You are on page 1of 10

TEKNIK PRODUKSI

1. Sistem Produksi
2. Inflow Performance Relationship (IPR)

Suatu ilmu tentang peforma aliran fluida dari reservoir menuju lubang bor (sumur).
7,08𝑥10−3 . 𝑘 . ℎ
𝑞= (𝑃𝑟 − 𝑃𝑤𝑓 )
𝑟𝑒 3
𝑙𝑛 (𝑟 ) − 4
𝑤

 Productivity Index, merupakan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi.


𝑞
𝑃𝐼 = 𝐽∗ =
(𝑃𝑠 − 𝑃𝑤𝑓 )

Kermitz E Brown (1967) telah mencoba memberikan batasan terhadap besarnya


produktivitas sumur, yaitu sebagai berikut:
 PI rendah jika besarnya kurang dari 0.5
 PI sedang jika besarnya berkisar antara 0.5 sampai 1.5
 PI tinggi jika lebih dar 1.5
 IPR 1 Fasa
Untuk reservoir yang masih dalam kondisi undersaturated atau tekanan reservoir di
atas tekanan bubble point, maka persamaan yang digunakan untuk menggunakan IPR
(dengan asumsi aliran pseudo-steady-state) adalah:

𝑘ℎ
𝐽∗ =
𝑟 3
141.2 𝐵𝑜 𝜇𝑜 (ln 𝑟𝑒 − 4 + 𝑆)
𝑤

 IPR 2 Fasa
a. Tanpa Pengaruh Skin
Untuk memudahkan perhitungan kinerja aliran fluida dua fasa dari formasi ke
lubang sumur, Vogel mengembangkan persamaan sederhana. Adapun anggapan pada
persamaan Vogel yaitu:
1. Reservoir bertenaga dorong gas terlarut.
2. Harga skin disekitar lubang sama dengan nol.
3. Tekanan reservoir dibawah tekanan saturasi.

Untuk memperoleh nilai laju produksi didapatkan persamaan sebagai berikut:

𝑞𝑜 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
= 1 − 0.2 ( ) − 0.8 ( )
𝑞𝑚𝑎𝑥 𝑃𝑟 𝑃𝑟

b. Dengan Pengaruh Skin


Metode Standing merupakan modifikasi persamaan Vogel berdasarkan
kenyataan bahwa untuk sumur yang mengalami kerusakan terjadi tambahan kehilangan
tekanan di sekitar lubang bor. Standing juga mengajukan grafik yang
memperhitungkan suatu kondisi dimana flow efficiency tidak sama dengan 0. Flow
efficiency merupakan perbandingan antara productivity index actual dengan ideal.
Nilai FE < 1 apabila sumur mengalami kerusakan, nilai FE > 1 apabila sumur
mengalami perbaikan sebagai hasil stimulasi, dan FE = 1 apabila sumur tidak
mengalami kerusakan.

𝐽𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 𝐷𝑟𝑎𝑤𝑑𝑜𝑤𝑛 𝑃𝑟 − 𝑃𝑤𝑓


𝐹𝐸 = = =
𝐽𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝐷𝑟𝑎𝑤𝑑𝑜𝑤𝑛 𝑃𝑟 − 𝑃𝑤𝑓 ′
𝑃𝑤𝑓 ′ = 𝑃𝑟 − 𝐹𝐸 (𝑃𝑟 − 𝑃𝑤𝑓 )

𝑞𝑜 𝑃𝑤𝑓 2
𝑃𝑤𝑓 2
= 1.8 (𝐹𝐸) (1 − ) − 0.8 (𝐹𝐸) ( )
𝑞max (𝐹𝐸=1) 𝑃𝑟 𝑃𝑟

Standing memodifikasi persamaan Vogel untuk digunakan ketika FE tidak sama


dengan 1 dan juga diterapkan pada undersaturated reservoir, dan didapatkan
persamaan:
𝐽𝑃𝑏 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞𝑜 = 𝐽 (𝑃𝑟 − 𝑃𝑏 ) + [1.8 (1 − ) − 0.8 ( ) ]
1.8 𝑃𝑟 𝑃𝑟

c. Pengaruh Faktor Turbulensi dan Skin


Fetkovich menganalisa hasil uji back-pressure yang dilakukan di sumur-sumur
minyak yang berproduksi dari berbagai kondisi reservoir. Dari analisa ini disimpulkan
bahwa kurva back pressure di sumur minyak mengikuti kurva back pressure di sumur
gas, yaitu plot antara qo terhadap (Pr2 - Pwf2). Grafik IPR sumur minyak dari uji back
pressure dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan:

