Professional Documents
Culture Documents
2165 3685 1 SM
2165 3685 1 SM
2, Oktober 2013
Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama mengembangkan model pendidikan karakter
yang terintegrasi dengan pembelajaran sains di SD, SMP, dan SMA. Penelitian tahun
pertama (2012) difokuskan pada studi analisis kebutuhan dengan melibatkan 36 orang guru
sains SD, 34 guru sains SMP dan 27 orang guru sains SMA, untuk menggali informasi
tentang pembelajaran sains dalam kaitannya dengan pendidikan karakter. Data
dikumpulkan dengan kuesioner, pedoman observasi dan teknik wawancara. Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif dan diberi makna kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: 1) Pendidikan karakter dapat dikembangkan melalui pemilihan model
pembelajaran sains, pemilihan model asesmen, dan pemilihan materi ajar; 2) Model
pembelajaran sains yang berkontribusi secara signifikan terhadap pengembangan karakter
siswa adalah model pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran
kooperatif, sains-teknologi-masyarakat, pemecahan masalah, dan model pembelajaran
kontekstual; 3) Respon para guru sains terhadap pendidikan karakter pada umumnya
sangat positif dan berupaya untuk mengembangkan karakter yang baik melalui proses
pembelajaran; 4) Sebagian (55,3%) guru sains mencantumkan indikator nilai-nilai karakter
yang dijadikan target pembelajaran dalam silabus maupun RPP, dan sebagian lagi (44,7%)
tidak mencantumkan secara eksplisit, namun secara implisit tersirat dalam silabus maunpun
RPP.
Abstract
This research was conducted with the main objective to develop a model of character
education integrated with science learning in elementary, junior, and senior high schools.
The research was focused on the needs analysis study involving 36 elementary school
science teachers, 34 junior high school science teachers and 27 senior high school science
teachers to collect information on science learning in relation to character education. Data
were collected by questionnaires, observation and interviewing techniques. Data were
analyzed by descriptive and qualitative meaning. The results showed that: 1) character
education can be developed through selection of science learning model, assessment
model, and teaching materials, 2) science learning models that contribute significantly to the
development of the character of students are inquiry learning, problem-based learning,
cooperative learning , science-technology-society, problem solving, and contextual learning
models, 3) science teacher’s responses to the character education are generally very
positive and seek to develop good character through a learning process, 4) some (55.3%)
science teachers include indicators of character values that to be target of learning in the
syllabus and lesson plans, and some (44.7%) do not explicitly specify its, but implicitly
implied in the syllabus and lesson plans.
Keywords: character education, integrated science learning
azas pembelajaran yaitu azas Tut Wuri pendidikan akan terjadi pewarisan dan
Handayani, azas belajar sepanjang hayat, pengembangan IPTEKS. Dengan kelima
dan azas kemandirian dalam belajar (Umar acuan tersebut diharapkan dapat dibangun
Tirtarahardja: 2005). Landasan filosofi sumber daya manusia yang cerdas spiritual,
didasarkan pada abstraksi acuan hukum serdas emosioanl, cerdas intelektual, dan
dan kajian empiris tentang kondisi sekarang cerdas kenestika, kompetitif, berdaya saing
serta idealisasi masa depan. Pancasila dan dan berkarakter.
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Pengaruh negatif perkembangan IPTEKS
landasan filosofi bagi pengembangan dan dan globalisasi dewasa ini tampaknya
pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Nilai- cukup signifikan di seantero dunia, termasuk
nilai Pancasila harus teraktualisasai dalam di Indonesia. Lickona (1996)
pengembangan dan pelaksanaan mengidentifikasi sepuluh butir
pendidikan di Indonesia. Pendidikan di kecenderungan remaja yang tampak dalam
Indonesia harus pula memiliki acuan nilai- perilakunya sehari-hari yaitu: 1)
nilai cultural dalam penataan aspek legal, meningkatnya pemberontakan remaja, 2)
dalam arti bahwa pendidikan tidak boleh meningkatnya ketidakjujuran, 3)
tercabut dari akar budaya bangsa Indonesia. berkurangnya rasa hormat terhadap orang
Pengembangan dan pelaksanaan tua, guru, dan pemimpin, 4) meningkatnya
pendidikan ikut ditentukan oleh kebudayaan kelompok teman sebaya yang kejam dan
masyarakat dimana proses pendidikan itu bengis, 5) munculnya kejahatan dan
berlangsung. Pada tataran ideal, acuan perampokan, 6) berbahasa tidak sopan, 7)
pendidikan adalah pemberdayaan untuk merosotnya etika dan etos kerja, 8)
kemandirian dan keunggulan, sedangkan meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri
pada tataran instrumental, nilai-nilai yang sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab,
penting perlu dikembangkan melalui 9) timbulnya gelombang perilaku yang
pendidikan adalah otonomi, kecakapan, menyimpang, seperti perilaku seksual
kesadaran berdemokrasi, kreativitas, daya prematur, penyalahgunaan obat terlarang
saing, estetika, kearifan, moral, harkat, dan perilaku bunuh diri, dan 10) tumbuhnya
martabat, dan kebangsaan. Landasan ketidaktahuan sopan-santun, termasuk
sosiologi juga ikut mewarnai proses mengabaikan moral sebagai dasar hidup,
pengembangan dan pelaksanaan seperti suka memeras, tidak menghormati
pendidikan mengingat bahwa pendidikan peraturan-peraturan, dan perilaku
merupakan proses sosialisasi, proses membahayakan diri sendiri dan orang lain.
