You are on page 1of 3

YASINAN : ANTARA SUNNAH DAN BID’AH

Umat Islam mungkin telah lelah dengan polemik klasik yang terjadi di masyarakat
diantaranya masalah yasinan. Silang pendapat antara pihak yang setuju bahkan
membudayakan yasinan, dengan Pihak yang tidak setuju dengan yasinan bahkan menganggap
bahwa yasinan adalah perkara bid’ah dan kesesatan,hingga saat ini masih terjadi, yang
menjadi korban adalah masyarakat awam yang belum faham tentang bid’ah dan belum
menyadari bahwa semua yang dibaca dan yang dilakukan didalam pelaksanaan yasinan
memiliki landasan hukum baik dari Al Quran atau Al Hadits.

Dimana-mana baik di dalam pengajian umum, majelis ta’lim rutin setiap kali
membicarakan bid’ah maka pasti yasinanlah menjadi contohnya. Mereka mengatakan bahwa
yasinan adalah bid’ah karena tidak pernah ada contohnya dari Rasulullah dan para sahabat,
yasinan adalah budaya hindu yang dimodifikasi dengan ajaran Islam.Yasinan juga sudah
menjadi adat atau kegiatan rutin yang tidak dapat ditinggalkan. Sebelum kita berani
mengatakan bahwa yasinan adalah bid’ah, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui atau
mencari tahu devinisi Bid’ah menurut para ‘ulama terlebih dahulu serta mencari tahu apakah
adat bisa digunakan sebagai hujjah dalam menentukan hukum.

Definisi Bid’ah

Secara bahasa Bid’ah adalah sesuatu yang baru dan sebelumnya tidak terdapat
contohnya. Sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang diada-adakan (baru) dalam
perkara ibadah yang tidak dicontohkan oleh nabi dan menyelisihi syari’at. Al-Imam al-Syafi’i
mengatakan;

َ ‫ َو َما أُحْ د‬، ‫عةُ الض َََّل ِل‬


ُ ‫ِث ِم ْن ا ْل َخي ِْر الَ يُ َخا ِل‬
‫ف‬ َ ‫سنَّةً أَ ْو إِجْ َماعًا فَ َه ِذ ِه ِب ْد‬
ُ ‫اب أ َ ْو‬
ً َ ‫ف ِكت‬ ُ ‫ان َماأُحْ دِث يُ َخا ِل‬
ِ ‫ا ْل ُمحْ َدثَاتُ ض َْر َب‬
‫غي ُْر َم ْذ ُمو َمة‬ ٌ
َ ‫ش ْيئ ًا ِم ْن ذَ ِلكَ فَ َه ِذ ِه ُمحْ َدثَة‬
َ

Artinya : “ Sesuatu yang diada-adakan ada dua macam, [1] sesuatu yang baru itu
menyalahi Al-Quran, atau sunnah Nabi, atau atsar sahabat, atau konsensus ulama’.
Inilah bid’ah yang sesat. [2] sesuatu yang baru dan baik serta tidak bertentangan
sedikitpun dengan hal diatas (Al-Quran, sunnah Nabi, atsar sahabat, konsensus
ulama’). Ini adalah hal baru yang tidak tercela.”

Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa pada kenyataannya bahwa kata Bid’ah
terkadang dipergunakan untuk sesuatu yang jelek, namun dalam kesempatan yang lain,
dipergunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang baik. Ibnu Rojab menegaskan bahwa
perkara baru yang ada dasarnya dalam syari’at, itu tidak bisa dikatakan bid’ah secara syari’at
walaupun sebenarnya ia termasuk bid’ah secara bahasa, dan jika suatu amalan dianggap
bid’ah secara bahasa, tapi tidak secara syari’at, maka amalan tersebut boleh dilakukan, selagi
tidak ada nash yang nyata nyata melarangnya.Yasinan sudah sangat melekat dikalangan
masyarakat, dan sudah dianggap sebagai sunnah rasul dan adat turun-temurun yang
seyogyanya perlu dilestarikan.

Definisi adat
Berasal dari kata ‘aud atau ma’awadah yang mengandung arti berulang-ulang. Secara
harfiah adat adalah peristiwa yang terjadi berulang kali tanpa ada keterkaitan secara rasional
antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan arti adat secara istilah adalah
peristiwa yang terjadi berulang kali dan dapat diterima oleh akal sehat sehingga begitu
membekas dalam sanubari.

Macam-macam adat

Ditinjau dari segi sumbernya; adat terbagi menjadi dua:

1. Adat syar’i adalah adat yang mendapatkan legitimasi dan atau larangan dari syara’
artinya, Allah secara tegas memerintahkannya, baik berupa perintah yang bersifat
wajib atau sunnah dan atau melarangnya baik larangan tersebut bersifat haram atau
makruh.
2. Adat yang berlaku di masyarakat yakni adat yang tidak ditemukan dalilnya baik yang
melarang maupun yang menganjurkannya.

Adat bisakah dijadikan sebagai hujjah? Ibnu Mus’ud berkata;

َ ‫سنًا فَ ُه َو ِع ْن َد هللاِ َح‬


ٌ‫سن‬ ْ ‫ارآ ُه ا ْل ُم‬
َ ‫س ِل ُمونَ َح‬ َ ‫َم‬

Artinya : “Segala sesuatu yang dinilai baik oleh umat islam, maka baik pula menurut
Allah”

Hadist di atas, oleh mayoritas ulama dijadikan sebagai dalil bahwa adat-istiadat bisa
dipergunakan sebagai hujjah untuk merumuskann sebuah hukum, dengan catatan adat
tersebut tidak bertentangan dengan nash sharih maupun kaidah-kaidah ushul yang telah
mapan. Imam al-Sharkhasi berpendapat, bahwa segala tradisi yang beraku di tengah-tengah
masyarakat dan tidak ditemukan dalil yang melarang akan keberadaanya secara khusus, maka
hukumnya boleh untuk dilaksanakan.

Seluruh bacaan dan dzikir yang kita baca dalam yasinan semua mengandung ke
utamaan – ke utamaan,dan Rosululloh SAW sendiri menyuruh kita untuk membacanya.

Sabda Rosuululloh SAW

“Artinya”Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu., ia berkata: "Rasulullah shalla Allahu


alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa membaca surat Yasin di malam hari, maka
paginya ia mendapat pengampunan, dan barangsiapa membaca surat Hamim yang
didalamnya diterangkan masalah Ad-Dukhaan (Surat Ad-Dukhaan), maka paginya ia
mendapat mengampunan". (Hadits riwayat: Abu Ya'la). Sanadnya baik. (Lihat tafsir
Ibnu Katsir dalam tafsir Surat Yaasiin)

Jadi, apa yang selama ini dilestarikan oleh masyarakat islam yakni yasinan (membaca
surat yasin) dalam setiap acara tahlilan atau acara-acara lain, dengan harapan agar
mendapatkan ampunan dari Allah SWT bukanlah tindakan yang ngawur. Seperti yang sudah
dijelaskan diatas memang yasinan adalah hal baru yang tidak ada di zaman Rasulullah, hal
tersebut bisa dikatakan bid’ah jika hanya ditinjau secara bahasa, dan yasinan tidak bisa
dikatakan bid’ah secara syari’at. Dan jika suatu amalan dianggap bid’ah secara bahasa, tapi
tidak secara syari’at, maka amalan tersebut boleh dilakukan, selagi tidak ada nash yang nyata
nyata melarangnya serta tidak ada hal-hal yang melenceng dari syari’at islam.

You might also like