You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-
undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 1 tentang ketentuan
umum menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan
dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem
pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas
yang sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang efektif.
Pendidikan yang berkualitas juga dapat dikatakan sebagai pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan yang berkualitas, yaitu lulusan yang memilki prestasi akademik dan non-akademik yang
mampu menjadi pelopor pembaruan dan perubahan sehingga mampu menjawab berbagai
tantangan dan permasalahan yang dihadapinya, baik di masa sekarang atau di masa yang akan
datang (harapan bangsa).
Guru dalam melaksanakan perannya, yaitu sebagai pendidik, pengajar, pemimpin,
administrator, harus mampu melayani peserta didik yang dilandasi dengna kesadaran
(awareness), keyakinan (belief), kedisiplinan (discipline), dan tanggung jawab (responsibility)
secara optimal sehingga memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan siswa yang
optimal, baik fisik maupun psikis.
Sehubungan dengan fungsinya sebagai “pengajar”, “pendidik”, dan “pembimbing”, maka
diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa
menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan
siswa (yang terutama), sesama guru, maupun mengajar, dapat dipandang sebagai sentral bagi

1
peranannya. Sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru
banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan siswanya.
Pemimpin adalah orang yang dapat menyelesikan sesuatu melalui aktivitas orang-orang.
Pemimpin dapat mendorong orang bekerja karena dorongan dari dalam dirinya. Guru sebaiknya
memiliki kecakapan memimpin, artinya dapat mempengaruhi, mengarahkan, membimbing,
memotivatasi siswa agar dapat belajar dengan target prestasi tertinggi. Siswa belajar tanpa
merasa diperintah.
Mengajar merupakan serangkaian proses pendidikan untuk membantu siswa lebih
memahami dan menguasai sesuatu. Guru mendorong siswa terus belajar bagaimana seharusnya
belajar yang efektif. Guru meningkatkan kewirausahaan belajar siswa. Guru dalam kelas
berperan sebagai pemimpin. Tugasnya adalah mempengaruhi siswa melalui pengembangan
organization of learning atau pengorganisasian pembelajaran. Sukses pembelajaran bergantung
pada kemampuan guru memimpin dan mengorganisasikan pembelajaran dalam kelas sehingga
dapat mewujudkan produk belajar sesuai dengan tujuan.
Proses pembelajaran di kelas diarahkan agar dapat terjadi interaksi dua arah, yaitu interaksi
antara guru dan siswa dan interaksi siswa dengan siswa. Dari kedua interaksi tersebut, sangat
jelas pola belajar dan tugas masing-masing. Maka sangat disayangkan bilamana guru selalu
memimpin para siswa di depan kelas dalam hal penyampaian materi selama jam mata pelajaran
berlangsung. Hal ini akan membuat siswa menjadi malas dalam berpikir dan tidak menemukan
hal-hal baru dalam proses pembelajaran di kelas. Kejadian seperti inilah yang tidak
diperbolehkan dalam proses pembelajaran yang seharusnya menuntut siswa agar lebih aktif,
kreatif, dan inovatif dalam menemukan hal-hal baru pada saat pelaksanaan pembelajaran di
kelas.

Menurut Pusbangtendik (2014) Kepemimpinan guru dalam proses pembelajaran sangat


penting untuk diterapkan di kelas karena mampu meningkatkan prestasi belajar siswa secara
signifikan. Selain itu juga dapat membangun komunitas belajar warga dan bahkan mampu
menjadikan kelasnya sebagai kelas pembelajar (learning class).
Kinerja Guru pada dasarnya merupakan kinerja atau unjuk kerja yang dilakukan oleh guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan
pada kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan fihak yang paling banyak bersentuhan
langsung dengan siswa dalam proses pendidikan/pembelajaran di lembaga pendidikan Sekolah.

2
Dan untuk memahami apa dan bagaimana kinerja guru itu, terlebih dahulu akan dikemukakan
tentang makna Kinerja serta bagaimana mengelola kinerja dalam upaya mencapai tujuan
organisasi secara efektif dan efisien.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil analisis latar belakang diatas maka dapatkan dirumuskan masalah sebagai
berikut:

1. Gaya kepemimpinan apa yang dapat diimplementasikan guru dalam proses pembelajaran?
2. Bagaimana peran guru sebagai pemimpin dalam mewujudkan pembelajaran?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang dapat diimplementasikan guru dalam proses
pembelajaran
2. Untuk mengetahui peran guru sebagai pemimpin dalam mewujudkan pembelajaran

3
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju
pencapaian sebuah visi atau tujuan yang diterapkan. Sumber dari pengaruh ini dapat secara
formal, seperti yang dilakukan dengan peringkat manajerial di dalam organisasi. Tetapi tidak
semua pemimpin adalah manajer, demikian pula tidak semua manajer adalah para pemimpin.
Para pemimpin dapat muncul dapat muncul dari dalam kelompok maupun dengan penunjukan
secara resmi (Stephen dan Timothy, 2017).
Untuk lebih mempermudah pemahaman kita, maka akan akan dibahas landasan untuk
konsep kepemimpinan itu sendiri. Menurut Joseph C, kepemimpinan adalah sebuah hubungan
yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan
perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Safaria, 2004).
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa
yang diinginkan pihak lainnya. Kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya
tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan
hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil
hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan
yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau
kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun
gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Kepemimpinan atau leadership dalam pengertian umum menunjukkan suatu proses
kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku, perasaan serta
tingkah laku terhadap orang lain yang ada dibawah pengawasannya. Disinilah peranan
kepemimpinan berpengaruh besar dalam pembentukan perilaku bawahan. menurut
Handoko kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang
lain agar mencapai tujuan dan sasaran (Triyanto,2013).
Kepemimpinan dalam dunia pendidikan berkaitan dengan masalah kepala sekolah
dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan
para guru dalam situasi yang kondusif. Dalam hal ini, perilaku kepala sekolah harus
dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat dan

4
penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai individu dan sebagai kelompok
(Triyanto,2013).
Menurut Harvey dan Bowin (1996), kepemimpinan adalah suatu seni dan proses
mempengaruhi sekelompok orang sehingga mereka mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk
meraih tujuan suatu kelompok. Sedangkan Beals (1990: 24) mengartikan bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan untuk mengajak orang lain untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan
dengan penuh semangat. Selanjutnya Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), Leadership is the
process of directing and influencing the task related activities of group members. Kurang lebih
mempunyai makna kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para
anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan.

B. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan ada sembilan yaitu: (1) manajerial; (2) partisipatif; (3)
transformasional; (4) interpersonal; (5) transaksional; (6) postmodern; (7) kontingensi; (8) moral;
dan (9) pembelajaran (intruksional). Pada penelitian ini dipilih kepemimpinan pembelajaran
karena: relevan dengan bidang keahlian peneliti, komponen paling penting dalam meningkatkan
mutu pembelajaran (Bush, 2008 & Hammond, et al., 2010), faktor penting yang menentukan
keefektifan sekolah (Usman dan Eko, 2013), mengantisipasi tuntutan kompetensi kepala sekolah
abad 21, mendukung keberhasilan implementasi Kurikulum 2013, kepemimpinan sekolah paling
sukses jika difokuskan pada pembelajaran Leihwood & Riehl (Usman dan Eko, 2013), dan
sukses atau gagalnya sekolah mencapai tujuan ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolahnya
(Hoy & Miskel, 2008; Bass & Bass & Huber, 2010).

1. Gaya Kepemimpinan Transformasional


Kepemimpinan transformasional adalah komprehensif karena memiliki pendekatan normatif
terhadap kepemimpinan sekolah. Fokus utama kepemimpinan transformasional adalah pemimpin
menemukan aktifitas yang memiliki pengaruh dan hasil (Bush, 2008; 2015). Northouse (2013)
menyatakan ada lima faktor penting yang berkaitan dengan kepemimpinan transformasional,
yaitu: (1) pengaruh ideal, (2) karisma, (3) motivasi yang menginspirasi, (4) rangasangan
intelektual, dan (5) pertimbangan yang diadaptasi. Dengan adanya faktor-faktor ini kepala
sekolah didorong supaya lebih bijak dalam bertindak dan berhadapan dengan para guru dan staf
kependidikan di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, pemimpin transformasional adalah

5
pemimpin yang cendurung mengadopsi pendekatan demokratis pada gaya kepemimpinannya
(Giltinane, 2013). Sebagai hasilnya, ketika kepala sekolah mengimplementasikan gaya
kepemimpinan transformasional dengan baik, maka akan memiliki potensi untuk melibatkan
para steakholder dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan (Bush, 2015). Misalnya, ketika
kepala sekolah memiliki kepemimpinan transformasional yang baik, maka kepala sekolah
mampu melibatkan para guru, staf kependidikan, dan orang tua siswa sehingga berperan aktif
untuk pengembangan efektivitas sekolah. Dalam konteks Indonesia, gaya kepemimpinan ini
sangat dibutuhkan karena dengan adanya prinsip demokratis dalam pengelolaan sekolah akan
mendorong semakin munculnya ide-ide kreatif dan inovasi untuk memajukan sekolah dari
berbagai pihak. Lebih lanjut, kepemimpinan transformasional yang efektif membutuhkan
kepercayaan antara pemimpin dan bawahan (Giltinane, 2013). Kepala sekolah yang memiliki
gaya kepemimpinan transformasional berperan dalam mendorong pengembangan sekolah (Yang,
2014). Dengan demikian, kepala sekolah harus mampu membangun kepercayaan terhadap guru
dan staf kependidikan sehingga guru dan staf kependidikan juga mampu mengembangkan
kepemimpinan dan tanggung jawabnya. Selain itu, kepala sekolah juga harus membagikan visi
dan misi sekolah kepada warga sekolah sehingga ini akan mewujudkan suasana kondusif untuk
pembelajaran.
Maka dalam pengimplementasiannya guru dituntut untuk memberikan suatu rangsangan
berupa motivasi kepada siswa sebelum proses pembelajaran dimulai yaitu memberikan suatu
video yang mencerminkan suatu keadan yang dapat memotivasi siswa memaknai tujuan mereka
menuntut ilmu disekolah. Kemudian siswa diberikan ruang untuk berpendapat dari video yang
mereka lihat sehingga dapat memahami makna dari video tersebut. Dalam pembelajaran kimia
dapat diimplementasikan siswa terlebih dahulu memberikan pengetahuan awalnya mengenai
materi kimia yang akan dibahas , kemudian guru merespon jawaban siswa dengan memberikan
informasi yang masih keliru ketika siswa menjelaskan materi sebelumnya.

2. Gaya Kepemimpinan Transaksional


Gaya kepemimpinan transaksional adalah berorientasi pada tugas dan bisa efektif ketika
berhadapan dengan deadline (Giltinane, 2013). Northouse (2013) menyatakan bahwa
kepemimpinan transaksional berbeda dengan kepemimpinan transformasional. Hal tersebut
dikarenakan pemimpin yang mengimplementasikan gaya kepemimpinan transaksional tidak
menyesuaikan kebutuhan pengikut, tetapi berfokus pada pengembangan pribadi para anggota.

6
Pada umumnya, ada tiga tipe kepemimpinan transaksional, yaitu: Continget reward (Pemberian
penghargaan saat target tercapai), management by exception active (ada intervensi sebelum
terjadi permasalahan), dan managemen by exception-passive (ada intervensi ketika permasalahan
muncul) (Giltinane, 2013). Ketiga tipe kepemimpinan ini sangat efektif untuk mencegah dan
menyelesaikan permasalahan yang ada di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, di lingkungan
sekolah, kepemimpinan transaksional dapat diimplementasikan dengan cara pemberian
penghargaan kepada setiap yang telah memberikan kinerja terbaik dalam melaksanakan
tugasnya. Selain itu, kepala sekolah juga dapat membantu guru yang terkendala dengan tugas
mengajar atau permasalahan yang dihadapi dengan siswa atau dengan orang tua murid.Dan juga
kepala sekolah dapat memberikan seminar atau pelatihan kepada para guru ketika guru tidak
mampu dalam mengajar dengan metode yang kreatif. Pengimplementasian strategi ini akan
semakin mendorong para guru semakin memiliki kinerja yang baik dan profesional dalam
mengerjakan tugasnya.

