You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2011) adalah

memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain

kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. Namun

bukan berarti setelah pemberian ASI eksklusif pemberian ASI dapat dihentikan,

akan tetapi tetap diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 2 tahun. Pemberian

ASI eksklusif merupakan investasi terbaik bagi kesehatan dan kecerdasan anak

(Depkes, 2007).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2015 cakupan ASI eksklusif

di Indonesia tahun 2015 sebesar 55,7%, tetapi berdasarkan data Profil Kesehatan

Indonesia tahun 2016 cakupan pemberian ASI eksklusif terjadi penurunan

menjadi 54.0% pada bayi 0 – 5 bulan. Presentase tertinggi terdapat pada Provinsi

Nusa Tenggara Barat 79,7% dan terendah pada Provinsi Gorontalo 32,3%

(Kemenkes RI, 2016). Sedangkan capaian ASI ekslusif di Jawa Timur menurut

Profil Kesehatan Jawa Timur tahun 2016 sebesar 74%. Cakupan tersebut

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sejak tahun 2011 (61,5%). Namun

secara keseluruhan pencapaian di Jawa Timur (74%) belum memenuhi target

yang telah ditetapkan (77%). Ada 15 kabupaten/kota yang sudah memenuhi


target, sedangkan 23 kabupaten/kota lainnya belum mencapai target

(Dinkes.2016).

Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat dalam pemenuhan gizi bayi

dan perlindungan bayi dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. ASI

sangat kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak

dan perkembangan sistem saraf (Roesli, 2000). ASI memiliki kandungan yang

berperan dalam pertumbuhan bayi seperti protein, lemak, elektrolit, enzim dan

hormon (Evawany, 2005). Manfaat pemberian ASI eksklusif sesuai dengan salah

satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) yaitu mengurangi tingkat

kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. WHO (2009) menyatakan sekitar

15% dari total kasus kematian anak di bawah usia lima tahun di negara

berkembang disebabkan oleh pemberian ASI secara tidak eksklusif. Berbagai

masalah gizi kurang maupun gizi lebih juga timbul akibat dari pemberian

makanan sebelum bayi berusia 6 bulan.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Puskesmas Urang Agung,

Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo bahwa didapatkan pencapaian program

ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas sebersar 61,9% belum mencapai 77%

sebagai target cakupan pemberian ASI eksklusif di Jawa Timur. Dan terdapat satu

desa yang memiliki cakupan ASI eksklusif paling rendah yaitu desa Urang Agung

(42,7%).

Dari data yang diperoleh, masih rendahnya cakupan ASI eksklusif di

Desa Urang Agung, sehingga peneliti ingin meneliti pengaruh pemberian ASI
ekslusif terhadap status gizi bayi usia 6-12 tahun di Desa Urang Agung

Kabupaten Sidoarjo bulan Mei 2018 - Juni 2018.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaruh pemberian ASI ekslusif terhadap status gizi

bayi usia 6-12 bulan di Desa Urang Agung ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ASI eksklusif

terhadap bayi usia 6-12 bulan di Desa Urang Agung.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui status pemberian ASI ekslusif pada bayi usia 6-12

bulan di Desa Urang Agung.,


b. Untuk mengidentifikasi status gizi bayi usia 6-12 bulan di Desa Urang

Agung.
c. Untuk menganalisis hubungan ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia

6-12 bulan di Desa Urang Agung.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi puskesmas
Sebagai salah satu bahan masukan bagi pihak puskesmas untuk dapat ditindak

lanjuti dengan membuat kebijakan untuk meningkatan cakupan pemberian


ASI eksklusif pada puskesmas Urang Agung, khususnya di Desa Urang

Agung.
2. Bagi masyarakat
Sebagai masukan bagi ibu bekerja yang mempunyai bayi mengenai tujuan dan

manfaat dari ASI eksklusif, sehingga diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif. Selain itu diharapkan ibu memiliki

kesadaran untuk memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif dan

dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun.


