You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Hepatitis B adalah salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat
menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan termasuk masalah kesehatan
masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit Hepatitis B juga merupakan
infeksi virus yang paling banyak tersebar dan dapat menimbulkan infeksi yang
berkepanjangan, sirosis hati, kanker hati hingga kematian.
Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang
bersifat akut atau kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya
dibanding dengan penyakit hati yang lain karena penyakit Hepatitis B ini tidak
menunjukkan gejala yang jelas, hanya sedikit warna kuning pada mata dan
kulit disertai lesu. Penderita sering tidak sadar bahwa sudah terinfeksi virus
Hepatitis B dan tanpa sadar pula menularkan kepada orang lain (Misnadiarly,
2007).
Penyebaran penyakit Hepatitis B sangat mengerikan. Menurut World
Health Organization(WHO) Tahun 1990 diperkirakan satu biliun individu
yang hidup telah terinfeksi Hepatitis B, sehingga lebih dari 200 juta orang di
seluruh dunia terinfeksi, dan 1-2 juta kematian setiap tahun dikaitkan dengan
VHB. Pada Tahun 2008 jumlah orang terinfeksi VHB sebanyak 2 miliar, dan
350 juta orang berlanjut menjadi pasien dengan infeksi Hepatitis B kronik
(Shulman,1994).
Kelompok pengidap Hepatitis kronik yang ada di masyarakat, sekitar 90
persen diantaranya mengalami infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang
mengidap virus Hepatitis B bisa terjadi sejak masa kehamilan hingga bayi
mencapai Universitas Sumatera Utarausia balita. Infeksi juga bisa terjadi saat
ibu munyusui karena terjadi kontak luka pada puting ibu sehingga menjadi
jalan mudah masuknya virus Hepatitis B (Budihusodo, 2008).

1
Berdasarkan data WHO Tahun 2008, penyakit Hepatitis B menjadi
pembunuh nomor 10 didunia dan endemis di China dan bagian lain di Asia
termasuk Indonesia. Indonesia menjadi negara dengan penderita Hepatitis B
ketiga terbanyak di dunia setelah China dan India dengan jumlah penderita 13
juta orang, sementara di Jakarta diperkirakan satu dari 20 penduduk menderita
penyakit Hepatitis B. Sebagian besar penduduk kawasan ini terinfeksi VHB
sejak usia kanak-kanak. Sejumlah negara di Asia, 8-10 persen populasi orang
menderita Hepatitis B kronik (Sulaiman, 2010).
Ningsih(2010) mengatakan bahwa mayoritas pengidap Hepatitis B
terdapat di negara berkembang. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, prevalensi penduduk yang pernah
terinfeksi virus Hepatitis B adalah sebesar 34%dan cenderung meningkat
karena jumlah pengidapnya terus bertambah terlebih lagi terdapat carrieratau
pembawa penyakit dan dapat menjadi penyakit pembunuh diam-diam (Silent
Killer)bagi semua orang tanpa kecuali. Di pedesaan penyakit Hepatitis
menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian pada golongan semua
umur dari kelompok penyakit menular, sedangkan di daerah perkotaan
menduduki urutan ketiga.
Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk
mencegah penularan penyakit Hepatitis B. Di Indonesia program imunisasi
Hepatitis B dimulai pada Tahun 1987 dan telah masuk ke dalam program
imunisasi rutin secara nasional sejak Tahun 1997. Pada Tahun 1991 Indonesia
dinyatakan telah mencapai Universitas Sumatera Utara adalah sebanyak 48
kasus sedangkan pada Tahun 2009 jumlah kasus Hepatitis B di Sumatera
Utara adalah sebanyak 64 kasus. Ini berarti
menunjukkan adanya kenaikan kejadian Hepatitis B.

1.2 Rumusan masalah


1. Pengertian dan gejala Hepatitis B ?
2. Penyebab Hepatitis B di Lingkungan kerja ?
3. Cara penularan Hepatitis B dilingkungan kerja ?
4. Cara pencegahan B dilingkungan kerja?
5. Terapi Hepatitis B ?

2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan gejala Hepatitis B.
2. Untuk mengetahui penyebab Hepatitis B di Lingkungan kerja.
3. Untuk mengetahui cara penularan Hepatitis B dilingkungan kerja.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan Hepatitis B dilingkungan kerja.
5. Untuk mengetahui terapi Hepatitis B.

BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan gejala hepatitis B


a. pengertian

Penyakit Hepatitis B merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui


hubungan seksual dari cairan sperma (sexual transmitted disease/STD), darah atau
cairan tubuh lain. Penyakit ini dapat menimbulkan penyakit serius dan

3
mengakibatkan kerusakan hati yang dapat berakhir dengan kematian atau kanker
hati. Hepatitis B terdiri dari antigen permukaan (surface antigen) yang disebut
dengan antigen Australia, karena antigen ini pertama kali dijumpai di Australia.

Masa inkubasi dari penyakit hepatitis B ini berkisar antara 45-180 hari dan
lama masa inkubasi tergantung pada jumlah virus yang masuk ke dalam tubuh dan
cara penularan serta daya tahan pasien. Penyakit ini sering dijumpai pada 30-50%
pada usia > 50 tahun dan 10% pada usia < 50 tahun. Keluhan pada penyakit
hepatitis B : mual tidak nafsu makan, lemas, muntah, nyeri pada otot dan sendi,
demam, kencing berwarna cokelat tua dan kulit berwarna kuning. Kebanyakan
kasus dengan infeksi hepatitis B akan sembuh dalam waktu 6 bulan dan
mengalami kekebalan. Di mana 15-20% akan menjadi hepatitis kronik atau
penyakit hati menahun yang kemudian menjadi sirosis hati dan berkembang
menjadi kanker hati.

Virus hepatitis B (VHB) adalah virus DNA yang bentuknya kompleks,


mempunyai 2 lapis partikel disebut partikel Dane, merupakan lapisan permukaan
VHB yang disebut HbsAg dan lapisan dalam pada intinya didapatkan hepatitis B
core antigen (HbcAg). Di dalam inti dari genome viral terdapat DNA yang
sirkuler dan double stranded.

b. Gejala Penyakit Hepatitis B

Gejala dari penyakit hepatitis B adalah :

Biasanya adalah akibat banyak orang yang tidak akan menunjukkan suatu gejala
apapun disaat baru mendapatkan infeksi.

Apabila jika menunjukkan suatu gekala, biasanya termasuk salah satunya adalah:

 Penyakit kuning misalnya adalah kulit dan mata yang menjadi berwarna
kuning

 Air seni yang berwarna agak pekat

4
 Tinja yang berwarna agak pucat, merasa kelelahan

 Sakit perut

 Hilangnya nafsu makan

 Mual

 Muntah

 Serta mengalami nyeri sendi.

Penyakit hepatitis B akut bisa menular kepada orang lain jika darah serta
cairan tubuh misalnya adalah seperti air liur, air mani dan juga lelehan dari cairan
vagina yang mengandung virus hepatitis B di dalamnya yang masuk ke dalam
tubuh seseorang lewat :

 Luka pada kulit

 Selaput lendir atau mukosa

 Lewat aliran darah dengan cara yang bersamaan dengan menggunakan alat
suntik, atau juga lewat jarum suntik setelah seseorang mengalami infeksi, luka
jarum atau juga akibat alat-alat yang mengalami kontaminasi.

 Melakukan hubungan seksual dengan orang yang positif sudah terinfeksi


penyakit hepatitis B namun tanpa menggunakan kondom.

 Penyakit hepatitis B juga bisa ditularkan pada bayi disaat baru lahir dari ibu
yang mengalami infeksi.

Resiko dari seseorang yang menderita penyakit hepatitis B akut adalah pada
golongan :

 Orang yang melakukan hubungan seksual pada mereka yang sudah terinfeksi

 Penggunaan dari narkoba jenis suntik

5
 Bayi yang terlahir dari ibu yang mengalami infeksi

 Orang yang bergonta ganti pasangan seksual

 Pria yang homoseksual

 Pasien hemodialisis

 Petugas kesehatan

 Orang yang terlahir di negara dengan kasus hepatitis B yang sangat tinggi

 Terjadinya kontak langsung dirumah dengan mereka yang sudah mengalami


infeksi penyakit hepatitis B.

 Tahanan sipil

2.2. Penyebab Hepatitis B di Lingkungan kerja

Penyakit hepatitis B ini terjadi akibat adanya virus hepatitis B yang


menular secara langsung melalui darah, air mani, atau cairan tubuh lainnya.
Pada saat virus hepatitis B tersebut masuk ke dalam hati seseorang, virus ini
akan langsung menyerang sel hati dan akan berubah menjadi berlipat ganda.
Hal tersebut akan membuat pembengkakan pada hati dan membuat datangnya
tanda dan gejala infeksi hepatitis B.