3. Gaya Kepemimpinan Karismatik


Charismatic leadership is throwback to the old conception of leader as being those who by
the force of their personal abilities are capable of having profound and extraordinary effects on
followers (Umar, 2017: 12). Uraian di atas tentangkepemimpinan kharismatik dapat dimaknai
sebagai kepemimpinan yang memiliki kekuasanan yang kuat dan tetap serta dipercayai oleh
pengikut-pengikutnya, kemampuan mempengaruhi orang lain dengan mendayagunakan
keistimewaan atau kelebihan dalam sifat/aspek kepribadiaan pemimpin, sehingga menimbulkan
rasa hormat, rasa segan dan kepatuhan yang tinggi pada para pengikutnya. Seorang pemimpin
yang berkharisma memiliki karakteristik khusus, yaitu dayatariknya sangat memikat, sehingga
mampu memperoleh pengikut yang sangat banyak dan sangat besar. Para pengikutnya tidak
selalu bisa menggambarkan secara konkret bagaimana orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya
tidak mempersoalkan nilai yang dianut, akan tetapi orang tersebut tetap mengikutinya. Bila
seseorang pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya otokratik, para pengikutnya tetap setia
untuk mengikutinya. Hal ini diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik
yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang sangat besar,
meskipun para pengikut tersebut itu sering pula tidak menjelaskan mengapa mereka menjadi
pengikut dari pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab akibat seseorang

7
menjadi pemimpin yang kharismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang
demikian diberkahi dengan “kekuatan ajaib”.
Maka dalam pengimplementasian di kelas, guru dapat melakukan proses pembelajaran
kimia dengan memberikan suatu kebijakan membuat beberapa kelompok diskusi yang kemudian
membahas mengenai materi kimia berupa soal latihan yang dikerjakan bersama-sama. Setelah itu
ketika semua selesai maka guru membuat peringkat untuk kelompok diskusi yang mendapatkan
nilai /skor yang terbaik dalam memecahkan soal yang diberikan setiap kelompoknya, sehingga
guru harus mempersiapkan hadiah sebagai penghargaan bahwa kelompok diskusi tersebut sudah
mengerjakan tugas dengan baik dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Karena pada gaya
kepemimpinan ini berorientasi pada tugas dan bisa efektif ketika berhadapan dengan deadline
(Giltinane, 2013).

4. Gaya Kepemimpinan Manajerial


Bush (2015) menyatakan “managerial leadership assumes that the focus of leadership ought
to be on functions, task, and behaviors and if these functions are carried out completely, the
work of others in the organization will be facilitated. Oleh karena itu, setiap bagian pada
organisasi sekolah harus diposisikan dengan benar supaya tujuan sekolah dapat tercapai. Namun,
kelemahan pada kepemimpinan manajerial ini adalah tidakmengikutsertakan konsep visi.
Artinya, kepemimpinan manajerial lebih memfokuskan diri pada pengelolaan berbagai kegiatan
supaya berhasil. Sehingga kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan manajerial memiliki
kecenderungan untuk mengurusi kegiatan-kegiatan sekolah, misalnya kegiatan lomba, perayaan
event tertentu, dan lain sebagainya. Kepemimpinan manajerial lebih memfokuskan pada setiap
hal supaya dapat terkelola dengan baik. Sehingga dalam pengaplikasiannya di dalam kelas guru
dapat mengelola kelas dengan membuat suatu pembelajaran yang tidak membosankan dan
berfokus kepada bagaimana membuat peserta didik disiplin, kondusif dan dapat merespon
pelajaran yang diberikan oleh guru tersebut. Meskipun demikian, gaya kepemimpinan manajerial
sebenarnya memberikan dampak positif terhadap sekolah. Karena dengan kemampuan
mengorganisir program yang dimiliki oleh kepala sekolah akan membawa suasana educatif dan
tidak membosankan bagi guru dan peserta didik yang berada di lingkungan sekolah. Selain
membuat program sekolah terlaksana dengan baik, kepemimpinan manajerial juga dapat
memberikan dampak postif terhadap guru-guru di sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan manajerial berpengaruh terhadap kepuasan guru. Misalnya, Silfianti (2013)

8
menemukan bahwa kompetensi manajerial yang dimiliki oleh kepala sekolah berkontribusi
positif terhadap motivasi kerja guru. Ketika motivasi kerja guru semakin baik, maka guru akan
memiliki kinerja lebih baik lagi dalam mendidik dan menjalin hubungan sosial degan guru dan
staf kependidikan lainnya. Dengan adanya kontribusi positif dari gayakepemimpinan manajerial
kepala sekolah terhadap motivasi kinerja guru, tentu membawa dampak positif juga dalam
mewujudkan peningkatan efektifitas sekolah karena guru memiliki semangat dan loyalitas
terhadap sekolah.

5. Gaya Kepemimpinan Pengajaran (Intruksional)


Kerangka pikir kepemimpinan pengajaran memiliki empat dimensi yaitu: (1)
mengembangkanmisi dan tujuan pembelajaran berdasarkan misi dan tujuan sekolah; (2)
mengelola pembelajaran; (3) meningkatkan iklim pembelajaran; dan (4) mengembangkan
dukungan lingkungan kerja (Murphy, 1990). Kepemimpinan pembelajaran di Indonesia mulai
popular tahun 2010 ketika Direktorat Tenaga Kependidikan Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan mulai mengadakan pelatihan kepala sekolah. Kepemimpinan
pembelajaran di Australia disebut educational leadership. Kepemimpinan pembelajaran
(instructionnal leadership) disebut juga education leadership, school leadership, visionary
leadership, and teaching, learningleadership, and supervision leadership (Huber, 2010).
Gaya kepemimpinan pengajaran terdiri atas konsep khusus dan umum (Ng, dkk, 2015).
Konsep khusus mendefinisikan kepemimpinan pengajaran sebagai tindakan yang secara
langsung berkaitan dengan pengajaran dan proses belajar. Misalnya adalah kepala sekolah
melakukan pengamatan langsung di dalam kelas.Sedangkan konsep kepemimpinan pengajaran
umum mendefenisikan kepemimpinan pengajaran sebagai tindakan kepemimpinan yang secara
tidak langsung mempengaruhi belajar siswa. Misalnya kepala sekolah menciptakan budaya dan
penentuan waktu yang efektif di sekolah .Hallinger dan Murphy (1985) merupakan ahli utama
yang mengembangkan konsep kepemimpinan pengajaran. Hallinger dan Murphy mengajukan 10
aspek penting dalam kepemimpinan pengajaran, yaitu: (1) framing the school’s goals, (2)
communicating the school’s goals, (3) coordinating the curriculum, (4) supervising and
evaluating instruction, (5) monitoring student progress, (6) protecting instructional time, (7)
providing incentives for teachers, (8) providing incentives for learning, (9) promoting
professional development dan (10) maintaining high visibility. Dari kesepuluh aspek
kepemimpinan pengajaran tersebut, kepala sekolah harus mampu menjadi inisiator dan fasilitator

