermasalah
Status Gizi
12 14,1% 73 85,9% 4 100%
Baik

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari seluruh balita

terdapat 14.1% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status gizi

baik dan memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat,

sedangkan 55,6% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status gizi

buruk dan memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat, serta

dari analisis bivariat diperoleh nilai p=0,009, artinya status gizi secara

signifikan berhubungan dengan status perkembangan motorik kasar anak.

5.2.2. Hubungan Umur Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada

Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara umur

dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6 sampai 24 bulan

di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut.
78

Tabel 5.2 Gambaran Umur berdasarkan Status Perkembangan


Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Status Perkembangan
Motorik Kasar Total P
Umur
Terlambat Normal
n % n % n % 0,422
6-12 9 20,9% 34 79,1% 43 100%
13-18 3 10,3% 26 89,7% 29 100%
19-24 5 22,7% 17 77,3% 22 100%

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari seluruh balita

kelompok 19-24 yang memiliki status perkembangan motorik terlambat

paling banyak yaitu sebesar 22,7%, serta dari analisis bivariat diperoleh

nilai p=0,422, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara umur

dan staus perkembangan motorik kasar.

5.2.3. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Perkembangan Motorik

Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara jenis

kelamin dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6 sampai

24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel berikut.
79

Tabel 5.3 Gambaran Jenis Kelamin berdasarkan Status


Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Status Perkembangan
Jenis Motorik Kasar Total p
Kelamin Ya Tidak
n % n % n % 1,000
Laki-laki 9 18,8% 39 81,2% 48 100%
Perempuan 8 17,4% 38 82,6% 46 100%

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari seluruh balita

terdapat 18,8% anak usia 6 sampai 24 bulan yang berjenis kelamin laki-

laki dan memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, sedngkan

17,4% anak usia 6 sampai 24 bulan yang berjenis kelain perempuan dan

memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, serta dari analisis

bivariat diperoleh nilai p=1,000, artinya tidak ada hubungan yang

signifikan antara jenis kelamin dengan status perkembangan motorik

kasar anak.

5.2.4. Hubungan Status Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Status

Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang

Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara riwayat

BBLR dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6 sampai 24

bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel berikut.
80

Tabel 5.4 Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah berdasarkan


Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Berat Status Perkembangan Motorik
Bayi Kasar Total
P
Lahir Terlambat Normal
Rendah n % n % n %
BBLR 4 66.7% 2 33.3% 6 100.0% 0,009
Normal 13 14.8% 75 85.2% 88 100.0%

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari seluruh balita

terdapat 66.7% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status BBLR

dan memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat, sedangkan

14.8% anak usia 6 sampai 24 bulan yang tidak memiliki status BBLR dan

memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat, serta dari analisis

bivariat diperoleh nilai p=0,009, artinya riwayat BBLR berhubungan

secara signifikan perkembangan motorik kasar.

5.2.5. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Perkembangan Motorik

Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara

Pengetahuan ibu dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut.


81

Tabel 5.5 Gambaran Pengetahuan Ibu berdasarkan Status


Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Status Perkembangan Motorik
Pengetahu Kasar Total
P
an Ibu Terlambat Normal
n % n % N %
Rendah 9 25.0% 27 75.0% 4 100.0% 0,182
Sedang 8 13,8% 50 86,2% 32 100.0%

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari seluruh balita

terdapat 25% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status BBLR

dan memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, sedngkan 25%

anak usia 6 sampai 24 bulan yang tidak memiliki status BBLR dan

memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, serta dari analisis

bivariat diperoleh nilai p=0,390, artinya tidak ada hubungan antara

pengetahuan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak.

5.2.6. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status Perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara tingkat

pendidikan ibu dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut.


82

Tabel 5.6 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu berdasarkan Status


Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Status Perkembangan Motorik
Tingkat
Kasar Total
Pendidik P
Terlambat Normal
an Ibu
n % n % n %
Rendah 14 23.0% 47 77.0% 61 100.0% 0,159
Tinggi 3 9.1% 30 90.9% 33 100.0%

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari seluruh balita

terdapat 23.0% ibu anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki tingkat

pengetahuan rendah dan memiliki status perkembangan motorik kasar

terlambat, sedngkan 9.1% ibu anak usia 6 sampai 24 bulan yang tidak

memiliki tingkat pendidikan tinggi dan memiliki status perkembangan

motorik kasar buruk, serta dari analisis bivariat diperoleh nilai p=0,159

artinya tidak adak hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan

perkembangan motorik kasar anak.

5.2.7. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Status Perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara tingkat

pendidikan ayah dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut.


83

Tabel 5.7 Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah berdasarkan Status


Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Status Perkembangan Motorik
Tingkat
Kasar Total
Pendidik P
Terlambat Normal
an Ayah
n % n % n %
Rendah 11 26.8% 30 73.2% 41 100.0% 0,063
Tinggi 6 11.3% 47 88.7% 53 100.0%

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari seluruh balita

terdapat 26.8% ayah anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki tingkat

pengetahuan rendah dan memiliki status perkembangan motorik kasar

terlambat, sedngkan 11.3% ayah anak usia 6 sampai 24 bulan yang tidak

memiliki tingkat pendidikan tinggi dan memiliki status perkembangan

motorik kasar terlambat, serta dari analisis bivariat diperoleh nilai

p=0,063, artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ayah

dengan perkembangan motorik kasar anak.

5.2.8. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Status Perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara status

ekonomi keluarga dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut.


84

Tabel 5.8 Gambaran Status Ekonomi Keluarga berdasarkan Status


Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di
Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Status Perkembangan Motorik
Status
Kasar Total
Ekonomi P
Terlambat Normal
Keluarga
n % n % n %
Rendah 13 38.2% 21 61.8% 34 100.0% 0.000
Tinggi 4 6.7% 56 93.3% 60 100.0%

Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan dari seluruh balita terdapat 38.2%

anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status ekonomi keluarga

rendah dan memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, sedngkan

6.7% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki status ekonomi keluarga

tinggi dan memiliki status perkembangan motorik kasar buruk, serta dari

analisis bivariat diperoleh nilai p=0,000, artinya adanya hubungan yang

signifikan antara status ekonomi keluarga dengan perkembangan motorik

kasar.

5.2.9. Hubungan Jumlah anak dalam Keluarga Dengan Status

Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang

Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara

jummlah anak dalam keluarga dengan status perkembangan motorik kasar

anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel berikut.


85

Tabel 5.9 Gambaran Jumlah Anak Dalam Keluarga berdasarkan


Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24
bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Jumlah Status Perkembangan Motorik
Anak Kasar Total
P
Dalam Ya Tidak
Keluarga n % n % n %
Cukup 8 21.1% 30 78.9% 38 100.0% 0,591
Banyak 9 16.1% 47 83.9% 56 100.0%

Berdasarkan tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari seluruh balita terdapat

21.1% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki jumlah saudara sedikit

dan memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat, sedngkan

16,1% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki jumlah saudara bayak

dan memiliki status perkembangan motorik kasar terlambat, serta dari

analisis bivariat diperoleh nilai p=0,591 artinya tidak ada hubungan antara

jumlah anak dalam keluarga dan perkembangan motorik kasar anak.

5.2.10. Hubungan Stimulus Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar

Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Berikut hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara

stimulasi dengan status perkembangan motorik kasar anak usia 6 sampai

24 bulan di Posyandu Desa Pari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel berikut.
86

Tabel 5.10 Gambaran Stimulus berdasarkan Status Perkembangan


Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa
Pari Kecamatan Mandalawangi tahun 2014
Status Perkembangan Motorik
Kasar Total
Stimulus P
Terlambat Normal
n % n % n %
Kurang 8 37.5% 15 62.5% 24 100.0% 0.011
Cukup 9 11.4% 62 88.6% 70 100.0%
Total 17 18.1% 77 81.9% 94 100.0%

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari seluruh balita terdapat

11,4% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki stimulus yang kurang

dari pengasuh dan memiliki status perkembangan motorik kasar

terlambat, sedangkan 37,5% anak usia 6 sampai 24 bulan yang memiliki

stimulus yang baik dari pengaasuh dan memiliki status perkembangan

motorik kasar terlambat, serta dari analisis bivariat diperoleh nilai

p=0,011 artinya adanya hubungan yang signifikan antara stimulasi pada

anak dan perkembangan motorik kasar anak.


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

6.1.1. Variabel Penelitian

Berdasarkan teori yang ada terdapat banyak faktor yang mempengaruhi

motorik kasar (gross motor) pada balita. Namun, dalam penelitian tidak

semua faktor-faktor dapat dimasukan kedalam variabel penelitian

melainkan beberapa saja yang peneliti anggap penting dan mampu untuk

diteliti. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu, biaya dan

sumber daya manusia yang terbatas. Adapun faktor-faktor yang diteliti

dan menjadi bagian variabel penelitian adalah status gizi, umur, jenis

kelamin, status BBLR, jumlah anak dalam keluarga, pengetahuan ibu,

tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, status ekonomi

keluarga dan stimulus.