Penyebab Hepatitis B di lingkungan kerja:

1. Belum Vaksin
2. Bekerja tidak sesuai SOP
3. Kelelahan
4. Kurang terampil
5. Kurangnya kebersihan
6. Kelalaian
Virus hepatitis B ini dapat menular dengan cara-cara berikut ini :
 Hubungan seksual dengan pasangan yang mempunyai penyakit liver
hepatitis B
 Berbagi pakai jarum suntik

6
 Kontak langsung dengan darah yang terjangkit virus hepatitis B
 Turunan dari penyakit ibu ke anak

Kelelahan
Belum Vaksin
Bekerja tidak
sesuai SDP

HEPATITIS B

Kelalaian
Kurangnya
Kurang kebersihan
terampil

2.3. Penularan Hepatitis B dilingkungan kerja

Penyakit Hepatitis B dapat mudah ditularkan kepada semua orang dan


semua kelompok umur secara menyusup. Dengan percikan sedikit darah yang
mengandung virus hepatitis B sudah dapat menularkan penyakit. Pada umumnya
penularan dari Hepatitis B adalah parenteral. Semula penularan Hepatitis B
diasosiasikan dengan tranfusi darah atau produk darah, melalui jarum suntik.
Tetapi setelah ditemukan bentuk dari Hepatitis Bmakin banyak laporan yang
ditemukan cara penularan lainnya. Hal ini disebabkan karena Hepatitis B dapat
ditemukan dalam setiap cairan yang dikeluarkan dari tubuh penderita, misalnya
melalui : darah, air liur, air seni, keringat, air mani, air susu ibu, cairan vagina, air
mata, dan lain-lain. Oleh karena itu dikenal cara penularan perkutan dan non
perkutan di samping itu juga dikenal penularan horizontal dan vertikal.

7
1. Penularan horizontal

Cara penularan horizontal yang dikenal ialah : tranfusi darah yang


terkontaminasi oleh HBV, mereka yang sering mendapat hemodialisa. Selain itu
Hepatitis B dapat masuk ke dalam tubuh kita melalui luka atau lecet pada kulit
dan selaput lendir misalnya tertusuk jarum (penularan parenteral) atau luka benda
tajam, menindik telinga, pembuatan tatoo, pengobatan tusuk jarum (akupuntur),
penggunaan alat cukur bersama, kebiasaan menyuntik diri sendiri, menggunakan
jarum suntik yang kotor/kurang steril. Penggunaan alat-alat kedokteran dan
perawatan gigi yang sterilisasinya kurang sempurna/kurang memenuhi syarat akan
dapat menularkan Hepatitis B. Di daerah endemis berat diduga nyamuk, kutu
busuk, parasit, dan lain-lain dapat juga menularkan Hepatitis B, walaupun belum
ada laporan. Cara penularan tersebut disebut penularan perkutan. Sedangkan cara
penularan non-kutan diantaranya ialah melalui semen, cairan vagina, yaitu kontak
seksual (baik homoseks maupun heteroseks) dengan pengidap/penderita Hepatitis
B, atau melalui saliva yang bercium-ciuman dengan penderita/pengidap, dapat
juga dengan jalan tukar pakai sikat gigi, dan lainnya. Hal ini dimungkinkan
disebabkan karena selaput lendir tubuh yang melapisinya terjadi diskontinuitas,
sehingga virus hepatitis B mudah menembusnya.

2. Penularan vertikal

Penularan secara vertikal dapat diartikan sebagai penularan infeksi dari


seorang ibu pengidap/penderita Hepatitis B kepada bayinya sebelum persalinan,
pada saat persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Apabila seorang ibu
menderita Hepatitis B akut pada perinatal yaitu pada trisemester ketiga kehamilan,
maka bayi yang baru dilahirkan akan tertulari.

Selain itu, hepatitis B sangat mungkin untuk tertular pada petugas


kesehatan mengingat petugas kesehatan sangat dekat dengan penderita hepatitis B.
Penyebaran infeksi virus hepatitis B yang dapat terjadi dari penderita ke tenaga
kesehatan yang sehat (dokter bedah, perawat, dan petugas kebersihan)
pemaparannya terjadi melalui darah atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi.

8
Hal ini bisa diakibatkan kaena kecerobohan dari petugas kesehatan itu sendiri,
misalnya :

- Petugas kesehatan tidak sengaja tertusuk jarum suntik bekas pakai


penderita hepatitis B
- Tidak memakai sarung tangan/handskun sebelum menangani pasien
hepatitis B
- Tidak mencuci tangan setelah bersentuhan dengan pasien pengidap
hepatitis B