9
dalam mengupayakan proses belajar mengajar di sekolah terlaksana dengan baik. Selain itu,
kepala sekolah juga harus mampu menciptakan budaya organisasi di sekolah sekondusif
mungkin sehingga prestasi belajar siswa dan kinerja guru dapat meningkat. Misalnya guru
mampumenciptakan waktu yang efektif di kelas. guru mampu menjadi inisiator dan fasilitator
dalam mengupayakan proses belajar mengajar di kelas terlaksana dengan baik. Selain itu, guru
juga harus mampu menciptakan budaya kerjasama kelompok belajar di kelas sekondusif
mungkin sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat.
Kelemahan dari konsep kepemimpinan pengajaran adalah terlalu berpusat pada kepala
sekolah sehingga kepala sekolah cenderung otoriter dalam menerapkan kepemimpinannya.

6. Gaya Kpemimpinan Positif


Gaya kepemimpinan positif adalah gaya kepemimpinan yang baru dikembangkan dari
konsep positif. Chen, Tsai, Chen dan Wu (2016) menyatakan kepemimpinan positif adalah tipe
pemimpin yang mengurusi berbagai hal dengan melibatkan pemikiran positif sehingga terwujud
situasi yang memaafkan, simpatik, dan penuh kasih. Selain itu, tipe kepemimpinan ini
mengupayakan adanya saling mendukung satu sama lain di antara anggota-angota supaya saling
peduli dan mengasihi untuk menciptakan hubungan positif di tempat kerja. Hasil penelitian
Chen, dkk (2016) membuktikan bahwa kepemimpinan positif berhubungan signifikan dengan
efektifitas sekolah yang dimediatori oleh budaya organisasi sekolah.Pentingnya seorang
pemimpin yang berpikiran positif sangat mendukung dalam mewujudkan lingkungan sekolah
yang kondusif.Artinya kepala sekolah harus melakukan yang benar dan memiliki optimis.
Penerapan gaya kepemimpinan positif dipandang penting dilakukan oleh kepala sekolah di
Indonesia. Pada umumnya sekolah di Indonesia terdiri dari berbagai ras, suku, dan agama.Oleh
karena itu, kepala sekolah harus mampu memiliki pola pikir positif supaya dapat mewujudkan
suasana sekolah yang kondusif dan demokratis sehingga dapat terwujud sekolah yang efektif.

7. Gaya Kepemimpinan Demokratis


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) dikemukakan bahwa demokrasi adalah
gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama atau menjamin kemerdekaan dan persamaan mengemukakan pendapat
sebagai suatu keseluruhan yang utuh. Gaya pemimpin ini berlandaskan pada pemikiran bahwa
aktivitas dalam organisasi akan dapat berjalan secara lancar dan dapat mencapai suatu tujuan

10
yang telah ditetapkan apabila berbagai masalah yang timbul diputuskan bersama antara pejabat
yang memimpin maupun para pejabat yang dipimpin seorang pemimpin demokratik menyadari
bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka
tugas dan kegiatan yang harus dilaksanankan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Seorang guru yang memiliki model pemimpin demokratis selalu menyadari bahwa dirinya
merupakan bagian dari kelompoknya.Nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup yang
menjunjung tinggi harkat martabat manusiawi. Nilai tersebut tercermin dari sikapnya dalam
mengambil sebuah keputusan didalam kelas, misalnya siswa diajak untuk menentukan suatu
keputusan yang akan disepakati secara bersama agar siswa memiliki sifat tanggung jawab yang
besar. Dalam hal menindak siswa yang melanggar disiplin atau aturan yang sudah disetujui dan
etika kerja kelompok cenderung bersifat koperatif, korektif dan edukatif.Hal ini agar mendorong
siswa agar mendorong rasa tanggung jawab yang besar terhadap siswa, selain itu juga dapat
menumbuhkembangkan daya inovatif dan kreativitasnya.

8. Gaya Kepemimpinan Otokratik


Gaya kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan yang
bersifat terpusat pada pemimpin (sentralistik) sebagai satu satunya penentu, penguasa dan
pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
Pemimpin ini tidak mengikutsertakan dan tidak memperbolehkan bawahan berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan dan tidak mentoleransi adanya penyimpangan. Pemimpin
otokratik merasa memperoleh dan memiliki hak-hak istimewa dan harus diistimewakan oleh
bawahannya.Seorang pemimpin otokratik cenderung menganut nilai yang ber-kekaisaran pada
pembenaran segala cara maupun keputusannya untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu guna
mencapai tujuan pribadi di atas tujuan golongan atau kelompok. Seorang pemimpin ini akan
lebih menonjolkan keakuannya dalam mengambil keputusan, dan selalu mengabaikan peranan
bawahan/siswa dalam proses pengambilan keputusan, serta enggan menerima saran, kritik
maupun pandangan dari bawahan/siswanya.

9. Gaya Paternalistik
Kepemimpinan paternalistik adalah pemimpin yang perannya diwarnai oleh sikap kebapak-
bapakan dalam arti bersifat melindungi, mengayomi, dan menolong anggota organisasi yang

11
dipimpinnya. Gaya kepemimpinan ini masih banyak terdapat di lingkungan masyarakat agraris.
Persepsi orang bertipe pemimpin ini dalam kehidupan berorganisasi dapat dikatakan akan
diwarnai dengan harapan oleh bawahan/siswanya. Harapan tersebut agar legitimasi
kepemimpinannya merupakan penerima atas peranannya yang dominan dalam kehidupan suatu
organisasi.
Gaya kepemimpinan paternalistilk tergolong sebagai pemimpin yang diidam-idamkan oleh
beberapa bawahan/siswanya, biasanya bersifat sebagai berikut:
a. Menganggap bawahannya sebagai orang yang tidak dewasa;
b. Bersikap terlalu melindungi;
c. Jarang memberikan kesempatan bawahannya untuk mengambil suatu keputusan;
d. Jarang memberikan kesempatan bawahannya untuk mengambil inisiatif;
e. Jarang memberikan kesempatan bawahannya daya kreasi dan fantasi demi
kemajuankelompok;
f. Sering bersikap maha tau.
Orientasi Model kepemimpinan ini di dalam kelas ditujukan dengan dua hal, yaitu
penyelesaian tugas dan terpeliharanya hubungan baik antara guru dan siswa sebagaimana
seorang bapak yang akan selalu melindungi, memelihara dan hubungan serasi dengan anak-
anaknya. Seorang pemimpin seperti ini dalam hal-hal tertentu amat diperlukan, akantetapi
sebagai seorang pemimpin di kelas pada umumnya kurang baik.