3. Bagi peneliti

Peneliti dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang

penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Konsep fish bone

MANUSIA INPUT

PROSES
Kurangnya
pengetahuan ibu
Materi penyuluhan Kesehatan ibu yang
kurang menarik lemah,(kondisi
lemah Kondisi
Kurangnya Dana yg di
puting yang datar Rendahnya
koordinasi nakes pendidikan
alokasikan kurang
dan lecet)
lecet
dgn masyarakat ibu

Ibu
Ibu yang
yang
bekerja di luar
bekerja di luar
Minimnya rumah
Minimnya Media rumah
peralatan Peran keluarga
peralatan penyuluhan
Media kurang
penyuluhan Peran keluarga
penyuluhan kurang
penyuluhan CAKUPAN ASI
kurang
kurang EKSKLUSIF
CAKUPAN ASI
KURANG DARI
EKSKLUSIF
Lingkungan kerja 60%
KURANG DARI
yang tidak 60%
Banyaknya iklan mendukung ASI
Susu Formula Eksklusif

Banyaknya iklan
Susu Formula

LINGKUNGAN

Gambar II.1. Konsep Fish Bone

LINGKUNGAN
a. Kelompok input
1) Dana yg dialokasikan kurang
Tahun 2018 pemerintah mengalokasikan anggaran DAK Bidang

Kesehatan sebesar Rp. 26,005,347,699,000,- (dua puluh enam triliun

lima milyar tiga ratus empat puluh tujuh juta enam ratus sembilan

puluh sembilan ribu rupiah) terdiri dari DAK Fisik sebesar Rp.

17,454,114,999,000-, (tujuh belas triliun empat ratus lima puluh empat

miliar seratus empat belas juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan

ribu rupiah) dan DAK Nonfisik sebesar Rp. 8.551.232.700.000,-

(delapan triliun lima ratus lima puluh satu milyar dua ratus tiga puluh

dua juta tujuh ratus ribu rupiah).


Dengan meningkatnya anggaran DAK Bidang Kesehatan Tahun

Anggaran 2018 untuk kegiatan DAK fisik dan nonfisik, diharapkan

dapat mendukung pembangunan kesehatan di daerah yang sinergis

dengan prioritas nasional. Namun pengalokasian DAK Bidang

Kesehatan ini, tidak untuk mengambil alih tanggung jawab pemerintah

daerah dalam pelaksanaan pembiayaan pembangunan kesehatan di

daerah sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

2) Rendahnya pendidikan ibu


Tingkat pendidikan dapat memudahkan seseorang atau

masyarakat untuk menyerap informasi dan menerapkannya dalam

perilaku hidup sehari-hari Berdasarkan penelitian yang telah


dilakukan, lama Pendidikan ibu berhubungan dengan status gizi balita

menurut indeks z-skor TB/U. (Astari, 2006; Girma et al., 2002).


3) Ibu yang bekerja di luar rumah
Menurut Nugroho (2011) bahwa sebagian besar wanita bekerja

mencari nafkah di luar rumah serta sering harus meninggalkan

keluarga untuk beberapa jam setiap harinya sehingga mengganggu

proses menyusui bagi mereka yang baru saja bersalin. Hal ini sesuai

tuntutan hidup di kota besar, dimana semakin terdapat kecenderungan

peningkatan jumlah istri yang aktif bekerja diluar rumah guna

membantu upaya peningkatan pendapatan keluarga.


Tenaga kerja perempuan yang meningkat menjadi salah satu

kendala dalam mensukseskan program ASI Eksklusif, hal ini karena

cuti melahirkan hanya 12 minggu, dimana 4 (empat) minggu

diantaranya sering harus diambil sebelum melahirkan. Dengan

demikian, ibu yang bekerja hanya dapat mendampingi bayinya secara

intensif hanya 2 (dua) bulan, termasuk dalam penyusuan bayinya.

Setelah itu ibu harus kembali bekerja dan sering ibu terpaksa berhenti

menyusui.

4) Peran keluarga kurang


Peran keluarga sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI

eksklusif. Hal ini akan lebih terlihat pada ibudan ayah yang baru

memilki anak pertama. Pengetahuan dan pengalaman mereka memilki

bayi menjadikan suami dan istri mencari informasi yang seluas –

luasnya dan cenderung mendengarkan serta mempraktekan nasihat


dari keluarga terdekat terutama pengalaman ibu mereka terdahulu saat

menyususi (Sugiatmi, 2008).


Menurut Magfuroh (2014) bahwa umumnya para ibu baru akan

lebih menuruti perkataan orangtua mereka dan mempercayai nasihat

bahkan seringkali mitos negatif tentang menyusui akan turun temurun

diwariskan pada anak-anak perempuan mereka yang sedang menyusui.

Terlebih tidak sedikit ibu yang baru menyusui berhenti memberikan

ASI karena dipercaya ASI menjadikan anak diare dan tubuhnya

menjadi bau amis. Seringkali kita mendengar kata ‘ASI jahat’ karena

ASI yang dihisap bayi baru lahir jika tidak segera dibersihkan mulut

bayinya bisa menyebabkan kulit bayi menjadi bercakbercak putih.

