You are on page 1of 59

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan salah masalah kesehatan masyarakat

yang utama dan merupakan penyebab kematian nomor tiga

setelah panyakit jantung dan kanker di beberapa negara

(Sutrino, 2007). Bahkan di Eropa, stroke sudah menempati

penyebab kematian nomor dua, yang menyebabkan 1,1 juta

kematian setiap tahunnya (Stroke Statistics, 2013). Setiap

tahunnya ada sekitar 795.000 orang yang terkena stroke, dan

kurang lebih 610.000 merupakan kasus baru, dan 185.000

merupakan kejadian stroke berulang. Di Amerika Serikat,

stroke menyebabkan 1 dari 19 kematian, setiap 40 detik

terdapat 1 orang yang terjangkit stroke dan setiap 4 menit

ada 1 orang yang meninggal akibat stroke (Go et al., 2014).

Menurut Stroke statistics (2013), sekitar lima belas juta

orang di seluruh dunia menderita stroke setiap tahunnya dan

1 dari 6 orang di dunia akan mengalami stroke di sepanjang

hidupnya. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan

bahwa 63 per 100.000 penduduk Indonesia di atas 65 tahun

ditaksir stroke. Stroke juga merupakan penyakit hunian rumah

sakit terbanyak setelah penyakit gangguan mental (Sutrino,

2007).

1
2

Di Indonesia pasien stroke 28,5% meninggal, sisanya

lumpuh dan hanya 15% yang sembuh total (Sutrino, 2007). Hal

ini akan memberikan dampak yang besar bagi keluarga pasien.

Selain biaya yang besar untuk perawatan dan rehabilitasi,

pasien stroke sudah tidak bisa lagi menafkahi keluarganya.

Sehingga pemasukan keluarga akan semakin menurun sedangkan

pengeluarannya akan semakin banyak. Pengeluaran untuk

seorang pasien stroke ditaksir sekitar 36,5 milyar dolar

Amerika atau sekitar 365 triliun rupiah (Go et al., 2014).

Lebih dari setengah pasien stroke akhirnya bergantung pada

orang lain untuk aktivitas sehari-harinya (Stroke

Statistics, 2013).

Mengetahui faktor risiko stroke merupakan keharusan

agar dapat dilakukan deteksi dini serta modifikasi faktor

risiko untuk mengurangi dampak stroke. Sekitar 20.000 pasien

stroke di Inggris dapat dicegah dengan pengendalian tekanan

darah tinggi dan detak jantung ireguler, penghentian merokok

dan penggunaan statin (Stroke Statistics, 2013).

Selain faktor risiko stroke seperti hipertensi dan

usia, beberapa literatur juga yang menyebutkan bahwa

kontrasepsi hormonal juga mempengaruhi kejadian stroke

(Donaghy, 2001). Perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral

mempunyai risiko lebih tinggi daripada yang tidak


3

menggunakannya. Penggunaan kontrasepsi oral dapat

menyebabkan hiperkoagulabilitas darah yang distimulasi oleh

estrogen sehingga akan berakibat menjadi emboli. Hal ini

sudah terbukti bahwa semakin tinggi kadar estrogen maka

semakin berisiko terkena stroke iskemik (Bier, 2011).

Sehingga muncullah kontrasepsi oral generasi terbaru dengan

dosis estrogen yang lebih rendah dan berbagai variasi

progestin. Estrogen dosis rendah ini terbukti tidak

meningkatkan risiko stroke (Go et al., 2014). Bahkan

progestin generasi terbaru dapat menurunkan tekanan darah

(Shuflet & Merz, 2009). Namun, penelitian lain menyebutkan

bahwa estrogen dosis rendah (<50 µg) masih dapat

meningkatkan risiko stroke. Pada penelitian ini juga

disebutkan dengan variasi tipe progestin generasi terbaru

hanya ada sedikit perbedaan risiko terjadinya stroke

(Lidegaard, 2012).

Kontrasepsi oral telah digunakan oleh 100 juta

perempuan di seluruh dunia (Doma, 2013). Bahkan di Amerika

Serikat sekitar 11,6 juta atau 19% perempuan menggunakan

kontrasepsi oral (Shuflet & Merz, 2009). Di Indonesia

sendiri pengguna kontrasepsi telah mencapai angka 62,8% pada

tahun 2012, dan data terbaru per Oktober 2013 pengguna KB

baru sebesar 46,17% memilih suntik dan 27,06% memilih pil


4

(BKKBN, 2013). Pil KB yang digunakan oleh perempuan

Indonesia sebagian besar (77,1%) merupakan jenis pil

kombinasi (combined oral contraception) dengan estrogen

sebagai komponen utamanya (Nuryasini, 2001). Hal ini

sangatlah meresahkan bagi kaum perempuan yang bertujuan

untuk mencegah kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi

hormonal namun mendapat efek samping berupa stroke.

Penelitian yang telah dilakukan masih menuai kontroversial

akan risiko stroke pada pengguna kontrasepsi oral generasi

terbaru dan juga penelitian ini dilakukan bukan di

Indonesia, melainkan sebagian besar di negara barat yang

pastinya subjek penelitian mempunyai perbedaan dalam hal

ras, etnis, kebudayaan dan faktor risiko lain. Oleh karena

itu, penting untuk mengetahui pengaruh kontrasepsi hormonal

yang digunakan perempuan dengan kejadian stroke di

Indonesia, guna menentukan tindakan pencegahan sedini

mungkin sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas

stroke.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang, dapat dijabarkan beberapa

permasalahan yaitu :

1) Stroke merupakan salah satu penyakit paling berbahaya di

dunia dengan burden yang tinggi.


5

2) Di Indonesia, banyak perempuan yang menggunakan

kontrasepsi hormonal yang diketahui sebagai salah satu

faktor resiko stroke.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan

penelitian yang diajukan adalah bagaimana pengaruh

kontrasepsi hormonal terhadap kejadian stroke?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum:

- Mengetahui pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap

kejadian stroke.

2. Tujuan khusus:

(1) Mengetahui perbedaan lama pemakaian kontrasepsi hormonal

terhadap kejadian stroke.

(2) Mengetahui perbedaan jenis kontrasepsi hormonal terhadap

kejadian stroke.

E. Manfaat Penelitian

(1) Bagi Ilmu Pengetahuan dapat menambah pengetahuan

mengenai kontrasepsi hormonal dan stroke serta dapat

memberikan sumbangsih dalam pengembangan penelitian

mengenai hal tersebut yang lebih kompleks di masa

mendatang.
6

(2) Bagi masyarakat dapat digunakan sebagai acuan dalam

tindakan preventif, agar mengurangi kejadian stroke.

(3) Bagi peneliti dapat memberikan informasi mengenai

promotif dan preventif terkait stroke.

F. Keaslian Penelitan

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah

mengenai pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap kejadian

stroke di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Sejauh yang penulis

ketahui, penelitian serupa belum pernah dilakukan.

Penelitian lain yang serupa antara lain adalah;Sasitorn

Siritho, Amanda G. Thrift, John J. McNeil, Roger X. You,

Stephen M. Davis, Geoffrey A. Donnan, (2003) dengan judul

“Risk of Ischemic Stroke Among Users of the Oral

Contraceptive Pill The Melbourne Risk Factor Study (MERFS)

Group”. Studi ini dilakukan pada orang Australia dengan rasa

berbeda dengan orang-orang Indonesia dan studi ini hanya

dilakukan pada perempuan usia 15-55 tahun.


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Stroke

1. Definisi Stroke

Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi

secara mendadak dengan tanda klinis baik fokal maupun

global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat

menimbulkan kematian yang disebabkan oleh karena

gangguan peredaran darah otak (Donaghy, 2001).

Stroke ringan juga disebut dengan TIA (transient

ischemic attack), gejalanya sama seperti serangan stroke

pada umumnya namun hanya berlangsung selama kurang dari

24 jam untuk kemudian mereda tanpa meninggalkan dampak

yang nyata. Stroke ringan terjadi karena pasokan darah

ke salah satu bagian otak terhenti sementara untuk

kemudian berlangsung normal kembali. Selain TIA bentuk

stroke ringan lain yaitu RIND (reversible ischemic

neurological deficit), gejalanya berlangsung sampai 7

hari dan hanya ada defisit neurologis minor (Mumenthaler

et al., 2006).

2. Gejala Stroke

Gejala stroke antara lain mati rasa yang mendadak

di wajah, lengan atau kaki, dan terutama terasa di salah

7
8

satu sisi saja, mendadak bingung, atau sulit bicara,

atau sulit mengerti. Gangguan penglihatan yang

mendadak, kehilangan keseimbangan atau koordinasi atau

kesulitan yang biasanya diikuti rasa pusing serta sakit

kepala yang mendadak tanpa sebab yang jelas (Vitahealth,

2003).

3. Klasifikasi Stroke

Secara garis besar stroke diklasifikasikan menjadi

dua, yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan.

1) Stroke iskemik

Sekitar 80–85% kasus stroke terjadi karena stroke

iskemik. Iskemia menyebabkan hipoperfusi kritis pada

area di otak. Dilihat dari durasinya, hipoperfusi dapat

mengakibatkan defisit neurologis baik sementara (TIA,

RIND) atau permanen (stroke, infark). Penyebab tersering

iskemik yaitu adanya sumbatan pada aliran darah arteri

karena proses arteriosklerotik dan embolik .Penyebab

yang jarang yaitu obstruksi aliran vena, misalnya venous

sinus thrombosis (Mumenthaler et al., 2006).