10. Gaya Kepemimpinan Laizes Faire


Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota mampu mandiri dalam
membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing masing,dengan sedikit mungkin
pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok masing-masing sebagai
bagian dari tugas pokok organisasi. Dalam persepsi seorang pemimpin Laissez Fairemelihat
peranannya sebagai polisi lalu lintas, dengan anggapan bahwa anggota sudah mengetahui dan
cukup dewasa untuk taat pada peraturan yang berlaku. Seorang pemimpin ini cenderung memilih
peran yang pasif dan memberikan organisasi berjalan menurut temponya sendiri.

C. Peran Guru Sebagai Pemimpin Dalam Mewujudkan Proses Pembelajaran


Kepemimpinan adalah proses penyelesaian sesuatu melalui aktivitas orang lain. Guru
sebagai pemimpin harus dapat mempengaruhi, mengarahkan, membimbing, dan memotivtasi

12
siswa agar dapat belajar. Mengajar merupakan serangkaian proses pendidikan untuk membantu
siswa lebih memahami dan menguasai sesuatu.
Hakekat kepemimpinan di Kelas adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan
menggerakkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran di kelas. Di sini nampak bahwa unsur-
unsur yang harus dipenuhi dalam kepemimpinan pendidikan adalah (1) pengikut, (2) tujuan, dan
(3) kegiatan mempengaruhi. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang anggotanya dapat
merasakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, baik kebutuhan bekerja, motivasi, rekreasi,
kesehatan, sandang, pangan, tempat tinggal, maupun kebutuahan lainnya yang pantas
didapatkannya (Muhammad, 2017).
Peran kepemimpinan di kelas sebagai figur yang sangat dibutuhkan dalam mengambil
kebijakan dan keputusan sehingga berbagai persoalan dapat diatasi dalam keadaan yang paling
rumit sekalipun. Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai komponen kepemimpinan guru di
kelas adalah (1) proses rangkaian tindakan guru dalam sistem pembelajaran di kelas; (2)
mempengaruhi dan memberi teladan; (3) memberi perintah dengan cara persuasif dan manusiawi
tetapi tetap menjunjung tinggi disiplin pada aturan yang berlaku; (4) siswa mematuhi perintah
sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawab masing-masing; (5) menggunakan authority dan
power dalam batas yang dibenarkan; dan (6) menggerakkan atau mengarahkan semua siswa guna
menyelesaikan tugas sehingga tercapai tujuan meningkatkan hubungan kerjasama antara siswa
satu dan yang lainnya, membina dan menggerakkan sumberdaya yang ada di sekolah maupun
kelas, dan memberikan motivasi kepada kelompok maupun individu dalam pelaksanaan
pembelajaran agar dapat berjalan sesuai yang diinginkan (Muhammad, 2017).
Menurut Pusbangtendik (2014: 41) Kepemimpinan guru dalam proses pembelajaran sangat
penting untuk diterapkan di kelas karena mampu meningkatkan prestasi belajar siswa secara
signifikan. Selain itu juga dapat membangun komunitas belajar warga dan bahkan mampu
menjadikan kelasnya sebagai kelas pembelajar (learning class). (Muhammad, 2017).
Guru dalam kelas berperan sebagai pemimpin, tugasnya adalah mempengaruhi siswa
melalui pengembangan pengorganisasian pembelajaran. Sukses pembelajaran bergantung pada
kemampuan guru memimpin dan mengorganisasikan pembelajaran dalam kelas sehingga dapat
mewujudkan produk belajar sesuai dengan tujuan.
Kesuksesan dan kegagalan dalam suatu pembelajaran selalu dihubungkan dengan
kemampuan guru dalam memimpin dan mengolah suatu kelas. Secara umum fungsi pemimpin di

13
kelas adalah untuk memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Fungsi
yang sangat singkat namun padat dikemukakan oleh bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara
bahwa pemimpin yang baik haruslah menjalankan fungsi seperti berikut: (1) ing ngarso asung
tulodo; (2) jng ngarso mangun karso; dan (3) tut wuri handayani (Jassin, 1992: 5).
Berdasarkan fungsi pemimpin yang diutarakan oleh Ki Hajar Dewantara dapat kita jabarkan
sebagai berikut (Muhammad,2017):
1. Fungsi pemimpin di kelas yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai, terdiri dari:
a. Memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
kelompok serta menjelaskan agar anggotanya dapat bekerja sama dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan guna mencapai tujuan itu.
b. Pemimpin berfungsi memberikan dorongan kepada anggota-anggota kelompok untuk
menganalisis situasi agar dapat merumuskan rencana kegiatan pembelajaran yang ingin
dicapai.
c. Pemimpin berfungsi membantu anggota kelompok dalam memahami materi yang dibahas
dan memberikan keterangan lebih detail mengenai pengumpulan keterangan yang
dianggap perlu supaya dapat inti materi yang dipelajari. d. Pemimpin berfungsi
menggunakan analisis terhadap minat
d. Pemimpin berfungsi menggunakan analisis terhadap minat belajar khusus terhadap
pembagian kelompok kerja masing-masing.
e. Memberi dorongan kepada setiap anggota kelompok untuk melahirkan perasaan dan
pikirannya dalam memilih buah pikiran yang relevan dan berguna dalam pemecahan
masalah yang dihadapi oleh kelompok.
f. Pemimpin berfungsi memberi kepercayaan dan menyerahkan tanggungjawab kepada
anggota dalam melaksanakan tugas, sesuai dengan kemampuan masing-masing demi
kepentingan bersama.
Seorang guru juga adalah seorang pemimpin, dimana guru dituntut untuk dapat
mengarahkan dan memimpin siswanya kejalan yang benar, memberikan tauladan, nasihat dan
arahan-arahan sehingga siswanya tidak mengalami salah jalan dan tujuan dalam kehidupannya.
Guru sebagai pemimpin pendidikan harus memiliki pemahaman mendalam tentang materi
yang mereka ajarkanan bagaimana menjadikan materi itu dapat dipahami siswa. Guru harus
memahami dan mengintegrasikan perencanaan, praktik mengajar, dan asesmen untuk