Masih banyak pula ibu yang khawatir payudaranya akan berubah

bentuk menjadi tidak menarik lagi jika memberikan ASI pada buah

hati mereka.

5) Kurangnya pengetahuan ibu


Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa pengetahuan merupakan

salah satu penentu perilaku kesehatan yang timbul dari seseorang atau

masyarakat disamping tradisi, kepercayaan, sikap, dan sebagainya.

Ketersediaan fasilitas serta perilaku dan sikap para petugas kesehatan

juga berperan dalam mendukung dan memperkuat terbentuknya

perilaku. Pengetahuan menurut teori Lawrence Green digolongkan

sebagai faktor predisposisi bersama dengan keyakinan, sikap,

kepercayaan, dan nilai-nilai. Sedangkan ketersediaan fasilitas dapat


dikategorikan sebagai faktor pendukung dan perilaku serta sikap

petugas kesehatan sebagai faktor pendorong. Ketiga faktor inilah yang

mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang.


Sebagian besar tingkat pengetahuan ibu yang rendah menjadi

responden yaitu sebanyak 44 orang (61,1 %), akan tetapi sebanyak 28

ibu (38,9 %) ibu memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi dalam

mengetahui manfaaat tindakan pemberian ASI eksklusif yang benar.

Umumnya kurangnya pengetahuan responden tentang ASI eksklusif

ada hubungannya dengan pemberian ASI eksklusif terhadap bayinya

(Lestari et.al, 2013). Kenyataan dari hasil penelitian ini yaitu bahwa

ibu kurang dalam mengetahui tindakan pemberian ASI eksklusif

sehingga menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif.

Hasil penelitian ini didukung juga oleh Lestari et.al (2013) yang

mangatakan bahwa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan

pemberian ASI eksklusif adalah faktor pengetahuan.

6) Kesehatan ibu yang lemah (kondisi puting yang datar dan lecet)

Kebanyakan ibu tidak memiliki kelainan anatomis payudara.

Meskipun demikian, kadang-kadang dijumpai juga kelainan anatomis

yang menghambat kemudahan bayi untuk menyusui. Misalnya, puting

susu datar atau puting susu terpendam (tertarik ke dalam). Disamping

kelainan anatomis, kadang dijumpai pula kelainan puting yang

disebabkan oleh suatu proses, misalnya tumor.


Gambar II.2. Bentuk Anatomis dari Areola

Puting susu datar yaitu, apabila areola dijepit antara jari telunjuk

dan ibu jari di belakang puting, puting yang normal akan menonjol

keluar, bila tidak, berarti puting datar. Ketika menyusui puting menjadi

lebih tegang dan menonjol karena otot polos puting berkontraksi.

Meskipun demikian, pada keadaan puting datar akan tetap sulit

ditangkap/diisap oleh mulut bayi. Puting susu terpendam (tertarik ke

dalam) yaitu, jika sebagian atau seluruh puting susu tampak terpendam

atau masuk ke dalam areola, atau tertarik ke dalam. Hal ini karena ada

sesuatu di bawahnya yang menarik puting ke dalam, misalnya tumor

atau penyempitan saluran susu.

Kelainan puting tersebut seharusnya sudah dapat diketahui sejak

hamil atau sebelumnya, sehingga dapat diperbaiki dengan meletakkan

kedua jari telunjuk atau ibu jari di daerah payudara, kemudian

dilakukan pengurutan menuju ke arah berlawanan. Perlu diketahui,


tidak semua kelainan tersebut dapat dikoreksi dengan cara tersebut.

Untuk itu, ibu menyusui dianjurkan untuk mengeluarkan ASI-nya

dengan manual (tangan) atau pompa, kemudian diberikan pada bayi

dengan sendok/pipet/gelas.

7) Materi penyuluhan yang kurang menarik

Materi penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan

mengenai pemberian ASI eksklusif yang kurang menarik membuat

masyarakat kurang memahami dengan baik tentang tujuan dan

manfaat dari pemberian ASI eksklusif. Hal ini dapat membuat

masyarakat menjadi bosan dan cenderung tidak memperhatikan,

sehingga tujuan dari penyuluhan tidak terlaksana dengan baik.