6.1.2. Cara Ukur Variabel

Proses pengumpulan data dalam peneliitian ini menggunakan

beberapa instrumen untuk mengukur variabel penelitian. Untuk melihat

status gizi pada penelitian ini tidak dilakukan penilaian klinis

(pengukuran langsung) serta pemeriksaan fisik tidak diteliti lebih

mendalam pada anak yang memiliki status gizi buruk. Adapun

pengukuran untuk status gizi yang dilakukan dengan menggunakan

87
88

ukuran berat badan dan umur anak (BB/U) sebagai indikator, peneliti

tidak dapat melakukan seluruh pengukuran, ada beberapa tahap yang

dilakukan oleh kader.

Adapun dalam pengukuran variabel motorik kasar anak dan

stimulus tidak dilakukan observasi secara mendalam dalam waktu yang

lama. Namun, hanya melakukan pengamatan lingkungan sekitar ketika

proses wawancara saja.

6.1.3. Bias

Pada penelitian ini terdapat penimbangan berat badan bayi dengan

menggunakan dacin, pada penimbangan berat badan bayi kemungkinan

untuk terjadinya measurement bias sangat mungkin. Pada saat

penimbangan banyak bayi yang menangis dan bergerak hal ini dapat

mempengaruhi ketepatan hasil penimbangan selain itu petugas yang

menimbang tidak selalu sama walaupun dilakukan oleh orang yang

terlatih (kader).

Pengukuran motorik kasar anak dan stimulus amat sangat

bergantung kepada kejujuran dan daya ingat orang tua anak, karna

hanya dilakukan pengamatan lingkungan pada saat pengambilan data,

bukan observasi yang berkala dan mendalam.


89

6.2. Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6

sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang

Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik sehat secara fisik maupun

psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh kembang anak pada usia dini.

Pemantauan perkembangan anak berguna untuk menemukan

penyimpangan/hambatan perkembangan anak sejak dini, sehingga upaya

pencegahan, upaya stimulasi dan upaya penyembuhan serta upaya pemulihan

dapat diberikan dengan indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa

kritis tumbuh kembang anak.

Gambaran status perkembangan motorik kasar di Desa Pari adalah 18.1%

dari 94 anak dengan rentang 6-24 bulan mengalami keterlambatan

perkembangan motorik kasar. Sedangkan 81.9 % anak memiliki status

perkembangan motorik kasar yang normal.

6.3. Gambaran Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk

anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi

juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan

antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan

pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat

diet, indikator antropometri yang sering digunakan adalah Berat Badan menurut
90

Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut

TinggiBadan (BB/TB). Penelitian ini menggunakan indikator Berat Badan

menurut Umur (BB/U), hasi penelitian menunjukan bahwa kejadian gizi buruk

pada anak dengan rentang umur 6 sampai 12 bulan di Posyandu Desa Pari

adalah 2,1 % dari total seluruh balita pada rentang umur tersebut. Angka gizi

buruk sendiri data penimbangan bulan maret menunjukan 1,6% anak di Desa

Pari berstatus gizi buruk, selain gizi buruk pada anak ada masalah lain terkait

gizi seperti gizi kurang 4,3% dan gizi lebih 3,2%. Jika dijumlahkan sekitar

9,6% masalah terkait status gizi yang ada di Desa Pari, Hal ini terbilang cukup

besar karena permasalahan terkait gizi dikatakan masalah kesehatan masarakat

jika menyentuh angka 10%, jika tidak ditanggapi dengan serius ini dapat

menjadi masalah serius, apalagi status gizi merupakan elemen penting dalam

masa pertumbuhan dan perkembangan anak.

6.4. Gambaran Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Umur pada anak usia dini (Balita, Batita, Baduta dan Bayi) merupakan

element yang penting, karna dalam usia ini umur sering kali dijadikan tolak

ukur untuk menentukan suatu kondisi atau keadaan pada anak seperti status gizi

dan status tumbuh kembang anak. Umur sangat memegang peranan penting

dalam penentuan status gizi, kesalahan dalam penentuan akan menyebabkan

interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun

tinggi badan yang akurat akan tidak berarti jika tidak disertai dengan penentuan
91

umur yang tepat. Umur juga memiliki peranan yang penting sebagai tolak ukur

perkembangan anak, dalam perkembangan anak seiring dengan bertambahnya

umur berbeda pula keterampilan yang harus dikuasai anak.

Pada penelitian ini umur di kategorikan menjadi tiga kelompok sesuai

dengan tingkatan capaian keterampilan (milestone) pada perkembangan anak.

Kelompok pertama ada pada rentang umur 6-12 bulan, terdapat 45,7% anak di

Desa Pari dengan rentang umur ini. Kelompok kedua ada pada rentang umur

13-18 bulan, terdapat 30,9% anak pada rentang umur ini di Desa Pari.

Kelompok ketiga dengan rentang umur 19-24 bulan terdapat 23,4% anak

dengan rentang umur ini di Desa Pari.

6.5. Gambaran Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada perkembangan motorik anak.

Anak perempuan lebih sering melatih keterampilan yang membutuhkan

keseimbangan tubuh, seperti permainan melompat atau menari. Sedangkan anak

laki-laki lebih senang melatih keterampilan melempar, menangkap dan

menendang atau berprilaku yang mementingkan kecepatan dan kekuatan. Ada

beberapa kegiatan yang dapat mengembangkan gerakan motorik anak, misalnya

aktivitas berjalan di atas papan, olahraga, menari, atau bermain dengan mainan

yang mengharuskan anak untuk bergerak.

Anak laki-laki sering dikatakan lebih memiliki dibandingkan anak

perempuan. Jenis kelain sering kali dijadikan tolak ukur dalam menilai suatu
92

kondisi yang terjadi pada anak. Dalam penilaian status gizi, jenis kelamin

menjadi salah satu kriteria yang harus diperhatikan dalam pengukuran,

indikator apapun yang digunakan (BB/U, TB/U, BB/TB) akan selalu di bedakan

berdasarkan jenis kelamin.

Dalam penelitian ini diketahui pada anak rentang umur 6 sampai 24 bulan

terdapat 48 anak berjenis kelamin laki-laki dan 46 anak berjenis kelamin

perempuan, jadi dapat dilihat bahwa antar jumlah anak dengan jenis kelamin

laki-laki dan perempuan di Posyandu Desa Pari Mandalawangi Pandeglang

Banten dalam rentang umur ini relatif sama.

6.6. Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6 sampai 24

bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang

Gizi ibu yang jelek sebelum maupun pada saat kehamilan lebih sering

menghasilkan berat bayi lahir rendah (BBLR). Disamping itu dapat

menghambat perkembangan otak janin yang dapat mempengaruhi perkembangn

kecerdasan dan emosi, bayi dapat dikatakan menderita BBLR jika berat bada

saat lahir kurang dari 2500 gramm.

Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) meningkatkan resiko terjadinya

cerebral palsy yaitu gangguan perkembangan motorik yang berhubungan

dengan kemampuan berjalan, serta jika dibandingkan dengan bayi atern, bayi

BBLR lemah dalam keterampilan mototorik halus seperti mengurai benang.


93

Pada penelitian ini di dapatkan bahwa anak pada rentang umur 6 sampai

12 bulan di Posyandu Desa Pari 6,4% diantaranya mempunyai riwayat BBLR

dan 93,6% lainnya mempunyai riwayat kelahiran dengan berat yang normal.

Kelahiran BBLR merupakan indikasi kehamilan yang kurang sehat, hal ini

dapat berupa asupan gizi yang tidak baik pada ibu hamil atau terjadi kesakitan

pada ibu saat mengandung.

6.7. Gambaran Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Dari pendidikan, ibu akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman.

Dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik maka akan mudah menerima

segala informasi terutama semua kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak untuk

dapat berkembang secara optimal. Informasi tersebut meliputi bagaimana cara

pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan anak, dan menstimulasi

perkembangan anak. Pengetahuan dan pemahaman yang baik diperoleh dari

suatu pendidikan yang baik melalui proses dan metode-metode tertentu

sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku

yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 2003)

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prilaku ibu

dalam tumbuh kembang anak. Dengan terbatasnya kemampuan ibu dalam

pengetahuan sehingga memungkinkan terhambatnya kemampuan anak.

Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap perkembangan motorik anak,

hasil penelitian menunjukan tingkat pengetahuan ibu pada anak dengan rentang
94

usi 6-24 bulan di Posyandu Desa Pari, terdapat 4,3% ibu dengan tingkat

pengetahuan rendah, dan 34% ibu dengan tingkat pengetahuan sedang dan 61%

ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi.

Jika ditinjau dari data yang diperoleh yaitu sebanyak 58 orang atau 61,7%

dari 94 ibu memiliki pengetahuan yang tinggi dalam perkembangan mottorik

kasar anak, dapat dikatakan sebagian besar ibu pada anak dengan rentang usia

6-24 tahun di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang meiliki pengetahuan yang tinggi tentang perkembangan motorik

kasar.

6.8. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan, semakin tinggi

jenjang pendidikan semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu terhadap suatu

masalah, lembaga pendidikan di Negara kita terbagi kedalam 2 kategori formal

dan nonformal. Contoh dari lembaga pendidikan formal adalah sekolah Negeri

atau Suasta yang mengacu pada kurikulum Depag atau Dinas Pendidikan dan

contoh dari lembaga pendidikan nonformal seperti pesantren yang dipimpin

oleh para ajengan dan kiyai.