Oklusi akut pembuluh darah intrakranial menyebabkan

reduksi aliran darah ke regio otak. Adanya oklusi ini

dapat ditangani dengan aliran darah kolateral, namu

tergantung pada anatomi vaskuler individu dan lokasi

oklusi. Ketiadaan aliran darah ke jaringan otak dapat


9

mneyebabkan kematian sel–sel otak dalam 4–10 menit,

sedangkan aliran darah <16–18 mL/100g jaringan per menit

dapat menyebabkan infark dalam satu jam dan <20 mL/100g

jaringan per menit dapat menyebabkan iskemik. Jaringan

di sekitar regio inti yang mengalami infark disebut

dengan ischemic penumbra,yang dapat pula menjadi infark

jika tidak terjadi perubahan aliran darah (Hauser,

2010).

Iskemia menghasilkan nekrosis karena neuron

kekurangan glukosa, sehingga mitokondria tidak dapat

menghasilkan ATP. Tanpa adanya ATP pompa ion membran

tidak berfungsi dan neuron terdepolarisasi, menyebabkan

kalsium intraselular naik. Depolarisasi seluler juga

menyebabkan pelepasan glutamat dari terminal sinaps,

berlebihnya glutamat menghasilkan neurotoksik dengan

mengaktivasi reseptor postsinaps glutamat yang

meningkatkan influks kalsium. Radikal bebas diproduksi

oleh degradasi membran lipid dan disfungsi mitokondria.

Radikal bebas menyebabkan destruksi katalitik membran

dan merusak fungsi vital sel yang lain. Sel saraf dapat

mengalami nekrosis apabila kerusakan sitoskeletal sel

berlangsung cepat akibat gagalnya pemenuhan energi sel

atau apoptosis yang akan menghasilkan mati secara

perlahan-lahan (Hauser, 2010).


10

2) Stroke Hemoragik

Sekitar 15-20% kasus stroke lainnya terjadi karena

salah satu pembuluh di otak bocor atau pecah sehingga

darah mengisi ruang–ruang pada sel otak serta merusak

jaringan otak disekitarnya (intracerebral hemorrhage).

Ada pula perdarahan yang terjadi dalam ruangan sekitar

otak (subarachnoid hemorrhage) (Mumenthaler et al.

,2006).

Salah satu penyebab stroke homoragik adalah

penyumbatan pada dinding pembuluh darah yang rapuh

(aneurisme), mudah menggelembung dan rawan pecah, yang

umumnya terjadi pada usia lanjut atau karena faktor

keturunan (genetik). Tetapi, yang paling umum kerapuhan

terjadi karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat

tertimbun plak atau dikenal dengan aterosklerosis

(Vitahealth, 2003).

4. Etiologi Stroke

Penyebab stroke antara lain, adalah;

1) Kelainan Dinding Arteri

Kelainan dinding arteri yang dapat memicu stroke

antara lain fibromuscular dysplasia, infeksi, trauma,

diseksi, iradiasi, penyakit inflamasi vaskular,

aterotromboembolisme, dan lain–lain (Donaghy, 2001).


11

2) Kelainan Jantung

Kelainan jantung yang dapat menyebabkan stroke

fibrilasi atrial, myocardial infarction, atrial septal

defect, dan lain–lain (Donaghy, 2001).

3) Kelainan Hematologi

Kelainan hematologi yang menyebabkan stroke antara

lain anemia defisiensi besi, polisitemia, trombofilia,

leukemia, disseminated intravascular coagulation dan

lain-lain (Donaghy, 2001).

4) Keadaan Lain

Keadaan lain yang dapat menyebabkan stroke

kehamilan, kontrasepsi oral atau kontrasepsi hormonal

lain, penyalah gunaan obat, inflammatory bowel disease,

migrain, hipoglikemia dan lain–lain (Donaghy, 2001).

5. Faktor Risiko Stroke

Faktor risiko stroke terbagi menjadi dua, yaitu

faktor risiko tak terkendali dan faktor risiko yang dapat

dikendalikan. Termasuk dalam faktor risiko yang tidak

dapat dihindari adalah;

1) Usia

Berdasarkan data epidemiologi dari Framingham

study, sekitar dua pertiga seluruh stroke terjadi

setelah usia 65 tahun (Goetz, 2007). Semakin tinggi usia,

semakin tinggi risikonya. Tetapi tidak berarti bahwa


12

stroke hanya terjadi pada orang yang lanjut usia karena

stroke dapat menyerang semua kelompok umur (Stroke

Statistics, 2013).

2) Jenis kelamin

Pada Framingham study rata–rata usia pasien stroke

laki–laki yaitu 65,4 tahun dan perempuan 66,1 tahun.

Insidensi stroke lebih besar pada laki–laki dibanding

perempuan (Goetz, 2007). Namun dari sumber lain

menyebutkan rata–rata usia onset stroke pada laki–laki

yaitu 71 tahun dan perempuan 75 tahun. Data dari

Framingham Study juga menyebutkan perempuan usia 45–84

tahun mempunyai risiko stroke lebih kecil dari laki–

laki, namun pada usia >85 tahun risiko perempuan terkena

stroke meningkat jika dibandingkan dengan laki–laki (Go

et al., 2014).

3) Riwayat stroke dalam keluarga

Orang yang mempunyai riwayat stroke dalam

keluarganya mempunyai risiko 50% lebih besar terkena

stroke (Go et al., 2014).

4) Ras dan etnik

Timbulnya stroke yang menyebabkan kematian di

antara orang–orang Afrika–Amerika hampir dua sampai tiga

kali lipat dibandingkan orang Amerika kulit putih.

Insidensi stroke per 1000 pada kulit putih sebesar 0,88;


13

pada kulit hitam 1,91 dan hispanic 1,49 (Go et al.,

2014).

Adapun faktor risiko terkendali yaitu;

1) Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor utama yang menyebabkan

pengerasan dan penyumbatan arteri. Pasien hipertensi

memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali

lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi.

Penurunan tekanan darah sistolik sekitar 10 mmHg akan

menurunkan risiko relatif stroke 35–40% (Goetz, 2007).

Hipertensi terdapat pada sekitar 50% kasus stroke

(Stroke Statistics, 2013).

2) Penyakit jantung

Terutama penyakit fibrilasi atrial, yakni penyakit

jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik

kiri atas. Hal ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak

teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan

gumpalan darah. Gumpalan inilah yang kemudian dapat

mencapai otak dan menyebabkan stroke. Fibrilasi atrial

meningkatkan risiko stroke sampai lima kali lipat

(Stroke statistics, 2013). WHO (2012) menyebutkan faktor

risiko penyakit kardiovaskuler khusus untuk perempuan

antara lain adalah; penggunaan kontrasepsi hormonal,


14

penggunaan terapi sulih hormon, polysystic ovary

syndrome.

3) Diabetes

Pasien diabetes memiliki faktor risiko tiga kali

lipat terkena stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada

usia 50–60 tahun.

4) Kadar kolesterol darah

Kadar kolesterol di atas 240 mg/dL akan berisiko

terkena peyakit jantung dan stroke (Vitahealth, 2003).

American Heart Association mengidentifikasi kolesterol

total yang ideal untuk kesehatan kardiovaskular yaitu

<170 mg/dL (untuk anak) dan <200 mg /dL (untuk dewasa),

level HDL <40 mg/dL untuk laki–laki dan <50 mg/dL untuk

perempuan serta level trigliserida puasa ≥150 mg/dL

merupakan faktor risiko stroke (Go et al., 2014).

5) Merokok

Merokok dapat memicu produksi fibrinogen lebih

banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis.

Orang yang merokok mempunyai risiko 2–4 kali lebih besar

untuk terkena stroke dibandingkan orang yang tidak

merokok atau sudah berhenti merokok >10 tahun (Go et

al., 2013). Semakin banyak rokok yang dihisap akan

semakin meningkatkan risiko stroke. Orang yang menghisap


15

20 batang rokok per hari mempunyai risiko enam kali lebih

besar untuk terkena stroke (Stroke statistics, 2013).

6) Alkohol

Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol dapat

meningkatkan tekanan darah sehingga memperbesar risiko

stroke. Konsumsi alkohol berlebihan juga dapat

mempengaruhi jumlah platelet sehingga mempengaruhi

kekentalan dan penggumpalan darah (Vitahealth, 2003).

Orang yang secara teratur mengonsumsi alkohol dalam

jumlah besar akan meningkatkan risiko sebesar tiga kali

lipat (Stroke Statistic, 2013).

7) Obat–obatan terlarang

Kokain dapat menyebabkan ganguan denyut jantung

(aritmia) yang dapat menyebabkan penggumpalan darah.