interkasi antara dua atau lebih individu, dan Oleh karena itu, pendidikan karakter perlu
bahkan antar dua generasi, yang ditingkatkan intensitas dan kualitasnya pada
memungkinkan generasi muda semua jalur dan jenjang pendidikan, melalui
mengembangkan diri (Umar Tirtarahardja: pengintegrasian ke dalam seluruh mata
2005). Pendidikan selalu melibatkan aspek pelajaran di sekolah.
psikologis peserta didik, maka dari itu Pelaksanaan pendidikan karakter
landasan psikologis harus menjadi acuan melalui pilar sekolah didasarkan atas tiga
dalam pengembangan dan pelaksanaan alasan penting yaitu: 1) Perlunya karakter
pendidikan. Landasan psikologis terutama yang baik untuk menjadi bagian yang utuh
berkaitan dengan hakikat manusia, dalam diri manusia. Setiap manusia harus
khususnya tentang proses perkembangan memiliki pikiran yang kuat, hati nurani, dan
anak dan proses belajar. Perkembangan kemauan untuk berkualitas seperti memiliki
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri,
(IPTEKS) juga harus dijadikan rujukan ketekunan dan dorongan moral; 2) Sekolah
dalam pengembangan dan pelaksanaan merupakan tempat yang baik dan kondusif
pendidikan di Indonesia, karena melalui untuk melaksanakan proses pembelajaran
yang dilakukannya; dan (6) Kerendahan hati memiliki dua dimensi yaitu sains sebagai
(humility) yang merupakan kebaikan moral produk dan sains sebagai proses. Sains
yang kadang-kadang diabaikan atau merupakan kumpulan pengetahuan yang
dilupakan, pada kerendahan hati merupakan meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
bagian penting dari karakter yang baik. prinsip, dan teori-teori yang disebut produk
Kerendahan hati merupakan sikap untuk sains, dan sains sebagai keterampilan-
bersedia menerima sesuatu yang berbeda keterampilan dan sikap-sikap yang
dengan cara berpkirnya, sikap yang tidak dibutuhkan untuk memperoleh dan
tinggi hati dan mampu menghargai mengembangkan pengetahuan yang disebut
kemampuan dan kelebihan orang lain. proses sains. Sains sebagai produk dan
Dalam komponen “moral action”terdapat sains sebagai proses bukanlah merupakan
tiga aspek penting yaitu: (1) Kompetensi dua dimensi yang terpisah, namun
moral (competence) yakni merupakan merupakan dua dimensi yang terjalin erat
kemampuan untuk menggunakan sebagai satu kesatuan. Pendidikan Sains
pertimbangan-pertimbangan moral dalam merupakan salah satu aspek pendidikan
berperilaku moral yang baik dan efektif. dengan menggunakan Sains sebagai
Seseorang yang memiliki kompetensi moral alatnya untuk mencapai tujuan pendidikan
akan mampu melakukan tindakan cerdas, pada umumnya dan pendidikan Sains pada
penuh tanggungjawab, dan dilandasi oleh khususnya. Salah satu sasaran yang dapat
kata hati; (2) Kemauan (will), yakni pilihan dicapai melalui pendidikan Sains adalah
yang benar dalam situasi moral tertentu. “pengertian Sains” itu sendiri (Amien, 1987).