Dalam penelitian ini tingkat pendidikan yang dimaksud adalah jenjang

pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan oleh ibu anak dalam

sistem pendidikan nasional. Berdasarkan hasil penelitian 64,9% ibu anak usia 6-

24 bulan di Posyandu Desa Pari memiliki tingkat pendidkan rendah, dan 35,1%
95

sisanya memiliki pendidikan yang tinggi, dapat disimpulkan ibu anak usia 6-24

bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten sebagian besar masih berpendidikan rendah.

6.9. Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan

Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Sama halnya dengan tingkat pendidikan pada ibu, tingkat pendidikan

pada ayah pun berarti jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah

diselesaikan oleh ayah anak dalam sistem pendidikan nasional. Dari pendidikan

ini diharapkan ayah mendapatkan banyak informasi untuk menunjang

pertumbuhan dan perkembangan anak, baik dalam berupa akses langsung

maupun akses perantara.

Adapun hasil yang didapatkan dari penelitian ini diketahui 43,6% ayah

anak usia 6-24 bulan di Posyandu Desa Pari memiliki tingkat pendidikan yang

rendah dan 56,4% meiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini berbanding

terbalik dengan tingkat pengetahuan ibu, sebagian besar ayah anak usia 6-24

bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawngi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.

6.10. Gambaran Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan

Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Pendapatan yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak.

Biasanya pendapatan keluarga diukur dengan pendapatan Upah Minimum


96

Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Regional (UMR), upah minium Provinsi

Banten untuk Kabupaten Pandeglang adalah Rp.1.418.000/Bulan.

Berdasarkan hasil penelitian 36,2% keluarga berpenghasilan rendah dan

63,8% berpenghasilan tinggi. Desa pari merupakan pusat perdagangan di

Kecamatan Mandalawangi, di desa ini terdapat pasar sebagai tempat perputaran

uang dan akses bagi penduduk sekitar untuk berniaga ataupun menjual hasil

kebun dan sawah untuk para petani, jadi tak mengherankan jika sebagian besar

penduduk Desa Pari berpenghasilan tinggi.

6.11. Gambaran Jumlah Anak dalam Keluarga Pada Anak Usia 6 sampai 24

bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang mempunyai status ekonomi

yang cukup akan mengurangi kasih sayang dan perhatian pada anak. Sedangkan

jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan status ekonomi yang kurang

tidak hanya mengurangi perhatian dan kasih sayang juga kebutuhan primer

sandang, pangan, pun tak terpenuhi. Jadi banyaknya anak dalam satu keluarga

akan mempengaruhi status gizi anak dantumbuh kembang anak.

Berdasarkan data penelitian 40% keluarga anak dengan rentang usia 6-24

bulan di Posyandu Desa Pari memiliki anak 2 atau kurang, sedangkan 59,6%

keluarga anak dengan rentang usia 6-24 bulan di Posyandu Desa Pari

mempunyai anak 3 atau lebih. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan

jumlah anak dalam satu kepala keluarga di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
97

Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten masih mempunyai banyak anak yaitu 3

atau lebih.

6.12. Gambaran Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak.

Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teraturakan lebih cepat

berkembang terutama dalam perkembangan motorik kasar anak, yang dimaksud

stimulus dalam penelitian ini adalah merupakan cara orang tua mengasuh

mendidik dan membesarkan anak yang berpengaruh pada tumbuh kembang

anak, seperti yang ditunjukan jawaban responden pada angket.

Hasil penelitian ini menunjukan 25,5% anak usia 6-24 bulan di Posyandu

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten

mendapat stimulasi yang kurang dan 74.5% anak usia 6-24 bulan di Posyandu

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten

mendapat stimulasi yang cukup. Dapat dikatakan anak usia 6-24 bulan di

Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi

Banten mendapat stimulasi yang cukup dari orang tua mereka.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Yekti

Rokhani (2008) Hasil penelitian ini menunjukkan baduta yang perkembangan

motorik kasarnya lambat pada periode tertentu sebanyak 34 anak (77,3 %).

Sedangkan jumlah baduta yang motorik kasarnya normal dari awal periode

perkembangan hanya 10 anak (22,7 %). Sebagian besar status gizi anak baduta
98

di Puskesmas Kampung Sawah baik, yaitu 90,9 %, hanya 9,1 % saja yang

kurang baik. Sedangkan untuk pola asuh juga cukup baik, yaitu 54,5 %, dan

kurang baik sebesar 45,5 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan perkembangan motorik

kasar.

6.13. Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada

Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu. Penentuan status gizi ditentukan berdasarkan indeks berat

badan menurut umur (BB/U) berdasarkan Z-score baku rujukan WHO NHCS.

Menurut BAPPENAS dalam materi Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi

2011-2015 terdapat beberapa faktor yang menyebabkan status gizi, menurut

Unicef, faktor yang mempengaruhi status gizi digolongkan atas penyebab

langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung yaitu konsumsi

makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi

kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena

penyakit. Adapun penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga,

pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

Setelah dilakukan uji chi-square pada variabel status gizi dan motorik

kasar didapatkan sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5

sebanyak 6 sel (75%), dengan dengan demikian harus dilakukan penggabungan


99

kategori-kategori yang semakna dalam rangka memperbesar harapan dari sel-

sel tersebut. Maka status gizi dirubah menjadi dua kategorik yaitu, 0 = status

gizi bermasalah (gabungan dari 0,1 dan 3) dan 1 = status gizi baik.

Berdasarkan hasil penelitian status gizi secara signifikan mempengaruhi

status perkembangan motorik kasar anak dengan nilai p 0,009 artinya adanya

hubungan yang bermakna antara status gizi dengan perkembangan motorik

kasar anak pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.

Hasil ini sesuai dengan hasi penelitian Lindawati (2010) didapatkan

bahwa tingkat perkembangan motorik anak dengan status gizi kurang tidak

sesuai dengan usia terjadi pada 66.7% responden, sedangkan tingkat

perkembangan motorik anak dengan status gizi normal tidak sesuai hanya

terjadi pada 32.8% responden. Dengan hasil hitung 0,004 dan p value 0,01

artinya ada hubungan bermakna antara status gizi dengan perkembangan

motorik kasar.

Begitu juga dengan hasil penelitian Ulya (2012) menunjukkan bahwa

status gizi anak sebagian besar baik sebanyak 32 anak (78,0%), perkembangan

motorik kasar anak sebagian besar normal sebanyak 30 anak (73,2%), dan ada

hubungan yang bermakna antara status gizi anak dengan perkembangan

motorik kasar pada anak di Posyandu Mukti Asih Kelurahan Genuk Sari

dengan nilai p sebesar 0,000 (Ulya, Maslachatul. 2012)


100

Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan hasi penelitian Gunawan

dkk. (2010) dengan jumlah subjek 321 anak usia 6 sampai 24 bulan dan yang

memenuhi kriteria inklusi 308 anak, terdiri dari 164 laki-laki (53,2%) dan 144

perempuan (46,8%). Anak yang mengalami perkembangan normal 278 anak

(90,22%) dan meragukan 30 anak (9,78%). Sedangkan status gizi dinilai

berdasarkan BB/PB, hasil normal 277 anak (89,9%) dan kurus 31 anak

(10,10%). Dari 31 anak dengan status gizi kurang, di antara 2 anak di antaranya

mengalami perkembangan meragukan dan dari 28 anak dengan perkembangan

meragukan mempunyai status gizi normal. Tidak terdapat hubungan antara

gangguan perkembangan dengan status gizi (p=0,394).

Seperti yang telah dipaparkan bahwa menurut hasil penelitian status gizi

berhubungan signifikan secara statistik dengan status perkembangan motorik

kasar anak. Dengan demikian untuk meningkatkan status perkembangan

motorik kasar anak maka harus dimulai dengan memperbaiki status gizi anak

tersebut. Untuk penanggulangan gizi buruk pemerintah telah merancang

bebeapa program salah satu program yang di adopsi pemerintah untuk

penanggulangan gizi buruk adalah program positive deviance.

Positive Deviance (PD) atau penyimpangan positive adalah sebuah

program baru di dalam dunia kesehatan, yang bertujuan untuk menangani kasus

gizi buruk atau gizi kurang bagi anak-anak Balita yang ada di seluruh

Indonesia. Disebut dengan penyimpangan positive karena anak-anak penderita

gizi buruk yang berada di satu lingkungan bisa mencontoh perilaku hidup sehat
101

anak-anak yang tidak menderita gizi buruk.Program PD ini lebih

mengembangkan konsep pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat secara

penuh untuk mengatasi masalah gizi buruk, sangat jauh berbeda dengan

program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) yang dikembangkan oleh

pemerintah. Program PMT sangat tidak efektif karena masyarakat tidak

dilibatkan secara penuh dalam program tersebut, bahkan cenderung membuat

masyarakat manja dan memiliki ketergantungan sangat tinggi terutama bagi

keluarga penderita gizi buruk. Di samping itu juga, program PMT sangat

mubazir dalam hal pembiayaan, karena semua keluarga penderita gizi buruk

selalu berharap untuk mendapat bantuan. Itu sebabnya program PD perlu

mendapat perhatian pemerintah (Depkes) untuk diadopsi dalam rangka

mengatasi gizi buruk di masyarakat.

