Professional Documents
Culture Documents
Biometrik Lobster
Biometrik Lobster
Biometrik Lobster
ABSTRAK
Penelitian mengenai karakter morfometrik terhadap lobster yang berasal 4 lokasi (Pangandaran,
Pamengpeuk, Liwa, dan Bulukumba) yang mewakili Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi telah dilakukan.
Dalam pengukuran morfometrik tubuh lobster dibagi menjadi empat bagian (truss cell) A, B, C dan D
kemudian, dari masing-masing bagian dibagi menjadi 6 garis (truss length) yang diberi nomor 1 – 6.
Pengukuran menggunakan caliper dengan ketelitian 0,01 mm. Data yang diperoleh digunakan untuk analisa
karakter morfometrik secara univariate dan multivariate menggunakan metoda principal component analysis
(PCA) dan canonical analisis. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa keempat wilayah tersebut terbagi
menjadi dua grup populasi: grup pertama terdiri dari Jawa Barat, dan Sulawesi, sedang grup kedua adalah
Sumatera. Populasi Pangandaran dan Pameungpeuk mempunyai kerataan yang besar tetapi tidak mempunyai
sharing komponen yang besar dengan populasi Sulawesi. Sedangkan Sumatera (Liwa) sama sekali terpisah
dengan ketiga populasi lainnya.
Kata kunci: Lobster, karakterisasi biometrik, Jawa, Sumatera, Sulawesi
298
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Dari hasil penelitian sebelumnya beberapa morfometrik mengikuti metoda BREZKY dan
jenis udang karang sudah berhasil dipijahkan. DOYLE 1988.
Fekunditas yang diperoleh bervariasi. Parameter yang diamati meliputi: bagian
Fekunditas P. homarus 113.000 – 448.000 kepala, bagian badan, dan bagian ekor
butir (IMANTO dan KUSUMAH, 1987), P. (Gambar 1).
longipes antara 53.000 – 389.000 butir
(SHOKITA et al., 1991) dan P. penicillatus
antara 35.000 – 44.000 butir (SHOKITA et al.,
1991). Di Indonesia terdapat enam spesies
yaitu P. versicolor, P. homarus, P. longipes, P.
penicillatus, P. polyphagus dan P. ornatus.
Penelitian terhadap udang barong sudah
dilakukan tetapi masih terbatas pada jenis dan
aspek biologi, secara khusus penelitian
mengenai inventarisasi, identifikasi dan
karakterisasi serta evaluasi terhadap udang ini
belum dilakukan. Menyadari arti penting
perikanan udang barong di Indonesia
penyebarannya cukup luas, maka penelitian ini
dilakukan berbagai dalam tahapan yaitu
inventarisasi dan karakterisasi jenis-jenis yang
terdapat di Indonesia dengan membagi wilayah
menjadi Barat dan Timur yang masing-masing
diwakili oleh Pulau Jawa, Sumatera (Lampung)
dan Sulawesi Selatan (Bulukumba).
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbedaan karakteristik/variasi- Gambar 1. Metoda pengukuran jarak truss (truss
morfologi dan hubungan kekerabatan antar distance) dan ruang truss (truss cell)
populasi. udang lobster untuk memperoleh
gambaran morfometri. 1/udang barong
secara utuh, 2/menghilangkan bagian
BAHAN DAN METODA kaki untuk memperoleh bentuk tubuh,
3/cara pengukuran yang menghasilkan
4 truss cell dengan masing-masing 6
Pengukuran morfomerik truss distance
Fungsi diskriminan sederhana digunakan
Lobster hijau pasir (P. homarus) untuk menentukan jarak genetik, yang
pendekatannya digunakan penggabungan
Lobster hijau pasir sebagai obyek ragam peragam sebagai matrik (SUPARYANTO
penelitian dikumpulkan dari 4 lokasi et al., 1999). Untuk memperoleh fungsi
(Pangandaran sebanyak 40 ekor, Pamengpeuk pembeda utama digunakan SPSS prosedur
sebanyak 40 ekor, Liwa sebanyak 40 ekor dan Discriminant digunakan untuk analisa karakter
Bulukumba sebanyak 34 ekor) yang mewakili morfometrik secara univariate dan
Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Dalam multivariate. Untuk mendapatkan jarak
pengukuran morfometrik (truss morphometric), mahalanobis dan fungsi diskriminan digunakan
tubuh lobster dibagi menjadi empat bagian A, paket program SPSS versi 10.0, sedangkan
B, C dan D (truss cell), kemudian dari masing- untuk memperoleh jarak kuadrat genetik
masing bagian dibagi menjadi 6 garis digunakan paket program SAS versi 6.12
membujur dan diagonal (truss length) yang (PROC DISCRIM), sementara untuk
diberi nomor 1 – 6 (Gambar 1) yang membangun dendogram digunakan program
merupakan modifikasi dari metoda BOOKSTEIN MEGA (SUPARYANTO et al., 1999).