14
mendorong pembelajaran bagi semua siswa. Guru harus secara rutin memeriksa karya mereka
sendiri lewat perenungan pribadi dan kerja sama dengan kolega (Wardhani, 2018).
Dalam proses belajar mengajar guru bertindak sebagai pemimpin. Mereka memimpin
sejumlah siswa dalam kelasnya. Sebagai seorang pemimpin, guru berperan:
1. Mengarahkan tujuan belajarnya.
2. Memotivasi siswanya untuk belajar.
3. Melatih keterampilan belajar.
4. Menunjukkan materi yang perlu dipelajari.
5. Mengevaluasi proses dan hasil belajar siswanya
Oleh karena proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung
dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting
sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak
akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa
berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa komponen-komponen
pembelajaran diantaranya: pendidik, peserta didik, metode, media yang tersedia,
sarana, materi yang akan diajarkan, dan hasil dari proses tersebut. Beberapa
komponen tersebut kemudian dibangun dengan cara sistematik dan sistematis, hal
tersebut menjadikan hubungan erat antara kegiatan belajar mengajar sehingga terjadi
suatu kondisi yang saling berkaitan, saling interaksi, saling mempengaruhi (Triyanto
dkk, 2013).
Sebagai pemimpin dalam proses pembelajaran guru membimbing, memberi pengarahan,
mempengaruhi perasaan dan perilaku, serta menggerakkan anak didiknya untuk bekerja menuju
sasaran yang ingin dicapai. Peran guru sebagai pemimpin dalam mewujudkan proses
pembelajaran antara lain:
1. Mengajar
Membantu dan memotivasi siswa untuk selalu menemukan cara memperbaiki dirinya dan
dunianya. Siswa yang sudah mengalami pendidikan semacam itu akan mampu bertahan
hidup dan menyesuaikan diri dalam lingkungan yang terus berubah seperti dalam abad 21
nanti.

15
2. Siswa bermutu tidak hanya senang membantu siswa yang cerdas, tetapi juga dengan siswa
yang memerlukan waktu lebih lama untuk mempelajari sesuatu fakta atau konsep.
3. Guru bermutu menciptakan iklim kelas yang kondusif bagi keberhasilan belajar semua
siswa. Dia selalu mendorong siswa untuk mengembangkan daya intelektual dan daya
emosinya guna mencapai pengetahuan yang superior dan kemampuan memecahkan
masalah.
4. Guru bermutu memusatkan perhatiannya pada kepentingan siswa dan menumbuhkan
perasaan selalu ingin tahu dan selalu ingin belajar.
5. Guru bermutu selalu melakukan persiapan lebih baik, bersikap lebih fleksibel, dan selalu
mempertanyakan segala sesuatu.
6. Guru bermutu mengharap dan berusaha agar dirinya menjadi orang yang cemerlang, dan
mengharapkan siswanya juga demikian.
7. Guru bermutu selalu berusaha memberdayakan siswanya dan memperluas pengetahuannya,
hingga siswa merasa memiliki daya dalam menghadapi berbagai situasiMenerapkan ataupun
Perbaikan yang Berkelanjutan berarti perubahan (yang berkesinambungan) pada diri siswa
dan pada diri guru sendiri.
8. Guru bermutu berperan membuat kelasnya menjadi suatu tim untuk memecahkan berbagai
persoalan. Jadi tanggung jawab kelas pada semua orang, bukan hanya pada guru.

D. Rekayasa Ide
Bagaimana seorang guru dapat menggunakan gaya kepemimpinan dikelas secara
optimal?
Di dalam suatu kelas, kegiatan pembelajaran dapat dikatakan berhasil atau gagal sebagian
besar ditentukan oleh guru sebagai pemimpin di kelas tersebut. Model kepemimpinan lebih
identik dengan gaya atau tipe kepemimpinan seseorang dalam hal memimpin. Semua gaya
kepemimpinan di atas dalam praktiknya saling mengisi atau saling menunjang secara bervariasi,
yang disesuaikan dengan situasinya. Dengan kata lain, untuk mencapai keefektifan suatu
pembelajaran, guru dalam hal penerapan beberapa model kepemimpinan di atas perlu
disesuaikan dengan tuntutan, tujuan, dan ruang lingkup keadaan sekitar sekolah. Inilah yang
disebut dengan kepemimpinan situasional. Dalam kenyataan di lapangan, untuk dapat

16
mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, guru perlu memiliki tiga kemampuan dasar
dalam kepemimpinan (Ali, 2015: 119), yaitu:
1. Kemampuan analitis, yaitu kemampuan itu lebih untuk menilai tingkat pengalaman,
melihat dan motivasi situasi siswa dalam hal melaksanakan pembelajaran;
2. Kemampuan untuk fleksibel, yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan
yang paling tepat berdasarkan analisis situasi;
3. Kemampuan berkomunikasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan kepada siswa tentang
ruang lingkup materi secara jelas, padat dan mudah dipahami oleh semua siswa di kelas
tersebut.
Dari kemampuan-kemampuan tersebut, semua guru diharapkan mempunyai pemikiran yang
kritis dan kreatif. Hal ini mengandung maksud agar guru mampu menyelesaikan semua
permasalahan yang terjadi di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah secara baik dan sesuai
dengan harapan semua pihak. Karena kunci sukses model kepemimpinan di dalam kelas adalah
guru dapat memahami kebutuhan dan keinginan khusus dari setiap siswa dalam situasi yang ada.
Kebutuhan dan keinginan ini adalah untuk memenuhi tujuan dan target dalam pelaksanaan
pembelajaran, bukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan guru itu sendiri yang bersifat
pribadi. Karena kebutuhan dan keinginan tersebut untuk kebaikan dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan, maka pemimpin harus dapat memenuhinya. Guru dalam hal ini
pemimpin di kelas harus selalu berusaha menambah pengetahuannya dan mempelajari perubahan
dan perkembangan situasi dalam proses pembelajaran berlangsung, agar guru dapat
menyesuaikan kebijakan siswa pada kebutuhan dan keadaan sesungguhnya (Muhammad, 2017).
Keterampilan-keterampilan yang sebaiknya dimiliki oleh guru dalam kepemimpinan di
kelas, termasuk juga sebagai kepala sekolah menurut Linda dan Hammond (2009: 1) ada empat
keterampilan yang mutlak diperlukan, yaitu:
1. Working with adult learners
Dalam melaksanakan pembelajaran, perlu adanya sebuah kelompok belajar yang
beranggotakan siswa. Guru harus mampu melihat dan menyusun pengelompokkan siswa
berdasarkan kemampuan tingkat kecerdasan siswa, dari siswa yang mempunyai kemampuan
rendah, sedang dan tinggi. Masing-masing kelompok harus terdapat siswa dengan kemampuan
tersebut. Hal ini diharapkan pada saat proses diskusi terdapat siswa yang bisa mengarahkan