Selain positive deviance ada beberapa program yang telah terdahulu

disosialisasikan kepada masyarakat dalam upaya kesehatan promotif dan

preventif terdapat program penyuluhan gizi melalui promosi kadarzi,

revitalisasi posyandu, pemberian supplementasi gizi dan pemberian MP-ASI

bagi balita gakin. Sedangkan dalam upaya kuratif dan rehabilitatif terdapat

program penemuan aktif dan rujukan kasus gizi buruk, perawtan balita gizi

buruk dan pendampingan balita gizi buruk pasca perawatan.

Dalam menunjang penanggulangan gizi buruk demi terwujudnya status

perkembangan motorik kasar anak yang optimal maka dierlukan peran berbagai

pihak termasuk didalamnya keluarga. Peran keluarga dalam kerangka kerja


102

pencegahan dan peanggulangan gizi buruk adalah mengikuti onseling gizi,

memberikan ASI ekslusif dan MP-ASI, memberikan gizi yang seimbang padda

anak, memberikan pola asuh yang baik, pemantauan pertumbuhan anak,

menggunakan garam beryodium, memanfaatkan pekarangan rumah sebagai

apotek dan pasar hidup, peningkatan daya beli keluarga dan menjadi keluara

siaga.

6.14. Hubungan Umur Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada

Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang

sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan

anak dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil. Pertumbuhan terjadi secara

simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan

merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang

dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem neuromuskuler, kemampuan

bicara, emosi dan sosialisasi. Semua fungsi tersebut berperan penting dalam

kehidupan manusia yang utuh. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan

perkembangan yang sesuai dengan usianya.

Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara

umur dan staus perkembangan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan

di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten.dengan p value 0,422.


103

Penelitian ini selaras dengan penelitian Vita dkk. yang menyebutkan

bahwa pada anak usia 12-18 bulan yang terdiri atas 22 anak (51%) laki-laki dan

21 anak (49%) perempuan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan yang bermakna (p >0.05) pada sebaran sampel menurut umur dan

jenis kelamin di kedua keluarga.

Penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Gunawan dkk

(2010) yang menyatakan bahwa hasil penelitian menggambarkan bahwa umur

balita dengan gangguan perkembangan anak sebanyak 31 anak. Dengan p value

0,009 ada hubungan antara umur dengan gangguan perkembangan anak.

Pada penelitiaan ini variabel umur tidak memiliki hubungan yang

signifikan dengan status perkembangan motorik kasar dikarenakan pada

pengukuran status perkembangan motorik kasar menggunakan indikator umur

sebagai parameter pengukurannya. Maka dari itu walaupun dalam teori

Soetjiningsih dan Hidayat dikatakan bahwa umur termasuk kedalam faktor

yang mempengaruhi motorik kasar, tapi berdasarkan hasil penelitian ini tidak

memiliki hubungan dengan status perkembangan motorik kasar.

6.15. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar

Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada

laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki

akan lebih cepat. Dalam hal ini jenis kelamin mempunyai peranan tersendiri
104

dalam tumbuh kembang anak, khususnya perkembangan motorik kasar. Dalam

tumbuh kembang anak selain umur, jenis kelamin merupakan faktor yang harus

diperhatikan sebagai salah satu indikasi dalam menentukan status

perkembangan motorik kasar anak.

Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara

jenis kelamin dengan status perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten.dengan p value 1,000

Hal ini selaras dengan penelitian Gunawan (2010) yang

menyebutkanHasil penelitian menggambarkan bahwa jenis kelamin laki dengan

gangguan perkembangan anak sebesar 5,9% dan jenis kelamin perempuan

dengan gangguan perkembangan anak sebesar 3,7%. Dengan p value 0,494

tidak ada hubungan antara Jenis kelamin dengan gangguan perkembangan

anak.

6.16. Hubungan Status Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Status Perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan

derajat kesehatan anak, karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak

saat ini (Hidayat, 2008). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih

tergolong tinggi. Angka kematian bayi di Indoesia tercatat 16,3 per 1000

kelahiran bayi pada tahun 2008, ini memang bukan gambaran yang indah
105

karena masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan Negara – negara di

bagian ASEAN.

Menurut data WHO tahun 2007 prevalensi bayi berat lahir rendah

(BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan

3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-

ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan

di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding

pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor

utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi

dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya

dimasa depan (Setyowati, 1996). Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi

antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi

di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %.

Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %.

Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program

perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.

Bayi dengan BBLR memiliki resiko kematian 35 kali lebih tinggi

dibandingkan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. BBLR juga

dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan

memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak.

Berdasarkan hasil penelitian riwayat BBLR mempengaruhi secara

signifikan perkembangan motorik kasar dengan nilai p 0,009 artinya ada


106

hubungan bermakna antara riwayat BBLR dengan perkembangan motorik kasar

anak pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.

Penelitian oleh Martika (2012) di Yogyakarta menunjukan bahwa adanya

hubungan antara berat bayi lahir rendah (BBLR) dengan perkembangan

motorik anak, anak dengan riwayat BBLR memiliki kecenderungan untuk

terjadinya keterlambatan perkembangan motorik halus 27,6 kali dan

perkembangan motorik kasar 8,18 kali lebih besar dibandingkan anak normal.

Berdasarkan hasil penelitian untuk mengoptimalkan status perkembangan

motorik kasar anak maka perlu diadakan penanganan serius terhadap kejadian

berat bayi lahir rendah (BBLR). Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah

kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain.

Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor

janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (IDAI, 2004).

1. Faktor ibu

a. Penyakit

Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain

b. Komplikasi pada kehamilan.

Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan

antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.

c. Usia Ibu dan paritas


107

Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan

oleh ibu-ibu dengan usia muda

d. Faktor kebiasaan ibu

Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu

alkohol dan ibu pengguna narkotika.

2. Faktor janin

Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan

kromosom.

3. Faktor lingkungan

Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi,

sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.

Dari berbagai faktor resiko diatas adapun langkah preventif yang dapat

dilakukan untuk menurunkan angka kejadian BBLR di Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang adalah dengan Meningkatkan

pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan

dan dimulai sejak umur kehamilan muda, Penyuluhan kesehatan tentang

pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, dan perencanaan

persalinan pada rentang umur reproduksi sehat.


108

6.17. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar

Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Setelah dilakukan uji chi-square pada variabel pengetahuan ibu dan

motorik kasar didapatkan sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang

dari 5 sebanyak 2 sel (33,3%), dengan dengan demikian harus dilakukan

penggabungan kategori-kategori yang berdekatan makna dalam rangka

memperbesar harapan dari sel-sel tersebut. Maka status gizi dirubah menjadi

dua kategorik yaitu, 0 = pengetaahuan ibu kurang dan 1 = pengetahuan ibu

baik.

Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten dengan p value 0,182.

Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Hotmaria (2010) hasil

penelitian Hotmaria menunjukan nilai p untuk hubungan pengetahuan ibu dan

motorik kasar anak sebesar 0,569 yang artinya tidak ada hubunngan bermakna

antara pengertahuan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak.

Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Havni Van Gobel (2012)

adanya hubungan bermakna antara pengetahuan dengan peran ibu dalam

perkembangan motorik kasar bayi usia 6-9 bulan di posyandu kelurahan libuo

tahun 2012.
109

Selaras dengan Havni, Titis Puspita Sari dkk. (2012) mengemukakan

berdasarkan uji korelasi Spearman Rank, menyimpulkan bahwa ada hubungan

antara pengetahuan ibu dan perkembangan motorik kasar anak usia 3 – 5 tahun

di PAUD Ngudi Rahayu, Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten

Semarang. Hubungan ini mempunyai arah yang positif artinya semakin baik

pengetahuan ibu maka semakin baik perkembangan motorik kasar anak usia 3 –

5 tahun.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau

kognisi merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (Notoatmojo, 2009). Jadi semakin baik pengetahuan seseorang

semakin baik dan benar tindakan yang diambil seseorang, dalam pembahasan

ini dapat diartikan semakin baik pengetahuan ibu, semakin baik pula tindakan

yang diberikan pada anak yang akan berkibat baiknya status perkembangan

motorik anak. Akan tetapi hasil penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan

antara keduanya. Sebagian besar profesi penduduk Desa Pari adalah bertani dan

pedagang bissa saja pengetahuan mereka tentang perkembangan motorik baik

namun mempunyai sangat sedikit waktu berkualitas dengan anak, sehingga

anak kurang mendapat perhatian.


110

6.18. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status Perkembangan Motorik

Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Berdasarkan hasil penelitian tidak adak hubungan yang signifikan antara

tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak pada anak

usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,159.

Hal ini selaras dengan hasil penelitian Darmawan dkk (2010) Pendidikan

ibu 63% lebih dari SMU, cukup baik untuk mendidik anak walaupun tidak ada

hubungan antara pendidikan ibu dengan gangguan perkembangan anak, p

0,188.