et al. (1985). Pengukuran menggunakan
kaliper dengan ketelitian 0,01 cm. Pengukuran
299
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Kepala bagian belakang B1 Jarak antara titik belakang karapas ke titik bagian karapas terlebar
bagian kiri
B2 Jarak antara titik karapas terlebar (kepala bagian depan)
B3 Jarak antara titik belakang karapas ke titik bagian karapas terlebar
bagian kiri
B4 Jarak antara kedua titik kiri dan kanan karapas bagian belakang
B5 Diagonal dari titik karapak belakang kiri ke titik karapas terlebar
kanan
B6 Diagonal dari titik karapas belakang kanan ke titik karapas terlebar
kiri
Badan (abdomen) C1 Jarak antara titik belakang abdomen kiri ke titik abdomen depan
bagian kiri
C2 Jarak antara kedua titik kiri dan kanan karapak bagian belakang
C3 Jarak antara titik belakang abdomen kanan ke titik abdomen depan
bagian kanan
C4 Jarak antara titik abdomen bagian belakang kanan ke titik sbelah kiri
C5 Diagonal titik abdomen sebelah kiri belakang ke titik abdomen depan
sebelah kanan
C6 Diagonal titik abdomen sebelah kiri belakang ke titik abdomen depan
sebelah kanan
Ekor (Telson) D1 Jarak antara titik belakang telson kiri ke titik telson depan bagian
kiri
D2 Jarak antara kedua titik kiri dan kanan abdomen bagian belakang
D3 Jarak antara titik belakang telson kanan ke titik telson depan bagian
kanan
D4 Jarak antara titik telson bagian belakang kanan ke titik sbelah kiri
D5 Diagonal titik telson sebelah kiri belakang ke titik telson depan
sebelah kanan
D6 Diagonal titik telson sebelah kiri belakang ke titik telson depan
sebelah kanan
300
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Pengelompokan dari 4 populasi yang masing lokasi sangat eksklusif dan tidak
berbeda tersebut (Gambar 2) memperlihatkan terpengaruh satu sama lain (Tabel 4). Fenotipe
pemisahan populasinya secara nyata (P<0,01). yang muncul dipengaruhi oleh gen dan
Hal ini berarti adaptasi lokal pada masing- lingkungan. Lebih jauh dijelaskan bahwa
301
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
kelenturan fenotip adalah kemampuan suatu sangat menarik untuk diketahui tingkah laku
genotip atau individu untuk menghasilkan reproduksinya, untuk menentukan langkah
lebih dari satu alternatif bentuk morfologi, selanjutnya dalam budidaya. Arti positif dari
status fisologi dan/atau tingkah laku sebagai kondisi demikian adalah perbaikan genetik
respon terhadap perubahan kondisi lingkungan. (genetic gain) yang akan diperoleh jika antar
Kelenturan fenotipik mencerminkan kepekaan populasi dipersilangkan.
fenotip terhadap lingkungan (NOOR, 1999).
Kedekatan (keeratan) kelompok daerah
dipertunjukkan oleh daerah himpitan antar Jarak genetik antar populasi
daerah sampel (SUPARYANTO, 1999). Oleh
karena itu keempat daerah sampel tidak Pada Tabel 6 terlihat matriks jarak genetik
menunjukkan hubungan keeratan antar yang dihitung dengan menggunakan rumus NEI
populasi. (1987) dan MANLY (1989) digunakan untuk
membuat pohon fenogram (SUPARYANTO,
1999).
