You are on page 1of 12

ISSN: 2303-288X Vol. 2, No.

2, Oktober 2013

MODEL PENDIDIKAN KARAKTER TERINTEGRASI PEMBELAJARAN SAINS


1 2 3
I Wayan Sadia , I.B.Putu Arnyana , I Wayan Muderawan
1 2 3
Jurusan Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Kimia,
Universitas Pendidikan Ganesha
email: wayan.sadia@pasca.undiksha.ac.id

Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama mengembangkan model pendidikan karakter
yang terintegrasi dengan pembelajaran sains di SD, SMP, dan SMA. Penelitian tahun
pertama (2012) difokuskan pada studi analisis kebutuhan dengan melibatkan 36 orang guru
sains SD, 34 guru sains SMP dan 27 orang guru sains SMA, untuk menggali informasi
tentang pembelajaran sains dalam kaitannya dengan pendidikan karakter. Data
dikumpulkan dengan kuesioner, pedoman observasi dan teknik wawancara. Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif dan diberi makna kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: 1) Pendidikan karakter dapat dikembangkan melalui pemilihan model
pembelajaran sains, pemilihan model asesmen, dan pemilihan materi ajar; 2) Model
pembelajaran sains yang berkontribusi secara signifikan terhadap pengembangan karakter
siswa adalah model pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran
kooperatif, sains-teknologi-masyarakat, pemecahan masalah, dan model pembelajaran
kontekstual; 3) Respon para guru sains terhadap pendidikan karakter pada umumnya
sangat positif dan berupaya untuk mengembangkan karakter yang baik melalui proses
pembelajaran; 4) Sebagian (55,3%) guru sains mencantumkan indikator nilai-nilai karakter
yang dijadikan target pembelajaran dalam silabus maupun RPP, dan sebagian lagi (44,7%)
tidak mencantumkan secara eksplisit, namun secara implisit tersirat dalam silabus maunpun
RPP.

Kata kunci: pendidikan karakter, terintegrasi pembelajaran sains.

Abstract
This research was conducted with the main objective to develop a model of character
education integrated with science learning in elementary, junior, and senior high schools.
The research was focused on the needs analysis study involving 36 elementary school
science teachers, 34 junior high school science teachers and 27 senior high school science
teachers to collect information on science learning in relation to character education. Data
were collected by questionnaires, observation and interviewing techniques. Data were
analyzed by descriptive and qualitative meaning. The results showed that: 1) character
education can be developed through selection of science learning model, assessment
model, and teaching materials, 2) science learning models that contribute significantly to the
development of the character of students are inquiry learning, problem-based learning,
cooperative learning , science-technology-society, problem solving, and contextual learning
models, 3) science teacher’s responses to the character education are generally very
positive and seek to develop good character through a learning process, 4) some (55.3%)
science teachers include indicators of character values that to be target of learning in the
syllabus and lesson plans, and some (44.7%) do not explicitly specify its, but implicitly
implied in the syllabus and lesson plans.
Keywords: character education, integrated science learning

PENDAHULUAN digunakan sebagai rujukan yaitu landasan


Dalam rangka mengembangkan filosofi, landasan sosiologis, landasan
pendidikan di Indonesia pada era kultural, landasan psikologis, dan landasan
globalisasi, ada lima landasan yang harus ilmiah dan teknologi serta didukung oleh tiga

