You are on page 1of 26

LAPORAN TUTORIAL

BLOK TRAUMATOLOGI
SKENARIO 3

KELOMPOK XVIII
ANING HANA FANIYA G 0015022
DAMAR ILHAM NURSETA G 0015050
DESTYA PUTRI AMALIA G 0015054
FABIANUS ANUGRAH PRATAMA G 0015072
GHINA HARISA AMALIA G 0015096
HEINRICH GELUK PURBONO G 0015106
KARLA MONIKA PRAENTA G 0015124
MUHAMMAD AFIF MURAD G 0015162
NADYA LUPITASARI G 0015180
RANI AGMARIDA MANURA G 0015198
TAUFIK RIDWWAN HADI K G 0015202
VIRA KHAIRUNISA NOVI G 0015228

TUTOR :
Tri Agusti Sholikah,dr,M.Sc.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN

Seorang perempuan, berusia 30 tahun, diantar polisi ke IGD karena


menjadi korban KDRT. Menurut keterangan pasien, sekitar 4 jam sebelumnya,
saat pasien sedang memasak di dapur, suami yang mabuk berat tiba-tiba memukul
pasien dengan botol kaca namun berhasil ditahan hingga botol pecah dan
menimbulkan luka di tangan pasien. Suami pasien kemudian melukai perut dan
menusuk punggung pasien dengan pecahan botol. Pasien jatuh mengenai panci
berisi air mendidih dan tersiram air panas hingga mengalami luka bakar di leher
bagian depan dan dada sampai ke perut. Pasien mengeluh nafasnya sesak, dan
nyeri perut kanan atas. Pasien masih sadar tapi merasa lemas dan ketakutan.
Untung tetangga ada yang datang menolong dan lapor ke polisi sehingga suami
pasien melarikan diri.

Dari pemeriksaan dokter IGD didapatkan kesadaran pasien GCS 15, jalan
napas bebas, vital sign didapatkan nadi 120x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg,
suhu 360C, akral dingin dan lembab, RR 32x/menit.

Pada pemeriksaan status lokalis terdapat vulnus laceratum regio palmar


sepanjang 3 cm. Pasien juga mengalami combustio grade II 15% pada regio colli
anterior dan thoraco abdominal.

Pada hemithorax sinistra posterior bagian bawah terdapat jejas vulnus


penetratum, pergerakan hemithorax sinistra tertinggal, perkusi hemithorax sinistra
bagian bawah redup, auskultasu suara vesikuler menurun.

Abdomen tampak distended, vulnus penetratum region abdomen kanan


atas, bising usus menurun, pekak hepar (+), defans muskuler (-), perut teraba
tegang, undulasi (-) pekak beralih (+).
Dokter memasang WSD segera, lalu keluar darah sebanyak 75 cc dan RR
post WSD 24x/menit. Paska pemasangan WSD bubble (-), undulasi (+). Setelah
pasien stabil, polisi memint dokter untuk membuatkan visum et repertum.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah


dalam skenario.
1 Vulnus Laceratum: Luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan
atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul.
Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk
luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa
hingga lapisan otot.
2 Combustio: Luka bakar karena listrik, kimia dsb.
3 WSD: Pembedahan di dada. Memasukkan pipa khusus ke dalam thorax.
Berfungsi untuk diagnostic, terapi, atau mengeluarkan substansi patologis pada
cavum pleura. Indikasi: hemothorax dan pneumothorax
4 Vulnus Penetratum : Luka yang menembus rongga, contohnya luka yang
menembus cavum pleura.
5 Hemithorax sinistra tertinggal : Terjadi pada kasus pulmo sinistra yang
memiliki jejas, cairan, dan udara.
6 Defense musculaire: Nyeri tekan diseluruh apang abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan (tekanan) pada peritoneum parietale. Refleks proteksi dari
abdomen.
7 Abdomen destended: peningkatan tekanan abdomen karena adanya gas atau
cairan.
8 Undulasi: Pemeriksaan untuk mengetahui ada tdaknya cairan pada rongga
abdomen.
9 Pekak beralih: Suara pekak yang berpindah-pindah saat perkusi pada rongga
abdomen. Biasanya karena ada cairan, contoh: asites.
10 Bubble (-) : tidak didapatkannya gelembung pada pemeriksaan dengan
menggunakan WSD.
11 Visum et Repertum : Laporan tertulis yang dibuat oleh dokter yang telah
disumpah, berisikan apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang
diperiksa. Termasuk dalam membuat kesimpulan dari pemeriksaan untuk
kepentingan peradilan. Semacam pengganti barang bukti. Pemohon untuk
dibuatkan visum et repertum adalah penyidik, hakim pidana, hakim perdata, dan
hakim agama

Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan.