Sharing component fenotipe Dari Tabel 6 terlihat bahwa jarak genetik
terkecil dimiliki antara populasi Pangandaran–
Pendugaan nilai kesamaan (index of Pameungpeuk dengan nilai 129611919 dan
similarity) antar kelompok dilakukan dengan dikuti selanjutnya oleh kelompok Liwa–
hasil analisis diskriminan berdasarkan Bulukumba sebesar 129612041 sedangkan
kesamaan ukuran tubuh tertentu nilai terbesar dimiliki antara populasi Bulu–
(SUPARYANTO, 1999). Hal ini dapat diartikan kumba–Pangandaran sebesar 1166507262.
bahwa bagain tubuh tertentu perkembangannya Konstruksi dari pohon fenogram (Gambar 3)
sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana memperlihatkan bahwa kelompok dari
hewan tersebut hidup. Hal ini berarti pula Pangandaran–Pameungpeuk mempunyai jarak
bahwa pada setiap daerah, variabel tersebut terdekat yakni 64805950.
tumbuh dalam laju yang berbeda. Dengan Gambar 3 (cladogram) tersebut memper–
demikian persamaan ukuran variabel (organ) tunjukkan bahwa hubungan antara
merupakan gejala pencampuran (sharing Pangandaran dan Pameungpeuk lebih dekat
component) antar masing-masing daerah dibandingkan dengan hubungan antara Liwa–
melalui perkawinan campuran (HADIE et al., Bulukumba, sedangkan jarak terjauh adalah
2000, inpress). Nilai kesamaan ukuran tubuh antara populasi Pangandaran dan Bulukumba.
(Tabel 5) memberikan penjelasan adanya Persilangan antar kedua populasi tersebut akan
percampuran yang terukur antara populasi satu lebih baik dibandingkan persilangan antara
dengan lainnya. Di antara keempat populasi Pangandaran dan Pameungpeuk.
yang ada tidak terlihat adanya sharing
component antar populasi, dan semua
komponen variabel terukur hanya dibangun Genetika
oleh kelompoknya sendiri (nilai 100% pada
masing-masing kelompok). Untuk keperluan analisa genetika sampel
Tabel 5 tersebut memperlihatkan bahwa yang dikumpulkan sebaiknya terdiri dari
tidak ada percampuran antar populasi dan seluruh spesies yang ada. Oleh sebab itu dalam
semua komponen dibangun dalam kelompok- penelitian ini yang semula hanya satu spesies
nya. Dengan demikian migrasi pada jenis ini yakni P. homarus ditambahkan sampel lobster
tidak sejauh yang diduga, mengingat tidak dari jenis lainnya masing-masing sebanyak 2
adanya percampuran bahkan pada populasi ekor untuk jenis P. penicillatus, 7 ekor P.
yang sangat dekat antara Pangandaran dan longipes (satu ekor P. longipes longipes dan
Pameungpeuk. Dan jika tidak demikian maka enam ekor P. longipes femoristriga), dua ekor
ini sangat menarik karena mungkin saja terjadi P. versicolor, dua ekor P. ornatus dan tiga ekor
isolasi reproduksi antar kedua populasi. P. polyphagus.
Artinya walaupun ada percampuran populasi
antar Pangandaran dan Pameungpeuk tetapi
tidak terjadi perkawinan. Fenomena demikian
302
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 4. Rataan ukuran truss length dan truss cell udang lobster populasi dari Pangandaran, Pameungpeuk,
Liwa, dan Bulukumba
Uraian BL CL A 1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1 D2 D3 D4 D5 D6
Pangandaran