Berikut ini adalah siklus penularan hepatitis b pada petugas kesehatan

Tubuh manusia

Tenaga kesehatan Darah, Sekret vagina, air


mani, dsb

Tusukan jarum, Kulit


lecet/luka, Terpotong,
Percikan pada
membaran mukos
9
2.4. pencegahan Hepatitis B dilingkungan kerja

a. Langkah Pencegahan Penyebaran Hepatitis B

Langkah pengobatan memang dapat menghambat penyebaran hepatitis B kronis


dan mencegah komplikasi, tetapi tidak bisa menyembuhkan infeksi. Penderita
hepatitis B kronis tetap dapat menularkannya pada orang lain.

b. Vaksin dan Langkah Pencegahan Terpapar Virus Hepatitis B

Langkah efektif dalam pencegahan hepatitis B adalah dengan vaksin. Di Indonesia


sendiri, vaksin hepatitis B termasuk vaksin wajib dalam imunisasi. Proses
pemberian vaksin dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu saat anak lahir, saat anak
berusia satu bulan, dan saat anak berusia 3-6 bulan. Tetapi orang dewasa dari
segala umur dianjurkan untuk menerima vaksin hepatitis B.

Pemberian vaksin ini juga dianjurkan untuk mereka yang berisiko tinggi tertular
hepatitis B, seperti:

 Orang yang memiliki lebih dari satu pasangan seksual.


 Orang yang menggunakan obat suntik atau berhubungan seks dengan
pengguna obat suntik.

 Petugas kesehatan (paramedis) yang berisiko terpapar virus hepatitis B.


Orang yang tinggal serumah dengan penderita hepatitis B.

 Penderita penyakit hati kronis.

 Penderita penyakit ginjal.

Pemeriksaan hepatitis B juga diterapkan bagi ibu hamil. Jika sang ibu mengidap
penyakit ini, bayinya dapat menerima vaksin pada saat lahir (12 jam setelah
persalinan) untuk mencegah penularan dari ibu ke bayi.

10
Langkah lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terkena hepatitis B di
antaranya adalah:

 Berhenti atau jangan menggunakan obat-obatan terlarang.


 Hindari berbagi penggunaan barang seperti sikat gigi, anting-anting, serta
alat cukur.

 Waspadalah saat ingin menindik dan menato tubuh.

 Jangan berhubungan seks tanpa alat pengaman kecuali Anda yakin


pasangan Anda tidak memiliki hepatitis B atau penyakit kelamin menular
lainnya.

2.5. Terapi Hepatitis B

Terapi Non Farmakologi


Terapi tanpa obat bagi penderita adalah diet yang seimbang, jumlah kalori
yang dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan, berat badan, dan aktivitas.
Pada keadaan tertentu, diperlukan diet rendah protein, banyak makan sayur
dan buah serta melakukan aktivitas sesuai kemampuan untuk men
cegah sembelit, menjalankan pola hidup yang teratur dan berkonsultasi
dengan petugas kesehatan. Tujuan terapi diet pada pasien penderita
penyakit hati adalah menghindari kerusakan hati yang permanen;
meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan hati dengan keluarnya
protein yang memadai; memperhatikan simpanan nutrisi dalam tubuh;
mengurangi gejala ketidaknyamanan yang diakibatkan penyakit ini. Diet
yang seimbang sangatlah penting. Kalori berlebih dalam bentuk
karbohidrat dapat menambah disfungsi hati dan menyebabkan penimbunan
lemak dalam hati.
Jumlah kalori dari lemak seharusnya tidak lebih dari 30% jumlah
kalori secara keseluruhan karena mbahayakan sistem kardiovaskular.
Selain diet yang seimbang, terapi tanpa obat ini harus disertai dengan
terapi tanpa obat ini harus disertai dengan terapi non farmakologi lainnya
seperti segera beristirahat bila merasa lelah dan menghindari minuman
beralkohol

11
Terapi Farmakologi
Terapi tanpa obat tidak menjamin kesembuhan, untuk itu dilakukan
cara lain dengan menggunakan obat-obatan. Golongan obat yang
digunakan antara lain adalah aminoglikosida, antiamuba, antimalaria,
antivirus, diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan
multivitamin dengan mineral.

Aminoglikosida
Antibiotika digunakan pada kasus abses hati yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Antibiotika kombinasi biasanya digunakan untuk
mencegah ketidakaktifan obat yang disebabkan oleh enzim yang
dihasilkan bakteri

Antiamuba
Antiamuba seperti dehydroemetine, diiodohydroxyquinoline,
diloxanide furoate, emetine, etofamide, metronidazole, secnidazole,
teclozan, tibroquinol, tinidazole adalah preparat yang digunakan untuk
amubiasis. Dengan terapi ini maka risiko terjadinya abses hati karena
amuba dapat diminimalkan.

Antimalaria
Antimalaria, misalnya klorokuin, dapat juga digunakan untuk
mengobati amubiasis. Obat ini mencegah perkembangan abses hati yang
disebabkan oleh amuba.