1. Bagaimana mekanisme terjadinya Combustio?
2. Apakah ada hubungan onset kejadian dengan prognosis pasien?
3. Hal apa yang terlebih dahulu harus ditangani pada kasus yang terjadi pada
pasien?
4. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik serta pemeriksaan paru pada
pasien?
5. Apa saja komplikasi dari luka bakar jika tidak ditangani dengan baik?
6. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pemasangan WSD? Bagaimana
Interpretasi Test Undulasi?
7. Apa saja jenis-jenis dari vulnus?
8. Apa saja jenis-jenis combustio?
9. Bagaimana tatalaksana awal dan lanjutan yang harus dilakukan terhadap
pasien?
10. Kapan sebuah kasus memerlukan pembuatan Visum Et Repertum?
Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang vulnus


2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang klasifikasi luka
bakar
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang penatalaksanaan
awal dan lanjutan kasus vulnus, hematotoraks dan luka bakar
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang komplikasi kasus
pada skenario
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang sistem rujukan kasus
pada skenario
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang visum et repertum

Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru


Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi yang
diperoleh

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang klasifikasi vulnus


Luka dalam bahasa medis disebut vulnus, yaitu kerusakan anatomi
tubuh dan atau diskontinuitas suatu jaringan oleh karena trauma dari
luar.Menurut dunia medis vulnus dikelompokan kedalam dua bagian yaitu
vulnus apertum dan vulnus occlusum.Vulnus apertum atau luka terbuka apabila
kulit rusak melampaui tebalnya kulit.Sedangkan Vulnus occlusum atau luka
tertutup apabila luka tidak melampaui tebalnya kulit.
a. Vulnus apertum ada yang disebabkan sesuatu yang tajam atau juga yang
tumpul.
1) Luka tajam
a) Sifat:
- Tepi luka licin
- Tidak terdapat jembatan jaringan
b) Tidak ada jaringan nekrosis
c) Contoh:
- Vulnus scissum (luka iris) :panjang>dalam luka
- Vulnus ictum (luka tusuk): dalam> lebar luka

2) Luka tumpul
a) Contoh
- Vulnus sclopetum (luka tembak) : ujung peluru steril karena panas,
ekor peluru infeksius karena dingin.
- Vulnus lacerosum (luka laserasi) : benturan luas dan ada memar.
- Vulnus penetratum (luka penetrasi) :jika luka menembus rongga
tubuh, e.g: pleura,peritoneum.
- Vulnus avulsum (luka avulse) :lepasnya sebagian atau seluruh
jaringan, e.g: telinga lepas.
- Degloving : "flap"* yang terelevasi secara paksa, masih ada bagian
yang berhubungan dengan tubuh yang merupakan pedikel "flap"
tersebut. *adalah pemindahan kulit dan atau jaringan dibawahnya
guna menutupi defek dengan menyertakan pedikel untuk
vaskularisasi.
- Open fracture (patah tulang terbuka) : bila juga merusak jaringan
vaskuler, epidermis, dan subkutan.
- Bite (luka gigit) : e.g: gigitan anjing, ular, serangga.
- Vulnus occlusum terjadi bila tidak melibihi ketebalan kulit yang
meliputi lapisan epidermis dan dermis. Ada beberapa macam luka
tertutup diantaranya;
- Excoriasi (luka lecet) : merusak sebatas bagian superficial kulit.
- Contusion (luka memar) :e.g: Contusio musculorum atau Contusio
cerebri.
- Blebs (luka lepuh) :timbul bulla dibawah epidermis yang berisi
cairan, e.g: luka bakar.
- Hematoma : darah mengelompok disuatu tempat yang sebelumnya
tidak ada. Darah ini haruS dikeluarkan dikarenakan bisa terjad
infeksi, menghambat penyembuhan, dapat menjadi jaringan ikat.
- Sprain :kerusakan (laesi) pada ligamen-ligamen atau kapsul sendi.
- Dislocation (cerai sendi) :longgar atau lepasnya hubungan antar
tulang yang disebut sendi.
- Close fracture (patah tulang tertutup) :patah tulang tanpa merusak
jaringan yang lain.
- Laceration Interna Organ :e.g : limpa.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang klasifikasi luka
bakar
a. Bedasarkan derajat kedalaman

b. Bedasarkan luas luka bakar


Pembagian bedasarkan rule of nine wallace.
A B C

Gambar 1. (A) Pembagian lebih dari 15 tahun; (B) Pembagian usia 1-5 tahun;
(C) Pembagian usia kurang dari 1 tahun