8) Olahraga

Orang yang tidak olahraga akan meningkatkan risiko

stroke 1,5 kali. Aktivitas fisik meningkatkan kolesterol

HDL, menurunkan kolesterol LDL dan trigliserida,

menurunkan tekanan darah, mengembangkan homeostasis

insulin, membantu menurunkan dan mempertahankan berat

badan, menaikkan kesehatan mental, dan membantu dalam

penghentian merokok. Seseorang yang aktif secara fisik

mempunyai resiko lebih rendah terkena penyakit jantung

iskemik dan stroke. Hubungan ini tidak bergantung pada


16

jenis kelamin dan usia, namun data pada usia lebih dari

80 tahun terbatas. Keuntungan berolahraga dapat diamati

pada waktu kerja maupun waktu senggang. Rekomendasi umum

yaitu 30 menit dengan intesitas sedang dalam 3-4 kali

seminggu (Fuentes et al., 2012).

9) Obesitas

Obesitas dapat meningkatkan stroke sebesar 1,64

kali (Stroke Statistics, 2013).

10) Penyakit ginjal kronis

Orang dengan level kreatinin ≥1,5 mg/dL

meningkatkan risiko stroke. Dari hasil meta analisis

dengan >280.000 pasien menunjukkan bahwa terdapat

peningkatan 43% risiko stroke pada pasien dengan GFR <60

mL/menit/1,73 m2 (Go et al., 2014).

B. Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti

mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah

pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma

yang mengakibatkan kehamilan, Maksud dari kontrasepsi

adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai

akibat pertemuan antara sel telur matang dengan sel

sperma tersebut (BKKBN, 2013).

Menurut Siswosudharwo et al. (2001), pada dasarnya

cara kerja kontrasepsi adalah meniadakan pertemuan


17

antara sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma). Salah

satu jenis kontrasepsi, yaitu kontrasepsi hormonal.

Bentuk–bentuk kontrasepsi hormonal antara lain;

1. Pil

Terdapat berbagai jenis pil, namun secara garis

besar hanya ada dua jenis pil kontrasepsi yaitu, yang

pertama adalah pil kombinasi, dua steroid utama dalam

pil KB adalah esterogen dan progestin. Mekanisme kerja

kontrasepsi oral kombinasi adalah pada hipotalamus

dengan menekan gonadotropin releasing hormone. Resiko

utama estrogen pada pil kombinasi yaitu terjadinya

ttrombosis, baik venous thromboembolism (VTE) atau

arterial thrombosis, termasuk stroke. Komorbid pada

wanita usia lebih dari 35 tahun yang dapat meningkatkan

resiko tersebut antara lain hipertensi, migraine,

obesitas, diabetes, systemic lupus erythematous,

penyakit jantung, perokok aktif, operasi yang butuh

imobilisasi dan riwayat VTE (Baldwin, 2013). Menurut

Gillibaud (2009) penyakit kardiovaskular yang sering

ditemukan pada pengguna pil kombinasi, yaitu hipertensi

sistemik, penyakit vena (DVT, emboli paru), trombosis

vena tunggal (mesenteric, hepatic, atau retina),

penyakit arteri (infark miokard, stroke trombotik,

stroke hemoragik). Jenis KB pil yang kedua adalah pil


18

hanya progestin (progestin Only pill), dosis progestin

lebih kecil dari pil kombinasi. Cara kerja utamanya

adalah dengan mengentalkan lendir serviks. Kelebihannya

gangguan kardiovaskuler lebih sedikit, termasuk

kemungkinan menyebabkan hipertensi lebih kecil. Efek

terhadap metabolisme karbohidrat lebih sedikit sehingga

dapat menjadi alternatif yang baik untuk perempuan

diabetes.

2. Injeksi

Pada saat ini hanya ada dua jenis suntikan progestin

yang banyak dipakai, yakni DMPA dan NET–EN. Cara kerja

DMPA terutama adalah menekan ovulasi. DMPA menekan

ovulasi dengan cara menghalangi LH surge dan juga menekan

produksi estradiol ovarium yang diregulasi FSH. Meskipun

penggunaan DMPA jangka lama menunjukkan adanya penurunan

mineral tulang dibandingkan dengan kontrol yang usainya

sesuai namun hal ini sama dengan yang terjadi pada onset

menopause dan tidak menunjukkan adanya perkembangan atau

berhubungan dengan resiko fraktur (Baldwin, 2013).

3. Implant

Norplant adalah kontrasepsi subdermal yang

menggunakan levonorgestrel (LNG). LNG termasuk progestin

yang banyak dipakai pada pil KB, sehingga cara kerjanya

sama dengan progestin. Implan lain yaitu Implanon yang


19

dapat bertahan hingga 3 tahun. Kerjanya yaitu menekan

ovulasi serta menebalkan mukus serviks. Efikasinya dapat

menurun dengan adanya obat antiepilepsi. Kerugian

penggunaan implant diantaranya yaitu adanya pola

perdarahan yang tidak teratur umumnya pada tahun pertama

penggunaan meskipun pada umunya wanita dengan perdarahan

jarang atau sedikit tetap melanjutkan pemakaian

(Baldwin, 2013).

4. AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) dengan hormon

Kontrasepsi ini tidak populer di Indonesia, karena

setiap tahun depot progestin harus diganti

(Siswosudharwo et al., 2001).

C. Stroke dan Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi oral merupakan salah satu dari faktor

risiko stroke. Kontrasepsi oral dapat mengubah profil

lipid sehingga mengakibatkan penurunan kadar kolesterol

HDL dan meningkatkan kolesterol LDL dan trigliserida.

Kontrasepsi oral juga dapat meningkatkan tekanan darah.

Estrogen juga diketahui mempunyai efek trombotik dan

meningkatkan venous thromboembolism (VTE) dengan

meningkatkan protrombin dan menurunkan antitrombin III

(Shufelt & Merz, 2009).

Pada wanita usia reproduktif, estrogen berperan

besar dalam proteksi terhadap pengembangan


20

atherosclerosis. Peningkatan level estrogen dapat

menyebabkan dislipidemia sekunder. Misalnya, konsentrasi

LDL-C meningkat sampai 25% selama kehamilan dan

konsentrasi trigliserida meningkat 2,5 kali.

Dislipidemia sekunder dapat pula diinduksi oleh

kontrasepsi hormonal. Penelitian di Eropa menyebutkan

bahwa kontrasepsi oral selama 9 bulan menghasilkan

adanya dislipidemia sekunder dengan peningkatan semua

komponen lipid darah dan lipoprotein (TC, TG, HDL-C,

LDL-C, apoA1, dan apoB). Terdapat pula peningkatan level

hsCRP, CRP merupkan marker inflamasi umum. Penelitian

menyebutkan terdapat pengaruh dari kontrasepsi hormonal

terhadap perubahan HDL-C dan LDL-C menjadi small HDL-C

particle dan small LDL-C particle yang keduanya

merupakan factor resiko proatherogenik. Sedangkan

partikel HDL-C besar mempunyai efek protektif terhadap

perkembangan atherosclerosis (Soska et al., 2011).

Tiga pengaruh utama yang berhubungan dengan

pengembangan thrombus dan merupakan bagian dari trias

Virchow adalah: lesi endotel, stasis atau turbulensi

aliran darah dan hiperkoagulabilitas. Etinilestradiol

dan progestogen sintetik, bahan yang terdapat pada

kontrasepsi oral kombinasi berhubungan dengan perubahan

faktor yang ketiga: hiperkoagulabilitas. Estrogen


21

sintetik menyebabkan peningkatan kuat dari fibrinogen,

factor pembekuan VII, VIII, IX, X, XII dan XIII. Tambahan

dari peningkatan tersebut yaitu terjadinya reduksi

protein S dan antitrombin yang merupakan penghambat

alami faktor tersebut. Ekspresi mayor dari faktor

koagulan dibandingkan antigoagulan menyebabkan kondisi

hiperkoagulabilitas yang menyebabkan pasien lebih rentan

untuk terkena tromboembolik. Etinilestradiol, analog

sintetik dari estradiol endogen merupakan bahan yang

paling banyak terdapat pada pil kontrasepsi. Bahan ini

merupakan komponen yang paling mempengaruhi pengguna

kontrasepsi oral terhadap kejadian thrombosis vena

dalam, penyakit cerebrovascular dan iskemik miokard.

Kecenderungan peningkatan resiko ini tidak dipengaruhi

oleh penambahan dosis estradiol sintetik. Komponen mirip

progestin pada pil kombinasi tidak mempengaruhi kejadian

pada arterial sehingga resikonya lebih ringan pada

pasien yang menggunakan kontrasepsi hanya progesterone.

Etinilestradiol mempunyai efek 1.000 kali lebih kuat

dari estradiol alami dengan jumlah dan konsentrasi yang

sama. Oleh karena itu, mempunyai efek yang penting

terhadap stimulasi liver untuk melepaskan

angiotensinogen hepatik. Akibatnya, angiotensinogen ini

secara independen terhadap komplek renin-angiotensin-


22

aldosteron alami, membuat vasokontriksi sistemik dan

meningkatkan level tekanan darah (Neto et al., 2012).

Terdapat beberapa kontraindikasi dan risiko

penggunan kontrasepsi oral kombinasi, seperti, merokok,

orang yang merokok dan kemudian menggunakan kontrasepsi

oral kombinasi risiko terjadinya infark miokard akan

lebih besar daripada yang bukan perokok. Kontrasepsi

oral kombinasi juga kontraindikasi bagi pasien

hipertensi, karena dapat meningkatkan lebih besar risiko

terkena stroke maupun infark miokard (Biswas, 2008).