8) Media penyuluhan yang kurang

Penggunaan media dalam penyuluhan kesehatan dapat

meningkatkan minat peserta, dalam hal ini seperti power point, flip

chart, audio visual, koran, majalah, dan media lainnya. Dengan adanya

media penyuluhan diharapkan peserta tertarik untuk melihat dan

memahami dengan baik informasi yang diberikan. Sehingga informasi

yang diberikan dapat terserap dengan baik.

b. Kelompok proses

1) Kurangnya koordinasi tenaga kesehatan dengan masyarakat


Perannya tenaga kesehatan di Indonesia sangat besar dalam

mengganti ASI dengan susu formula. Peran ahli gizi juga sangat

penting dalam praktik menyusui, namun jumlah tenaga kesehatan di

daerah yang sangat kecil menjadi penghambat buntuk menyajikan

pengetahuan dan ketrampilan yang tepat untuk membantu ibu dalam

menabah pengetahuan tentang ASI eksklusif.

2) Minimnya peralatan penyuluhan

Peralatan penyuluhan salah satu faktor yang penting dalam

penyuluhan untuk membantu ibu lebih mudah mengerti tentang materi

penyuluhan yang disampaikan, Namun sering kali akibat persiapan

yang kurang peralatan penyuluhan juga sering menjadi prioritas yang

paling belakang dipersiapkan dan ini dapat menjadi salah satu faktor

yang membuat rencara program yang kerjakan tidak memberikan hasil

yang baik.

c. Kelompok lingkungan

1) Banyaknya iklan susu formula

Pemberian susu formula lebih praktis dan mudah dalam

penyajiannya. Fakta ini didukung juga dengan pertumbuhan industri

susu setiap tahun yang mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat

dari beragamnya merk, harga, dan atribut yang ditawarkan oleh produk

susu, khususnya susu formula dan gencarnya periklanan tentang


penggunaan susu formula baik di media cetak, radio maupun di

televisi. (Santi, 2017)

2) Lingkungan kerja yang tidak mendukung ASI eksklusif

Pemberian Asi pompa pada saat ibu bekerja, memerlukan

fasilitas dan peraturan di tempat bekerja yang memungkinkan seorang

ibu dapat tetap memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, misalnya

dengan menyediakan ruang laktasi, member izin dan waktu untuk

memerah ASI, jika tidak ada fasilitas tersebut maka pemberian

cakupan ASI eksklusif tidak bias terealisasi. (Utami, 2016)

3. Prioritas masalah

Tabel II.2. Tabel Scoring Menentukan Urutan Prioritas Masalah


Masalah
No Parameter
A B C D E F

1. Prevalence 4 4 3 4 4 4

2. Severity 4 4 3 4 4 4

3. Rate % Increase 4 3 3 3 3 3

4. Degree of unmeed need 3 3 3 3 3 3

5. Social benefit 5 4 3 5 5 4

6. Public concern 3 1 1 2 1 1

7. Technical feasibility study 4 3 2 4 3 3

8. Resource availlability 5 4 3 5 5 5

Jumlah 32 26 21 30 28 27

Rerata (Sesuai Jumlah Parameter) 4 3,25 2,62 3,75 3,5 3,37

Masalah A : Kurangnya pengetahuan ibu

Masalah B : Kurangnya peran keluarga

Masalah C : Kesehatan ibu yang lemah, kondisi putting yang datar dan lecet
Masalah D : Ibu yang bekerja diluar rumah

Masalah E : Materi penyuluhan yang kurang menarik

Masalah F : Media penyuluhan yang kurang mendukung

B. Pembahasan

Inventarisasi masalah atau faktor risiko terhadap rendahnya cakupan ASI

eksklusif dan bagaimana cara meningkatkan cakupan ASI eksklusif di desa Sukun

dan desa Kepodang Kecamatan Tinular, Kabupaten Sungai Kayu didapatkan

beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut :


1. Mengidentifikasi jumlah ibu yang menyusui;
2. Dapat memprioritaskan masalah kesehatan dengan teknik skoring;
3. Dapat memberikan solusi dari permasalahan yang diprioritaskan;
4. Dapat menyusun program kesehatan yang dapat menyelesaikan masalah

kesehatan yang dihadapi.

1. Identifikasi jumlah ibu yang menyusui


ASI ekslusif adalah ASI yang diberikan pada bayi selama 6 bulan

pertama kehidupannya tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk,

madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,

pepaya, bubur susu, biskuit, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai

diberikan makanan pendamping sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.

(Subur, 2012)
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

450/SK/Menkes/VII/2004, tanggal 7 April 2004 telah menetapkan pemberian

ASI ekslusif selama 6 bulan pada ibu Indonesia. Pemberian ASI ekslusif pada

bayi meliputi hal-hal berikut :


a. Setelah bayi dilahirkan segera diberikan ASI (dalam waktu setengah

sampai satu jam), memberikan kolostrum (ASI yang keluar pada hari-hari

pertama);
b. Tidak memberikan makanan atau minuman (seperti air kelapa, air teh,

madu, atau pisang) kepada bayi sebelum diberikan ASI;


c. ASI diberikan sesuai kemauan bayi tanpa perlu dibatasi waktu dan

frekuensinya (pagi, siang, dan malam hari) dan memberikan ASI saja

sampai bayi berusia 6 bulan.