Jurnal Pendidikan Indonesia | 209


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

azas pembelajaran yaitu azas Tut Wuri pendidikan akan terjadi pewarisan dan
Handayani, azas belajar sepanjang hayat, pengembangan IPTEKS. Dengan kelima
dan azas kemandirian dalam belajar (Umar acuan tersebut diharapkan dapat dibangun
Tirtarahardja: 2005). Landasan filosofi sumber daya manusia yang cerdas spiritual,
didasarkan pada abstraksi acuan hukum serdas emosioanl, cerdas intelektual, dan
dan kajian empiris tentang kondisi sekarang cerdas kenestika, kompetitif, berdaya saing
serta idealisasi masa depan. Pancasila dan dan berkarakter.
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Pengaruh negatif perkembangan IPTEKS
landasan filosofi bagi pengembangan dan dan globalisasi dewasa ini tampaknya
pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Nilai- cukup signifikan di seantero dunia, termasuk
nilai Pancasila harus teraktualisasai dalam di Indonesia. Lickona (1996)
pengembangan dan pelaksanaan mengidentifikasi sepuluh butir
pendidikan di Indonesia. Pendidikan di kecenderungan remaja yang tampak dalam
Indonesia harus pula memiliki acuan nilai- perilakunya sehari-hari yaitu: 1)
nilai cultural dalam penataan aspek legal, meningkatnya pemberontakan remaja, 2)
dalam arti bahwa pendidikan tidak boleh meningkatnya ketidakjujuran, 3)
tercabut dari akar budaya bangsa Indonesia. berkurangnya rasa hormat terhadap orang
Pengembangan dan pelaksanaan tua, guru, dan pemimpin, 4) meningkatnya
pendidikan ikut ditentukan oleh kebudayaan kelompok teman sebaya yang kejam dan
masyarakat dimana proses pendidikan itu bengis, 5) munculnya kejahatan dan
berlangsung. Pada tataran ideal, acuan perampokan, 6) berbahasa tidak sopan, 7)
pendidikan adalah pemberdayaan untuk merosotnya etika dan etos kerja, 8)
kemandirian dan keunggulan, sedangkan meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri
pada tataran instrumental, nilai-nilai yang sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab,
penting perlu dikembangkan melalui 9) timbulnya gelombang perilaku yang
pendidikan adalah otonomi, kecakapan, menyimpang, seperti perilaku seksual
kesadaran berdemokrasi, kreativitas, daya prematur, penyalahgunaan obat terlarang
saing, estetika, kearifan, moral, harkat, dan perilaku bunuh diri, dan 10) tumbuhnya
martabat, dan kebangsaan. Landasan ketidaktahuan sopan-santun, termasuk
sosiologi juga ikut mewarnai proses mengabaikan moral sebagai dasar hidup,
pengembangan dan pelaksanaan seperti suka memeras, tidak menghormati
pendidikan mengingat bahwa pendidikan peraturan-peraturan, dan perilaku
merupakan proses sosialisasi, proses membahayakan diri sendiri dan orang lain.
interkasi antara dua atau lebih individu, dan Oleh karena itu, pendidikan karakter perlu
bahkan antar dua generasi, yang ditingkatkan intensitas dan kualitasnya pada
memungkinkan generasi muda semua jalur dan jenjang pendidikan, melalui
mengembangkan diri (Umar Tirtarahardja: pengintegrasian ke dalam seluruh mata
2005). Pendidikan selalu melibatkan aspek pelajaran di sekolah.
psikologis peserta didik, maka dari itu Pelaksanaan pendidikan karakter
landasan psikologis harus menjadi acuan melalui pilar sekolah didasarkan atas tiga
dalam pengembangan dan pelaksanaan alasan penting yaitu: 1) Perlunya karakter
pendidikan. Landasan psikologis terutama yang baik untuk menjadi bagian yang utuh
berkaitan dengan hakikat manusia, dalam diri manusia. Setiap manusia harus
khususnya tentang proses perkembangan memiliki pikiran yang kuat, hati nurani, dan
anak dan proses belajar. Perkembangan kemauan untuk berkualitas seperti memiliki
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri,
(IPTEKS) juga harus dijadikan rujukan ketekunan dan dorongan moral; 2) Sekolah
dalam pengembangan dan pelaksanaan merupakan tempat yang baik dan kondusif
pendidikan di Indonesia, karena melalui untuk melaksanakan proses pembelajaran

Jurnal Pendidikan Indonesia | 210


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

dan pendidikan nilai-nilai; dan 3) Pendidikan (perspective-taking) kepada orang lain,


karakter sangat esensial untuk membangun melihat situasi secara objektif,
masyarakat bermoral. Pendidikan karakter membayangkan bagaimana seharusnya
memiliki dua tujuan utama yaitu kebijakan berpikir, bereaksi, dan merasakan.
dan kebaikan. Pendidikan tentang kebaikan Memahami sudut pandang dari sisi orang
merupakan dasar demokrasi, karena itu dua lain dan membayangkan bagaimana orang
nilai moral penting yang harus diajarkan lain berpikir dan merasakan. Jadi, sebelum
dalam pendidikan karakter adalah rasa bertindak perlu dipikirkan terlebih dahulu
hormat dan tanggung jawab (respect and apakah tindakan yang kita lakukan akan
responsibility). Di samping itu ada sejumlah dianggap baik dan disenangi orang lain atau
nilai yang perlu diajarkan melalui pendidikan tidak; (4) Pertimbangan dan penalaran moral
karakter (Licona, 1991) yaitu: 1 ) kejujuran (moral reasoning) adalah pemahaman
(honesty), 2) keterbukaan (fairness), 3) tentang apa yang dimaksud bermoral dan
toleransi (tolerance), 4) kehati-hatian mengapa kita harus bermoral; (5)
(prudence), 5) disiplin-diri (self-dicipline), 6) Pengambilan keputusan (decision-making)
membantu dengan tulus (helpfulness), 7) adalah kemampuan untuk mengambil
rasa haru (compassion), 8) bekerjasama keputusan berdasarkan kata hati atau hati
(cooperation), 9) keteguhan hati (courage), nurani dalam menghadapi masalah-masalah
dan 10) nilai-nilai demokrasi (democratic moral; dan (6) Kemampuan untuk mengenal
values). Nilai-nilai karakter tersebut perlu dan memahami diri sendiri (self-knowledge).
dibangun dan ditumbuhkembangkan melalui Pemahaman–diri merupakan gambaran
proses pembelajarandi sekolah. yang dimiliki seseorang tentang dirinya.
Karakter berkaitan dengan Berdasarkan pemahaman-diri maka akan
pengetahuan moral (moral knowing), terbentuk konsep-diri yang kedepannya
perasaan moral (moral feeling), dan perilaku akan menentukan bagaimana mereka akan
moral (moral action). Karakter yang baik bertindak.
terdiri atas pengetahuan tentang kebaikan, Dalam komponen “moral feeling”
keinginan untuk berbuat baik, dan berbuat terdapat enam aspek yaitu: (1) Kata hati
kebaikan. Ketiga hal inilah yang atau hati nurani (conscience) yang memiliki
menentukan kehidupan bermoral. Dalam dua sisi yakni sisi kognitif (pengetahuan
komponen pengetahuan moral (moral tentang kebenaran) dan sisi emosi
knowing) terdapat enam aspek yaitu: (1) (perasaan wajib berbuat kebenaran); (2)
Kesadaran moral atau kesadaran hati Harga-diri (self-esteem); (3) Empati
nurani. Kesadaran moral dapat berkembang (empathy) yakni merupakan kemampuan
jika terdapat konsentrasi dan perhatian untuk mengidentifikasi diri dengan acuan
terhadap moral itu sendiri. Kesadaran moral orang lain atau seolah-olah mengalami
secara bertahap dapat mengalami sendiri apa yang dialamai orang lain; (4)
berkembang kualitasnya sesuai dengan Cinta pada kebaikan (loving the good), yang
makin terang dan jelasnya konsentrasi dan merupakan bentuk tertinggi dari karakter.
perhatian terhadap moral tersebut; (2) Jika kita cinta pada kebaikan maka kiat akan
Pengetahuan nilai-nilai moral (knowing berbuat baik dan memiliki moralitas; (5)
moral values) yang terdiri atas rasa hormat Kemampuan untuk mengendalikan diri
tentang kehidupan dan kebebasan, sendiri (self-control), yang akan berfungsi
tanggung jawab, kejujuran, keterbukaan, untuk mengekang kesenangan maupun
tolenransi, kesopanan, disiplin diri, kesedihan. Pengendalian diri merupakan
integritas, kebaikan, perasaan kasihan, dan kemampuan individu dalam mengendalikan
keteguhan hati, dan keberanian untuk tindakan yang dicirikan oleh adanya
berbuat sesuai dengan kata hati; (3) kemampuan dalam merencanakan hidup,
Kemampuan untuk memberi pandangan dan mampu mengontrol setiap tindakan

