You are on page 1of 4

id.wikipedia.

org

Wikipedia bahasa Indonesia,


ensiklopedia bebas
5-6 minutes

Hipotermia adalah suatu kondisi di mana mekanisme tubuh untuk


pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin.[1]
Hipotermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu bagian dalam
tubuh di bawah 35 °C.[2] Tubuh manusia mampu mengatur suhu
pada zona termonetral, yaitu antara 36,5-37,5 °C. Di luar suhu
tersebut, respon tubuh untuk mengatur suhu akan aktif
menyeimbangkan produksi panas dan kehilangan panas dalam
tubuh.[1]

Gejala hipotermia ringan adalah penderita berbicara melantur, kulit


menjadi sedikit berwarna abu-abu, detak jantung melemah,
tekanan darah menurun, dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha
tubuh untuk menghasilkan panas.[2] Pada penderita hipotermia
moderat, detak jantung dan respirasi melemah hingga mencapai
hanya 3-4 kali bernapas dalam satu menit.[2] Pada penderita
hipotermia parah, pasien tidak sadar diri, badan menjadi sangat
kaku, pupil mengalami dilatasi, terjadi hipotensi akut, dan
pernapasan sangat lambat hingga tidak kentara (kelihatan).[2]

Hipotermi terjadi bila terjadi penurunan suhu inti tubuh di bawah


35 °C (95 °F). Pada suhu ini, mekanisme kompensasi fisiologis
tubuh gagal untuk menjaga panas tubuh.[3]

Epidemiologi[sunting | sunting sumber]

1. Usia Lanjut : orang berusia lanjut kurang sensitive terhadap


persepsi suhu, kurang bergerak, dan adanya penyakit sistemik
menyebabkan terganggunya fisiologis tubuh dalam menjaga suhu
tubuh. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor sosioekonomik.

2. Neonatus : neonatus rentan terhadap hipotermi karena tingginya


rasio permukaan kulit dengan berat tubuh, dan kurangnya fungsi
menggigil, serta rendahnya repson adaptasi terhadap lingkungan.

3. Malagizi : kurangnya deposit lemak di bawah kulit menyebabkan


lebih rentannya kulit kehilangan panas, dan kurangnya sumber
energi yang digunakan sebagai sumber panas.[3]

Klasifikasi[sunting | sunting sumber]

Hipotermi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber paparan


yaitu :

1. Hipotermi Primer : terjadi akibat paparan langsung individu yang


sehat terhadap dingin.

2. Hipotermi sekunder : mortalitas banyak terjadi pada fase ini di


mana terjadi kelainan secara sistemik.

Hipotermi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan temperature


tubuh, yaitu :

1. Ringan = 34-36 °C[4]


Kebanyakan orang bila berada pada suhu ini akan menggigil
secara hebat, terutama di seluruh ekstremitas. Bila suhu tubuh
lebih turun lagi, pasien mungkin akan mengalami amnesia dan
disartria. Peningkatan kecepatan nafas juga mungkin terjadi.[5]

2. Sedang = 30–34 °C[4]


Terjadi penurunan konsumsi oksigen oleh sistem saraf secara
besar yang mengakibatkan terjadinya hiporefleks, hipoventilasi,
dan penurunan aliran darah ke ginjal. Bila suhu tubuh semakin
menurun, kesadaran pasien bisa menjadi stupor, tubuh kehilangan
kemampuannya untuk menjaga suhu tubuh, dan adanya risiko
timbul aritmia.[5]

3. Berat = <30 °C[4]


Pasien rentan mengalami fibrilasi ventrikular, dan penurunan
kontraksi miokardium, pasien juga rentan untuk menjadi koma,
pulse sulit ditemukan, tidak ada reflex, apnea, dan oligouria.[5]

Manajemen[sunting | sunting sumber]

Pasien dengan hipotermi ringan dapat diterapi langsung di


lapangan, yaitu dengan melepas atau menjauhkan benda atau zat
yang mendinginkan, kemudian diberi penghangat seperti handuk
atau selimut.[6]

Sementara pasien dengan hipotermia sedang atau berat


memerlukan perawatan khusus di rumah sakit berupa rewarming
atau peningkatan kembali suhu tubuh. Perawatan ini berupa
rewarming aktif yang diikuti rewarming pasif, rewarming aktif yaitu
mendekatkan benda hangat atau panas dari luar tubuh yang
ditempelkan pada tubuh pasien. Contohnya yaitu air panas yang
sudah dimasukan ke tempat khusus kemudian ditempelkan ke
tubuh.[6]

Bila pasien teraba dingin, tetapi sirkulasi masih terjaga dengan


baik, maka tugas penolong adalah untuk menjaga agar korban
tidak kehilangan panas tubuh lebih banyak, dan berusaha untung
menghangatkan (rewarm), bila pasien mengalami cardiac arrest
atau henti jantung, maka dilakukan resusitasi jantung-paru dengan
modifikasi sesuai dengan prosedur.[7]

Jangan menunda prosedur yang darurat seperti intubasi dan


pemasangan kateter, tetapi lakukan secara hati-hati dan terus
lakukan monitor terhadap ritme jantung, karena pasien rentan
mengalami fibrilasi ventrikular.[7]

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ a b (Inggris)Jamie Alison Edelstein (29 Oktober 2009).


"Hypothermia". Medscape. Diakses tanggal 14 Juni 2010.

2. ^ a b c d (Inggris)James S. Seidel, Deborah P. Henderson (1996).


Prehospital care of pediatric emergencies. Jones and Bartlett.
978-0867205053. Page.136-137
3. ^ a b (Inggris) Fauci, Anthony S. (2008). principles of Internal
medicine. McGraw-Hill's company. ISBN 978-0-07-147691-1.

4. ^ a b c (Inggris) Kliegman, Robert M. (2007). Nelson Textbook of


Pediatrics. Saunders Elsevier. ISBN 978-0-8089-2365-7.

5. ^ a b c (Inggris) Hypothermia, Hypothermia . Diakses pada 3


Agustus 2012.

6. ^ a b (Inggris) wilderness Hypothermia, wilderness Hypothermia .


Diakses pada 3 Agustus 2012.

7. ^ a b (Inggris) hypothermia, Hypothermia” . Diakses pada 3 Agustus


2012.

You might also like