c. Bedasarkan keparahan luka bakar


1) Dewasa
2) Usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun

3. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang penatalaksanaan


awal dan lanjutan kasus vulnus, hematotoraks dan luka bakar
a. Vulnus
1) Vulnus Laceratum dan Vulnus Perforatum
Tatalaksana vulnus perforatum sama dengan tatalaksana vulnus
penetratum, yaitu :
a) Menstabilkan ABC
b) Mengidentifikasi luka dan menghentikan perdarahan dengan tekanan
langsung yang tidak berlebihan
c) Melakukan manajemen nyeri, yang terdiri atas :
- Melakukan anestesi lokal atau umum
- Berikut merupakan bahan yang dapat digunakan untuk
membersihkan luka :
 Povidon iodin 1%
 Klorheksidin 1/2%
 Larutan iodium 3%
 Alkohol 70% (hanya untuk sekitar luka)
Pembersihan luka dilakukan dengan cara menutup lapangan
sekitar area kerja dengan kassa steril. Lalu, secara steril juga
dilakukan debridement jaringan yang mati dengan gunting atau pisau
dan membilas dengan normal salin.
d) Pemeriksaan fisik dan eksplorasi luka ( anamnesis dan pemeriksaan
fisik)
e) Mengecek kegawatan, bila ada ditangani terlebih dahulu
f) Melakukan penjahitan tergantung dari lokasi, luas, kedalaman luka
g) Bila objek masih menancap jangan dilepas
h) Memberi antibiotik profilaksis
i) Memberi imunisasi tetanus profilaksis
j) Menutup luka dan melakukan dressing
Penutupan luka menggunakan kasa yang diberi vaselin, kasa penyerap,
dan dibalut dengan pembalut elastis.
k) Merujuk setelah stabil bila ada tanda kerusakan organ
b. Hematotoraks
1) Definisi : Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum
pleura ( rongga pleura).
2) Tujuan
a) Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
b) Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan
hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.
3) Indikasi Pemasangan WSD :
a) Hemotoraks, efusi pleura
b) Pneumotoraks ( > 25 % )
c) Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
d) Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
4) Kontra Indikasi Pemasangan :
a) Infeksi pada tempat pemasangan
b) Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
5) Teknik operasi Pemasangan WSD
a) Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (+ 45 °).
b) Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek
steril.
c) Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada
daerah kulit sampai pleura.
d) Tempat yang akan dipasang drain adalah :
- Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau). Dapat lebih
proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak karena letak
diafragma tinggi.
- Linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)
e) Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit.
f) Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1.
g) Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung,
jaringan bawah kulit dibebaskan sampai pleura, dengan secara pelan
pleura ditembus hingga terdengar suara hisapan, berarti pleura parietalis
sudah terbuka. Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot
darah keluar, pada pneumothoraks, udara yang keluar .
h) Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut
kearah cranial lateral. Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung
drain dijepit dengan klem tumpul, untuk memudahkan mengarahkan
drain.
i) Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup dibuat
atau terdapat lobang-lobang samping yang panjangnya kira-kira dari
jarak apex sampai lobang kulit, duapertinganya.
j) Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah lateral
sampai ujungnya kira-kira ada dibawah apex paru (Bulleau).
k) Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat berputar
ganda, diakhiri dengan simpul hidup
l) Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke bawah
dan lateral sampai ujungnya kira-kira dipertengahan ronga toraks.
m) Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol penampung,
maka harus diklem dahulu.
n) Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol
penampung, yang akan menjamin terjadinya kembali tekanan negatif
pada rongga intrapleural, di samping juga akan menampung sekrit yang
keluar dari rongga toraks.
6) Monitoring Perawatan Pasca Pemasangan WSD
a) Penderita diletakkan pada posisi setengah duduk (+ 30°)
b) Seluruh sistem drainage : pipa-pipa, botol, harus dalam keadaan rapi,
tidak terdapat kericuhan susunan, dan dapat segera dilihat.
c) pipa yang keluar dari rongga thoraks harus difiksasi ke tubuh dengan
plester lebar, jingga mencegah goyangan.
d) Dengan memakai pipa yang transparan, maka dapat dilihat keluarnya
sekret. Harus dijaga bahwa sekret keluar lancar. Bila terlihat gumpalan
darah atau lainnya, harus segera diperah hingga lancar kembali.
e) Setiap hari harus dilakukan kontrol foto torak AP untuk melihat : -
keadaan paru - posisi drain - lain kelainan (emphyema, bayangan
mediastonim)
f) Jumlah sekrit pada botol penampungan harus dihitung : - banyaknya
sekrit yang keluar (tiap jam – tiap hari) - macamnya sekrit yang keluar
(pus,darah dan sebagainya)
g) Pada penderita selalu dilakukan fisioterapi napas
h) Setiap kelainan pada drain harus segera dikoreksi.

