You are on page 1of 6

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN HIU MARTIL (Sphyrna lewini)

YANG DIDARATKAN DI PPI KARANGSONG


KABUPATEN INDRAMAYU

USULAN PENELITIAN

MUHAMMAD DIKYAH FADILLAH


NPM 230110150180

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 17.504 pulau. Indonesia


meupaan salah satu negara dengan potensi perikanan yang besar. Sumberdaya
ikan yang ada di Indonesia memilki keanekaragaman hayati paling tinggi.
Sumberdaya tersebut paling tidak mencakup lebih dari 37% jenis ikan dunia
(Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup 1994) termasuk didalamnya 117 jenis hiu
di Indonesia yang berperan penting sebagai predator puncak apex predator yang
menjaga keseimbangan ekosistem laut (WWF 2016). Inonesia merupakan salah satu
negara yang memanfaatkan sumberdaya hiu atau cucut terbesar di dunia, dengan
sumbangsi penangkapan cucut dunia sebesar 16,8%. Tingginya hasil tangkapan ikan
hiu di Indonesia diakibatkan dari permintaan pasar seperti sirip ikan hiu (WWF
2016).
Hiu merupakan ikan yang digolongkan kedalam subklas Elasmobranchii yang
berkembang biak dengan cara vivipar dan ovovivipar dengan laju reproduksi yang
lambat dan siklus hidupnya yang panjang, yang menyebabkan ikan cucut rawan
kepunahan akibat penangkapan (FAO 2002). Sebagian besar jenis hiu memiliki
pertumbuhan sangat lambat untuk mencapai usia dewasa (Hoeve, 1988). Hiu
berukuran besar biasanya memerlukan waktu enam hingga delapan belas tahun
atau lebih untuk mencapai usia dewasa (Last & Stevens, 1994). Pertumbuhan
yang lambat dan tingkat periode reproduksi yang rendah menyebabkan hiu sangat
rentan terhadap dampak penangkapan berlebihan (overfishing) (AWI 2009).
Eksploitasi hiu di Indonesia bersifat multi species dan multi gears yang berarti
ikan hiu yang ditangkap berasala dari spesies yang berbeda dan ditangkap
menggunakan alat tangkap yang berbeda beda. beberapa trip bahkan menjadikan ikan
hiu menjadi hasil tangkapan utama mengingat nilai ekonomisnya yang tinggi.
Menurut Allendan Erdman 2012) jumlah spesies hiu yang ada di indonesia mencapai
114 spesies sedangkan menurut WWF (2016) spesies hiu di Indonesia ada 117. Dari
jumlah spesies tersebut jumlah hiu yang berniilai ekonomi tinggi hanya terdapat 26
spesies yang berasal dari suku Carchanidae, Lamnidae, Alopiidae dan Sphyrnidae
yang pada umumnya dimanfaatkan siripinya karena berniai ekonomis tinggi
kelompok hiu bernilai ekonomi tinggi tersebut pada umunya merupakan ikan hiu
dengan ukuran besar ( Fahmi dan Dharmadi 2013).
Hiu tersebar diberbagai macam perairan dalam kelompok ataupun individual.
Beberapa spesies cucut bergerak dalam area yang luas dan beberapa spesies bergerak
dalam area yang lebih kecil ( Stevens 1989 dalam Susanti 1997). Cucut dapat
ditemukan disemua perairan laut didunia, dari perairan dengan iklim tropis sampai
dengan yang beriklim sub-tropis dari perairan pantai hingga ke lautan terbuka.
Salah satu daerah di Indonesia yang melalukan penangkapan terhadap ikan
hiu adalah Kabupaten Indramayu. Hasil tangkapan ikan hiu di Kabupaten Indramayu
mencapai 60-80 ton perbulan yang didaratkan di PPI Karangsong, terkadang hasil
tangkapan ikan hiu bisa lebih banyak dari pada hasil tangkapan utama (Soffa 2013).
Hasil tangkapan tersebut dapat diindikasikan bahwa ikan hiu merupakan ikan dengan