Jurnal Pendidikan Indonesia | 211


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

yang dilakukannya; dan (6) Kerendahan hati memiliki dua dimensi yaitu sains sebagai
(humility) yang merupakan kebaikan moral produk dan sains sebagai proses. Sains
yang kadang-kadang diabaikan atau merupakan kumpulan pengetahuan yang
dilupakan, pada kerendahan hati merupakan meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
bagian penting dari karakter yang baik. prinsip, dan teori-teori yang disebut produk
Kerendahan hati merupakan sikap untuk sains, dan sains sebagai keterampilan-
bersedia menerima sesuatu yang berbeda keterampilan dan sikap-sikap yang
dengan cara berpkirnya, sikap yang tidak dibutuhkan untuk memperoleh dan
tinggi hati dan mampu menghargai mengembangkan pengetahuan yang disebut
kemampuan dan kelebihan orang lain. proses sains. Sains sebagai produk dan
Dalam komponen “moral action”terdapat sains sebagai proses bukanlah merupakan
tiga aspek penting yaitu: (1) Kompetensi dua dimensi yang terpisah, namun
moral (competence) yakni merupakan merupakan dua dimensi yang terjalin erat
kemampuan untuk menggunakan sebagai satu kesatuan. Pendidikan Sains
pertimbangan-pertimbangan moral dalam merupakan salah satu aspek pendidikan
berperilaku moral yang baik dan efektif. dengan menggunakan Sains sebagai
Seseorang yang memiliki kompetensi moral alatnya untuk mencapai tujuan pendidikan
akan mampu melakukan tindakan cerdas, pada umumnya dan pendidikan Sains pada
penuh tanggungjawab, dan dilandasi oleh khususnya. Salah satu sasaran yang dapat
kata hati; (2) Kemauan (will), yakni pilihan dicapai melalui pendidikan Sains adalah
yang benar dalam situasi moral tertentu. “pengertian Sains” itu sendiri (Amien, 1987).
Moral action akan terwujud secara nyata jika Tujuan utama pendidikan Sains adalah
ada kemauan untuk melaksanakannya; dan mengembangkan individu-individu yang
(3) Kebiasaan (habit) yakni kebiasaan untuk literasi Sains. Literasi Sains ini meliputi
bertindak secara baik dan benar. Perbuatan pengetahuan tentang usaha ilmiah dan
atau tindakan yang bermoral hendaknya aspek-aspek fundamental tentang Sains
menjadi suatu kebiasaan. yaitu konsep dan prinsip ilmiah, hukum-
Dalam upaya peningkatan efektivitas hukum dan teori ilmiah, serta ketrampilam
pendidikan karakter, maka perlu inkuri. Memiliki pengetahuan yang
dikembangkan kultur sekolah yang positif. fundamental tentang Sains adalah sangat
Lickona (1991) menyarankan esensial untuk membentuk manusia yang
pengembangan kultur yang positif literasi Sains. Individu yang literasi sains
mencakup enam elemen yaitu memiliki kemampuan uantuk menggunakan
kepemimpinan kepala sekolah, disiplin aspek-aspek fundamental Sains dalam
sekolah dan keteladanan, rasa memecahkan masalah-masalah dalam
persaudaraan, praktek kepemimpinan yang hidupnya sehari-hari, dan dalam
demokratis, suasana kehidupan yang pengambilan keputusan bagi kepentingan
bermoral, dan peningkatan kesadaran akan umum maupun personal. Esensi Sains
pentingnya moralitas. Jika keenam elemen adalah kegunaannya sebagai alat dalam
tersebut terimplementasi dalam kehidupan penemuan pengetahuan dengan jalan
di sekolah/kampus, maka peserta didik akan observasi, eksperimen, dan pemecahan
terbentuk menjadi generasi masa depan masalah.
yang cerdas, berdaya saing, dan Dalam penelitian ini,
berkarakter baik. pengembangan dan peningkatkan intensitas
Bertolak dari hakikat sains dan serta kualitas pendidikan karakter di sekolah
hakikat pendidikan Sains, pembelajaran melalui pengintegrasian pendidikan karakter
sains di sekolah dapat memberi kontribusi dalam proses pembelajaran sains, dilakukan
yang signifikan dalam pengembangan melalui strategi pemilihan model
pendidikan karakter. Sains pada hakikatnya pembelajaran, model asesmen, media