Namun hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Havni Van

Gobel (2012) terdapat 18 orang (77%) berpendidikan SD dan 5 orang (23%) ibu

sampel keluarga miskin yang tidak sekolah, sedangkan pada keluarga tidak

miskin sebagian besar ibu (80%) berpendidikan SMU dan lainnya

berpendidikan perorang tuaan tinggi akademi. Berdasarkan hasil uji stiatistik

temyata terdapat perbedaan yang bemlakna (p< 0.05) antara tingkat pendidikan

orangtua (ayah dan ibu) sampel di keluarga miskin dan tidak miskin.
111

6.19. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Status Perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan

berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan

kemauan yang dikembangkan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap

perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi

akan memudahkan sesorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan

mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari,

khususnya dalam hal kesehatan. Pendidikan formal membentuk nilai bagi

seseorang terutama dalam menerima hal baru.

Diharapkan dengan tingkat pendidikan ayah yang sebagian besar

berpendidikan tinggi hal ini akan berdampak baik bagi tumbuh kembang anak,

karena secara teoritis semakin tinggi pendidikan ayah maka semakin banyak

pula informasi yang didapatkan untuk meningkatkan tumbuh kembang anak.

Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara tingkat

pendidikan ayah dengan perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,063.

Berdasarkan hasil penelitian ini ternyata tingkat pendidikan ayah tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan tumbuh kembang anak, khususnya


112

perkembangan motorik kasar anak, diduga hal ini karena ayah jarang berperan

aktif secara langsung terhadap tumbuh kembang anak pada usia ini.

6.20. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Status Perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas

prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan

ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain. Pendapatan

pribadi, yaitu; semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu

kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu Negara. Pendapatan disposibel,

yaitu; pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para

penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang

dinamakan pendapatan disposibel. Pendapatan nasional, yaitu; nilai seluruh

barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu Negara dalam

satu tahun (Sukirno, 2006).

Upah minimum kabupaten/kota (UMK) pada tahun 2014 untuk

Kabupaten Pandeglang adalah sebesar Rp.1.418.000, menurut hasil penelitian

ini sebagian besar pendapatan keluarga anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari adalah berpenghasilan tinggi.

Berdasarkan hasil pnelitian adanya hubungan yang signifikan antara

status ekonomi keluarga dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia 6
113

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,000.

Hal ini bertolak belakang dengan hasil peniitian Darmawan dkk. (2010)

Hasil penelitian kami menggambarkan bahwa status ekonomi keluarga kurang

31,5% namun tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan gangguan

perkembangan anak, p 0,647.

Penghasilan keluarga yang baik akan mampu memenuhi kebutuhan

pangan secara baik dalam keluarga. Tercukupinya kebutuhan pangan dengan

baik dalam keluarga akan menjamin asupan makanan untuk anggota keluarga,

dengan terpenuhinya asupan makanan yang cukup diharapkan terpenuhinya

asupan gizi keluarga, khususnya asupan gizi anak. Asupan gizi yang baik akan

mendukung anak memiliki status gizi yang baik, status gizi yang baik akan

mengoptimalkan perkembangan motorik kasar anak. Jadi idealnya keluarga

dengan penghasilan yang baik akan memiliki anak dengan status perkembangan

motorik yang baik.

Jika kita mengacu kepada persentase pendapatan keluarga dan status

perkembangan motorik kasar di Desa Pari, sebagian besar pendaatan keluarga

anak usia 6 sampai 24 bulan memiliki pendapatan yang tinggi dan sebagian

besar status perkembangan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang memiliki status

perkembangan yang normal.


114

6.21. Hubungan Jumlah anak dalam Keluarga Dengan Status Perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara jumlah anak

dalam keluarga dan perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6 sampai

24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,591.

Hasil ini senada dengan hasil penelitian Darmawan dkk. (2010) yang

menyatakan bahwa hasil penelitian menggambarkan bahwa jumlah anak lebih

dari satu dengan gangguan perkembangan anak sebesar 8,4% dan jumlah anak

satu dengan gangguan perkembangan anak sebesar 1,2%. Dengan p value 0,188

tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan gangguan perkembangan anak.

Menurut hasil penelitian sebagian besar keluarga dengan anak usia 6

sampai 24 bulan memiliki anak lebih dari 2. Menurut Soetjiningsih (1995)

jumlah anak akan mempengaruhi pembagian perhatian dan kasih sayang orang

tua atau pengasuh pada anak. Semakin banyak anak semakin sedikit porsi

perhatian yang akan diterima oleh anak, hal ini akan lebih parah jika terjadi

pada keluarga dengan status ekonomi rendah, selain kekurangan perhatian dan

kasih sayang anak akan kekuarangan ketersediaan makanan. Hal ini akan

menyebabkan perkembangan motorik kasar anak terganggu. Jadi jika jumlah

anak dalam keluarga tidak dikendalikan maka penanggulangan gangguan

perkembangan motorik akan sulit.


115

6.22. Hubungan Stimulus Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada

Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang

Dalam mengembangkan berbagai kemampuan dasar anak TK peran orang

tua sangatlah penting. Dalam merencanakan kegiatan fisik atau motorik seorang

orang tua membutuhkan latar belakang yang kuat untuk memilih kegiatan fisik

atau motorik yang bermakna dan sesuai bagi anak didiknya. Orang tua juga

perlu menentukan tingkat keberhasilan yang sesuai dengan kemampuan

anaknya. Orang tua perlu mempelajarai tingkat kemampuan anak didiknya

sehingga dapat menentukan jenis kegiatan dan ukuran keberhasilan yang sesuai

dengan tahap perkembangan anak.

Orang tua mempunyai peran yang penting dalam pengembangan fisik

motorik anak yang dapat dilakukan melalui bermain. Disekolah, orang tualah

yang menentukan apa aktivitas fisik atau olahraga yang dapat dilakukan anak

sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Orang tua juga berperan

dalam menumbuhkan minat anak terhadap berbagai kegiatan motorikanak

seperti jenis olahraga, menggambar, melipat kertas dan lain – lain. Peran orang

tualah yang dapat mengarahkan dan menumbuhkan minat anak untuk mengikuti

semua kegiatan fisik motorik tersebut dengan tujuan agar gerakan motorik kasar

dapat dikembangkan dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara

stimulasi pada anak dan perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6
116

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,011

Penelitian ini senada dengan hasil penelitian Yeti Rokhyani (2008) yang

menyatakan Hasil penelitian ini menunjukkan baduta yang perkembangan

motorik kasarnya lambat pada periode tertentu sebanyak 34 anak (77,3 %).

Sedangkan jumlah baduta yang motorik kasarnya normal dari awal periode

perkembangan hanya 10 anak (22,7 %). Sebagian besar status gizi anak baduta

di Puskesmas Kampung Sawah baik, yaitu 90,9 %, hanya 9,1 % saja yang

kurang baik. Sedangkan untuk pola asuh juga cukup baik, yaitu 54,5 %, dan

kurang baik sebesar 45,5 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan perkembangan motorik

kasar.

Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian

Darmawan dkk. (2010) yang menyatakan hasil penelitian menggambarkan

bahwa stimulus baik dengan gangguan perkembangan anak sebesar 0,6% dan

stimulus buruk dengan gangguan perkembangan anak sebesar 9%. Dengan p

value 0,188 tidak ada hubungan antara Stimulus dengan gangguan

perkembangan anak.

Stimulasi dari orang tua merupakan pondasi awal untuk tumbuh kembang

anak. Waktu yang berkualitas dengan keluarga merupakan kunci penting

terpenuhinya stimulsi yang baik bagi anak. Desa Pari merupakan Desa dengan

mayoritas penduduk sebagai petani dan pedagang yang hampir sebagian besar
117

waktunya di habiskan di ladang dan pasar sehingga quality time dengan anak

amat sedikit, sehingga anak lebih sering diasuh oleh orang lain yang belum

tentu memahami pentingnya stimulasi anak sejak dini seperti orang tua atau

ibunya.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

7.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi status perkembangan motorik kasar

menurut teori dan dijadikan sebagai variabel penelitian adalah status

perkembangan motorik kasar anak yang dijadikan variabel penelitian

adalah status gizi, riwayat BBLR, umur, jenis kelamin, pengetahuan

ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, jumlah anak

dalam keluarga, status ekonomi keluarga dan stimulus. 18,1% anak

usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari mengalami

keterlambatan perkembangan motorik kasar.

7.1.2. 2,1% anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari memiliki

status gizi buruk, 4,3% gizi kurang dan 3,2% gizi lebih. 6,4% anak

usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari sebagian besar

memiliki riwayat BBLR. 51,1% bahwa anak usia 6 sampai 24 bulan di

Posyandu Desa Pari sebagian besar memiliki status berjenis kelamin

laki-laki. 45,7% anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari

sebagian besar pada rentangan umur 6 – 12 bulan

7.1.3. 25,5% anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari masih

kurang stimulasi dari para pengasuhnya. 59,6% orang tua anak usia 6

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari sebagian besar memiliki 3

anak atau lebih. 63,8% keluarga dengan anak usia 6 sampai 24 bulan

di Posyandu Desa Pari sebagian besar memiliki status ekonomi yang

118
119

tinggi. 56,4% ayah anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa

Pari sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. 64,9%

ibu anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan yang rendah. 61,7% ibu anak usia 6

sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari sebagian besar memiliki

pengetahuan yang tinggi terkait status perkembangan motorik kasar.