Antivirus
Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita
hepatitis B. Virus hepatitis B membawa informasi genetik DNA. Obat ini
mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi kemampuan virus
hepatitis B berproliferasi. Lamivudine merupakan analog nukleosida
deoxycytidine dan bekerja dengan menghambat pembentukan DNA virus
hepatitis B. Pengobatan dengan lamivudine akan menghasilkan HBV DNA
yang menjadi negatif pada hampir semua pasien yang diobati selama 1

12
bulan. Lamivudin akan meningkatkan angka serokonversi HBeAg,
mempertahankan fungsi hati yang optimal,dan menekan terjadinya proses
nekrosis-inflamasi. Lamivudine juga mengurangi kemungkinan terjadinya
fibrosis dan sirosis serta dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kanker
hati. Profil keamanan lamivudine sangat memuaskan, dimana profil
keamanannya sebanding dengan plasebo. Lamivudine diberikan peroral
sekali sehari, sehingga memudahkan pasien dalam penggunaannya dan
meningkatkan kepatuhan penggunaan obat. Oleh karenanya penggunaan
lamivudine adalah rasional untuk terapi pada pasien dengan hepatitis B
kronis aktif.

Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV) pada koinfeksi hepatitis


C, saat ini tersedia ARV gratis di Indonesia. ARV yang tersedia gratis
adalah Duviral (Zidovudine + Lamivudine) dan Neviral (Nevirapine).
Sedangkan Efavirenz (Stocrin) tersedia gratis dalam jumlah yang amat
terbatas. Didanosine atau Stavudine tidak boleh diminum untuk penderita
yang sedang mendapat pengobatan interferon dan Ribavirin, karena
beratnya efek samping terhadap gangguan faal hati.
Zidovudine, termasuk Duviral dan Retrovir harus ketat dipantau
bila digunakan bersama Ribavirin (untuk pengobatan hepatitis C), karena
masing-masing dapat menimbulkan anemia. Anemia dapat diantisipasi
dengan pemberian eritropoietin atau tranfusi darah. Neviraldapat
mengganggu faal hati. Jadi, kadar hemoglobin dan leukosit serta tes faal
hati (SGOT, SGPT, bilirubin, dan lain-lain) harus dipantau ketat.
Menurut tim ahli Amerika (DHHS, April 2005), Nevirapin
walaupun dapat menimbulkan gangguan faal hati, boleh digunakan pada
penderita dengan koinfeksi hepatitis C, dengan pemantauan yang seksama.
Konsensus Paris 2005 menganjurkan pemberian Pegylated Interferon-
Ribavirin selama 48 minggu. Koinfeksi dengan hepatitis C memerlukan
penatalaksanaan yang lebih khusus dan komprehensif. Jenis kombinasi
ARV juga perlu dipantau lebih ketat terhadap gangguan faal hati, anemia
dan leukopenia. Peginterferon dan Ribavirin dalam kombinasi dengan

13
Interferon selain bermanfaat mengatasi hepatitis C juga untuk hepatitis D.
Ada juga obat-obatan yang merupakan kombinasi imunologi dan antivirus
yang tampaknya dapat menekan kadar virus hepatitis C dalam darah secara
lebih efektif dari pada terapi ulang dengan interferon saja.
Thymosin alpha 1 adalah suatu imunomodulator yang dapat
digunakan pada terapi hepatitis B kronik sebagai monoterapi atau terapi
kombinasi dengan interferon.

Diuretik
Diuretik tertentu, seperti Spironolactone, dapat membantu
mengatasi edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa asites.
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan
keseimbangan elektrolit atau gangguan ginjal berat karena menyebabkan
ekskresi elektrolit. Obat diuretik lain yang digunakan dalam penyakit hati
selain spironolakton adalah furosemid yang efektif untuk pasien yang
gagal memberikan tanggapan terhadap Spironolactone. Obat lain seperti
Thiazide atau Metolazone dapat bermanfaat pada keadaan tertentu.
Kolagogum, kolelitolitik dan hepatic protector.
Golongan ini digunakan untuk melindungi hati dari kerusakan yang
lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Kolagogum misalnya: calcium
penthothenat, phosphatidyl choline, silymarin dan ursodeoxycholic acid
dapat digunakan pada kelainan yang disebabkan karena kongesti atau
insufisiensi empedu, misalnya konstipasi biliari yang keras, ikterus dan
hepatitis ringan, dengan menstimulasi aliran empedu dari hati. Namun
demikian, jangan gunakan obat ini pada kasus hepatitis akut atau kelainan
hati yang sangat toksis

Multivitamin dengan mineral


Golongan ini digunakan sebagai terapi penunjang pada pasien
hepatitis dan penyakit hati lainnya. Biasanya penyakit hati menimbulkan
gejala-gejala seperti lemah, malaise, dan lain-lain, sehingga pasien
memerlukan suplemen vitamin dan mineral.