Jurnal Pendidikan Indonesia | 212


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

pembelajaran, dan pemilihan materi ajar. melalui focus group discussion; 2) Uji-
Ada sembilan model pembelajaran sains empirik oleh praktisi (guru sains, pengawas
yang diprediksi mampu mengembangkan bidang sains, dan dosen) pendidikan sains
dan meningkatkan intensitas dan kualitas dengan teknik conformatory factor analysis
pendidikan karakter yaitu 1) model (CFA) untuk mengukur tingkat specification,
pembelajaran berbasis masalah, 2) model managable, attainable, realistic, dan time
pembelajaran kontektual, 3) model bounding (SMART) dari model pendidikan
pembelajaran sains teknologi masyarakat karakter yang dirancang; dan 3) Uji-model
(STM), 4) model siklus belajar, 5) model dalam skop terbatas, yang akan dilakukan
pemecahan masalah, 6) model pada sebuah SD, sebuah SMP, dan sebuah
pembelajaran kooperatif, 7) model SMA di kabupaten Buleleng. Produk
pembelajaran inkuiri, 8) model pembelajaran penelitian tahun kedua adalah rancangan
berbasis proyek, dan 9) model pembelajaran model pendidikan karakter terintegrasi
berbasis portofolio, sedangkan pendidikan pembelajarn sains yang telah
karakternya merujuk pada sebelas prinsip disempurnakan dan siap untuk diuji-cobakan
pendidikan karakter yang dikembangkan pada skop yang luas. Penelitian pada tahun
oleh Likona (1996). ketiga (2014) difokuskan pada pengujian
model pendidikan karakter terintegrasi
METODE pembelajaran sains pada skop yang luas
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan rancangan
pengembangan (research and development) eksperimen pretest-postest control group
yang dirancang selama tiga tahun dengan design. Studi eksperimen akan dilakukan
target luaran utama adalah model pada tiga SD, tiga SMP, dan tiga SMA di
pendidikan karakter terintegrasi dengan kabupaten Buleleng. Produk penelitian
pembelajaran sains. Model dan perangkat tahun ketiga yang merupakan produk utama
pembelajaran sains dirancang untuk dari keseluruhan penelitian ini adalah model
pencapaian kompetensi siswa dalam bidang pendidikan karakter terintegrasi
sains serta menumbuhkembangkan pembelajaran sains yang telah teruji
karakter atau nilai-nilai budaya yang baik efektivitasnya yang dituangkan dalam
akan dituangkan dalam CD pembelajaran bentuk hard copy dan soft copy.
yang dapat digunakan oleh para guru sains. Penelitian pada tahun pertama
Penelitian tahun pertama (2012) difokuskan (2012) difokuskan pada analisis kebutuhan
pada studi analisis kebutuhan (need melalui studi empiris bertalian dengan
assessment) melalui studi pustaka dan studi silabus dan RPP pelajaran sains di SD,
lapangan pada SD, SMP, dan SMA yang SMP, dan SMA, model dan perangkat
tersebar pada 9 kabupaten/kota di provinsi pembelajaran yang digunakan oleh para
Bali. Melalui studi analisis kebutuhan guru selama ini, model asesmen yang
diperoleh berbagai informasi yang digunakan untuk mengukur ketercapaian
dibutuhkan untuk merancang model kompetensi standar dan kompetensi dasar,
pendidikan karakter yang terintegrasi unjuk kerja guru di kelas dalam dalam
dengan pembelajaran sains. Pada tahun proses pembelajaran, fasilitas pembelajaran
kedua (2013) penelitian difokuskan pada yang tersedia yang meliputi fasilitas
pengembangan model pendidikan karakter laboratorium, perpustakaan, fasilitas media
terintegrasi pembelajaran sains dengan pembelajaran, serta fasilitas belajar lainnya,
tahapan 1) Uji-pakar terhadap draft model dan muatan pendidikan karakter pada
yang dihasilkan pada tahun pertama dengan jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA.
melibatkan pakar sains, pakar pendidikan Temuan-temuan pada tahun I digunakan
sains, pakar pendidikan karakter, serta sebagai landasan dalam merancang dan
praktisi (guru) sains. Uji-pakar dilakukan mengembangkan model dan perangkat

Jurnal Pendidikan Indonesia | 213


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

pembelajaran sains bermuatan pendidikan IPA, guru IPA SMP, dan guru IPA (Fisika,
karakter untuk meningkatkan capaian Kimia, dan Biologi) SMA sebagai sampel.
kompetensi dan karakter siswa yang baik. Sebaran sampel penelitian pada tahun
Dalam penelitian tahun pertama ini pertama disajikan pada Tabel 01 berikut.
dilibatkan sejumlah guru SD yang mengajar

Tabel 01. Rancangan Sampel Sekolah dan Guru dalam Tahun I


Jenjang Sekolah dan Jumlah Sekolah
No. Kabupaten/Kota SD SMP SMA
Jl. SD Jl guru Jl.SMP Jl.Guru Jl.SMA Jl.Guru
1 Buleleng 12 12 5 10 3 9
2 Tabanan 8 8 4 8 2 6
3 Badung 8 8 4 8 2 6
4 Klungkung 8 8 4 8 2 6
Jumlah 36 36 17 34 12 27