Pemberian ASI adalah periode ekstragentasi dengan payudara

menggantikan fungsi plasenta tidak hanya dalam menggantikan fungsi

plasenta tidak hanya memberikan nutrisi bagi bayi tetapi juga sangat

mempunyai arti dalam perkembangan anak karena seolah-olah hubungan anak

dan ibu tidak terputus. Pemberian ASI sedini mungkin segera setelah bayi

lahir merupakan stimulasi dini terhadap tumbuh kembang anak. Kenaikan

berat badan anak pada 6 bulan pertama kehidupan jika mendapat gizi yang

baik adalah berkisar antara 700-1000 gram/bulan pada triwulan ke II, selain

itu dari bayi yang mendapat ASI ekslusif menunjukkan rata-rata pertumbuhan

gigi sudah terlihat pada bayi usia 5 atau 6 bulan. (Subur, 2012)
Saat ini, angka kematian bayi di Indonesia masih di bawah

target Millenium Development Goals (MDG’s). Menurut Survei Demografi

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, jumlah AKB sebesar 32 per 1000

kelahiran hidup. Usaha dalam mencapai target penurunan AKB, dapat

dilakukan dengan cara pemberian ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif

dapat menekan AKB dengan mengurangi sebesar 30.000 kematian bayi di

Indonesia dan 10 juta kematian bayi di dunia melalui pemberian ASI eksklusif
selama enam bulan sejak jam pertama kelahirannya tanpa memberikan

makanan dan minuman tambahan kepada bayi. (Fithananti, 2013)

Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2013 cakupan pemberian

ASI eksklusif bagi bayi usia 0-6 bulan di Indonesia disebutkan bahwa, sebesar

61,5%, pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 12,9% menjadi

48,6% ,dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 5,7% menjadi

54,3% untuk tahun 2014 relatif turun menjadi 52,4% sedangkan target progam

pada tahun 2014 sebesar 80%. (Kementrian Kesehatan RI)

Kandungan ASI dari satu ibu dengan ibu yang lain ditiap harinya

memiliki perbedaan. Menurut Purnamasari (2011) bahwa kandungan yang

terdapat pada ASI meliputi :


a. Kolostrum
Kolostrum yaitu ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke-4

volume kolostrum sangat sedikit yaitu 150-300 ml setiap 24 jam.

Kolostrum mengandung zat anti infeksi 10-17 kali lebih banyak dibanding

ASI matur. Kolostrum lebih banyak mengandung protein dibanding

dengan ASI matur. Dalam kolostrum kadar karbohidrat dan lemak lebih

rendah dibandingkan ASI matur. Total kalori kolostrum lebih rendah

dibandingkan ASI matur dan kolostrum harus diberikan kepada bayi.

(Dyah Purnamasari, 2011)


b. ASI transisi/ peralihan
ASI transisi atau peralihan yaitu ASI yang keluar setelah kolostrum

yaitu setelah hari ke-4 sampai dengan hari ke-14, kadar protein semakin

turun sedangkan kadar karbohidrat dan lemak meningkat dan volume

semakin meningkat
c. ASI matur
ASI matur adalah ASI yang keluar setelah hari ke-14 dan seterusnya

Memberikan ASI ekslusif pada bayi sangatlah penting dilakukan oleh

seorang ibu adapun manfaat-manfaat pemberian asi ekslusif antara lain:

a. Sebagi nutrisi terbaik dan sumber kekebalan tubuh;


b. Melindungi bayi dari infeksi;
c. Mudah dicerna. Kandungan enzim pencerna pada ASI memudahkan bayi

mencerna makanan pertamanya;


d. Menghindarkan bayi dari alergi.