Rataan 141,6 44,56 30,63532,79 30,64 35,14 44,66 44,66 16,29 35,1 16,29 29,46 36,13 36,13 46,15 30,23 46,1 27,89 54,11 54,11 25,53 18,83 25,53 15,3 29,49 29,49
Maximum (mm) 195 64,1 63,8 46,2 63,8 47,4 62,7 62,7 24,4 47,4 24,4 40,3 50,5 50,5 69,2 40,5 69,2 38,1 73,6 73,6 41,5 59 41,5 23 41,8 41,8
Minimum (mm) 110 32,3 21,9 24,4 21,9 24,9 19,7 19,7 11,1 24,9 11,1 22,8 24,9 24,9 34,3 23 34,3 20,3 40,4 40,4 18,2 12,9 18,2 10,2 20,1 20,1
Standar deviasi 20,27 8,07297,52535,378 7,525 5,412 8,264 8,264 2,96 5,41 2,96 4,681 6,016 6,016 8,394 4,805 8,39 4,416 8,867 8,867 4,92 7,235 4,92 2,93 5,191 5,191
Pameungpeuk
Rataan 165,4 51,19740,34 38,76 40,47 42,04 59,02 59,02 19,04 42 19,04 38,14 41,88 41,88 59,96 34,68 59,1 33,8 62,08 62,08 29,06 20,35 29,06 17,4 33,47 33,47
Maximum (mm) 285 91,16 67,86 66,11 67,86 71,4 300,6 300,6 33,63 71,4 33,63 63,11 71,68 71,68 284,3 58,36 248 59,42 111,7 111,7 52,26 36,17 52,26 49,3 61,72 61,72
Minimum (mm) 90 21,23 17,37 18,34 17,37 20,3 27,55 27,55 6,645 20,3 6,645 19,03 19,74 19,74 22,77 17,27 22,8 15,38 31,15 31,15 15,38 10,04 15,38 8,3 13,36 13,36
Standar deviasi 44,17 17,12411,91411,73 12,04 11,72 42,02 42,02 6,377 11,7 6,377 10,27 12,36 12,36 39,03 9,307 33,8 9,663 17,46 17,46 8,605 6,106 8,605 7,51 9,891 9,891
Liwa
Rataan 109,4 52,234 26,8 36,48 26,8 38,59 50,64 50,64 41,78 38,6 33,16 36,76 48,3 48,3 64,65 33,65 64,6 22,07 58,63 58,63 28,59 18,17 28,59 17,8 29,83 29,83
Maximum (mm) 150,5 67,2 162 50,3 162 53,3 412 412 383 53,3 42,2 47,3 63,4 63,4 403 44,5 403 30,6 76,2 76,2 39,4 24,4 39,4 122 41,1 41,1
Minimum (mm) 75,6 7,61 14,4 24,4 14,4 18,4 28,3 28,3 22,3 18,4 22,3 27,2 25,3 25,3 38,3 24,4 38,3 15 43,3 43,3 19,4 2,01 19,4 9,4 19,4 19,4
Standar deviasi 18,42 11,14322,6036,021 22,6 6,807 59,03 59,03 55,61 6,81 5,581 5,316 8,283 8,283 55,59 5,177 55,6 3,89 9,381 9,381 4,975 4,153 4,975 17,2 5,374 5,374
Bulukumba
Rataan 148 60,59459,02637,15 59,03 298,7 55,93 55,93 27,27 299 27,27 40,32 49,74 49,74 57,36 38,81 57,4 32,32 67,44 67,44 31,56 22,49 31,56 19 36,06 36,06
Maximum (mm) 245,5 97,2 97,2 65,6 97,2 4379 81,28 81,28 45,95 4379 45,95 60,15 79,63 79,63 93,85 77,8 93,9 49,8 102,7 102,7 54,45 37,15 54,45 30,2 61,9 61,9
Minimum (mm) 77,7 6,43 6,26 27,18 6,26 34,26 41,53 41,53 13,4 34,3 13,4 28,74 37,32 37,32 41,76 26,32 41,8 20,2 48,56 48,56 18,32 17,1 18,32 10,6 27,3 27,3
Standar deviasi 30,2 14,11516,8997,576 16,9 1026 8,461 8,461 6,111 1026 6,111 6,539 8,22 8,22 10,13 9,293 10,1 6,284 11,31 11,31 6,849 3,907 6,849 3,68 6,601 6,601
Tabel 5. Nilai percampuran fenotip dalam dan antar populasi (%) yang menunjukkan sharing component
antar populasi
Seluruhnya ada 75 alel ditemukan dari 17 Meskipun jumlah sampel yang telah
lokus yang diamati pada ke 6 spesies. Semua dianalisa tidak banyak tetapi cukup untuk
lokus adalah polimorfik kecuali lokus LDH. menduga perbedaan genetik/variasi genetik di
Multi lokus yang diharapkan (Hn.b.) dan antara spesies P. homarus dari beberapa lokasi
diobservasi (Hobs.) untuk setiap spesies/ yang telah ditentukan. Untuk maksud tersebut,
populasi disajikan pada Tabel 7. perhitungan dari θ multi lokus di antara
populasi yang ada disajikan pada Tabel 8.