Kabupaten Buleleng mewakili dapat dikembangkan melalui pemilihan


wilayah Bali Utara, Tabanan mewakili model atau strategi pembelajaran sains,
wilayah Bali Barat, Badung mewakili wilayah pemilihan model asesmen, pemilihan media
Bali Selatan, dan Klungkung mewakili pembelajaran, dan pemilihan materi ajar.
wilayah Bali Timur. Diantara seluruh responden (guru sains)
Data dikumpulkan dengan 68,4 % menyatakan bahwa pendidikan
kuesioner, pedoman observasi dan teknik karakter dapat dintegrasikan ke dalam
wawancara. Kuesioner digunakan untuk model atau strategi pembelajaran. Model-
menggali data tentang strategi atau model model pembelajaran tersebut adalah model
pembelajaran sains yang dominan pembelajaran yang inovatif yang proses
digunakan oleh guru sains, model pembelajarannya berpusat pada siswa
pembelajaran yang diprediksi guru (student centered), antara lain model
memberikan kontribusi yang signifikan pembelajaran kooperatif, model
dalam menumbuhkembangkan karakter pembelajaran berbasis masalah (problem
siswa, model asesmen yang biasa based learning), model pembelajaran
digunakan dan model asesmen yang kontekstual, model siklus belajar, model
dipandang berkontribusi dalam pembelajaran inkuiri, dan model pemecahan
pengembangan karakter siswa, media masalah (problem solving). Model-model
pembelajaran dan materi atau pokok pembelajaran tersebut memberi peluang
bahasan yang diprediksi mampu untuk tumbuh dan berkembangnya karakter
menumbuhkembangkan karakter siswa. Dari positif siswa seperti kejujuran, tanggung
analisis silabus dan RPP serta yang dibuat jawab, disiplin, rasa percaya-diri, berpikir
guru serta observasi di kelas, digali logis, kritis dan kreatif, mandiri, peduli sosial
informasi tentang bagaimana kiat guru sains dan lingkungan, membangun rasa hormat
dalam mengintegrasikan pendidikan terhadap diri sendiri dan orang lain,
karakter dalam proses pembelajaran. Data menumbuhkan kemauan kerja keras,
yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kerjasama,menghargai keberagaman,
dan diberi makna kualitatif. keterbukaan, empati, dan membangun sikap
toleran. Di samping itu, 52,6% responden
HASIL DAN PEMBAHASAN menyatakan bahwa pendidikan karakter
Temuan pertama penelitian ini dapat diintegrasikan ke dalam model
menunjukkan bahwa pendidikan karakter asesmen. Penerapan asesmen autentik,

Jurnal Pendidikan Indonesia | 214


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

yang meliputi asesmen kinerja (performance percaya-diri, kemandirian, dan keterbukaan.


assessment), asesmen laboratorium, Pemilihan media yang selektif dan akurat
asesmen portofolio, dan asesmen proyek serta pemilihan materi pembelajaran juga
(project assessment) berpeluang besar dapat berkontribusi terhadap pendidikan
dalam menumbuhkembangkan karakter karakter.
siswa. Karakter yang dapat dikembangkan Model pembelajaran sains yang
melalui model asesmen autentik antara lain dipersepsi dan dipekirakan memberi
kejujuran, tanggungjawab, ketelitian, kerja kontribusi dalam pengembangan pedidikan
keras, kreativitas, disiplin, kerjasama, rasa karakter disajikan pada Tabel 01 berikut.

Tabel. 01 Model Pembelajaran Sains yang Berkontribusi Terhadap Pengembangan


Karakter Siswa
Model Pembelajaran Sains yang Dipilih Guru Persentase (%)
[ ] Pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) 39,39
[ ] Pembelajaran kontekstual (Contextual teaching and learning) 42,42
[ ] Siklus belajar (Learning cycle model) 13,64
[ ] Pembelajaran berbasis portofolio 21,21
[ ] Model pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) 25,78
[ ] Pembelajaran pemecahan masalah (Problem solving) 36,36
[ ] Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) 63,64
[ ] Model pembelajaran inkuiri [Inquiry based learning] 30,30
[ ] Model pembelajaran berbasis proyek 21,21
(Project based learning)

Berdasarkan persepsi guru sains, model pembelajaran berbasis masalah


secara berturut-turut dari persentase yang maupun model pembelajaran sains-
terbesar, model-model pembelajaran sains teknologi-masyarakat. Model pembelajaran
yang berkontribusi secara signifikan kooperatif akan berkontribusi terhadap
terhadap pengembangan karakter siswa pengembangan karakter kerjasama, sikap
adalah model pembelajaran kooperatif demokratis, tanggungjawab, disiplin, empati,
(63,6%), model pembelajaran kontekstual keterbukaan, peduli sosial, dan sikap
(42,4%), model pembelajaran berbasis toleran. Pembelajaran kontekstual diprediksi
masalah (39,4%), model pemecahan berkontribusi terhadap pembentukan
masalah (36,4%), model pembelajaran karakter mandiri, disiplin, kerjasama,
inkuiri (30,3%), model pembelajaran sains- membangun rasa hormat baik terhadap diri
teknologi-masyarakat (25,8%), model sendiri maupun orang lain, rasa empati.
pembelajaran berbasis porofolio (21,2%), Sedangkan model pembelajaran berbasis
model pembelajaran berbasis proyek masalah berkontribusi secara signifikan
(21,2%), dan model siklus belajar (13,6%). terhadap pembetukan sikap percaya diri,
Secara teoretik model pembelajaran berpikir logis,kritis dan kreatif, kemandirian,
berbasis masalah dan model pembelajaran kejujuran, tanggungjawab, kerja keras, rasa
sains-teknologi-masyarakat lebih tinggi ingin tahu, rasa empati, keterbukaan
kontribusinya daripada model pembelajaran terhadap kritik dan saran, dan kerjasama.
kooperatif dalam pengembangan pendidikan Model pembelajaran pemecahan masalah
karakter, sedangkan menurut persepsi guru akan berkontribusi terhadap pembentukan
model pembelajaran kooperatif yang karakter berpikir logis, kristis, dan kreatif,
tertinggi kontribusinya. Hal itu disebabkan kerja keras, tekun, kehati-hatian, percaya-
karena para guru sains belum memiliki diri, kejujuran, dan keterbukaan. Model
pemahaman yang baik tentang karakteristik pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat

Jurnal Pendidikan Indonesia | 215


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

(STM) diprediksi dapat membangun sikap sebagian besar (53,03%) guru sains masih
peduli lingkungan, kreatif, tanggung jawab, menggunakan model atau strategi
kejujuran, kerjasama, rasa empati, pembelajaran ekspositori sebagai strategi
menghargai keberagaman, dan rasa hormat. yang paling dominan dalam pelaksanaan
Model pembelajaran inkuiri akan berdampak pembelajaran. Mereka juga menyadari
pada pembentukan kemandirian, rasa bahwa model atau strategi ekspositori tidak
percaya-diri, kejujuran, tanggungjawab, berkontribusi secara signifikan terhadap
kerjasama, kerja keras, dan berpikir logis, pembentukan karakter siswa. Setelah
kritis dan kreatif. Karakter tekun, disiplin, ditelusuri lebih lanjut mengapa mereka
kerja keras, jujur, dan tanggungjawab dapat masih dominan menggunakan model
dikembangkan melalui peenrapan model ekspositori, ternyata karena model
pembelajaran berbasis fortofolio dalam ekspositori sudah biasa dan rutin digunakan
pembelajaran sains. Meskipun para guru dan mudah dalam implementasinya. Inilah
sains menyadari bahwa model-model salah satu tantangan yang cukup berat
pembelajaran yang berkontribusi secara dalam dunia pendidikan yaitu mengubah
signifikan terhadap pendidikan karakter sikap dan kebiasaan guru dari pembelajaran
adalah model pembelajaran kooperatif, tradisional menuju pembelajaran yang
model pembelajaran kontekstual, model inovatif yang berkontribusi secara signifikan
pembelajaran berbasis masalah, model terhadap pendidikan karakter.
pemecahan masalah, model inkuiri, model Menurut persepsi guru sains, aspek-
STM, model pembelajaran berbasis aspek karakter yang dapat diintegrasikan ke
portofolio, model pembelajran berbasis dalam pembelajaran sains disajikan pada
proyek, dan model siklus belajar, namun Tabel 02 berikut.

Tabel. 02 Aspek Aspek Karakter yang Diintegrasikan dan Dikembangkan Dalam


Pembelajaran Sains (Persepsi Guru)
Aspek-Aspek Karakter yang Diintegrasikan dalam Pembelajaran Persentase
[ ] Rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain 68,08
[ ] Tanggung jawab 89,36
[ ] Kejujuran 85,10
[ ] Keterbukaan 57,44
[ ] Toleransi 46,80
[ ] Membantu dengan tulus 72,34
[ ] Disiplin-diri 61,70
[ ] Kerjasama 29,78
[ ] Nilai-nilai demokrasi 42,60
[ ] Kehati-hatian 21,27
[ ] Keteguhan hati 36,17
[ ] Empati 57,44
[ ] Percaya diri 53,19
[ ] Patuh pada aturan/norma sosial 55,31
[ ] Religius 61,70
[ ] Mandiri 85,10
[ ] Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif 68,40
[ ] Menghargai keberagaman 46,80
[ ] Kerja keras 63,82
[ ] Peduli sosial dan lingkungan 61,70