7.1.4. Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan

motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa

Pari adalah, status gizi, riwayat BBLR, status ekonomi keluarga dan

stimulus. Sedangkan yang tidak berhubungan umur, jenis kelamin,

pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, dan

jumlah anak dalam keluarga.

7.2. Saran

7.2.1. Untuk menangulangi permasalahan gizi buruk bisa menggunakan

program pemerintah memang telah disosialisasikan. Namun ada

beberapa upaya lain yang dapat dilakukan oleh masyarakat tentunya

dengan bimbingan pihak terkait, antara lain upaya penerapan positive

deviance pada anak dengan indikasi gizi buruk dan gizi kurang.

penerapan positive deviance merupakan upaya untuk merubah

kebiasaan anak dengan gizi buruk menjadi seperti kebiasaan anak

dengan gizi baik. Hal ini dinilai akan efektif mengingat interaksi

interpersonal di Desa Pari masih sangat kuat, dengan interaksi antar


120

warga yang masih terjalin baik ini proses perubahan prilaku dan

kebiasaan ini dinilai akan lebih cepat.

Selain itu Desa Pari merupakan desa dengan tanah yang subur dan

dengan pengairan yang baik, berbagai macam tumbuhan pangan dapat

tumbuh subur disana, hal ini dapat dimanfaatkan dengan

memperkenalkan tumbuhan kaya gizi kepada penduduk pari untuk

dibudidaya maupun dikonsumsi demi menunjang kebutuhan asupan

gizi.

7.2.2. Untuk memperbaiki perkembangan motorik kasar anak di Posyandu

Desa maka terlebih dahulu harus memperbaiki angka kejadian BBLR

di desa Pari. Langkah awal untuk memperbaiki angka kejadiaan

BBLR yaitu dengan melakukan deteksi dini terhadap ibu hamil,

deteksi dini terhadap ibu hamil dapat dilakukan pada saat pemeriksaan

di Posyandu, permasalahannya mayoritas mata pencarian penduduk

Desa Pari merupakan petani dan pedagang yang aktifitasnya sebagian

besar dimulai pada pagi hari yang mana juga biasanya bertepatan

dengan diselenggarakannya jadwal Posyandu, Jadi untuk

mendapatkan hasil yang maksimal pada deteksi dini BBLR pada ibu

hamil sebaiknya waktu penyelenggaraan Posyandu diperpanjang

sampai sore atau disesuaikan dengan waktu istirahat warga biasanya

menjelang tengah hari.

7.2.3. Untuk meningkatkan pemberian stimulasi yang baik pada baduta di

Desa Pari bisa dengan pembekalan pengetahuan terkait perkembangan


121

motorik kasar, persoalannya hasil penelitian ini menunjukan bahwa

pengetahuan ibu terkait perkembangan motorik kasar anak sudah baik,

lantas kenapa masih terdapat 25,5% anak yang masih mendapatkan

stimulasi yang kurang dari pengasuhnya, hal ini bisa terjadi

dikarenakan pengetahuan hanya sekedar pengetahuan semata yang

tidak di implementasikan kedalam tindakan oleh ibu anak, jadi

tingginya pengetahuan ibu tidak menjamin baiknya stimulasi yang ibu

berikan pada anak, atau kecenderungan pengasuhan yang ada di Desa

Pari, untuk ibu yang bekerja biasanya anak diasuh oleh nenek atau

kakak anak tersebut yang mana seringkali sang kakak belum mengerti

bagaimana memberikan pengasuhan yang baik. Jadi untuk dapat

meningkatkan pemberian stimulasi yang baik pada anak hal yang

dapat dilakukan adalah pada saat penyuluhan tidak hanya ibu yang

diwajibkan hadir tapi semua pihak yang berpotensi menjadi pengasuh

anak diwajibkan untuk hadir kemudian pembekalan pelatihan

pemberian stimulus pada anak dimulai dari saat ibu hamil yang

kemudian saat ibu mempunyai anak, pemberian stimulasi pada anak

oleh ibu di kontrol dan diberikan penilaian, hasil penilaian dievaluasi

dan diberikan saran tindakan pada saat Posyandu, hal ini dapat

dilakukan dengan menggunakan indikator yang ada pada KKA atau

Buku KIA. Untuk penilain hasil stimulasi pada nak dapat dilakukan

melalui perlombaan ketangkasan anak.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim. Al-hikmah, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: C.V.


Penerbit Diponegoro.

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka
Utama.

Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.
Depok: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM UI.

Amin dkk, 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Azwar, 2002. Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Azhari. 2001. Hubungan antara Faktor Internal dan Eksternal dengan Prestasi
Belajar Siswa di SPK Depkes Lubuk Linggau Tahun 2001. Tesis.
Depok: FISIP UI

Bambang Sujiono 2007, Merawat Bayi Tanpa Baby Sitter, Yogyakarta: Media
Pressindo.

Beck, M.E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet. Jakarta : Yayasan Essential Medika

Depkes RI, 2005 Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat.

Depkes RI, 2000. Buku Panduan Pengelolaan Perbaikan Gizi Kabupaten/Kota,


Depkes RI, Jakarta.

Depkes RI, 2004. Analisa Status Gizi dan Kesehaan Masyarakat, Depkes RI,
Jakarta.

Depkes RI, 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan. Kemenkes RI.

Depkes RI, 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Pandeglang 2011, Seksi gizi dan
lansia. Pandeglang

Desmita, 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2011. Keputusan
Mentri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Standar Baku
Antopometri Penilaian Gizi Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan
RI.

122
123

Hurlock, E. 1978. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Hidayat, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, Jakarta: Salemba Medika.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2004. Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam :
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta.

Khumaidi, M. 1994. Gizi Masyarakat. Jakarta: BPK Gunung Mulya.

Lanford at all, 2009. Essentials of Human Nutrition, Volume 6, Shree Publishers


& Distributors.

Lindawati, 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perkembangan


Motorik Anak Usia Pra Sekolah. Jurnal. Jakarta: Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta I.

Laksmi dan Handayani, 2008. Matahari Olahraga Indonesia. Jakarta: P.T.


Kompas Media Nusantara.

Meadow dan Newell. 2005. Lecture Notes: Pediatrika, Jakarta: PT. Airlangga,.

Marwati, Eka. 2010. Hubungan Kebiasaan Makan, Konsumsi Makanan dan


Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Kurang Siswa Kelas IV, V
dan VI di SDN Wargasetra 2 Kecamatan Tegal Waru Karawang
Jawa Barat Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah

Notoatmodjo, Sukijo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.


Jakarta: Rineka Cipta.

Rokhani, Yeti. 2008. Hubungan status gizi dan pola asuh terhadap
perkembangan motorik kasar anak usia 3-18 bulan di Puskesmas
Kampung Sawah Tahun 2008. Skripsi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sadono, Sukirno, 2006. Ekonomi Pembangunan Proses masalah dan Dasar


Kebijakan, cetakan ketiga, Penerbit. Kencana, Jakarta.

Sembiring, N. 2004. Posyandu Sebagai Saran Peran Serta Masyarakat dalam


Usaha Peningkatan Kesehatan Masyarakat, Medan: Bagian
Kependudukan dan Biostatistik, FKM-USU.

Setyowati T. 1996. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat


Badan Rendah (Analisa data SDKI 1994). Badan Litbang
124

Kesehatan, http://www.digilib.litbang.depkes.go.id. Diunggah


pada Desember 2003 dan diakses tanggal 2 Desember 2007.

Soetjiningsih. 1995.Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta

Supariasa et all, 2001. Penilaian Status gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sylvia, N.I.I. 2010. Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar
Anak Usia 2-5 Tahun di Posyandu Desa Bentarsari, Kecamatan
Salem, Kabupaten Berebes. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Kedokteran, UMS, Surakarta.

Sunardi dan Sunaryo, 2007 Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Depdiknas.

Suyatno, 2009. Survei Konsumsi Sebagai Indikator Status Gizi. Yogyakarta:


Universitas Diponegoro. http://undip.ac.id. Diakses pada tanggal
14 March 2013

Sukamti, Endang Rini. 2007. Diktat Perkembangan Motorik. Yogyakarta:


Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Negri Yogyakarta.

Tarmudji, 2001. Pola asuh orang tua itu. http://www.depdiknas.go.id. Tesis.


Diakses pada tanggal 14 Maret 2013

Ulya, Maslachatul. 2012. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Motorik


Kasar Anak Usia 3-4 Tahun di posyandu Mukti Asih Genuksari.
Skripsi.

Potter dan Perry, 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik
edisi 4. Jakarta: EGC.

Persagi 2009, Kamus Gizi. Jakarta: P.T. Kompas Media Nusantara.