Moral action akan terwujud secara nyata jika Tujuan utama pendidikan Sains adalah
ada kemauan untuk melaksanakannya; dan mengembangkan individu-individu yang
(3) Kebiasaan (habit) yakni kebiasaan untuk literasi Sains. Literasi Sains ini meliputi
bertindak secara baik dan benar. Perbuatan pengetahuan tentang usaha ilmiah dan
atau tindakan yang bermoral hendaknya aspek-aspek fundamental tentang Sains
menjadi suatu kebiasaan. yaitu konsep dan prinsip ilmiah, hukum-
Dalam upaya peningkatan efektivitas hukum dan teori ilmiah, serta ketrampilam
pendidikan karakter, maka perlu inkuri. Memiliki pengetahuan yang
dikembangkan kultur sekolah yang positif. fundamental tentang Sains adalah sangat
Lickona (1991) menyarankan esensial untuk membentuk manusia yang
pengembangan kultur yang positif literasi Sains. Individu yang literasi sains
mencakup enam elemen yaitu memiliki kemampuan uantuk menggunakan
kepemimpinan kepala sekolah, disiplin aspek-aspek fundamental Sains dalam
sekolah dan keteladanan, rasa memecahkan masalah-masalah dalam
persaudaraan, praktek kepemimpinan yang hidupnya sehari-hari, dan dalam
demokratis, suasana kehidupan yang pengambilan keputusan bagi kepentingan
bermoral, dan peningkatan kesadaran akan umum maupun personal. Esensi Sains
pentingnya moralitas. Jika keenam elemen adalah kegunaannya sebagai alat dalam
tersebut terimplementasi dalam kehidupan penemuan pengetahuan dengan jalan
di sekolah/kampus, maka peserta didik akan observasi, eksperimen, dan pemecahan
terbentuk menjadi generasi masa depan masalah.
yang cerdas, berdaya saing, dan Dalam penelitian ini,
berkarakter baik. pengembangan dan peningkatkan intensitas
Bertolak dari hakikat sains dan serta kualitas pendidikan karakter di sekolah
hakikat pendidikan Sains, pembelajaran melalui pengintegrasian pendidikan karakter
sains di sekolah dapat memberi kontribusi dalam proses pembelajaran sains, dilakukan
yang signifikan dalam pengembangan melalui strategi pemilihan model
pendidikan karakter. Sains pada hakikatnya pembelajaran, model asesmen, media
pembelajaran, dan pemilihan materi ajar. melalui focus group discussion; 2) Uji-
Ada sembilan model pembelajaran sains empirik oleh praktisi (guru sains, pengawas
yang diprediksi mampu mengembangkan bidang sains, dan dosen) pendidikan sains
dan meningkatkan intensitas dan kualitas dengan teknik conformatory factor analysis
pendidikan karakter yaitu 1) model (CFA) untuk mengukur tingkat specification,
pembelajaran berbasis masalah, 2) model managable, attainable, realistic, dan time
pembelajaran kontektual, 3) model bounding (SMART) dari model pendidikan
pembelajaran sains teknologi masyarakat karakter yang dirancang; dan 3) Uji-model
(STM), 4) model siklus belajar, 5) model dalam skop terbatas, yang akan dilakukan
pemecahan masalah, 6) model pada sebuah SD, sebuah SMP, dan sebuah
pembelajaran kooperatif, 7) model SMA di kabupaten Buleleng. Produk
pembelajaran inkuiri, 8) model pembelajaran penelitian tahun kedua adalah rancangan
berbasis proyek, dan 9) model pembelajaran model pendidikan karakter terintegrasi
berbasis portofolio, sedangkan pendidikan pembelajarn sains yang telah
karakternya merujuk pada sebelas prinsip disempurnakan dan siap untuk diuji-cobakan
pendidikan karakter yang dikembangkan pada skop yang luas. Penelitian pada tahun
oleh Likona (1996). ketiga (2014) difokuskan pada pengujian
model pendidikan karakter terintegrasi
METODE pembelajaran sains pada skop yang luas
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan rancangan
pengembangan (research and development) eksperimen pretest-postest control group
yang dirancang selama tiga tahun dengan design. Studi eksperimen akan dilakukan
target luaran utama adalah model pada tiga SD, tiga SMP, dan tiga SMA di
pendidikan karakter terintegrasi dengan kabupaten Buleleng. Produk penelitian
pembelajaran sains. Model dan perangkat tahun ketiga yang merupakan produk utama
pembelajaran sains dirancang untuk dari keseluruhan penelitian ini adalah model
pencapaian kompetensi siswa dalam bidang pendidikan karakter terintegrasi
sains serta menumbuhkembangkan pembelajaran sains yang telah teruji
karakter atau nilai-nilai budaya yang baik efektivitasnya yang dituangkan dalam
akan dituangkan dalam CD pembelajaran bentuk hard copy dan soft copy.