Jurnal Pendidikan Indonesia | 216


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

Berdasarkan Tabel 02 terlihat aspek karakter dalam silabus maupun dalam


bahwa aspek tanggung jawab, kejujuran, RPP, menyatakan bahwa aspek-aspek
mandiri, membantu dengan tulus, rasa karakter yang diharapkan dapat terbangun
hormat, dan berpikir logis, kritis dan kreatif melalui proses pembelajaran ada secara
merupakan karakter yang dominan untuk implisit di dalam silabus maupun dalam
diintegrasikan dan dikembangkan melalui RPP. Jika aspek-aspek karakter yang
proses pembelajaran. semestinya dibangun melalui kegiatan
Respon guru sains terhadap pembelajaran dicantumkan secara eksplisit,
pendidikan karakter sangat positif, dalam arti maka guru sains akan merasa ada suatu
bahwa pendidikan karakter sangat perlu kewajiban untuk mengembangkan
untuk ditingkatkan intesitas dan kualitasnya pendidikan karakter. Hasil wawancara
melalui jalur pendidikan di sekolah. dengan sejumlah guru sains, menunjukkan
Sebagian besar (84,2%) guru sains berniat bahwa mereka sangat antusias dengan
untuk mengembangkan dan meningkatkan pendidikan karakter dan memandang
intensitas dan kualitas pendidikan karakter pendidikan karakter sangat perlu untuk
melalui pengintegrasian aspek-aspek ditingkatkan intensitasnya. Dalam era
karakter ke dalam program pembelajaran, globalisasi dan era perkembangan IPTEKS
baik secara eksplisit maupun secara implisit. yang sangat pesat, peserta didik tidak cukup
Namun, bagaimana mekanisme jika hanya dibekali dengan pengetahuan
pengintegrasian pendidikan karakter ke ilmiah, mereka juga harus dibangun dan
dalam silabus maupun program ditumbuhkembangkan karakternya. Melalui
pembelajaran masih menjadi permasalahan proses pendidikan di sekolah, peserta didik
bagi mereka. Oleh karena itu diperlukan harus disiapkan menjadi insan yang cerdas
suatu model pendidikan karakter terintegrasi secara komprehensif yaitu cerdas spiritual,
dengan pembelajaran sains di sekolah. Para cerdas intelektual, cerdas emosional/sosial
guru sains perlu diajak berdiskusi dan cerdas kinestika, jujur,
bagaimana mengintegrasikan pendidikan bertanggungjawab, disiplin, peduli, mandiri,
karakter ke dalam program pembelajaran kritis dan kreatif, dan kerja keras.
dan bagaimana teknik implementasinya. Berkaitan dengan penilaian hasil
Bagaimana memilih model atau strategi belajar siswa dalam pelajaran sains, tes
pembelajaran, bagaimana memilih model merupakan instrumen penilaian yang paling
asesmen, dan bagaimana memilih media dominan digunakan guru (95,74%), disusul
pembelajaran, sehingga proses dengan penilaian unjuk kerja (63,82%),
pembelajaran sains dapat berkontribusi penilaian tugas proyek (38,29%), dan
secara optimal dalammengembangkan dan penilaian afektif digunakan oleh 29,78%
meningkatkan kualitas karakter positif siswa. guru sains. Meskipun para guru sains
Hasil analisis silabus, dan RPP guru berpendapat bahwa aspek karakter siswa
sains, terungkap bahwa sebagian (42,1%) sangat penting untuk dinilai, namun
guru sains mencantumkan secara eksplisit penilaian terhadap karakter siswa seperti
aspek-aspek karakter sebagai target kejujuran, tanggung-jawab, disiplin,
pembelajaran. Ada tambahan satu kolom kemandirian, kerja keras, empati,
dalam silabus yang diisi dengan karakter kepedulian, berpikir logis, kristis dan kreatif,
yang diharapkan terbentuk atau tumbuh dan dan sebagainya secara khusus belum
berkembang melalui kegiatan pembelajaran dilakukan, karena belum tersedianya
di kelas. Dalam RPP, sebagian guru sains instrumen untuk mengukurnya. Perlu upaya
(55,3%) telah merumuskan secara ekplisit penyiapan instrumen penilaian yang
karakter yang diharapkan terbentuk melalui komprehensif yang dapat digunakan untuk
proses pembelajaran. Bagi guru yang tidak menilai karakter siswa sebagai dampak dari
mencantumkan secara eksplisit aspek- proses pembelajaran.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 217


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

Hasil analisis kuesioner yang ditingkatkan intesitas dan kualitasnya


bertalian dengan melalui jalur pendidikan di sekolah.
seminar/workshop/pelatihan tentang Sebagian besar guru sains berniat untuk
pendidikan karakter, menunjukkan bahwa mengembangkan dan meningkatkan
hanya 28,79% guru sains yang sudah intensitas dan kualitas pendidikan
pernah mengikuti karakter melalui pengintegrasian aspek-
seminar/workshop/pelatihan tentang aspek pendidikan karakter ke dalam
pendidikan karakter. Hal tersebut program pembelajaran, baik secara
berdampak pada masih kurang kemampuan eksplisit maupun secara implisit.
dan keterampilan guru sains dalam memilih Namun, bagaimana mekanisme
model atau strategi pembelajaran, memilih pengintegrasian pendidikan karakter ke
model asesmen, memilih media dalam silabus maupun program
pembelajaran, dan kurangnya keterampilan pembelajaran masih menjadi
guru dalam mengintegrasikan pendidikan permasalahan bagi guru-guru sains.
karakter ke dalam program pembelajaran. 4) Dalam penilaian hasil belajar siswa,
Oleh karena itu perlu ada upaya yang para guru sains masih terfokus pada
sistemik dan sistematis guna meningkatkan aspek kognitif dengan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan guru sains instrumen tes. Sedangkan aspek
dalam mengintegrasikan pendidikan karakter siswa belum mendapat
karakter ke dalam program pembelajaran perhatian yang optimal.
sains. 5) Hanya sekitar 28,79% guru sains yang
sudah pernah mengikuti seminar/
SIMPULAN DAN SARAN workshop/pelatihan tentang pendidikan
Berdasarkan pembahasan yang telah karakter. Hal tersebut berdampak pada
diuraikan, maka dapat diambil simpulan masih kurang kemampuan dan
sebagai berikut. keterampilan guru sains dalam memilih
1) Model pendidikan karakter terintegrasi model atau strategi pembelajaran,
pembelajaran sains dapat memilih model asesmen, memilih media
dikembangkan melalui pemilihan model pembelajaran, dan kurangnya
atau strategi pembelajaran, pemilihan keterampilan guru dalam
model asesmen, pemilihan media mengintegrasikan pendidikan karakter
pembelajaran, dan pemilihan materi ke dalam program pembelajaran.
pembelajaran.
2) Model pembelajaran sains yang Berdasarkan temuan dan
diprediksi berkontribusi secara signifikan pembahasan yang telah diuraikan, maka
terhadap pengembangan karakter siswa diajukan saran-saran sebagai berikut.
adalah model pembelajaran kooperatif, 1) Dalam upaya mengembangkan
model pembelajaran kontekstual, model pendidikan karakter melalui jalur sekolah,
pembelajaran berbasis masalah, model perlu dikembangkan suatu model
pemecahan masalah, model pendidikan karakter beserta
pembelajaran inkuiri, model perangkatnya yang diintegrasikan ke
pembelajaran sains-teknologi- dalam pembelajaran sains. Model
masyarakat, model pembelajaran tersebut dapat digunakan sebagai
berbasis porofolio, model pembelajaran pedoman atau rujukan bagi guru sains
berbasis proyek, dan model siklus dalam upaya meningkatkan kualitas
belajar. pembelajaran sains yang bermuatan
3) Respon guru sains terhadap pendidikan pendidikan karakter.
karakter sangat positif, dalam arti bahwa 2) Mengingat kurangnya pengetahuan dan
pendidikan karakter sangat perlu untuk pemahaman guru sains terhadap model-