2 𝑛
𝑞𝑜 = 𝐶 (𝑃̅𝑟 − 𝑃𝑤𝑓 2 )

n merupakan faktor turbulensi, dimana nilai n mendekati 1 menandakan tidak


terjadi turbulensi, dan nilai n lebih kecil dari 1 atau minimum 0.5 terjadi turbulensi.
Nilai n dapat dicari dari grafik log qo vs log (Pr2 - Pwf2) dengan menentukan dua titik
dan dimasukan kedalam persamaan berikut:

log 𝑞2 − log 𝑞1
𝑛=
log(𝑃𝑟2 )2 − log(𝑃𝑟1 )2

 Future IPR
a. Faktor Skin = 0
Dalam kelompok ini digunakan metode Standing, dengan persamaan:

𝐽∗ 𝐹 𝑃𝑅𝐹 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2


𝑞𝑜 (𝐹) = [1 − 0.2 ( ) − 0.8 ( ) ]
1.8 𝑃𝑟 𝑃𝑟
b. Faktor Skin  0
Dalam kelompok ini digunakan metode Fetkovich, dengan persamaan:

𝑃𝑅𝐹 2 𝑛
𝑞𝑜 (𝐹) = 𝐽 (𝑃̅𝑟 − 𝑃𝑤𝑓 2 )
𝑃𝑅𝑖

 IPR Gas
Rawlins dan Schhellhardt mengembangkan persamaan empiris pada tahun 1935
yang sering disebut persamaan back pressure. Pada tes uji back pressure diperoleh nilai
Absolute Open Flow sumur. AOF adalah besarnya produksi sumur pada tekanan atmosfir.

2 𝑛
𝑞𝑠𝑐 = 𝐶 (𝑃̅𝑟 − 𝑃𝑤𝑓 2 )

Selain persamaan diatas, Metode Jones dapat juga diterapkan pada perhitungan
inflow performance pada sumur gas. Metode ini dapat diterapkan pada aliran turbulen dan
laminer.
𝐴′ = 𝐴 + 𝐵 (𝐴𝑂𝐹)
dimana,
2 0.5
−𝐴 + [𝐴2 + 4𝐵𝑃̅𝑟 ]
𝐴𝑂𝐹 =
2𝐵

3. Nodal Analysis
Merupakan analisa titik pertemuan dari 2 sistem yang berbeda. Dalam sistem sumur produksi
dapat ditemukan 4 titik nodal, yaitu:
1. Titik Nodal di Dasar Sumur
Titik nodal ini merupakan pertemuan antara reservoir dengan wellbore (titik Pwf).

2. Titik Nodal di Kepala Sumur


Titik nodal ini merupakan titik pertemuan antara tubing dan wellhead.

3. Titik Nodal di Separator


Pada titik nodal ini mempertemukan pipeline dengan separator.

4. Titik Nodal di “Upstream/ Downstream” Choke


Sesuai dengan letak chocke, titik nodal ini dapat merupakan pertemuan antara
komponen chocke dengan komponen tubing, apabila chocke dipasang di tubing sebagai
safety valve atau merupakan pertemuan antara komponen tubing dipermukaan dengan
komponen chocke, apabila chocke dipasang di kepala sumur.

4. Metode Produksi

 Natural Flow
Memproduksikan sumur produksi secara alamiah dengan kemampuan pressure
reservoir untuk mendorong fluidanya hingga ke permukaan tanpa menggunakan alat
bantuan karena tekanan reservoir masih besar.

 Improved Oil Recovery (IOR)


Segala sesuatu tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi minyak atau
gas ke permukaan dapat disebut IOR, contohya pemasangan artificial lift, hydraulic
fracturing, acidizing, segala jenis workover dan well service, dan juga EOR.