17
anggota kelompok yang lainnya agar proses tersebut dapat berjalan sesuai dengan harapan dan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Pada saat proses pembelajaran berlangsung, diharapkan siswa mampu membangun hubungan
yang dapat dipercaya antara siswa satu dengan siswa yang lainnya, contohnya:
a. Membina anggota kelompoknya
b. Mendengarkan dengan seksama penjelasan dari teman kelompoknya.
c. Mengambil sikap etis pada saat mengungkapkan pendapat maupun menanggapi pendapat
teman sekelompoknya.
d. Mengambil sikap peduli antar anggota kelompok.
e. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman didalam kelompoknya.
f. Mengembangkan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing anggota kelompoknya.
Guru mengupayakan untuk memfasilitasi proses belajar yang profesional agar siswa dapat
dengan nyaman menjalani proses belajar mengajar, dengan cara:
a. Menggunakan refleksi strategis diakhir pembelajaran.
b. Memperhatikan topik diskusi yang baik dan membatasi konten pembicaraan yang
menyimpang dari diskusi
c. Mengantisipasi adanya siswa yang ingin mengganggu jalannya diskusi.
d. Membina keterlibatan siswa
e. Guru harus memahami perkembangan pengetahuan dan teknologi, baik dari segi
pengetahuan konten dan pengetahuan pedagogis.
f. Memberikan pengertian kepada siswa didalam kelompok tersebut bahwasanya tanggung
jawab untuk belajar kelompok adalah dipundak semua anggota kelompoknya.

2. Communication
Ketrampilan komunikasi dalam suatu proses pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini
berakibat kepada materi yang dipelajari oleh siswa akan lebih mudah dan cepat dalam proses
pemahaman materi. Selain itu juga akan menumbuhkembangkan komunikasi antara guru dan
siswa maupun siswa dengan siswa. Komunikasi juga sangat penting untuk membangun
hubungan dan kepercayaan antar siswa dalam membahas materi di dalam kelompoknya pada saat
proses pembelajaran. Beberapa cara guru dalam membangun hubungan pada prosespembelajaran
berlangsung melalui komunikasi yaitu menjaga objektivitas, mengembangkan kompetensi

18
budaya, memahami orang dewasa sebagai siswa, risiko mengundang dan menghormati berbagai
pandangan, dan nyaman dengan sehat diskusi, produktif (Muhammad, 2017).
Dalam proses komunikasi, guru juga harus mempunyai keterampilan teknis yang matang,
diantaranya:
a. Memfasilitasi pembelajaran difokuskan percakapan
b. Berikan dan menerima umpan balik
c. Keterampilan Deep listening (yaitu parafrase, meminta klarifikasi pertanyaan)
d. Strategi Questioning
e. Dialog Data Timbal didorong
f. Mengetahui perbedaan antara percakapan, dialog dan diskusi
g. Sintesis dan meringkas, menggunakan keterampilan mediasi
h. Memfasilitasi kelompok besar dan kecil
i. Efektif menggunakan teknologi untuk meningkatkan komunikasi (yaitu Powerpoint
presentasi)
j. Komunikasi tertulis (yaitu memo, menit, email)
k. Strategi untuk menyiapkan ruang, bahan dan mondar-mandir

3. Collaboration Team
Kemampuan guru dalam mengolaborasikan kelompok belajar siswa harus didasari dengan
pengetahuan dan kemampuan atau ketrampilan yang cukup agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Diantaranya dalam hal kecemburuan siswa satu dengan siswa yang lain. Guru harus
mampu membagi dan mengolaborasikan kelompok siswa sesuai dengan kemampuan pemikiran
masing-masing siswa. Dari kemampuan berfikir siswa tingkat rendah, sedang dan tinggi harus
ada disetiap kelompok yang dibagi oleh seorang guru. Dan inilah yang dinamakan dengan
keterampilan kolaboratif team. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam
ketrampilan kolaboratif team adalah (Muhammad, 2017):
a. Pengajaran, pengembangan, dan menggunakan norma kolaborasi.
b. Resolusi konflik dan keterampilan mediasi.
c. Menggunakan protokol atau strategi lainnya.
d. Modeling / menghargai pendapat yang beragam.
e. Bahasa Matching dengan situasi
f. Tanggung jawab Sharing dan kepemimpinan.

19
g. Guru harus bertanggung jawab dalam proses kolaborasi untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan mendapatkan hasil kerja kelompok yang diharapkan.

Selain itu, kemampuan organisasi juga sangat diperlukan oleh guru dalam mengolaborasikan
sebuah kelompok belajar. Hal-hal yang diperlukan diantaranya memfasilitasi proses
pembelajaran, mendokumentasikan proses pembelajaran, memindahkan kelompok ketempat
yang lain untuk menyelesaikan tugas, mengetahui sumber daya dan bagaimana mengakses
sumber serta mendelegasikan tanggung jawab kepada anggota kelompok.