Jurnal Pendidikan Indonesia | 218


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

model pembelajaran sains yang inovatif Departemen Pendidikan Nasional Republik


yang secara teoretik berkontribusi secara Indonesia (2005). Peraturan Pemerintah
signifikan terhadap pengembangan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
karakter siswa, maka disarankan kepada 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
pihak dinas pendidikan dan kebudayaan
Departemen Pendidikan Nasional Republik
kabupaten/kota dan pihak sekolah agar
Indonesia. 2003. Undang-Undang
melakukan workshop tentang model-
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
model pembelajaran sains yang inovatif.
2003 Tentang Sistem Pendidikan
3) Kepada para guru sains disarankan agar
Nasional
mengurangi tingkat dominasinya dalam
proses pembelajaran dan meningkatkan Hilda Sabri Sulistyo. 2010. Membangun
intensitas aktivitas siswa. Perlu Karakter dan Budaya di Sekolah.
dikembangkan pola interaksi Artikel. www.bisnis.com. Diakses
pembelajaran yang multi arah, mengingat pada tgl. 27 April 2011.
bahwa pola interaksinya yang pola multi
arah akan memberi peluang bagi Isaac Stephen & Michael William B. (1971).
Hand Book in Research and Evaluation.
terakomodasinya pendidikan karakter.
Karakter yang dapat dikembangkan oleh San Diego, California: Robert R.
pola interaksi pembelajaran yang multi Knapp Publisher.
arah antara lain menghargai pendapat
orang lain, bersikap terbuka terhadap Johnson, Elaine B.(2002).Contextual
saran dan kritik orang lain, santun dalam Teaching and Learning.California:Corwin
mengemukakan pendapat, menghargai Press,Inc
perbedaan atau keberagaman, toleransi Lickona, T. 1991. Educating for Character.
dan kontrol diri. New York: Bantams Books

DAFTAR PUSTAKA Lickona, T. 1996. Eleven Principles of


Effective Character Education.
Amien, Moh. (1987). Mengajar Ilmu Journal of Moral Education.
Pengetahuan Alam (IPA) dengan
Metode Discovery dan Inquiry. Meyers, Chet. (1986). Teaching Students to
Jakarta: Departemen Pendidikan Think Critically. California: Jossey-Bass Inc
dan Kebudayaan, Direktorat Publishers
Jenderal Pendidikan Tinggi
Rinjin, dkk. 2006. Studi Pengembangan
Barrows, Howard S. (1996). Problem-Based Model Kaji Tindak Kelas
Learning in Medicine and Beyond. Terintegrasi Berbasis
New Direction for Teaching and KompetensiUntuk Guru SD/MI dan
Learning. Jossey-Bass Publishers. SMP/Mts. Jakarta: Puslit Kebijakan
dan Inovasi Pendidikan, Balitbang
Bodner, George M. (1986). Constructivism: Depdiknas.
A Theory of Knowledge. Journal of
Sadia, I Wayan dan Suma, I Ketut. (2006)
Chemical Education, Vol.63. Pengembangan Kemampuan
Costa, Arthur L. (1985). Developing Minds. Berpikir Formal Siswa SMA di
A Resource Book for Teaching Thinking. Kabupaten Buleleng Melalui
Penerapan Model Pembelajaran
Virginia: Association for Supervision “Learning Cycle” dan “Problem
and Curriculum Development. Based Learning” dalam
Pembelajaran Fisika. Laporan

Jurnal Pendidikan Indonesia | 219


ISSN: 2303-288X Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

Penelitian Fundamental yang Savoie J.M. & Andrew S.H. (1994). Problem-
didanai oleh DP2M Dikti. Based Learning as Classroom Solotion.
Educational Leadership
Sadia, Subagia, Natajaya. (2008).
Pengembangan Model dan Savery, John R & Duffy, Thomas M.
Perangkat Pembelajaran Untuk Problem Based Learning: An
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Instructional Model and Its
Kritis Siswa SMP dan SMA. Laporan Contructivist Framework.
Penelitian Hibah Penelitian Tim
Umar Tirtarahardja dan La Sulo.S.L. (2005).
Pascasarjana DP2M Dikti.
Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka
Sadia, I Wayan. (2011). Pendidikan Karakter Cipta
Menuju Bangsa yang Cerdas,
Yager. (1996). Science/Tehcnology/Society,
Berdaya Saing, dan Berbudaya.
As Reform in Science Education.
Makalah Seminar dalam Rangka
New York: State University of
Hari Pendidikan dan Kebangkitan
New York Press.
Nasional di STIKES Majapahit
Singaraja.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 220

You might also like