14
Terapi dengan Vaksin
Interferon merupakan sistem imun alamiah tubuh dan bertugas
untuk melawan virus. Obat ini bermanfaat dalam menangani hepatitis B, C
dan D. Imunoglobulin hepatitis B dapat membantu mencegah berulangnya
hepatitis B setelah transplantasi hati. Interferon adalah glikoprotein yang
diproduksi oleh sel-sel tertentu dan T-limfosit selama infeksi virus. Ada 3
tipe interferon manusia, yaitu interferon α, interferon β dan interferon γ;
yang sejak tahun 1985 telah diperoleh murni dengan jalan teknik
rekombinan DNA. Pada proses ini, sepotong DNA dari leukosit yang
mengandung gen interferon, dimasukkan ke dalam plasmid E.coli. Dengan
demikian kuman ini mampu memperbanyak DNA tersebut dan mensintesis
interferon
Ada juga vaksin HBV orisinil pada tahun 1982 yang berasal dari
pembawa HBV, kini telah digantikan dengan vaksin mutakhir hasil
rekayasa genetika dari ragi rekombinan. Vaksin mengandung partikel-
partikel HBsAg yang tidak menular. Tiga injeksi serial akan menghasilkan
antibody terhadap HbSAg pada 95 % kasus yang divaksinasi, namun tidak
memiliki efek terhadap individu pembawa

15
BAB III

PROGRAM VAKSINASI HEPATITIS B

a. Secara Umum

Tabel 1. Jadwal Pemberian Imunisasi


Vaksin Pemberian Interval Umur Keterangan
Imunisasi
BCG 1X - 0-11bulan
DPT 3X 4mingg 2-11bulan
Polio 4X u 0-11bulan
Campak 1X 4mingg 9-11bulan
Hepatiti 3X u 0-11bulan Untuk bayi yang lahir di
sB - rumah
4mingg sakit/Puskesmas,HB,BCG,
u Polio dapat segera
diberikan.
Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke-7, Dirjem P2M dan
Penyehatan Lingkungan Jakarta

Tabel 2. Alternatif 1 Program Imunisasi


Umur Antigen
0 bulan HB 1,BCG 1,Polio 1
2bulan HB 2,DPT 1,Polio 2
3bulan HB 3,DPT 2,Polio 3
4bulan DPT 3, Polio 4
9bulan Campak
Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke-7, Dirjem P2M dan
Penyehatan Lingkungan Jakarta

Tabel 3. Alternatif 2 Program Imunisasi


Umur Antigen

16
2bulan BCG ,Polio 1,DPT 1
3bulan HB 1,Polio 2,DPT 2
4bulan HB 2,Polio 3,DPT 3
9bulan HB3, Polio 4,Campak

Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke-7, Dirjem P2M dan
Penyehatan Lingkungan Jakarta

Jadwal ini dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan, dengan


ketentuan bahwa antara suntikan ke-1 dan ke-2, serta suntikan ke-2 dan ke-3
jangka waktunya minimal 1 bulan.

b. Secara Khusus

Tabel 4. Jadwal Pemberian Imunisasi Hepatitis B


Umur Imunisasi
0-7hari Hepatitis B1
2bulan Hepatitis B2
3bulan Hepatitis B3
Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke-7, Dirjem P2M dan
Penyehatan Lingkungan Jakarta

Vaksin Hepatitis B direkomendasikan disuntikan dengan cara Intra


Muskuler, jangan disuntikan dengan cara Intra Vena. Pada orang dewasa, suntikan
sebaiknya pada otot deltoid,pada bayi dan anak lebih baik dibagian antara lateral
paha karena ukuran otot deltoidnya masih kecil. Vaksin hepatitis B harus dikocok
sebelum digunakan.

Volume vaksin pada tiap dosis adalah o,5 ml yang diberikan sebanyak tiga
kali untuk bayi dan anak kurang dari 0 tahun.

Vaksin Hepatitis B dapat disimpan sampai 26 bulan setelah tanggal


produksi yaitu pada suhu 2-8º C, jangan dibekukan, tanggal kadaluarsa tertera
pada etiket. Kemasan volume 0,50 ml untuk bayi dan anak kurang dari 10 tahun
sedangkan kemasan volume 1,00 ml untuk dewasa.