BKKBN. 2013. KKA: Kartu Pintar Untuk Pemantauan Perkembangan Anak


Balita. http://www.bkkbn.go.id. Diunggah pada tanggal 13
januari 2013 dan diunduh pada tanggal 25 Maret 2013.

World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards


promoting optimal fetal growth.
http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal. Diunggah
January 2007, diakses pada tanggal 10 Juli 2014.
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN HUBUNGAN STATUS GIZI
DENGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 1-2 TAHUN DI POSYANDU DESA PARI TAHUN 2014

Oleh : Mohammad Yogie Sutrisno

Saya adalah mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan status gizi
dengan gerak motorik kasar anak usia 1-2 tahun.

Saya mengharapkan kesediaan saudara untuk memberikan jawaban atau tanggapan sesuai dengan
pendapat saudara sendiri. Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas saudara. Informasi yang saudara
berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu kesehatan masyarakat dan tidak akan dipergunakan
untuk maksud-maksud lain. Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga saudara bebas
untuk menerima atau menolak menjadi peserta penelitian ini. Jika saudara bersedia menjadi responden penelitian
ini, maka silahkan saudara menandatangani formulir ini.

Tanggal :
Pewawancara :
No Responden :
Alamat :
Tanda Tangan :

125
126

Tanggal :
No Responden :

I. Kuisioner Demografi
Petunjuk pengisian: isilah data di bawah ini dengan lengkap. Berilah tanda cek (√) pada tanda kurung
yang tersedia sesuai dengan situasi dan kondisi anda saat ini.
A. Ibu
1. No Responden : A1
2. Nama Responden : A2
3. Pendidikan Ibu : ( ) SD A3
( ) SMA
( ) SMP
( ) Sarjana
4. Pendidikan Ayah : ( ) SD A4
( ) SMA
( ) SMP
( ) Sarjana
5. Penghasilan : ( ) < Rp.1.000.000 A5
keluarga/Bulan ( ) Rp.1.000.000 – Rp.2.000.000
( ) > Rp.2.000.000
6. Jumlah Anak di : A6
Keluarga __ __ Anak

B. Anak
1 Jenis Kelamin ( ) Laki-laki B1
( ) Perempuan
2 Usia anak __ __ Bulan B2
3 Berat Badan __ __ Kg B3
4 Berat Bayi Lahir __ __ __ __ gram B4
127

II. Kuisioner Pengetahuan Ibu


Petunjuk pengisian : Berilah tanda cek (√) pada kolom jawaban yang tersedia sesuai dengan anda ketahui,
dimana B = Benar dan S = Salah.
No Pertanyaan B S
1 Perkembangan anak akan baik jika anak dilatih bergerak. C1
2 Pemberian latihan gerakan pada anak dimulai sejak bayi. C2
3 Latihan gerakan diberikan secara rutin kepada anak dalam C3
kehidupan sehari-hari.
4 Latihan gerakan diberikan kepada anak dalam bentuk yang C4
beragam.
5 Jika anak tidak dilatih bergerak maka perkembangan C5
gerakan anak akan lambat.
6 Anak harus dilatih untuk berlari saat anak sudah mampu C6
berjalan.
7 Anak dapat dilatih untuk melompat saat anak baru saja C7
mampu berjalan.
8 Anak dapat dilatih untuk menangkap benda saat anak belum C8
mampu berjalan.
9 Anak dapat dilatih melompat jika anak sudah mampu C9
berlari.
10 Anak dapat dilatih untuk melempar benda jika anak sudah C10
mampu berjalan.
11 Bermain merupakan salah satu bentuk latihan gerakan yang C11
dapat meningkatkan kemampuan anak dalam bergerak.
12 Bermain pada anak harus menggunakan ruangan khusus. C12
13 Alat permainan yang digunakan disesuaikan dengan usia C13
anak.
14 Alat permainan yang digunakan adalah benda yang hanya C14
dijual di toko alat permainan saja.
15 Benda sederhana atau benda yang mudah digunakan sudah C15
dapat dijadikan sebagai alat permainan.
Kuisioner Stimulus
Bacalah setiap pernyataan di bawah ini dengan seksama dan isilah pernyataan- pernyataan tesebut dengan
tanda silang (√) sesuai dengan diri saudara yang sebenarnya. Kerjakan dengan teliti, jangan ada nomor yang
terlewatkan. Alternatif pilihan jawaban sebagai berikut:
B : jika pernyataan tersebut benar menurut diri anda
S : jika pernyataan tersebut salah menurut diri anda
No Pernyataan B S
RESPONSIVITY
1 Orangtua mengizinkan anak berhubungan dengan permainan D1
yang ‘berantakan’
2 Orangtua spontan melakukan percakapan kepada anak D2
sekurangnya dua kali
3 Orangtua memberikan respon secara lisan pada ucapan anak D3
atau celotehan anak
4 Orangtua memberitahukan/mengatakan nama objek atau D4
individu selama masa kunjungan
128

5 Saat berbicara, ucapan orangtua terdengar bersuara, jelas dan D5


jernih
6 Orangtua memulai melakukan percakapan bergantian dengan D6
pemeriksa
7 Orangtua melakukan percakapan dengan bebas dan mudah D7
8 Orangtua dengan spontan memberikan pujian kepada anak D8
sekurangnya dua kali
9 Saat menyiapkan sesuatu, suara orangtua memberikan D9
perasaan positif terhadap anak
10 Orangtua terlihat memberikan usapan, pelukan atau ciuman D10
kepada anak sekurangnya satu kali
11 Orangtua memberikan respon positif dalam memberikan D11
pujian kepada anak ketika pemeriksa memuji anak
ACCEPTENCE
12 Tidak lebih diberikan satu kali hukuman fisik kepada anak D12
pada minggu sebelumnya
13 Keluarga mempunyai hewan peliharaan D13
14 Orangtua tidak berteriak kepada anak D14
15 Orangtua tidak secara langsung D15
mengekspresikan/memperlihatkan permusuhan atau
kejengkelan kepada anak
16 Orangtua tidak terlihat menampar ataupun memukul D16
anak pada saat masa kunjungan
17 Orangtua tidak memarahi, mencaci-maki, mengatai D17
ataupun mengkritik anak pada saat masa kunjungan
18 Orangtua tidak terlihat mengintervensi, mencampuri D18
kegiatan anak atau melarang anak melakukan sesuatu
sebanyak tiga kali selama masa berkunjung
19 Orangtua tidak terlihat mengintervensi, mencampuri D19
kegiatan anak atau melarang anak melakukan sesuatu
sebanyak tiga kali selama masa berkunjung
ORGANIZATION
20 Pengasuhan anak bersifat regular dan konsisten (tidak D20
harus orangtua)
21 Anak dibawa ke pasar/supermarket sekurangnya D21
seminggu sekali
22 Orangtua menyediakan permainan supaya anak bermain D22
selama masa kunjungan
23 Anak dibawa keluar rumah sekurangnya empat kali D23
dalam seminggu
24 Anak mempunyai tempat yang istimewa untuk menaruh D24
mainan dan hartanya
129

25 Lingkungan bermain anak terlihat aman D25


LEARNING MATERIALS
26 Tersedianya perlengkapan atau permainan yang D26
berhubungan aktivitas otot atau motorik
27 Tersedianya permainan yang dapat ditarik atau didorong D27
oleh anak
28 Tersedianya sepeda roda tiga, mobilan kecil yang bisa D28
digerakkan, skuter, stoller atau walker
29 Tersedianya permainan yang berhubungan dengan D29
bermain peran dan permainan yang menyenangkan
untuk disayangi/diemong
30 Tersedianya fasilitas belajar tempat bermain anak-anak, D30
seperti kursi dan meja, kursi tinggi
31 Jenis permainan yang membutuhkan kemampuan D31
koordinasi mata-tangan yang sederhana
32 Jenis permainan yang membutuhkan kemampuan D32
koordinasi mata tangan yang kompleks
33 Alat permainan meliputi buku, kaset, CD, dan alat D33
musik
34 Orangtua menyediakan permainan supaya anak bermain D34
selama masa kunjungan
INVOLVMENT
35 Orangtua berbicara dengan anak sementara itu orangtua D35
melakukan pekerjaan rumah
36 Orangtua secara sadar mendorong/membesarkan hati D36
anak melakukan hal-hal yang baru dan mandiri
37 Orangtua memberikan permainan baru yang belum D37
dikuasai anak dan mendampingi anak memberikan
perhatian khusus
38 Orangtua memberikan arahan mengenai yang akan D38
dilakukan anak
39 Orangtua menyediakan permainan yang menantang D39
anak untuk mengembangkan kemampuan yang baru
40 Orangtua menjaga anaknya tetap dalam jangkauan D40
visual, sering melakukan pengamatan kepada anak
VARIETY
41 Ayah membantu dalam kebutuhan anak sehari-hari D41
42 Orangtua membacakan cerita kepada anak sekurangnya D42
tiga kali seminggu
130