Pada dua studi kasus kontrol didapatkan bahwa adanya

peningkatan resiko stroke iskemik pada orang yang

menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi dengan tidak

didahului dengan pengukuran tekanan darah. Namun, tidak

ada perbedaan yang berarti pada resiko stroke hemoragik

pada orang yang menggunakan kontrasepsi hormonal

kombinasi dengan tidak didahului pengukuran tekanan

darah pada mulanya (Tepper et al., 2013). Orang yang

menderita migrain juga harus berhati–hati apabila

menggunakan kontrasepsi oral kombinasi, karena dapat

memperbesar risiko stroke (Biswas, 2008).

Beberapa studi observasional terbaru menilai resiko

thrombosis vena dan arteri pada pengguna berbagai jenis

kontrasepsi hormonal. Penelitian terbaru telah mengaskan


23

bahwa produk kontrasepsi hormonal kombinasi lebih

berpengaruh pada thrombosis vena dibandingakan pada

arteri, seperti stroke trombotik dan infark miokard.

Disebutkan bahwa resiko pada orang yang menggunakan

kontrasepsi oral kombinasi 3-6 kali untuk terjadinya

thrombosis vena dan 1,5-2 kali untuk terjadinya

thrombosis arteri. Dengan ditariknya estrogen 50

mikrogram kontrasepsi oral kombinasi dari pasar,

perbedaan resiko trombotik antara estrogen dosis rendah

dan menengah tidak lebih berpengaruh daripada perbedaan

jenis progesterone. Kontrasepsi oral kombinasi generasi

kedua dengan progesteron levonorgestrel dan norgestimate

memberikan tiga kali peningkatan resiko terjadinya

thrombosis vena, sedangkan kontrasepsi oral kombinasi

generasi ketiga (desogestrel dan gestoden) dan keempat

(drospirenone) meningkatkan resiko setidaknya enam kali

(Lidegaard, 2013).

Penelitian kasus kontrol di Cina menyebutkan bahwa

pengguna kontrasepsi oral kombinasi mempunyai 1,56 kali

(OR 1,56, 95% CI 1,21-2,01) peningkatan resiko stroke

dibandingkan dengan bukan pengguna. Pengguna aktif

(current user) mempunyai peningkatan resiko 4,05 kali

(OR 4,05, 95% CI 2,19-7,47) sedangkan pengguna yang lalu

(past user)mempunyai peningkatan resiko yang rendah (OR


24

1,36, 95% CI 1,04-1,77). Resiko stroke secara gradual

meningkat dengan peningkatan lama penggunaan kontrasepsi

oral kombinasi dan secara signifikan yaitu 15 tahun atau

lebih. Penggunaan kontrasepsi oral kombinasi secara

signifikan berhubungan bukan dengan stroke iskemik

(p=0,166) namun dengan stroke hemoragik (p=0,002) (Wang

et al., 2012).

Pada penelitian yang menggunakan United Kingdom’s

General Practice Research Database, risiko stroke tidak

meningkat pada pengguna dosis rendah (<=50 μg) patch

estrogen (RR: 0,81; 95%CI: 0,62–1,05) namun meningkat

pada pengguna dosis tinggi (>50 μg) patch (RR: 1,89;

95%CI: 1,15–3,11) dibandingkan dengan bukan pengguna.

Kontrasepsi oral estrogen dosis rendah berhubungan

dengan peningkatan risiko stroke iskemik sebesar 93%,

namun peningkatan risiko absolut kecil (4,1 stroke

iskemik per 100.000 perempuan bukan perokok,

normotensif) (Go et al., 2014). Penelitian lain juga

menyebutkan formulasi kontrasepsi oral generasi terbaru

tidak meningkatkan risiko infark miokard namun tetap

meningkatkan risiko VTE. Formulasi kontrasepsi oral

generasi baru ini merupakan kontrasepsi oral kombinasi

dengan dosis estrogen <50 μg dan beberapa tipe progestin

(Shuflet & Merz, 2009).


25

Namun pada penelitian lain disebutkan bahwa

pengguna kontrasepsi oral dengan dosis ethinyl estradiol

30–40 μg mempunyai risiko relatif dan 95%CI untuk terkena

stroke trombotik (stroke yang terjadi akibat trombus

atau tromboembolik) dan infark miokard berdasarkan tipe

progestin; norethindrone 2,2 (1,5-3,2) dan 2,3 (1,3-

3,9); levonorgestrel 1,7 (1,4-2,0) dan 2,0 (1,6-2,5);

norgestimate 1,5 (1,2-1,9) dan 1,3 (0,9-1,9);

desogestrel 2,2 (1,8-2,7) dan 2,1 (1,5-2,8); gestodene

1,8 (1,6-2,0) dan 1,9 (1,6-2,3); dan drospirenone 1,6

(1,2-2,2) dan 1,7 (1,0-2,6). Dengan ethinyl estradiol

dosis 20 μg, risiko relatif yang juga bergantung tipe

progestin sebagai berikut; desogestrel 1,5 (1,3-1,9) dan

1,6 (1,1-2,1); gestodene 1,7 (1,4-2,1) dan 1,2 (0,8-

1,9); dan drospirenone 0,9 (0,2-3,5) dan 0,0, Untuk

transdermal patch, risiko relatifnya sebesar 3,2 (0,8-

12,6) dan 0,0; dan untuk cincin vaginal 2,5 (1,4-4,4)

dan 2,1 (0,7-6,5)(Lidegaard et al., 2012).

Hubungan antara kontrasepsi oral terhadap resiko

stroke masih diperdebatkan. Rekomendasi berdasarakan

studi observasional, karena belum ada randomized trial.

Systematic review yang lain menemukan tidak adanya

hubungan antara kontrasepsi oral dan stroke pada studi

cohort, namun terdeteksi adanya kenaikan resiko secara


26

signifikan pada studi kasus kontrol. Peningkatan resiko

ini lebih terlihat pada stroke iskemik daripada stroke

hemoragik. Levelnya lebih tinggi pada setting rumah

sakit daripada komunitas. Systematic review yang berbeda

menunjukkan adanya peningktan resiko infark miokard akut

atau stroke pada pengguna kontrasepsi oral generasi

pertama dan kedua. Peningkatannya lebih terlihat untuk

stroke. Systematic review menunjukkan kontrasepsi hanya

progestin menunjukkan tidak adanya hubungan dengan

peningkatan resiko stroke (Fuentes et al., 2012).

D. Landasan Teori

1. Penyebab stroke sangat multifaktorial, dan faktor

risiko stroke terdiri dari faktor risiko yang dapat

diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah,

2. Pengguna kontrasepsi hormonal mempunyai risiko lebih

besar daripada yang tidak menggunakn kontrasepsi.


27

E. Kerangka Teori

- Usia
- Ras
- Jenis kelamin
- Riwayat stroke Faktor risiko
stroke
keluarga
- Hipertensi
- Diabets melitus - Kelainan vaskular
- Merokok (aterosklerosis)
- Minum alkohol Faktor
penyebab - Kelainan jantung
- Aktivitas fisik (penyakit jantung
stroke
kurang rematik, ACS,
- Riwayat TIA penyakit katup
- Dislipidemia jantung)
- Fibrilasi - Kelainan hematologi
atrial (status
hiperkoagulabilitas)
- Kontrasepsi
hormonal

Stroke

Hormonal Non Hormonal

Non hemoragik Hemoragik

Implant Pil Mini Suntik dan AKDR Pil Kombinasi

Gambar 1. Kerangka teori penelitian


28

F. Kerangka Konsep

Kontrasepsi
hormonal (-)

Stroke (+)
Kontrasepsi
hormonal (+) - Jenis
kontrasepsi
Stroke hormonal
- Dosis
Kontrasepsi - Lama
hormonal (+) Pemakaian
Stroke (-)
Kontrasepsi
hormonal (-)

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian

G. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan,

maka hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat

pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap kejadian stroke.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan observasional dengan

desain penelitian yang digunakan adalah kasus–kontrol.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta dan dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai

dengan Desember 2014.

C. Populasi dan Subjek Penelitian

1. Populasi terjangkau

Perempuan yang menderita stroke dan mendapat

perawatan di RSUP Dr. Sardjito dari bulan Agustus 2014

sampai Desember 2014.

2. Subjek penelitian

Kriteria inklusi kelompok kasus:

- Mengalami stroke iskemik

- Pasien sadar

- Usia 50-80 tahun

Kriteria eksklusi kelompok kasus:

- Afasia

- Disartria berat

29
30

- Gangguan pendengaran berat

- Gangguan fungsi kognitif

Kriteria inklusi kelompok kontrol:

- Tidak mengalami stroke

- Pasien sadar

- Usia 50-80 tahun

Kriteria eksklusi kelompok kontrol:

- Afasia

- Disartria berat

- Gangguan pendengaran berat

- Gangguan fungsi kognitif

D. Besar Sampel Penelitian

Besar sampel minimal dihitung dengan rumus

(Sastroasmoro & Ismael, 2011):

Keterangan:

n = besar sampel minimal kelomppok kasus dan

kontrol

Z1- = nilai pada distribusi normal standar yang sama

dengan tingkat kemaknaan (untuk 0,05 adalah 1,96)

Z1- = power 80% (0,842)


31

OR = Odss ratio yang dianggap bermakna 3,1

P1 = Proporsi terpapar pada kelompok kasus (0,587)

P2 = Proporsi terpapar pada kelompok kontrol (0,242)

(Lidegaard et al., 2012).