yang dapat digunakan oleh para guru sains. Penelitian pada tahun pertama
Penelitian tahun pertama (2012) difokuskan (2012) difokuskan pada analisis kebutuhan
pada studi analisis kebutuhan (need melalui studi empiris bertalian dengan
assessment) melalui studi pustaka dan studi silabus dan RPP pelajaran sains di SD,
lapangan pada SD, SMP, dan SMA yang SMP, dan SMA, model dan perangkat
tersebar pada 9 kabupaten/kota di provinsi pembelajaran yang digunakan oleh para
Bali. Melalui studi analisis kebutuhan guru selama ini, model asesmen yang
diperoleh berbagai informasi yang digunakan untuk mengukur ketercapaian
dibutuhkan untuk merancang model kompetensi standar dan kompetensi dasar,
pendidikan karakter yang terintegrasi unjuk kerja guru di kelas dalam dalam
dengan pembelajaran sains. Pada tahun proses pembelajaran, fasilitas pembelajaran
kedua (2013) penelitian difokuskan pada yang tersedia yang meliputi fasilitas
pengembangan model pendidikan karakter laboratorium, perpustakaan, fasilitas media
terintegrasi pembelajaran sains dengan pembelajaran, serta fasilitas belajar lainnya,
tahapan 1) Uji-pakar terhadap draft model dan muatan pendidikan karakter pada
yang dihasilkan pada tahun pertama dengan jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA.
melibatkan pakar sains, pakar pendidikan Temuan-temuan pada tahun I digunakan
sains, pakar pendidikan karakter, serta sebagai landasan dalam merancang dan
praktisi (guru) sains. Uji-pakar dilakukan mengembangkan model dan perangkat
pembelajaran sains bermuatan pendidikan IPA, guru IPA SMP, dan guru IPA (Fisika,
karakter untuk meningkatkan capaian Kimia, dan Biologi) SMA sebagai sampel.
kompetensi dan karakter siswa yang baik. Sebaran sampel penelitian pada tahun
Dalam penelitian tahun pertama ini pertama disajikan pada Tabel 01 berikut.
dilibatkan sejumlah guru SD yang mengajar
(STM) diprediksi dapat membangun sikap sebagian besar (53,03%) guru sains masih
peduli lingkungan, kreatif, tanggung jawab, menggunakan model atau strategi
kejujuran, kerjasama, rasa empati, pembelajaran ekspositori sebagai strategi
menghargai keberagaman, dan rasa hormat. yang paling dominan dalam pelaksanaan
Model pembelajaran inkuiri akan berdampak pembelajaran. Mereka juga menyadari
pada pembentukan kemandirian, rasa bahwa model atau strategi ekspositori tidak
percaya-diri, kejujuran, tanggungjawab, berkontribusi secara signifikan terhadap
kerjasama, kerja keras, dan berpikir logis, pembentukan karakter siswa. Setelah
kritis dan kreatif. Karakter tekun, disiplin, ditelusuri lebih lanjut mengapa mereka
kerja keras, jujur, dan tanggungjawab dapat masih dominan menggunakan model
dikembangkan melalui peenrapan model ekspositori, ternyata karena model
pembelajaran berbasis fortofolio dalam ekspositori sudah biasa dan rutin digunakan
pembelajaran sains. Meskipun para guru dan mudah dalam implementasinya. Inilah
sains menyadari bahwa model-model salah satu tantangan yang cukup berat
pembelajaran yang berkontribusi secara dalam dunia pendidikan yaitu mengubah
signifikan terhadap pendidikan karakter sikap dan kebiasaan guru dari pembelajaran
adalah model pembelajaran kooperatif, tradisional menuju pembelajaran yang
model pembelajaran kontekstual, model inovatif yang berkontribusi secara signifikan
pembelajaran berbasis masalah, model terhadap pendidikan karakter.
pemecahan masalah, model inkuiri, model Menurut persepsi guru sains, aspek-
STM, model pembelajaran berbasis aspek karakter yang dapat diintegrasikan ke
portofolio, model pembelajran berbasis dalam pembelajaran sains disajikan pada
proyek, dan model siklus belajar, namun Tabel 02 berikut.
Penelitian Fundamental yang Savoie J.M. & Andrew S.H. (1994). Problem-
didanai oleh DP2M Dikti. Based Learning as Classroom Solotion.
Educational Leadership
Sadia, Subagia, Natajaya. (2008).
Pengembangan Model dan Savery, John R & Duffy, Thomas M.
Perangkat Pembelajaran Untuk Problem Based Learning: An
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Instructional Model and Its
Kritis Siswa SMP dan SMA. Laporan Contructivist Framework.
Penelitian Hibah Penelitian Tim
Umar Tirtarahardja dan La Sulo.S.L. (2005).
Pascasarjana DP2M Dikti.
Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka
Sadia, I Wayan. (2011). Pendidikan Karakter Cipta
Menuju Bangsa yang Cerdas,
Yager. (1996). Science/Tehcnology/Society,
Berdaya Saing, dan Berbudaya.
As Reform in Science Education.
Makalah Seminar dalam Rangka
New York: State University of
Hari Pendidikan dan Kebangkitan
New York Press.
Nasional di STIKES Majapahit
Singaraja.