Ahmad Mustofa (2010) mengemukakan bahwa ASI sebagai makanan

bayi mempunyai kebaikan/sifat sebagai berikut :


a. ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis,

ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi zat gizi yang ideal

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi.


b. ASI mengandung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu

buatan. Di usus laktosa akan dipermentasi menjadi asam laktat yang

bermanfaat untuk :
1) Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen;
2) Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan

asam organik dan mensintesa beberapa jenis vitamin;


3) Memudahkan terjadinya pengendapan kalsium kasienat;

c. ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi

selama 5 – 6 bulan pertama.

d. ASI tidak mengandung beta – lactoglobulin yang dapat menyebabkan

alergi pada bayi.

e. Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu dan

bayi.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif
Menurut Roesli (2005) bahwa terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi terhadap keberhasilan pemberian ASI ekslusif diantaranya

yakni pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian ASI ekslusif, dukungan

suami, aktivitas ibu/ibu dengan bekerja. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi dalam pemberian ASI ekslusif sebagai berikut :

a. Pengetahuan

Pengetahuan yang rendah tentang gangguan pemberian ASI akan

dapat diubah dengan melakukan tindakan untuk mengatasi masalah dalam

pemberian ASI ekslusif. Hal itu karena ibu kedepannya menjadi paham

bahwa ASI ekslusif memberikan banyak manfaat bagi bayi dan menyusui

juga merupakan tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bayi

untuk pertumbuhan dan perkembangan. (Contstance, 2005)

b. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga khususnya suami merupakan bagian yang vital

dalam keberhasilan atau kegagalan menyusui. Masih banyak suami yang

berpendapat salah mengenai dukungan suami kepada ibu menyusui

bayinya. Para suami berpendapat bahwa menusui adalah urusan ibu dan

bayinya. Mereka menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja

sebenarnya suami mempunyai peran yang sangat menentukan dalam

keberhasilan menyusui karena suami akan turut menetukan kelancaran


refleks pengeluaran ASI yang dipengaruhi keadaan emosi atau perasaan

ibu. (Roesli, 2005)

c. Sosial budaya

Permasalahan utama dalam pemberian ASI eksklusif adalah sosial

budaya yang antara lain : kurangnya kesadaran akan pentingnya ASI

eksklusif, pelayanan kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung

terselenggaranya ASI eksklusif, gencarnya promosi susu formula, ibu

bekerja, dan dukungan keluarga. Adapun kebiasaan ibu yang tidak

mendukung pemberian ASI adalah memberikan makanan atau minuman

setelah bayi lahir dan memberikan susu formula sejak dini.

Telah banyak upaya dalam rangka akselerasi penurunan angka

morbiditas maupun mortalitas bayi. Salah satu upaya tersebut adalah

kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan untuk melakukan perawatan

lanjut pada bayi baru lahir, memberikan edukasi,dan ketrampilan pada ibu

tentang perawatan bayi. Namun, upaya tersebut belum dapat mengurangi

kebiasaan masyarakat dalam praktek pemberian makanan yang baik pada

bayi. (Depkes RI, 2008)

d. Faktor psikososial

Keinginan dan kenyakinan ibu yang kuat untuk memberikan ASI

ekslusif didapatkan pada sebagian besar ibu yang berhasil memberikan

ASI ekslusif. Keyakinan atau kepercayaan diri ibu yang kuat merupakan

faktor determinan yang penting terhadap keberhasilan pemberian ASI

ekslusif. Keyakinan atau kepercayaan diri ibu yang kuat mendorong ibu
untuk mempelajari hal-hal baru termasuk tehnik menyusui yang belum di

kuasai benar oleh ibu. Beberapa ibu dengan keyakinan yang kuat lebih

sedikit memiliki permasalahan menyusui, dan lebih sedikit memiliki

permasalahan menyusui.

BAB III

RENCANA PROGRAM

A. Rencana Program

Dengan adanya permasalahan berupa cakupan ASI ekslusif yang rendah

maka upaya solusi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

Tabel III.1. Tabel Solusi Mengenai Kurangnya Pengetahuan Ibu terhadap


Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi

Daftar Alternatif Jalan Efektivitas Jumlah P=


No Efisiensi
Keluar M I V MxIxV/C
Identifikasi wanita usia
1 3 3 2 5 3,6
subur

2 Pembentukan konselor ASI 4 4 3 4 12

Pemilihan tempat, alat


3 praga, dan media 3 3 4 5 7,2
penyuluhan ASI eksklusif
Penyelenggaraan
4 4 4 4 16
4 penyuluhan ASI eksklusif
Sumber: diskusi FGD kelompok 16, tahun 2018
P : Prioritas jalan keluar
M : Magnitud, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini
dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya masalah ini)
I : Implementasi, kelanggengan selesainya masalah
V : Valiability, sensitifnya dalam mengatasi masalah
C : Cost, biaya yang diperlukan
1. Identifikasi wanita usia subur
Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang masih dalam usia

reproduktif (sejak mendapat haid pertama dan sampai berhentinya haid), yaitu

antara usia 15 – 49 tahun, dengan status belum menikah, menikah, atau janda,

yang masih berpotensi untuk mempunyai keturunan (Novitasary, Mayulu, &

Kawengian, 2013). Pada wanita usia subur ini berlangsung lebih cepat dari

pada pria. Puncak kesuburan ada pada rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini

wanita memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Pada usia 30-an persentasenya

menurun hingga 90%. Sedangkan memasuki usia 40, kesempatan hamil

berkurang hingga menjadi 40%. Setelah usia 40 wanita hanya punya

maksimal 10% kesempatan untuk hamil.