Berdasarkan perhitungan tersebut besar sampel

minimal kelompok kasus dan kontrol masing–masing adalah

26 orang.

E. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive

sampling.

F. Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah

kuisioner dan status rekam medis.

G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1) Jenis data, data yang akan diperoleh adalah data

primer.

2) Cara pengumpulan data, proses pengumpulan data

dilakukan dengan langkah–langkah sebagai berikut:

- Memenuhi persyaratan administrasi dan mendapatkan

kode etik penelitian dari Komite Etik Fakultas

Kedokteran UGM

- Meminta kesediaan pasien stroke dan tidak stroke,

sebagai subjek penelitian dengan telah membaca,


32

mamahami dan mengisi formulir informed consent

sebagai bentuk persetujuan

- Menjelaskan tujuan pelaksanaan penelitian dan

kegiatan yang akan dilaksanakan kepada subjek

penelitian

- Mewawancari subjek penelitian

- Melihat status rekam medis subjek penelitian

- Mengucapkan terima kasih kepada subjek penelitian.

- Menginput data yang terkumpul dan menganalisis

data menggunakan Chi2

- Melihat hubungan variable yang signifikan dengan

analisis multivariat

H. Variabel Penelitian

1) Variabel bebas: kontrasepsi hormonal

2) Variabel terikat: kejadian stroke

3) Variabel luar

- Terkendali: usia, jenis kelamin

- Tak terkendali: riwayat stroke keluarga, DM,

hipertensi, penyakit jantung, merokok.

I. Definisi Operasional Variabel Penelitian

- Kontrasepsi hormonal adalah kontrasepsi yang

mengandung hormon baik progesteron atau esterogen

maupun keduanya dengan satuannya adalah miligram atau


33

mikrogram yang dipakai dengan cara oral, dimasukan

dalam rahim, implan serta injeksi.

- Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang

menyebabkan kerusakan otak dan ditegakkan diagnosanya

dengan menggunakan CT Scan.

- Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg

atau diastolik >90 mmHg yang diukur dengan menggunakan

sphygmomanometer pada lengan kanan atau kiri pada

posisi berbaring atau duduk.

- Diabetes Melitus adalah kondisi dimana kadar gula

darah sewaktu >200 g/dl atau gula darah puasa >126

g/dl yang diambil dari darah vena.

- Usia adalah angka yang menunjukkan lama seseorang

hidup sampai sekarang yang dilihat dari KTP.

- Riwayat stroke keluarga adalah kejadian stroke pada

keluarga inti maupun orang tua dari orang tuanya.

- Penyakit jantung adalah penyakit dimana jantung

merupakan organ utama yang terkena dengan diagnosis

ditegakkan dengan EKG dan foto toraks maupun

pemeriksaan fisik.

- Merokok adalah tindakan menghisap tembakau yang telah

dibentuk sedemikian rupa dan dapat pula ditambahkan


34

dengan bahan lain, seperti cengkeh dengan satuan

batang atau pak.

J. Analisis Data

Analisis data menggunakan software statistik, yang

terdiri dari;

1) Analisis Bivariat, menganalisis hubungan variabel

bebas dengan variabel terikat. Data dianalisis dalam

bentuk data kategorikal dengan uji hipotesis

menggunakan Pearson's chi squared .

2) Analisis Multivariat, untuk menganalisis >1 variabel

bebas yang signifikan terhadap variabel terikat

dilakukan analisis multivariat menggunakan regresi

logistik.

K. Jalannya Penelitian

1) Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini dilakukan penulisan proposal

penelitian dan pengajuan kelaikan etik serta surat ijin

penelitian ke RS Dr. Sardjito Yogyakarta (Mei – Oktober

2014).

2) Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini dilakukan wawancara pada subjek

penelitian baik kelompok kasus dan kontrol dan juga

melihat rekam medis pasien berupa riwayat penyakit


35

pasien, data demografik, riwayat penyakit keluarga,

riwayat penyakit yang diderita, konsumsi rokok, hasil

pemeriksaan klinis dan tes laboratorium serta riwayat

kontrasepsi (Oktober 2014 sampai Desember 2014).

3) Tahap Penyelesaian Penelitian

Pada tahap ini dilakukan pengolahan data dan

penyusunan laporan penelitian (Januari 2015).


BAB IV

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Data

Pada penelitian ini diperoleh 52 subjek, yang

terdiri dari 26 subjek tidak stroke dan 26 subjek dengan

stroke iskemik. Dari 52 subjek tersebut, terdapat 25

(48,1%) subjek pernah menggunakan kontrasepsi hormonal

dan 27 (51,9%) subjek tidak pernah menggunakan

kontrasepsi hormonal. Lama penggunaan kontrasepsi

hormonal >5 tahun sebanyak 9 (36%) dan <5 tahun sebanyak

16 (64%). Jenis kontrasepsi hormonal pil KB sebanyak 16

(64%), implant 2 (8%), AKDR dengan hormon 1 (4%) dan

injeksi 6 (24%).

Semua subjek penelitian adalah perempuan,

berdasarkan usia, didapatkan 14 (26,9%) berusia 50-54

tahun, 10 (19,2%) berusia 55-59 tahun, 8 (15,4%) berusia

60-64 tahun, 8 (15,4%) berusia 65-70 tahun, dan 12

(23,1%) diatas 70 tahun. Dikelompokkan menjadi >60 tahun

sebanyak 28 (58,3%) dan <60 tahun sebanyak 24 (46,2%).

Tingkat pendidikan subjek diperoleh 6 (11,5%) tanpa

pendidikan, 21 (40,4%) SD atau sederajat, 13 (25%) SMP

atau sederajat, 8 (15,4%) SMA atau sederajat, 2 (3,8%)

pendidikan diploma, dan 2 (3,8%) sarjana. Dikelompokkan

36
37

menjadi lama pendidikan <9 tahun sebanyak 40 (76,9%) dan

>9 tahun sebanyak 12 (23,1%).

Pada penelitian ini didapatkan 52 (100%) subjek

menikah. Pekerjaan dari subjek antara lain 2 (3,8%) PNS,

2 (3,8%) swasta, 5 (9,6%) wiraswata, 2 (3,8%) buruh, 4

(7,7%) pensiun, 34 (65,4%) ibu rumah tangga, dan 3 (5,8%)

lain-lain. Subjek dikelompokkan lagi menjadi; banyak

aktivitas 44 (84,6%) dan tidak banyak aktivitas 8

(15,4%).

Pada pengukuran tekanan darah diperoleh 28 (23,8%)

subjek dengan sistolik >140 mmHg dan 24 (46,2%) sistolik

<140 mmHg. Data gula darah diperoleh gula darah puasa

>126 mg/dL atau dula darah sewaktu >200 mg/dL sebanyak

13 (25%) subjek dan gula darah puasa <126 mg/dL atau

gula darah sewaktu <200 mg/dL sebanyak 39 (75%) subjek.

Berdasarkan riwayat stroke keluarga diperoleh 10

(19,2%) subjek dengan riwayat stroke keluarga dan 42

(80,8%) subjek tanpa riwayat stroke keluarga. Dengan

pasien stroke di keluarga 42 (80,8%) tidak ada , 3 (5,8%)

subjek ayahnya menderita stroke, 4 (7,7%) subjek ibunya

menderita stroke, dan 3 (5,8%) subjek saudara kandungnya

menderita stroke. Pasien stroke di keluarga

dikelompokkan lagi menjadi orang tua sebanyak 7 (70%)

subjek dan saudara kandung 3 (30%) subjek.


38

Dari riwayat merokok 3 (5,8%) subjek merokok dan

sisanya 49 (94,2%) tidak merokok. Tiga subjek yang

merokok ini menghisap 1-12 batang rokok perhari dan belum

berhenti merokok sampai sekarang, usia mulai merokok 20

tahunan.

Dari riwayat penyakit jantung pada subjek terdapat

11 (21,2%) mempunyai penyakit jantung dan 41 (78,8%)

tidak mempunyai penyakit jantung. Pada penelitian ini

didapatkan 22 (42,3%) subjek mempunyai DM dan 30 (57,7%)

tidak mempunyai DM. Dengan 30 (57,7%) subjek tidak

mempunyai DM dan tidak minum obat DM, 20 (38,5%) subjek

teratur minum obat dan 2 (3,8%) tidak teratur minum obat,

sehingga sebanyak 20 (90,9%) subjek teratur minum obat,

sedangkan 2 (9,1%) tidak teratur minum obat. Pada

penelitian ini diperoleh 11 (21,2%) subjek mempunyai

riwayat keluarga DM dan 41 (78,8%) tidak mempunyai

riwayat keluarga DM. Dengan tidak ada riwayat keluarga

DM pada 41 (78,8%) subjek, 1 (1,9%) subjek ayahnya

menderita DM, 2 (3,8%) subjek ibunya menderita DM dan 8

(15,4%) subjek saudara kandungnya menderita DM.