c. Luka Bakar
1) Manajemen akut luka bakar minor derajat I dan derajat II/III dengan
area luka terbatas dengan 6C
- Clothing : Melepaskan pakaian yang terbakar
- Cooling : Dinginkan selama 10-30 menit
- Cleaning : cuci dengan sabun non alkohol, dilanjutksan dengan
normal salin
- Covering : Menutup dengan dressing steril
- Chemoprophylaxis : imunisasi tetanus untuk derajat II dalam dan
derajat III
- Comfort : Analgesik untuk kontrol nyeri
2) Manajemen perawatan luka bakar sesuai derajat luka
Tipe Terapi
Derajat I Topical salves, kompres dingin,
NSAID
Derajat II A Antibiotik topikal (basitrasin),
dressing dengan parafin atau
dressing gauze atau dressing
biosintetik bila luka luas,
NSAID
Derajat II B Antibiotik topikal (mupirosin),
dressing dengan parafin atau
dressing gauze atau dressing
biosintetik bila luka luas,
NSAID
Derajat III NSAID, resusitasi tergantung
luas, grafting
3) Tatalaksana keseluruhan
a) Resusitasi cairan untuk Luka Bakar
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula
Parkland :
1) 24 jam pertama.Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar
Contoh: pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml
dalam 24 jam pertama
2) ½ jumlah cairan 􀀀4000 ml diberikan dalam 8 jam
3) Jumlah cairan sisanya 􀀀 4000 ml diberikan dalam 16 jam
berikutnya.
b) Penggantian Darah pada Luka Bakar
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya
kehilangan sejumlah sel darah merah sesuai dengan ukuran dan
kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan terhadap suatu
kehancuran yang segera pada sel darah merah yang bersirkulasi
melalui kapiler yang terluka, terdapat kehancuran sebagian sel
yang mengurangi waktu paruh dari sel darah merah yang tersisa.
Karena plasma predominan hilang pada 48 jam pertama setelah
terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi pertama
kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah merah dalam 48 jam
pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang
banyak dari tempat luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai,
pemberian darah biasanya diperlukan.
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang komplikasi kasus
pada skenario
a. Komplikasi Luka Bakar
1) Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam
melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih
rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga
dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau kateter. Kateter urin dapat
menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan dapat
memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury, 2013).
2) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat
menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu,
trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot)
pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada
pasien luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi darah normal,
sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan
membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).
3) Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan
psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi
19 secara berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar
terjadi di area sendi, pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan
sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi
atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area
luka. Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami
tekanan stress pasca trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD).
Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita
(Burninjury, 2013).
b. Komplikasi Vulnus
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan hilangnya nadi,
penurunan CRT, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
ekstermitas yang teraba dingin.
2) Kompartemen sindrom
Kondisi dimana terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut
3) Infeksi
4) Syok
Syok pada kasus vulnus disebabkan oleh syok hipovolemik dengan
tipe hemoragik
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang sistem rujukan kasus
pada skenario
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang visum et repertum
a. Definisi dan dasar hukum visum et repertum
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter
atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis
terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari
tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan
untuk kepentingan peradilan. Menurut Budiyanto et al, dasar hukum
Visum et Repertum adalah sebagai berikut:
Pasal 133 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik
dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan
pasal 11 KUHAP. Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik
sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi
Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum,
termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.
Oleh karena Visum et Repertum adalah keterangan ahli mengenai
pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik
pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta Visum et Repertum,
karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-
undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2)
KUHAP).
b. Peran dan Fungsi Visum Et Repertum
Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah
sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et Repertum turut
berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap
kesehatan dan jiwa manusia, dimana Visum et Repertum menguraikan
segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis yang tertuang di dalam
bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti
barang bukti.
Visum et Repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medis tersebut yang tertuang di dalam
bagian kesimpulan. Dengan demikian Visum et Repertum secara utuh
telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga
dengan membaca Visum et Repertum, dapat diketahui dengan jelas apa
yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat
menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Apabila Visum et Repertum
belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan, maka
hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,
seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan
dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti,
apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat
hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal
180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) Visum et Repertum berguna
untuk mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa)
keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan didakwakan,
sedangkan bagi hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan
pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu
perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional (SPO) pada suatu
Rumah Sakit / pelayanan kesehatan tentang tata laksana pengadaan
Visum et Repertum.
c. Jenis-jenis Visum Et Repertum
Secara umum terdapat dua jenis Visum et Repertum yaitu Visum et
Repertum untuk korban hidup dan Visum et Repertum untuk orang mati.
Untuk korban hidup dapat berupa Visum et Repertum luka, Visum et
Repertum perkosaan/kejahatan seksual, Visum et Repertum psikiatrik dan
sebagainya sesuai dengan kondisi subjek yang diperiksa. Untuk korban
mati akan disusun Visum et Repertum jenazah. Pada umumnya semua
dokter dianggap memiliki kemampuan untuk menyusun Visum et
Repertum dalam bentuk apapun.
d. Susunan Visum et Repertum
Ada lima bagian visum et repertum, yaitu:
1) Pembukaan
Ditulis ‘pro justicia’ yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri
atas sebagai pengganti materai.
2) Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi:
- Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat
permohonan mengenai jam, tanggal, dan tempat
- Pernyataan dokter, identitas dokter
- Identitas peminta visum
- Wilayah Identitas korban
- Identitas tempat perkara
- Pemberitaan
3) Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa:
- Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan
kedokteran
- Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain
- Untuk ahli bedah yang mengoperasi ? dimintai keterangan apa
yang diperoleh. Jika diopname ? tulis diopname, jika pulang ?
tulis pulang
- Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin
- Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf
untuk mencegah pemalsuan.
- Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis
ciri-ciri, sifat, dan keadaan luka.
4) Kesimpulan
Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan
sebab akibat antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan
penyebabnya. Misalnya jenis luka, kualifikasi luka, atau bila korban
mati maka dokter menulis sebab kematiannya.
5) Penutup
Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama
terang dokter yang membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai
dengan sumpah jabatan atau pekerjaan dokter
e. Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum
1) Pihak yang berhak meminta Ver:
a) Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang
diangkat negara untuk menjalankan undang-undang.
b) Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
c) Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
d) Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.
2) Syarat pembuat:
a) Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
b) Di wilayah sendiri
c) Memiliki SIP
d) Kesehatan baik
3) Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta
dokter untukmembuat VeR korban hidup, yaitu:
a) Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
b) Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip
melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
c) Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan
dokter.
d) Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
e) Ada identitas korban.
f) Ada identitas pemintanya.
g) Mencantumkan tanggal permintaan.
h) Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
4) Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta
dokter untuk membuat VeR jenazah, yaitu:
a) Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
b) Harus sedini mungkin.
c) Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
d) Ada keterangan terjadinya kejahatan.
e) Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
f) Ada identitas pemintanya.
g) Mencantumkan tanggal permintaan.
h) Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus
mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan
mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi
dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20
hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas
persetujuan penuntut umum.
f. Lampiran visum
1) Fotografi forensik
2) Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
3) Penjelasan istilah kedokteran
Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi,
mikrobiologi)
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Pada tutorial skenario III blok Traumatologi hal yang terpenting
adalah penanganan awal yang harus dilakukan kepada pasien karena pasien
mengalami beberapa luka sehingga yang harus menjadi prioritas adalah penanganan
kejadian yang dapat mengancam jiwa pasien.Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan
terhadap Airway,Breathing,dan Circulation terlebih dahulu untuk melihat hal apa
yang mengalami gangguan pada pasien.Dari Tinjauan Airway,pasien tidak
mengalami obstruksi jalur nafas namun dari segi breathing terdapat peningkatan
respiration rate.Maka Dokter melakukan pemasangan WSD segera untuk
memperbaiki Breathing pasien dan mengeluarkan cairan yang mengisi cavum
pleura pasien agar paru-paru dapat mengembang dengan normal.

SARAN

Dalam pelaksanaan tutorial sudah berjalan dengan baik, semua anggota


berpartisipasi aktif. Selanjutnya, diharapkan:

Untuk kelompok tutorial :


- Lebih aktif dalam diskusi
- Lebih banyak membaca beragam sumber dan literatur

Untuk tutor :
- Tutor sudah tepat dalam membimbing tutorial, tutor mengkoreksi bila
ada yang kurang tepat sehingga kami dapat mengetahui sejauh mana
ketercapaian LO.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi Dedi. (2017). Visum Et Repertum Tata Laksana dan Teknik Pembuatan
Edisi Dua. Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Bickley, Lynn S; Szilagyi, Peter G. 2009.Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat
Kesehatan Bates.Jakarta : EGC

Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency


Medicine, Charles Drew University / UCLA School of Medicine.
http://www.emedicine.com

You might also like