Identifikasi wanita usia subur berupa pengambilan data atau pencataan

pada wanita-wanita yang tergolong dalam usia subur, dimana sangat

berpengaruh akan cakupan pemberian ASI, karena pada usia ini sangat

mungkin akan terjadinya kehamilan dan juga kelahiran. Dengan identifikasi

ibu usia subur akan dapat memberikan ketepatan sasaran program untuk

peningkatan cakupan ASI ekslusif.

2. Pembentukan konselor ASI


Konselor ASI adalah orang yang dibekali keterampilan untuk

membantu ibu memutuskan apa yang terbaik untuknya dan menumbuhkan

kepercayaan diri ibu dalam memberikan ASI kepada bayi. Konselor ASI

dipilih dari tenaga kesehatan yang kemudian mendapatkan pelatihan khusus


konseling menyusui dengan jumlah jam pelatihan yang telah distandarkan

oleh badan kesehatan dunia (World Health Organization) yaitu 40 jam.


Melalui pelatihan ini, setiap calon konselor belajar tentang ASI

eksklusif dan segala faktor yang terkait dengan pemberian ASI eksklusif baik

secara medis/teknis, sosial, dan budaya. Para konselor yang sudah terlatih ini

dapat memberikan pelayanan konseling bagi setiap ibu hamil dari masa

kehamilan, mendampingi saat persalinan untuk membantu, dan mendukung

proses Inisisasi Menyusui Dini (IMD) serta selanjutnya selama ibu menyusui

anaknya karena para konselor selain dapat ditemui langsung juga dapat

dihubungi melalui telepon ataupun SMS (short message system) kapan saja

ibu membutuhkan.

3. Pemilihan tempat, alat praga, dan media penyuluhan asi eksklusif

Pemilihan tempat, alat praga dan media penyuluhan ASI Ekslusif

dapat berpengaruh terhadap hasil akhir penyuluhan tersebut, yang mana

diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan ibu mengenai ASI ekslusif.

Pemilihan tempat yang mudah dijangkau masyarakat akan dapat

meminimalisasi ketidak hadiran sasaran penyuluhan. Dengan disertai alat

praga akan membantu penyampaian materi penyuluhan lebih jelas dan mudah

dipahami.
Media penyuluhan secara garis besar dibagi menjadi media

penyuluhan terlihat contohnya : TV, Film dan bahan cetakan; yang hanya

dapat digunakan untuk sasaran penyuluhan yang dapat melihat, khususnya

dapat membaca, dan media penyuluhan terdengar, misalnya Radio, TV, dan
Film, yang hanya dapat digunakan jika sasaran penyuluhan tidak mengalami

gangguan pendengaran, yaitu dapat mendengar, dan kombinasi antara metoda

terlihat dan terdengar.


Setiap pendekatan penyuluhan ini mempunyai keunggulan dan

kelemahan masing-masing. Karena itu penentuan metode mana yang akan

digunakan akan tergantung pada : metode penyuluhan mana yang akan

digunakan, berapa banyak sasaran penyuluhan yang ingin dicapai dalam

satuan waktu yang sama, materi penyuluhan yang akan disampaikan, dan

dampak yang ingin dicapai.

4. Penyelenggaraan penyuluhan ASI eksklusif


Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan program

penyuluhan ASI ekslusif adalah tenaga. Adapun tenaga yang dimaksud adalah

sumber daya manusia yang memiliki kemampuan khusus di bidang

penyuluhan ASI ekslusif. Pengelola program penyuluhan ASI ekslusif dapat

bekerja sama dengan tenaga gizi dan bidan koordinator. Hal ini karena topik

ASI ekslusif sejalan dengan pekerjaan sehari-hari tenaga gizi dan tenaga bidan

koordinator.
Materi yang diberikan saat penyuluhan ASI ekslusif diantaranya

mengenai persiapan persalinan, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), perawatan

payudara, serta cara menyusui. Dalam melakukan penyuluhan maka alat yang

digunakan harus dapat menarik perhatian sasaran diantaranya dapat berupa

leaflet, banner, poster, VCD IMD serta alat peraga boneka. Selain itu juga

dijelaskan mengenai alternatif menyimpan ASI yang sudah dipompa untuk

disimpan dalam botol lalu diletakkan di lemari es, di mana hal ini sangat
bermanfaat terutama bagi para ibu yang memiliki tuntutan pekerjaan sehingga

tidak dapat memberikan ASI secara langsung.