Dikelompokkan lagi menjadi subjek adalah orang tua

sebanyak 3 (27,3%) dan saudara kandung 8 (73,7%).

Pada penelitian ini diperoleh 35 (67,3%) subjek

menderita hipertensi dan 17 ( 32,7%) tidak menderita


39

hipertensi. Dengan 17 (32,7%) tidak perlu minum obat

anti hipertensi, 33 (63,5%) teratur minum obat anti

hipertensi, sedangkan 2 (3,8%) tidak teratur minum obat

anti hipertensi. Sehingga 33 (94,3%) subjek teratur

minum obat dan 2 (5,7%) tidak teratur minum obat

hipertensi. Pada penelitian ini diperoleh 19 (36,5%)

subjek yang mempunyai riwayat hipertensi pada

keluarganya dan 33 (63,5%) tidak mempunyai riwayat

hipertensi dikeluarganya. Pasien hipertensi dikeluarga

yaitu 33 (63,5%) tidak ada, ayah 2 (3,8%) subjek, ibu 9

(17,3%) subjek, saudara 7 (13,5%) subjek serta ayah dan

saudara 1 (1,9%) subjek. Dikelompokkan kembali menjadi

pasien orang tua 12 (63,2%) subjek dan saudara kandung

7 (36,8%) subjek. Pada penelitian ini diperoleh data BMI

sebagai berikut >25 sebanyak 27 (51,9%) subjek dan <25

sebanyak 25 (48,1%).

Tabel 1. Karakteristik Subjek

Variabel Frekuensi Proporsi


Penggunaan kontrasepsi hormonal
Ya 25 48,1%
Tidak 27 51,9%
Lama penggunaan
>5 tahun 9 36%
<5 tahun 16 64%
Jenis kontrasepsi
Pil kombinasi/kb 16 64%
Pil mini 0 0
Implan 2 8%
AKDR hormone 1 4%
Injeksi 6 24%
Jenis Kontrasepsi
Pil KB 16 64%
40

Bukan pil KB 9 36%

Usia
50 – 54 14 26,9%
55 – 59 10 19,2%
60 – 64 8 15,4%
65 – 70 8 15,4%
>70 12 23,1%
Usia
>60 28 58,3%
<60 24 46,2%
Tingkat pendidikan
Tidak sekolah 6 11,5%
SD 21 40,4%
SMP 13 25%
SMA 8 15,4%
D3 2 3,8%
S1 2 3,8%
Tingkat pendidikan
>9 tahun 12 23,1%
<9 tahun 40 76,9%
Pekerjaan
Pegawai negeri 2 3,8%
Pegawai swasta 2 3,8%
Wiraswasta 5 9,6%
Buruh 2 3,8%
Tani 0 0
Pensiunan 4 7,7%
Ibu rumah tangga 34 65,4%
Lain-lain 3 5,8%
Pekerjaan
Aktivitas > 44 84,6%
Aktivitas < 8 15,4%
Tekanan darah
Sistolik >140 mmHg 28 23,8%
<140 mmHg 24 46,2%
Gula darah
FBG >126; RBG >200 13 25%
FBG <126; RBG <200 39 75%
Riwayat stroke keluarga
Ya 10 19,2%
Tidak 42 80,8%

Pasien
Tidak ada 42 80,8%
Ayah 3 5,8%
Ibu 4 7,7%
Saudara 3 5,8%
Pasien
Orang tua 7 70%
Saudara 3 30%
Merokok
Ya 3 5,8%
Tidak 49 94,2%
41

Riwayat penyakit jantung


Ya 11 21,2%
Tidak 41 78,8%
Riwayat Diabetes melitus
Ya 22 42,3%
Tidak 30 57,7%
Keteraturan minum obat
Teratur 20 90,9%
Tidak teratur 2 8,1%
Riwayat keluarga DM
Ya 11 21,2%
Tidak 41 78,8%
Pasien
Tidak ada 41 78,8%
Ayah 1 1,9%
Ibu 2 3,8%
Saudara 8 15,4%
Pasien
Orang tua 3 27,3%
Saudara 8 73,7%
Hipertensi
Ya 35 67,3%
Tidak 17 32,7%
Keteraturan minum obat
Teratur 33 94,3%
Tidak teratur 2 5,7%
Riwayat keluarga hipertensi
Ya 19 36,5%
Tidak 33 63,5%
Pasien
Tidak ada 33 63,5%
Ayah 2 3,8%
Ibu 9 17,3%
Saudara 7 13,5%
Ayah dan saudara 1 1,9%
Pasien
Orang tua 12 63,2%
Saudara 7 36,8%
BMI
>25 27 51,9%
<25 25 48,1%

B. Analisis Bivariat dan Pembahasan

Penelitian ini menggunakan metode case control

dengan meneliti subjek yang terkena stroke iskemik dan

subjek yang tidak terkena stroke yang ada di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta. Subjek penelitian merupakan pasien


42

yang ditemui langsung oleh peneliti. Penelitian ini

bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara

riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian

stroke iskemik. Hasilnya merupakan hubungan sebab

akibat.

Pada pengolahan data digunakan uji Pearson’s chi

square untuk dua kelompok independen dan bila terdapat

nilai expected <5 maka digunakan Fishers exact test.

1. Analisis dan pembahasan hubungan kontrasepsi hormonal

dengan stroke

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,002 (p<0,05); sehingga terdapat hubungan antara

penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian stroke

iskemik. Hasil ini sesuai dengan pernyataan yang

terdapat pada Faculty of Sexual & Reproductive

Healhtcare Clinical Guidance (2012) bahwa terdapat

penelitian yang tidak menemukan bahwa penggunaan

kontrasepsi oral kombinasi menghasilkan siginifakan

secara statistik peningkatan resiko stroke iskemik

maupun hemoragik. Shufelt (2009) juga menyatakan bahwa

tidak ada peningkatan risiko terhadap penyakit

kardiovaskular pada orang yang pernah menggunakan

kontrasepsi hormonal namun sekarang tidak lagi

menggunakan (past user). Terdapat risiko yang kecil


43

namun signifikan meningkatkan risiko stroke iskemik

dengan penggunaan kontrasepsi hormonal pada perempuan

usia reproduktif. Namun, pengguna yang lalu (past user)

kontrasepsi oral tidak ada hubungan dengan peningkatan

risiko stroke. Penghentian kontrasepsi oral berhubungan

dengan penurunan risiko kejadian adverse kardiovaskuler

dengan RR=0,95 (95%CI: 0,81-1,11) diantara pengguna lama

mekanisme lain seperti efek antiaterosklerotik dapat

juga menjadi kontributor. Dua puluh lima subjek

penelitian yang pernah menggunakan kontrasepsi hormonal

semuanya menyatakan jika sekarang sudah tidak lagi

menggunakan kontrasepsi hormonal tersebut. Risiko

diantara pengguna sebelumnya sama dengan risiko diantara

perempuan yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi

hormonal. Risiko untuk stroke trombotik yaitu 1,04

(95%CI: 0,95-1,15), dan untuk infark miokard, 0,99

(95%CI: 0,86-1,13)(Lidegaard et al., 2012). Penelitian

mengenai profil koagulasi pada pengguna kontrasepsi oral

kombinasi juga menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan

antara kelompok kontrol dengan past user (Brandy et al.,

2012).

Data dari studi cohort 15 tahun Danish disebutkan

bahwa kontrasepsi hormonal cukup aman, meskipun tidak

seluruhnya tanpa resiko thrombosis arterial. Namun,


44

probabilitas kejadian wanita yang menggunakan

kontrasepsi hormonal cukup sedikit dengan estimasi 10-

20 kejadian per 100.000 wanita tiap tahun. Resiko

thrombosis arterial dapat diminimalisasi dan mungkin

dieliminasi dengan tidak merokok, mengecek tekanan darah

secara rutin, dan menghindari penggunaan kontrasepsi

hormonal pada wanita dengan peningkatan tekanan darah

(Reactions, 2012). Alasan penghindaran kontrasepsi

hormonal khususnya kontrasepsi oral kombinasi pada

hipertensi yaitu karena hipertensi dapat terjadi 2-3

kali pada wanita yang menggunakan kontrasespi oral

kombinasi meski dengan dosis estrogen rendah (<30

mikrogram) yang merupakan preparat modern (Pimenta,

2012).

Untuk generasi kontrasepsi hormonal yang digunakan

oleh subjek penelitian memang tidak diketahui namun

penelitian lain mengungkapkan bahwa angka kejadian

stroke rendah, menurun dan tidak ada bedanya antara

generasi kedua dan ketiga kontrasepsi oral secara nyata

(Stajamesi, 2014).