INDIKASI

Vaksin Hepatitis B rekombinan diindikasi- kan untuk imunisasi aktif pada


semua usia, untuk mencegah infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B,
tetapi tidak dapat mencegah infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis A,
Hepatitis C atau virus lain yang dapat menginfeksi hati. Vaksinasi

17
direkomendasikan pada orang yang beresiko tinggi terkena infeksi virus
Hepatitis B di- antaranya :

 Petugas kesehatan

Ahli bedah mulut, dokter gigi, dokter ahli bedah, perawat gigi, ahli
kebersihan gigi, petugas paramedis yang kontak dengan pasien, staf unit
hemodialisis, hematologi dan onkologi, petugas laboratorium yang
menangani darah dan sampel klinis lain, petugas pemakaman dan kamar
mayat, petu- gas bank darah dan fraksinasi plasma, ahli siropodis, petugas
kebersihan yang menangani pembuangan, petu- gas keadaan darurat dan
pertolongan pertama, petugas ambulan.

 Pasien
Pasien yang sering menerima transfusi darah seperti pada unit
hemodialisis dan onkologi, penderita talasemia, sickle cell anemia, sirosis
dan hemofilia.
 Petugas Lembaga

Orang yang sering kontak dekat dengan kelompok beresiko tinggi: nara-
pidana dan petugas penjara, petugas di lembaga untuk penderita
gangguan mental

 Orang yang beresiko tinggi karena aktivitas seksualnya

Orang yang berhubungan seks secara berganti-ganti pasangan, orang yang


terkena penyakit kelamin, homoseks, pekerja seks komersial

 Ketergantungan obat yang menggunakan alat suntik


 Orang yang bepergian ke daerah endemisitas tinggi
 Keluarga yang kontak dekat dengan penderita Hepatitis B akut atau kronik
 Bayi yang lahir dari ibu pengidap (carrier)

3.2.Pendekatan Melalui Konsep Kesehatan Masyarakat

Tindakan pencegahan bahkan eliminasi terutama bersandar pada


tindakan menurunkan atau menghilangkan factor-faktor resiko pada
penyakit hepatitis b.Menekan terjadinya hepatitis b dengan mencegah
penularan dan mengetahui bahaya akan penyakit hepatitis b.

Untuk perlindungan aktif seperti vaksinasi, suatu antigen virus


hepatitis B yang tidak berbahaya diberikan untuk menstimulasi sistim
imun tubuh untuk menghasilkan antibodi-antibodi yang melindungi
terhadap virus hepatitis B. Vaksin dengan demikian mencegah infeksi

18
virus hepatitis B. Vaksin-vaksin virus hepatitis B yang pertama diturunkan
dari plasma yang disatukan (gabungan) yang diperoleh dari orang-orang
dengan tingkat-tingkat HBsAg yang tinggi. Vaksin-vaksin sekarang
tersedia di Amerika dibuat (disintesis) menggunakan teknologi
penggabungan-ulang (recombinant) DNA (menggabungkan segmen-
segmen DNA). Vaksin-vaksin recombinant hepatitis B ini (Energix-B dan
Recombivax-HB) dikonstrusikan mengandung hanya bagian dari HBsAg
yang sangat berpotensi dalam menstimulasi sistim imun untuk
menghasilkan anti-HBs. Vaksin tidak mengandung komponen virus
lainnya dan tidak menular (tidak menyebabkan infeksi).
Pada metode perlindungan pasif, anti-Hbs, yang adalah antibodi-
antibodi specific terhadap HBsAg diberikan. Preparat yang tersedia dari
antibodi-antibodi specific dikenal sebagai hepatitis B immune globulin
atau HBIG (BayHep B). HBIG terbentuk dari plasma (suatu produk darah)
yang diketahui mengandung suatu konsentrasi yang tinggi dari antibodi-
antibodi permukaan hepatitis B (hepatitis B surface). Perlindungan pasif
biasanya diberikan sebagai cara pencegahan hepatitis B terhadap
seseorang yang peka atau mudah tertular virus hepatitis B.

Jika diberikan dalam 10 hari dari paparan pada virus, HBIG adalah hampir
selalu berhasil dalam mencegah infeksi virus hepatitis B. Bahkan jika
diberikan sedikit lebih telat, bagaimanapun, HBIG mungkin mengurangi
keparahan dari suatu infeksi virus hepatitis Perlindungan terhadap virus
hepatitis B berlangsung/bertahan untuk kira-kira tiga minggu setelah
HBIG diberikan. Tidak ada kasus-kasus yang didokumentasikan dari
penularan HIV yang telah dikaitkan dengan pemberian HBIG.