Penyuluhan face to face dapat memberikan hasil yang lebih maksimal

karena yang memberi penyuluhan dan sasaran dapat berinteraksi secara lebih

intens. Hal ini dilakukan saat kunjungan ke puskesmas, konseling individu

pada sasaran ibu hamil, pelanyanan KIA, maupun pelayanan gizi di

puskesmas, konseling di pustu maupun di posyandu.


B. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) atau Plans of Action (POA)

NO KEGIATAN SASARAN TARGET VOLUME RINCIAN KEGIATAN LOKASI TENAGA JADWAL KEBUT
KEGIATAN PELAKSANAAN PELAKSANAAN PELAK

1. Rapat Koordinasi Instansi di 100% 2 kali dalam -Mendata nama instansi Kantor Kecamatan Dokter Juni 2018 -Susuna
Lintas Sektor Wilayah setahun yang hadir September rencana
Mengenai Puskesmas -Melaksanakan rapat 2018 panitia
Pelaksanaan -Mengadakan sesi tanya -Perwak
Penyuluhan ASI jawab sekitar w
Eksklusif - Peralat
dibutuhk
microph
2. Pelaksanaan -Orang tua 100% 3 kali dalam -Mendaftar nama pasutri, Balai Desa Wilayah Dokter, Bidan, April 2018 -Susunan
Penyuluhan tentang yang memiliki setahun perwakilan perusahaan, dan Puskesmas Tenaga Gizi Juli 2018 rencana
ASI Eksklusif anak usia 0-6 instansi yang hadir Oktober panitia
bulan -Menampilkan presentasi 2018 -Daftar
-Perusahaan mengenai ASI Eksklusif memilik
dan instansi di -Mengadakan sesi tanya bulan, p
sekitar wilayah jawab seputar ASI instansi
Puskesmas Eksklusif Puskesm
- Peralat
dibutuhk
brosur, l
microph
- Alat
payudara
Alat pom
Tabel III.2. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Penyuluhan ASI Eksklusif
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian mengenai Program Peningkatan

Cakupan ASI Eksklusif di Puskesmas Tutur, Kecamatan Tinular, Kabupaten

Sungai Kayu ini adalah :

1. Upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif

antara lain melalui inisiasi menyusu dini pada satu jam setelah kelahiran,

memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi,

memberikan nutrisi makanan tambahan setelah umur 6 bulan, GNPP – ASI

(Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu), adanya Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.450/MENKES/SK/IV/2004,

penerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 33 Tahun 2012,

pengaturan penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya, dan

pembentukan sarana menyusui di tempat kerja dan sarana umum lainnya.,

2. Prioritas masalah mengenai rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif ini

adalah karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI eksklusif

pada bayinya. Prioritas masalah ini diperoleh melalui teknik skoring yang

telah dilakukan.,
3. Solusi yang dapat dilakukan untuk masalah rendahnya cakupan pemberian

ASI eksklusif ini adalah dengan dilakukannya penyuluhan mengenai ASI

eksklusif.,

4. Program yang akan dilakukan adalah rapat koordinasi lintas sektor mengenai

pelaksanaan penyuluhan ASI Eksklusif dan pelaksanaan penyuluhan

mengenai ASI eksklusif.

B. Saran

Adapun saran dari penelitian mengenai Program Peningkatan Cakupan

ASI Eksklusif di Puskesmas Tutur, Kecamatan Tinular, Kabupaten Sungai Kayu

ini adalah :
1. Pemerintah setempat sebaiknya tetap melanjutkan serta mengawasi segala

upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI

eksklusif di masyarakat sehingga hal ini terus berlanjut secara

berkesinambungan terutama bagi wanita usia subur yang belum atau akan

menikah.,
2. Solusi dari rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif ini harus dilakukan

satu persatu agar bisa memperoleh hasil yang optimal dan dapat mengevaluasi

secara terarah mengenai apa yang telah dilakukan.


3. Kerja sama yang baik disetiap aspek pelayanan masyarakat tetap terus dijaga,

agar kegiatan serta masalah di masyarakat khususnya mengenai masalah

kesehatan dapat diselesaikan dengan melibatkan stake holder di lingkungan

tersebut.

You might also like