PENGENDALIAN MANAJEMEN ANALISIS KASUS– GRAND JEAN COMPANY (CONTINUED)
ELISABETH CINDY 12 | FELICIA YOLANDA 15 |
MARCELLO TJOKRO 22 | ROSALINE ANASTASIA 31 Pusat laba (profit center) merupakan pusat pertanggungjawaban dimana manager memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengendalikan biaya-biaya dan menghasilkan pendapatan tetapi tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan tentang investasi. Pusat laba hanya bertanggungjawab terhadap tingkat laba yang harus dicapai. Laba merupakan ukuran kinerja yang berguna karena laba memungkinkan manajemen senior untuk dapat menilai kinerja suatu divisi/unit menggunakan satu indikator yg kompleks, dibandingkan jika harus menggunakan beberapa indikator. Dalam suatu perusahaan, kebanyakan unit bisnis diperlakukan sebagai pusat laba karena bertanggungjawab atas pengembangan produk, fungsi produksi dan fungsi pemasaran. Para manajer tersebut berperan untuk mempengaruhi pendapatan dan beban sedemikian rupa sehingga dapat dianggap bertanggung jawab atas laba bersih. Perusahaan multibisnis biasanya terbagi ke dalam unit-unit bisnis dimana setiap unit diperlakukan sebagai unit penghasil profit yang independen. Namun, subunit yang ada dalam unit bisnis tersebut bisa saja terorganisasi secara fungsional, misal aktivitas operasi pemasaran, manufaktur, dan jasa yang dijadikan sebagai pusat laba. Dalam kasus Grand Jean, perusahaan tersebut memiliki beberapa unit bisnis karena memproduksi berbagai jenis celana berbahan denim. Di dalam unit bisnis tersebut, pasti akan terbagi atas fungsi-fungsi, salah satunya adalah fungsi pemasaran. Dalam kasus tersebut diilustasikan bahwa divisi pemasaran dipandang sebagai revenue center dimana manager akan bertanggungjawab atas pengasilan yang dihasilkan oleh divisi tersebut, tanpa memperhitungkan biaya dari produk tersebut. Namun, bukan tidak mungkin divisi pemasaran tersebut dipandang sebagai profit center, dengan cara membebankan biaya dari produk yang terjual. Biaya yang dimaksud adalah harga transfer dari divisi produksi, yang dijadikan biaya dari produk dari divisi pemasaran. Harga transfer didasarkan pada biaya standar atau biaya yang telah disepakati antar divisi, bukan biaya sesungguhnya. Hal itu akan membuat manager pemasaran akan bekerja lebih efisien untuk mendapatkan profit berdasarkan biaya yang telah ada, dan juga strategi penjualan bisa dievaluasi kembali agar perusahaan bisa mendapatkan pendapatan yang lebih banyak dari sebelumnya karena telah ada indicator biaya/beban dalam mengukur kinerja manager. Namun, mengubah divisi pemasaran menjadi profit center bukan hal yang mudah dan tidak selalu menguntungkan manager pemasaran itu sendiri. Selain memerlukan proses yang cukup panjang karena setiap divisi harus menyesuaikan, serta penentuan biaya transfer yang paling optimal untuk menguntungkan kedua divisi tidaklah mudah. Hal lainnya adalah bagian pemasaran tidak tau jumlah barang yang akan diterima oleh divisi pemasran dan besarnya biaya aktual yang dibebankan terhadap produk tersebut, sehingga keputusan markup harga sedikit sulit perhitungannya. Walaupun ada beberapa metode untuk menetapkan harga transfer, tetapi hal tersebut tidak selalu menguntungkan kedua divisi, sehingga ada kemungkinan divisi pemasaran malah rugi akibat adanya transfer price tersebut. Dalam hal ini, menjadikan divisi pemasaran sebagai profit center tidaklah efektif.