 Artificial Lift
Mekanisme buatan untuk mengangkat hidrokarbon dari dalam sumur ke permukaan.

a. Gas Lift
Syarat-syarat suatu sumur yang harus dipenuhi agar dapat diterapkan metoda gas
lift antara lain:
1. Tersedianya gas yang memadai untuk injeksi, baik dari reservoir itu sendiri maupun
dari tempat lain.
2. Fluid level masih tinggi.
3. Minimal tekanan injeksi 250 psi.
Ada dua cara pengangkatan buatan dengan metode gas lift, yaitu penginjeksian
secara kontinyu (continuous flow gas lift) dan penginjeksian terputus-putus
(intermittent flow gas lift).
a. Continuous gas lift
b. Intermittent gas lift
PI BHP Sistem Injeksi

Tinggi Tinggi Continous

Tinggi Rendah Intermittent

Rendah Tinggi Intermittent

Rendah Rendah Intermittent

b. Sucker Rod Pump (SRP)


Merupakan salah satu metoda pengangkatan buatan, dimana untuk mengangkat
minyak ke permukaan digunakan pompa dengan tangkai pompa (rod). Pompa ini
digunakan pada sumur-sumur dengan viskositas low-medium, tidak ada problem
kepasiran, GOR tinggi, sumur-sumur lurus dan fluid level tinggi.
Prinsip kerja dari pompa sucker rod dapat dijelaskan sebagai berikut: Gerak
rotasi dari prime mover diubah menjadi gerak naik turun oleh pumping unit terutama
oleh sistem pitman crank assembly. Kemudian gerak angguk (naik turun) ini oleh horse
head dijadikan gerak lurus naik turun untuk menggerakkan plunger. Instalasi pumping
unit di permukaan dihubungkan dengan pompa yang ada dalam sumur oleh sucker rod
sehingga gerak lurus naik turun dari horse head dipindahkan ke plunger pompa dan
plunger bergerak naik turun dalam pump barrel.
c. Electric Submersible Pump (ESP)

Electric submersible pump digunakan pada sumur-sumur yang dalam dan dapat
memberikan laju produksi yang besar. Selain untuk sumur produksi, ESP juga dapat
untuk proyek-proyek water flooding dan pressure maintenance, dimana ESP dipasang
pada sumur-sumur injeksi. Selain dari itu dapat juga digunakan pada sumur-sumur
yang tidak menggunakan tubing (tubingless completion) dan produksi dilakukan
melalui casing. Pada umumnya pompa jenis ini digunakan pada sumur-sumur artificial
lift dengan produksi besar dan GOR rendah.

Prinsip kerja electric submersible pump berdasarkan pada prinsip kerja pompa
sentrifugal dengan sumbu putarnya tegak lurus. Pompa sentrifugal adalah motor
hidrolik dengan jalan memutar cairan yang melalui impeller pompa, cairan masuk ke
dalam impeller pompa menuju poros pompa, dikumpulkan oleh diffuser kemudian
akan dilempar ke luar. Oleh impeller tenaga mekanis motor dirubah menjadi tenaga
hidrolik. Impeller terdiri dari dua piringan yang didalamnya terdapat sudu -sudu, pada
saat impeller diputar, cairan dalam impeller dilemparkan keluar dengan tenaga
potensial dan kinetik tertentu.

d. Hydraulic Pumping Unit (HPU)


Usaha pengangkatan fluida menggunakan bantuan fluida lain yang disebut
sebagai power fluid. Prinsip dari power fluid ini adalah dengan bantuan fluida tersebut
dapat menggerakkan piston A dan dan piston A akan menggerakkan piston B.

 Hydraulic Fracturing
Merupakan kegiatan menginjeksikan fluida bertekanan tinggi (biasanya air yang
mengandung pasir atau propan) ke dalam formasi untuk membuat rekahan tanpa merusak
formasi itu sendiri.

 Aciding
Acidizing atau matrix acidizing adalah suatu proses dimana suatu asam diinjeksikan
ke dalam pori batuan di bawah tekanan rekah. Acidizing dilakukan untuk menstimulasi
suatu sumur untuk meningkatkan produksi atau mengatasi damage pada formasi.
 Enhanced Oil Recovery (EOR)
Enhanced Oil Recovery (EOR) adalah suatu mekanisme yang digunakan pada
tahapan tertiary recovery untuk meningkatkan produksi minyak setelah tahapan primary
dan secondary recovery.

5. Permasalahan Produksi
 Sand Problem (Kepasiran)
 Water Coning ( terproduksinya water berlebih ketika posisi WOC telah mencapai lubang
perforasi)
 Gas Coning (terproduksinya gas berlebih ketika posisi GOC telah mencapai lubang
perforasi)
 Terproduksinya gas atau water berlebih karena adanya water atau gas fingering.
 Scale
 Korosi
 Parafin (terbentuknya endapan paraffin dan aspal)

You might also like