Dengan uji statistik terdapat 50% sel yang nilai

expected-nya <5 sehingga tidak dapat digunakan Pearson’s

chi square namun digunakan Fishers exact test,

didapatkan p=0,181 (p>0,05); sehingga tidak terdapat


45

hubungan signifikan antara lama penggunaan kontrasepsi

hormonal dengan kejadian stroke iskemik. Tidak adanya

hubungan antara durasi penggunaan dan penyakit

kardiovaskular, perempuan yang telah menggunakan

kontrasepsi oral lebih dari 10 tahun tidak ada perubahan

risiko (Shufelt, 2009). Siritho et al (2003),

menjelaskan bahwa durasi penggunaan kontrasepsi oral

juga tidak secara signifikan mempengaruhi risiko stroke

iskemik, meski diantara pengguna kontrasepsi oral dalam

jangka waktu yang lama (>20 tahun). Pimenta (2012)

menyebutkan bahwa penghentian penggunaan kontrasepsi

oral kombinasi dalam tiga bulan saja sudah dapat

menurunkan resiko stroke, khususnya penurunan tekanan

darah. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa tidak ada

kecenderungan peningkatan resiko terjadianya arterial

thrombosis, termasuk stroke berdasarkan lamanya

penggunaan kontrasepsi oral kombinasi (Lidegaard, 2013).

Hal ini juga sama dengan hasil yang diperoleh pada

peneltian ini yaitu lama penggunaan kontrasepsi hormonal

didapatkan p=0,181 (p>0,05) dengan OR=3,467 (95%CI:

0,563-21,350).

Untuk jenis kontrasepsi hormonal dijelaskan oleh

Lidegaard et al (2012), bahwa kontrasepsi oral ada yang

dapat meningkatkan risiko namun juga ada yang tidak


46

meningkatkan risiko stroke sedangkan pada IUD

levonogestrel (AKDR dengan hormon) dan implant keduanya

tidak secara signifikan meningkatkan risiko stroke. Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa jenis

kontrasepsi hormonal tidak secara signifikan

meningkatkan risiko stroke iskemik dengan OR=1,591

(95%CI: 0,239-10,572) dan p=0,501 (p>0,05).

2. Analisis dan pembahasan hubungan variabel bebas lain

dengan stroke

Faktor lain yang dilihat pada variabel bebas adalah

usia, jenis kontrasepsi, jenis pekerjaan, tingkat

pendidikan, tekanan darah, gula darah, riwayat stroke,

riwayat hipertensi, riwayat diabetes melitus, riwayat

penyakit jantung, riwayat keluarga hipertensi, riwayat

keluarga diabetes melitus dan BMI.

Dari faktor tersebut yang signifikan hanya usia dan

riwayat penyakit jantung. Pada penelitian ini didapatkan

bahwa semakin tua seseorang risiko stroke semakin tinggi

dengan OR=5,217 (95%CI: 1,568-16,765) dan p=0,005

(p<0,05). Hal ini sesuai dengan pernyataan Liu (2012)

bahwa usia merupakan faktor independen yang paling

penting dalam insidensi dan prevalensi stroke iskemik.

Setelah usia 55 tahun, angka kejadian stroke pada laki-

laki maupun perempuan meningkat lebih dari dua kali.


47

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,029 (p<0,05); sehingga terdapat hubungan antara usia

dengan kejadian stroke iskemik. Agar dapat diperoleh p

dari Fisher’s exact test dilakukan pengelompokkan

kembali.

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,005; sehingga terdapat hubungan signifikan antara

usia dengan kejadian stroke iskemik. Tidak digunakan p

dari Fisher’s exact test karena tidak ada sel yang nilai

expected-nya <5.

Dengan uji statistik Pearson’s chi squared

diperoleh p=0,106 (p>0,05); sehingga tidak terdapat

hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian

stroke iskemik. Agar dapat diperoleh p dari Fisher’s

exact test dilakukan pengelompokkan kembali.

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,188 (p>0,05); sehingga tidak terdapat hubungan

antara tingkat pendidikan dengan kejadian stroke

iskemik. Tidak menggunakakan p dari Fisher’s exact test

karena tidak ada sel yang nilai expected-nya <5. Pada

penelitian ini didapatkan tidak ada perbedaan risiko

pada perbedaan tingkat pendidikan subjek penelitian. Hal

ini terlihat pada hasil OR=2,444 (95%CI: 0,632-9,450)

dan p=0,188 (p>0,05). Hasil ini tidak sesuai dengan hasil


48

penelitian oleh Lidegaard et al (2012), yang menyatakan

bahwa perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi

mempunyai risiko setengah kali terkena stroke akibat

trombotik dibandingkan dengan perempuan dengan level

edukasi rendah.

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,482 (p>0,05); sehingga tidak terdapat hubungan

antara riwayat stroke keluarga dengan kejadian stroke

iskemik. Dengan uji statistik Pearson’s chi square

diperoleh p=0,262 (p>0,05); sehingga tidak terdapat

hubungan antara riwayat diabetes melitus dengan kejadian

stroke iskemik. Dengan uji statistik Pearson’s chi

square diperoleh p=0,375 (p>0,05); sehingga tidak

terdapat hubungan antara hipertensi dengan kejadian

stroke iskemik.

Pada penelitian ini didapatkan tidak adanya

peningkatan risiko stroke pada riwayat keluarga stroke

yaitu dengan OR=0,606 (95%CI: 0,149-2,464) dan p=0,482

(p>0,05). Diabetes melitus juga tidak secara signifikan

meningkatkan risiko stroke dengan OR=1,889 (95%CI:

0,619-5,762) dan p=0,262 (p>0,05). Hipertensi juga tidak

secara signifikan meningkatkan risiko stroke iskemik

dengan OR=1,696 (95%CI: 0,525-5,481) dan p=0,375

(p>0,05). Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan bahwa


49

adanya peningkatan risiko stroke iskemik pada subjek

yang mempunyai riwayat keluarga stroke (OR=1,4; 95%CI:

1,0-1,8); riwayat hipertensi dan diabetes melitus

(Siritho, 2003). Wassertheil (2010) juga menambahkan

bahwa diabetes melitus dapat meningkatkan 2-6 kali

risiko stroke dan hipertensi merupakan faktor risiko

yang kuat untuk terjadinya stroke. Namun, percobaan pada

setting klinis telah mempertlihatkan bahwa terapi

terhadap hipertensi dapat menurunkan risiko stroke

sampai 36%. Penelitian lain menunjukkan adanya perbedaan

level penurunan resiko stroke iskemik untuk kelas

antihipertensi yang berbeda. Hal ini dapat dikarenakan

adanya fakta bahwa beberapa obat antihipertensi seperti

ACE inhibitor atau ARB kemungkinan mempunyai tambahan

efek pleiotropik selain efek antihipertensi (Fuentes,

2012). Dari subjek penelitian yang mempunyai hipertensi

mengungkapkan jika mereka semua mendapatkan pengobatan

untuk hipertensinya.

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,074 (p>0,05); sehingga tidak terdapat hubungan

antara merokok dengan kejadian stroke iskemik. Dengan

uji statistik Pearson’s chi square diperoleh p=0,578

(p>0,05); sehingga tidak terdapat hubungan signifikan

antara tekanan darah pada kejadian stroke iskemik. Tidak


50

ada nilai expected yang <5 sehingga tidak digunakan

Fisher’s exact test.

Pada penelitian Siritho et al (2003), disebutkan

bahwa bahwa merokok dan status tekanan darah hipertensi

tidak berpotensi untuk menjadi risiko stroke pada

kelompok tesebut. Hal ini sesuai dengan hasil pada

penelitian ini bahwa merokok dan tekanan darah sistolik

>140 mmHg tidak secara signifikan meningkatkan risiko

stroke dengan OR=0,042 dan p=0,118 (p>0,05) pada merokok

dan OR=1,364 (95%CI: 0,457-4,071) p=0,578 (p>0,05) untuk

pengukuran tekanan darah.

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,017 (p<0,05); sehingga terdapat hubungan antara

riwayat penyakit jantung dengan kejadian stroke

iskemik. Pada penelitian ini juga didapatkan riwayat

penyakit jantung pada pasien dapat meningkatkan risiko

stroke secara signifikan yaitu OR=6,353 (95%CI: 1,216-

33,191) dengan p=0,017 (p<0,05). Hal ini sesuai dengan

pernyataan bahwa atrial fibrilasi dan congestive heart

failure dapat meningkatkan risiko stroke sebesar 3 kali

dan merupakan risiko tinggi untuk stroke (Lidegaard et

al., 2012).

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,193 (p>0,05); sehingga tidak terdapat hubungan


51

antara keteraturan minum obat hipertensi dengan kejadian

stroke iskemik. Agar dapat diperoleh p dari Fisher’s

exact test dilakukan pengelompokkan kembali.

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,513 (p>0,05); sehingga tidak terdapat hubungan

antara keteraturan minum obat pada riwayat DM dengan

kejadian stroke iskemik. Agar dapat diperoleh nilai p

dari Fisher’s exact test dilakukan pengelompokkan

kembali.

Dengan uji statistik didapatkan 50% sel mempunyai

nilai expected <5 sehingga p yang dilihat adalah Fisher’s

exact test yaitu p=0,622 (p>0,05); sehingga tidak

terdapat hubungan signifikan antara keteraturan minum

obat pada pasien DM dengan kejadian stroke iskemik.