303
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
4ˆ
‚
‚
‚ 3
‚
3 ˆ
‚
‚
‚ 1
‚
2 ˆ 4 4 1
‚ 1
‚
‚ 4 1 1
‚ 44 4 1 3
1 ˆ 2 1 11 3 3
‚ 4 1 1 1 1
Canonical 3
‚ 4 4 111 1 3
‚ 4 3 3
‚ 4 44
0 ˆ 4 3
‚ 4 2 1 3 3
‚ 4 2 2 1
‚ 2 33 3
‚ 4 2 3
-1 ˆ 2 2 3
‚ 2 2 3
‚ 2 2 3
‚
‚ 2
-2 ˆ 2 2 3
‚
3
‚ 2
‚
‚ 2
-3 ˆ
‚
‚ 2
‚ 2
‚
-4 ˆ
Šƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒ
-10.0 -7.5 -5.0 -2.5 0.0 2.5 5.0 7.5 10.0
12.5
Canonical 2
Gambar 2. Distribusi populasi lobster dari 4 daerah sampel berdasarkan hasil analisis PCA variabel
morfometrik. 1/Pangandaran 2/Pameungpeuk. 3/Liwa. 4/Bulukumba
304
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 7. Nilai multi lokus yang diharapkan (Hn.b.) dan diobservasi (Hobs.) dari setiap spesies/populasi
Tabel 8. Nilai θ multi lokus yang menunjukkan variasi genetik P. Homarus dari berbagai populasi
305
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
EDGE, T.A., D.E. MCALLISTER and S.U. QADRI. PHILIPS, B.F., J.S. COBB and R.W. GEORGE. 1980.
1991. Cristic and Morphometric Variation General Biology. The Biology and
Between the Endangered Acadian Whitefish, Management of Lobster. Edt. J.S. COBB and
Coregonus hustsmani, and the Lake Whitefish PHILLIPS. Academic Press. Nw York (1) 2-72.
Coregonus clupeaformis, in the Canadian
Maritim Provinces and the State of Maine, PROSIDING SEMINAR, ke II. 1977. Perikanan Udang
USA. Can. J. Fish. Aquat. Sci., vol 48 :2140- di Jakarta tanggal 7 Maret 1977. Hlm 39 –54.
2150. REIST. 1986. An Empirical Evaluation of Coeficien
HADIE, W., H. MUNDRIYANTO, RUSMAEDI dan L. E. Used in Residual and Allometric Adjustment
HADIE. 2000. Truss Morphometric Katak of Size Covariation. Can. J. Zool. 65:1856-
Benggala Rana catesbieana: Suatu Seri 1857.
Karakterisasi Untuk Mendukung Program SHOKITA S., KAKKZU, A. TOMORI and T. TOMA,
Pemuliaan (Inpress). 1991. Aquaculture in Tropical Areas. Miduri
IMANTO, P.T. dan E. DANAKUSUMA. 1987. Studi Shobo. Ltd. Tokyo Japan. 360 p.
Pendahuluan Fekunditas Udang Karang P. SUBANI, W. 1977. Perikanan Udang Barong (Spiny
humarus. Kongress Nasional Biologi VIII di lobster) dan Dampak Masa Depannya.
Purwokerto, Tanggal 7 –10 Oktober 1987. 9
hlm. SUBANI, W. 1981. Penelitian Lingkungan Hidup
Udang Barong (Spiny lobster) Perikanan dan
MOOSA, M.K, dan INDRA A. 1984. Udang Karang Pelestarian Pantai Selatan Bali. Laporan
(Panulirus spp) dari Perairan Indonesia. Penenelitian Ikan Laut. 23:17-32.
Proyek Studi Potensi Sumber Daya Alam
Indonesia. Studi Potensi Sumber Hayati Ikan. SUKARNO, M. HUTOMO, M.K. MOOSA dan P.
LON-LIPI, Jakarta. DARSONO. 1983. Terumbu Karang di
Indonesia. LON-LIPI; 109 Hlm.
NOOR, R. R. 1999. Peran Gen Kelenturan Fenotip
dalam Mengontrol Interaksi antara Faktor SUPARYANTO, A., T. PURWADARIA dan SUBANDRIYO.
Genotipe dengan Lingkungan. Makalah 1999. Pendugaan Jarak Genetik dan Faktor
disampaikan pada Pelatihan Aplikasi Peubah Pembeda Bangsa dan Kelompok
Pemuliaan Mendukung Pelepasan Varietas Domba di Indonesia melalui Pendekatan
Ikan Unggul yang Diselenggarkan pada Analisis Morfologi. JITV. Vol. 4:80-87.
tanggal 15 November – 20 November 1999 di
Bogor.
306