3.3. Pendekatan Melalui Konsep Pencegahan


 Dengan perlindungan diri dari tindakan yang membuat kemungkinan
tertular semakin besar, misalnya berganti-ganti pasangan seksual, memakai
jarum suntik bergantian, dan kegiatan lain yang membuat kita
bersinggungan secara langsung dengan penderita dan/atau berkontak
langsung dengannya. Masalahnya, ketiga jenis Hepatitis tidak dengan
segera memunculkan gejala. Maka, berhati-hati adalah
tindakan pencegahan hepatitis B yang tepat.

19
 Imunisasi atau disebut dengan Imunoprofilaksis pasif. Imunoprofilaksis
pasif ini dilakukan dengan Imunoglobulin hepatitis B (HBIG), yang
merupakan larutan steril yang mengandung antibodi yang dapat melawan
hepatitis B. HBIG ini diambil dari darah donor yang telah mempunyai
antibodi terhadap hepatitis B dan digunakan sebagai imunoprofilaksis
pasif. Imunoprofilaksis pasif ini digunakan dalam 4 keadaan, yaitu ketika
bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi hepatitis B; setelah terpapar jarum
suntik; setelah berhubungan seksual; dan setelah transplantasi hepar.
Imunoprofilaksis diwajibkan pada bayi yang terlahir dari ibu yang positif
HBsAg.
 Pemberian vaksinasi. Sejak tahun 1982, vaksin hepatitis B merupakan
vaksin pertama untuk melawan kanker pada manusia. Vaksin ini diperoleh
dari plasma maupun melalui teknologi rekombinasi DNA dan telah
terbukti aman dan efektif. Sampai saat ini telah lebih dari 1 triliun vaksin
digunakan. Tidak terdapat efek samping yang serius setelah pemberian
imunisasi ini. Efek samping yang sering terjadi berupa rasa nyeri ditempat
suntikan dan demam ringan yang dapat hilang dalam 1-2 hari.

Jadwal pemberian vaksin:

1.Pencegahan hepatitis b dari ibu yang baru melahirkan


Pre-natal immunoprophylaxis penting sekali dilakukan sebagai cara
pencegahan hepatitis B dari ibu ke bayi yang baru dilahirkan. Pada satu
situasi, jika bayi dilahirkan oleh seorang ibu yang diketahui adalah HBsAg
positif, bayi harus menerima HBIG waktu lahir atau dalam 12 jam
kelahiran.

Pada situasi yang lain, jika ibu tidak disaring sebelumnya untuk HBsAg
dan ditemukan positif setelah melahirkan, bayi harus menerima HBIG
sesegera mungkin, tidak lebih telat dari satu minggu setelah kelahiran.
Pada kedua situasi, bayi harus juga diberikan vaksin hepatitis B
(recombinant); menerima dosis pertama waktu kelahiran (dalam 12 jam),
yang kedua waktu 1 bulan (tidak lebih telat dari 2 bulan), dan ketiga waktu
6 bulan

2. jatwal Imunisasi hepatitis b bagi setiap individu


 Vaksin harus diberikan minimal sebanyak 3 kali
 Vaksinasi dilakukan segera setelah bayi lahir
 Jadwal imunisasi anjuran adalah usia 0,1, dan 6 bulan, untuk
mendapatkan respons antibodi optimal

20
 Jarak antara dosis I dan II minimal 1 bulan, sedangkan dosis
iiiminimal 2 bulan dari dosis II
Bayi yang lahir dari ibu dengan status hbsag (+) harus segera mendapat
imunoglobulin
hepatitis B (hbig) dan vaksinasi Hepatitis B.
 Bayi prematur yang lahir dari ibu dengan status hbsag (-), maka
imunisasi hepatitis B ditunda hingga bayi berusia 2 bulan atau berat
badan sudah mencapai 2000 gr

21
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

 KESIMPULAN
Untuk para dokter muda yang akan ko-as di rumah sakit, sebaiknya
melakukan vaksin terlebih dahulu sebagai pencegahan dini terhadap
dirinya sendiri. Sehingga jika terjadi kecelakaan kerja pada dokter muda
tidak muda menular.

 SARAN
Kita harus memperhatikan kebersihan lingkungan, pergaulan sehari-hari
dan juga obat-obatan. Karena dengan hal-hal yang kecil yang tidak kita
perhatikan akan menyebabkan hal-hal yang tidak akan kita duga nantinya.
Hepatitis pun dapat diakibatkan dari hal yang kecil semacam itu. Bagi
penderita penyakit hepatitis harus mementingkan makanan yang kaya
dengan vitamin dan mineral.

22

You might also like