Dengan uji statistik didapatkan 50% sel mempunyai

nilai expected <5 sehingga p yang dilihat adalah Fisher’s

exact test yaitu p=0,202 (p>0,05); sehingga tidak

terdapat hubungan signifikan antara keteraturan minum

obat pada pasien hipertensi dengan kejadian stroke

iskemik. Dari keteraturan minum obat untuk penyakit

predisposisi yaitu diabetes melitus dan hipertensi

didapatkan OR=1,5(95%CI: 0,082-27,607); p=0,662(p>0,05)

dan OR=0,044; p=0,202 (p>0,05). Hasil ini tidak sesuai

dengan peryataan oleh Lidegaard et al. (2012), bahwa


52

risiko relatif untuk terkena stroke trombotik pada

perempuan yang teratur minum obat untuk mengobati

penyakit predisposisi dibandingkan dengan perempuan yang

tidak teratur minum obat untuk diabetes, 2,73 (95%CI:

2,32-3,22) untuk hipertensi, 2,32 (95%CI: 2,14-2,50)

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,052 (p>0,05), sehingga tidak terdapat hubungan

antara BMI dengan kejadian stroke iskemik. Pada

penelitian ini didapatkan BMI tidak meningkatkan risiko

stroke iskemik (OR=0,331; 95%CI: 0,107-1,024; p=0,052

(p>0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian Wassertheil

(2010), bahwa hubungan obesitas dengan risiko stroke

masih kontroversial karena tidak secara independen

meningkatkan risiko stroke. Hal ini dapat dijelaskan

karena karena BMI tidak dapat membedakan antara lemak

tubuh dan massa tubuh bukan lemak, sehingga index yang

lebih baik yaitu menggunakan waist/hip circumference

untuk indeks adiposit dan mungkin dapat mempunyai

hubungan yang lebih kuat dengan kejadian stroke. Tidak

ada penelitian yang menunjukkan bahwa penurunan berat

badan dapat menurunkan risiko stroke secara independen.

Faktor risiko lain seperti riwayat keluarga

diabetes melitus serta riwayat keluarga hipertensi serta

aktivitas tidak secara signifikan meningkatkan risiko


53

stroke seperti yang dikatakan oleh Siritho et al. (2003).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu untuk

riwayat keluarga diabetes melitus OR=2,026 (95%CI:

0,513-8,001) dan p=0,308 (p>0,05); riwayat keluarga

hipertensi OR=1,181 (95%CI: 0,381-1,531) dan p=0,773

(p>0,05); aktivitas pekerjaan OR=0,278 (95%CI: 0,050-

1,531) dan p=0,124 (p>0,05).

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,308 (p>0,05), sehingga tidak terdapat hubungan

antara riwayat keluarga DM dengan kejadian stroke

iskemik. Dengan uji statistik Pearson’s chi square

diperoleh p=0,018 (p<0,05); sehingga terdapat hubungan

antara pekerjaan dengan kejadian stroke iskemik. Agar

dapat diperoleh p dari Fisher’s exact test dilakukan

pengelompokkan kembali. Dengan uji statistik didapatkan

50% sel mempunyai nilai expected <5 sehingga p yang

dilihat adalah Fisher’s exact test yaitu p=0,124

(p>0,05); sehingga tidak terdapat hubungan signifikan

antara pekerjaan dengan kejadian stroke iskemik. Dengan

uji statistik Pearson’s chi square diperoleh p=0,773

(p>0,05); sehingga tidak terdapat hubungan antara

riwayat keluarga hipertensi dengan kejadian stroke

iskemik.
54

Pasien stroke, diabetes melitus, dan hipertensi di

keluarga serta kadar gula yang terukur tidak secara

signifikan meningkatkan risiko stroke iskemik.

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,351 (p>0,05); sehingga tidak terdapat hubungan

antara pasien riwayat keluarga hipertensi dengan

kejadian stroke iskemik. Agar dapat diperoleh nilai p

dari Fisher’s exact test dilakukan pengelompokkan

kembali.

Dengan uji statistik didapatkan 50% sel mempunyai

nilai expected <5 sehingga p yang dilihat adalah Fisher’s

exact test yaitu p=0,220 (p>0,05); sehingga tidak

terdapat hubungan signifikan antara pasien hipertensi

dikeluarga dengan kejadian stroke iskemik.

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,330 (p>0,05); sehingga tidak terdapat hubungan

antara pasien pada riwayat stroke keluarga dengan

kejadian stroke iskemik. Agar dapat diperoleh p dari

Fisher’s exact test dilakukan pengelompokkan kembali.

Dengan uji statistik didapatkan 100% sel mempunyai

nilai expected <5 sehingga p yang dilihat adalah Fisher’s

exact test yaitu p=0,333 (p>0,05); disimpulkan bahwa

tidak terdapat hubungan signifikan antara pasien stroke

di keluarga dengan kejadian stroke iskemik.


55

Dengan uji statistik Pearson’s chi square diperoleh

p=0,359 (p>0,05), sehingga tidak terdapat hubungan

antara pasien pada riwayat keluarga DM dengan kejadian

stroke iskemik. Agar dapat diperoleh p dari Fisher’s

exact test dilakukan pengelompokkan kembali.

Dengan uji statistik didapatkan 75% sel mempunyai

nilai expected <5 sehingga p yang dilihat adalah Fisher’s

exact test yaitu p=0,279 (p>0,05); sehingga tidak

terdapat hubungan signifikan antara pasien DM dikeluarga

dengan kejadian stroke iskemik.

Tabel 2. Odds ratio variabel penelitian

Faktor Kasus Kontrol OR (95% CI) p

Kontrasepsi hormonal
0,164
Ya 7 18 0,002
(0,049-0,545)
Tidak 19 8

Lama penggunaan
3,467
>5 tahun 4 5 0,181
(0,563-21,350)
<5 tahun 3 13

Jenis
1,591
Pil KB 5 11 0,501
(0,239-10,572)
Bukan pil KB 2 7

Usia
5,217
>60 tahun 19 9 0,005
(1,568-16,765)
<60 tahun 7 17

Pendidikan
2,444
>9 tahun 8 4 0,188
(0,632-9,450)
<9 tahun 18 22
56

Pekerjaan
0,278
Aktivitas > 20 24 0,124
(0,050-1,531)
Aktivitas < 6 2

Tekanan darah
1,364
Sistolik >140 mmHg 15 13 0,578
(0,457-4,071)
<140 mmHg 11 13

Gula darah
2,912(0,765-
FBG >126; RBG >200 9 4 0,109
11,088)
FBG <126; RBG <200 17 22

RPK stroke
0,606
Ya 4 6 0,482
(0,149-2,464)
Tidak 22 20

Pasien stroke
0,2 (0,011-
Orang tua 2 5 0,333
3,661)
Saudara 2 1

Merokok

Ya 0 3 0,042 0,118

Tidak 26 23

Penyakit jantung
6,353
Ya 9 2 0,017
(1,216-33,191)
Tidak 17 24

Diabetes melitus
1,889
Ya 13 9 0,262
(0,619-5,762)
Tidak 13 17

Pengobatan DM
1,5
Teratur 12 8 0,662
(0,082-27,607)
Tidak 1 1

RPK diabetes melitus


2,026
Ya 7 4 0,308
(0,513-8,001)
Tidak 19 22

Pasien DM 0,167 0,279


57

Orang tua 1 2 (0,009-2,984)

Saudara 6 2

Hipertensi
1,696
Ya 19 16 0,375
(0,525-5,481)
Tidak 7 10

Pengobatan hipertensi

Teratur 19 14 0,044 0,202

Tidak teratur 0 2

RPK hipertensi
1,181
Ya 10 9 0,773
(0,381-3,655)
Tidak 16 17

Pasien hipertensi
0,286
Orang tua 5 7 0,220
(0,039-2,114)
Saudara 5 2

BMI
0,331
>25 10 17 0,052
(0,107-1,024)
<25 16 9

C. Analisis Multivariat

Setelah ditemukan tiga variabel yang memiliki

hubungan dengan kejadian stroke iskemik yaitu variabel

penggunaan kontrasepsi hormonal, usia dan riwayat

penyakit jantung dengan p<0,025 dilakukan uji statistik

multivariat menggunakan regresi logistik untuk

mengetahui hubungan variabel.


58

Tabel 3. Uji analisis statistik multivariat

OR 95% CI p

Stroke

Kontrasepsi 3,041 0,782 - 11,834 0,109

Usia 3,646 0,934 - 14,227 0,063

Penyakit jantung 4,710 0,768 – 28,873 0,094

Dari table di atas dapat disimpulkan jika resiko

stroke pada pengguna kontrasespi hormonal yaitu OR 3,041

(95% CI 0,782 - 11,834; P = 0,109). Jika pengguna

kontrasepsi hormonal tersebut mempunya usia >= 60 tahun

maka OR 3,646 (95% CI 0,934 - 14,227; p = 0,063). Apabila

pengguna kontrasepsi hormonal berusia >= 60 tahun dan

juga mempunyai riwayat penyakit jantung maka OR 4,710

(95% CI 0,768 – 28,873; p = 0,094). Sehingga, dapat

disimpulkan bahwa semakin banyak faktor resiko yang

dimiliki oleh seseorang maka resiko stroke iskemik pada

orang tersebut semakin meningkat.

D. Keterbatasan Penelitian

Dibalik hasil yang telah diperoleh, penelitian ini

juga memiliki keterbatasan, misalnya penelitian ini

menggunakan metode case-control yang memungkinkan

terjadinya recall bias dari subjek penelitian


59

You might also like