4. Knowledge of content and pedagogy


Beberapa masalah dalam hal kepemimpinan guru di kelas adalah kurangnya pengetahuan dan
kemampuan atau ketrampilan guru dalam penggunaan sumber belajar, media penunjang dan
strategi pembelajaran. Hal ini dikarenakan guru masih menggunakan strategi pembelajaran yang
konvensional, yang mana hanya menuntut siswa untuk belajar memahami materi yang
disampaikan oleh guru tanpa adanya kerjasama kelompok dalam pelaksanaannya. Berikut
beberapa pengetahuan yang harus dimiliki oleh guru pada ranah pedagogi (Muhammad, 2017):
a. Pengetahuan tentang mata pelajaran yang kuat termasuk strategi penilaian.
b. Kemampuan untuk menganalisis kedua konsep materi dan strategi pedagogis.
c. Pengalaman pribadi menggunakan strategi pedagogis yang efektif di kelas.
d. Kemampuan untuk membantu rekan-rekan di beberapa entry point untuk meningkatkan
pengetahuan konten dan aplikasi kelas.
Dari keempat keterampilan guru tersebut, diharapkan guru mempunyai dan menerapkannya
dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan sukses bilamana seorang guru harus
mampu melihat dan menyusun pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan tingkat
kecerdasan siswa, dari siswa yang mempunyai kemampuan rendah, sedang dan tinggi. Hal ini
diharapkan agar di dalam kelompok tersebut semua siswa berperan aktif dalam proses belajar
kelompok di kelas, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selanjutnya guru juga harus
mempunyai keterampilan komunikasi yang mumpuni. Hal ini akan menumbuh kembangkan
komunikasi antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa secara baik. Komunikasi juga
sangat penting untuk membangun hubungan dan kepercayaan antar siswa dalam membahas
materi di dalam kelompoknya pada saat proses pembelajaran.

20
Kemampuan guru dalam membagi kelompok sangatlah dikedepankan. Pengelompokan
siswa harus berdasarkan dengan tingkat pengetahuannya, agar tidak menimbulkan hal-hal yang
tidak diinginkan selama proses belajar mengajar tidak terganggu. Pengetahuan dan keterampilan
guru dalam memilah sumber belajar juga sangatlah penting.
Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Guru diharpkan kaya akan buku dan bahan pelajaran yang mendukung agar
terciptanya pembelajaran yang baik dan materi yang disampaikan kepada siswa mudah untuk
dipahami.

Catatan:
Ul kek mana kalo kita rekayasa nya bagaimana cara guru mengopimalkan gaya kepemimpinan yang
ada?
Jadikan ada keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki guru dalam kepemimpinan, ada ciri-
cirinya juga uda disitu, jadi kita tinggal masukin gaya kepemimpinan apa yang bisa digunakan dalam
setiap keterampilan itu.
Supaya jangan luas kali, kita batasi aja, entah 2 atau 3 keterampilan aja yg dibahas.
Kalo pedagogic luas kali ai liat, uda itu gak semua bisa dimasukin gaya kepemimpinan.

Sekian.
Terimakasih.

21
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Ada 10 gaya kepemimpinan yang dapat diimplementasikan guru dalam proses
pembelajaran yaitu gaya kepemimpinan ialah gaya kepemimpinan manajerial, gaya
kepemimpinan transformasional, gaya kepemimpinan transaksional, gaya
kepemimpinan pengajaran dan gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan
kharismatik, gaya kepemimpinan Leizes Faire, gaya kepemimpinan otokratik dan
gaya kepemimpinan paternalistik.
2. Sebagai pemimpin pendidikan seorang guru tidak hanya bertugas menyampaikan
informasi kepada peserta didik, tetapi harus kreatif memberikan layanan dan
kemudahan belajar kepada peserta didik. Seorang guru harus menjadi guru yang
kompeten yaitu guru yang mempunyai kemampuan mengerjakan semua tugas yang
terdapat dalam pengajaran yang efektif.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bush, T. (2008). Leadership and Management Development. London : SAGE Publication Ltd.

Bush, T. (2015). Organisation Theory in Education: How does in inform school leadership?
Journal of Organizational Theory in education. 1 (1), 35-47. Bush, T. &

Chen, C., Tsai S., Chen, H., & Wu, H. (2016) .The Relationship between the Principal’s Positive
Leadership and School Effectiveness-Take School Organizational Culture as The
Mediator. European Journal of Psychological Research. 3 (2), 12-23.

Giltinane, CL. (2013) . Leadership Style and Theories. Nurshing Standard. 27 (41), 35-39.

Hallinger, P., & Murphy, J. (1985). Assessing the Instructional Leadership Behavior of
Principals. Elementary School Journal. 86 (2), 217-248.

Linda dan Hammond. 2009. Teacher Leadership Skills Framework. JP Morgan Chase.

Marganiati, V., & Susena, S. (2017). Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan Guru Dengan
Prestasi Belajar PKn Siswa di SMP Negeri 2 Kokap Kulonprogo Yogyakarta. Jurnal
Citizenship: Media Publikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 3(1), 11-
24.

Muhammad, A. F. N. (2017). Model Kepemimpinan Guru dalam Proses Pembelajaran Di Kelas


pada Jenjang SD/MI. Al Ibtida: Jurnal Pendidikan Guru MI, 4(1), 29-44.Nasib. (2017).
Teori dan Implementasi Gaya Kepemimpinan Kepakla Sekolah. Jurnal Manajemen
Pendidikan. 4(2), 213-219

Nasib. (2017). Teori dan Implementasi Gaya Kepemimpinan Kepakla Sekolah. Jurnal
Manajemen Pendidikan. 4(2), 213-219

Ng, F.S.D., Nguyen, T. D., Wong, K.S.B., & Choy, K. W. W. (2015). Instructional leadership
practices in Singapore. School Leadership & Management. 35 (4), 388-407.

Northouse, P. G. (2013). Kepemimpinan: Theori dan Praktik (Terjemahan). Jakarta: PT. Indeks.

Robbins, Stephen dan Timothy A. Judge. (2017). Perilaku Organisasi (Terjemahan). Jakarta:
Salemba Empat.

Safaria, Triantoro. (2016). Kepemimpinan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Silfianti. (2013). Kontribusi kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru
SMP Negeri di Kecamatan Padang Timur. Jurnal Manajemen Administrasi Pendidikan.
1 (1), 220-461.

23
Triyanto, E., Anitah, S., & Suryani, N. (2013). Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam
Pemanfaatan Media Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses
Pembelajaran. Teknologi Pendidikan, 1(2), 226-238.

Usman, H., & Eko Raharjo, N. (2013). Strategi kepemimpinan pembelajaran menyongsong
implementasi kurikulum 2013. Cakrawala Pendidikan, (1).Wardani, I. S. (2018). Guru
Sebagai Pemimpin Pendidikan. Jurnal Buana Pendidikan, 10(18).

Yang, Y. (2014). Principal’s Transformational Leadership in School Improvement. International


Journal of Educational Management, 28 (3), 279-288.

24

You might also like