43 Anak sekurangnya sekali sehari makan bersama ibu dan D43


ayah
44 Keluarga melakukan kunjungan atau menerima kunjungan D44
saudara sebulan sekali atau lebih
45 Anak mempunyai tiga atau lebih buku yang menjadi D45
kepunyaannya
III. Kuisioner Motorik Kasar Anak Usia 1-2 tahun
Petunjuk pengisian : Berilah tanda cek (√) pada kolom jawaban yang tersedia sesuai dengan situasi dan
kondisi yang anak anda alami, dimana M: Mampu, TM: Tidak Mampu.
No Pertanyaan M TM
Usia 12 Bulan
1 a. Berjalan mengelilingi perabotan dengan melangkah di sisi- E1
sisi perabotan
2 b. Merangkak dengan keempat tungkai; berjalan dengan E2
tangan dituntun
3 Jari telunjuk mendekati objek kecil kemudian E3
mengambilnya dengan genggaman menjepit
4 Menjatuhkan mainan dengan sengaja kemudian E4
mengamatinya
5 Mengoceh tanpa terputus beberapa kata E5
6 c. Memahami beberapa perintah sederhana E6
Bekerjasama saat berpakaian, misalnya berpegangan pada
lengan
7 Melambaikan tangan E7
Usia 18 bulan
1 Berjalan sendiri dan mengambil sebuah mainan dari lantai E8
tanpa terjatuh
2 Membangun menara dengan tiga kubus E9
3 Menulis tak beraturan E10
4 Menggunakan banyak kata, menyebutkan nama beberapa E11
orang
5 Sesekali menggunakan dua kata bersambung E12
6 Minum dari gelas dengan dua tangan E13
7 Menuntut perhatian terus menerus E14
Usia 24 bulan
1 Berlari E15
2 Naik turun tangga dengan dua kaki tiap anak tangga E16
3 Membangun menara dengan enam kubus E17
4 Menyambung beberapa kata menjadi frase sederhana untuk E18
menyatakan sebuah ide
5 Menggunakan sendok E19
6 Menyatakan kebutuhan toilet, mengompol di siang hari E20
berkurang
HASIL ANALISIS SPSS

A. HASIL ANALISIS SPSS UNIVARIAT

statMK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid terlambat 17 18.1 18.1 18.1

normal 77 81.9 81.9 100.0

Total 94 100.0 100.0

statBBU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid gizi buruk 2 2.1 2.1 2.1

gizi kurang 4 4.3 4.3 6.4

normal 85 90.4 90.4 96.8

gemuk 3 3.2 3.2 100.0

Total 94 100.0 100.0

statBBLR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid BBLR 6 6.4 6.4 6.4

normal 88 93.6 93.6 100.0

Total 94 100.0 100.0

JK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 48 51.1 51.1 51.1

perempuan 46 48.9 48.9 100.0

Total 94 100.0 100.0

131
132

kelUMUR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 6-12 43 45.7 45.7 45.7

13-18 29 30.9 30.9 76.6

19-24 22 23.4 23.4 100.0

Total 94 100.0 100.0

statPIBU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid rendah 4 4.3 4.3 4.3

sedang 32 34.0 34.0 38.3

tinggi 58 61.7 61.7 100.0

Total 94 100.0 100.0

penIBU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid rendah 61 64.9 64.9 64.9

tinggi 33 35.1 35.1 100.0

Total 94 100.0 100.0

penAYAH

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid rendah 41 43.6 43.6 43.6

tinggi 53 56.4 56.4 100.0

Total 94 100.0 100.0

pengKEL

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid rendah 34 36.2 36.2 36.2

tinggi 60 63.8 63.8 100.0

Total 94 100.0 100.0


133

jumaKEL

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid cukup 38 40.4 40.4 40.4

banyak 56 59.6 59.6 100.0

Total 94 100.0 100.0

statstim

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang 24 25.5 25.5 25.5

cukup 70 74.5 74.5 100.0

Total 94 100.0 100.0


134

B. HASIL ANALISIS SPSS BIVARIAT

stBBU * statMK Crosstabulation

statMK

terlambat normal Total

stBBU status gizi bermasalah Count 5 4 9

% within stBBU 55.6% 44.4% 100.0%

status gizi baik Count 12 73 85

% within stBBU 14.1% 85.9% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within stBBU 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 9.433 1 .002
b
Continuity Correction 6.843 1 .009

Likelihood Ratio 7.293 1 .007

Fisher's Exact Test .009 .009

Linear-by-Linear Association 9.333 1 .002


b
N of Valid Cases 94

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.63.

b. Computed only for a 2x2 table

statBBLR * statMK Crosstabulation

statMK

terlambat normal Total

statBBLR BBLR Count 4 2 6

% within statBBLR 66.7% 33.3% 100.0%

normal Count 13 75 88

% within statBBLR 14.8% 85.2% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within statBBLR 18.1% 81.9% 100.0%


135

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 10.211 1 .001
b
Continuity Correction 7.008 1 .008

Likelihood Ratio 7.527 1 .006

Fisher's Exact Test .009 .009

Linear-by-Linear Association 10.102 1 .001


b
N of Valid Cases 94

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.09.

b. Computed only for a 2x2 table

JK * statMK Crosstabulation

statMK

terlambat normal Total

JK laki-laki Count 9 39 48

% within JK 18.8% 81.2% 100.0%

perempuan Count 8 38 46

% within JK 17.4% 82.6% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within JK 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .029 1 .864
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .029 1 .864

Fisher's Exact Test 1.000 .539

Linear-by-Linear Association .029 1 .865


b
N of Valid Cases 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.32.

b. Computed only for a 2x2 table


136

kelUMUR * statMK Crosstabulation

statMK

terlambat normal Total

kelUMUR 6-12 Count 9 34 43

% within kelUMUR 20.9% 79.1% 100.0%

13-18 Count 3 26 29

% within kelUMUR 10.3% 89.7% 100.0%

19-24 Count 5 17 22

% within kelUMUR 22.7% 77.3% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within kelUMUR 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 1.728 2 .422

Likelihood Ratio 1.871 2 .392

Linear-by-Linear Association .005 1 .946

N of Valid Cases 94

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 3.98.

stPIBU * statMK Crosstabulation

statMK

terlambat normal Total

stPIBU kurang Count 9 27 36

% within stPIBU 25.0% 75.0% 100.0%

baik Count 8 50 58

% within stPIBU 13.8% 86.2% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within stPIBU 18.1% 81.9% 100.0%


137

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.883 1 .170
b
Continuity Correction 1.203 1 .273

Likelihood Ratio 1.838 1 .175

Fisher's Exact Test .182 .137

Linear-by-Linear Association 1.863 1 .172


b
N of Valid Cases 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.51.

b. Computed only for a 2x2 table

penIBU * statMK Crosstabulation

statMK

terlambat normal Total

penIBU rendah Count 14 47 61

% within penIBU 23.0% 77.0% 100.0%

tinggi Count 3 30 33

% within penIBU 9.1% 90.9% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within penIBU 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.777 1 .096
b
Continuity Correction 1.920 1 .166

Likelihood Ratio 3.039 1 .081

Fisher's Exact Test .159 .079

Linear-by-Linear Association 2.747 1 .097


b
N of Valid Cases 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.97.

b. Computed only for a 2x2 table


138

penAYAH * statMK Crosstabulation

statMK

terlambat normal Total

penAYAH rendah Count 11 30 41

% within penAYAH 26.8% 73.2% 100.0%

tinggi Count 6 47 53

% within penAYAH 11.3% 88.7% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within penAYAH 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3.753 1 .053
b
Continuity Correction 2.779 1 .095

Likelihood Ratio 3.741 1 .053

Fisher's Exact Test .063 .048

Linear-by-Linear Association 3.713 1 .054


b
N of Valid Cases 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.41.

b. Computed only for a 2x2 table

pengKEL * statMK Crosstabulation

statMK

terlambat normal Total

pengKEL rendah Count 13 21 34

% within pengKEL 38.2% 61.8% 100.0%

tinggi Count 4 56 60

% within pengKEL 6.7% 93.3% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within pengKEL 18.1% 81.9% 100.0%


139

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 14.599 1 .000
b
Continuity Correction 12.546 1 .000

Likelihood Ratio 14.239 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 14.444 1 .000


b
N of Valid Cases 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.15.

b. Computed only for a 2x2 table

jumaKEL * statMK Crosstabulation

statMK

terlambat normal Total

jumaKEL cukup Count 8 30 38

% within jumaKEL 21.1% 78.9% 100.0%

banyak Count 9 47 56

% within jumaKEL 16.1% 83.9% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within jumaKEL 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .379 1 .538
b
Continuity Correction .117 1 .732

Likelihood Ratio .375 1 .540

Fisher's Exact Test .591 .363

Linear-by-Linear Association .375 1 .540


b
N of Valid Cases 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.87.

b. Computed only for a 2x2 table


140

statstim * statMK Crosstabulation

statMK

terlambat normal Total

statstim kurang Count 9 15 24

% within statstim 37.5% 62.5% 100.0%

cukup Count 8 62 70

% within statstim 11.4% 88.6% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within statstim 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.200 1 .004
b
Continuity Correction 6.535 1 .011

Likelihood Ratio 7.355 1 .007

Fisher's Exact Test .011 .007

Linear-by-Linear Association 8.113 1 .004


b
N of Valid Cases 94

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.34.

b. Computed only for a 2x2 table

You might also like