nilai ekonomis yang tinggi yang membantu perekonomian dari masyarakat sekitar.
Menurut Julian R (2009) Salah satu spesies hiu yang sering tertangkap di
perairan Indramayu adalah hiu martil (Sphyrina lewini) dengan nama lokal Hiu
caping (Jawa). Scalloped Hammerhead (Sphyrna lewini) merupakan jenis hiu pelagis
pesisir dan semi oseanik yang seringkali dijmpai di paparan benua, paparan
kepulauan dan perairan dalam didekatnya, dan di permukaan hingga kedalaman 275
m (Baum et al. 2007).
Status perlindungan ikan hiu martil (Sphyrna lewini) saat ini diatur dalam
KepmenKP 48/2016 Tentang Larangan Pengeluaran Ikan Hiu Koboi (Carcharhinus
longimanus) Dan Hiu Martil (Sphyrna spp) Dari Wilayah Negara Republik Indonesia
Ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia yang melarang kegiatan ekspor pada
komoditi ini. .
Aktivitas perikanan tangkap dilaut mempunyai peranan penting dilihat dari
kontribusinya terhadap pembangunan wilayah pesisir, mampu menyediakan
protein ikan, menyerap tenaga kerja, memperoleh devisa negara melalui kegiatan
ekspor serta meningkatkan pendapatan nelayan. Perikanan merupakan suatu
sistem yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi yakni biota
akuatik, habitat akuatik dan manusia sebagai pengguna sumberdaya tersebut
(Lackey 2005). Aktivitas perikanan tangkap selama ini merupakan tempat
bergantungnya kehidupan para nelayan, shingga perlu dikelola sedemikian rupa,
termasuk mengelola sumberdata yang merupakan natural input bagi keberlanjutan
usaha perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai dari parameter
biologi dan ekonomi SDI ikan cucut, input aktual dan pemanfaatan aktual yang
kemudian untuk penentuan nilai produksi serta input pada berbagai rezim
pengoelolaaan dan implementasi kebijakan yang dapat diterapkan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana status perikanan hiu martil di Indramayu
2. Bagaimana produksi Hasil Tangkapan, Upaya Penangkapan, Potensi
Lestari dan keuntungan optimalnya
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Status perikanan hiu martil di Indramayu
2. Mengetahui produksi hasil tangkapan, upaya penangkapan , potensi lestari
dan keuntungan optimal dari perikanan hiu martil
1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai media informasi Manfaat dari penelitian ini
adalah Sebagai masukan atau bahan pertimbangan dalam pengoelolaaan dan
implementasi kebijakan yang dapat diterapkan.

1.5 Pendekatan Masalah


Diperkirakan lebih dari 117 jenis hiu ditemukan di perairan Indonesia dan
hanya sebagian jenis tersebut potensial untuk dimanfaatkan. Hampir seluruh bagian
tubuh hiu dapat dijadikan komoditi, dagingnya dapat dijadikan bahan pangan bergizi
tinggi (abon, bakso, sosis, ikan kering dan sebagainya), siripnya untuk ekspor dan
kulitnya dapat diolah menjadi bahan industri kerajinan kulit berkualitas tinggi (ikat
pinggang, tas, sepatu, jaket, dompet dan sebagainya) serta minyak hiu sebagai bahan
baku farmasi atau untuk ekspor. Tanpa kecuali gigi, empedu, isi perut, tulang, insang
dan lainnya masih dapat diolah untuk berbagai keperluan seperti bahan lem, ornamen,
pakan ternak, bahan obat dan lain-lain (Wibowo & Susanto 1995).
Hiu adalah jenis ikan yang sangat rentan terhadap dampak penangkapan
secara berlebihan karena umumnya ikan ini memiliki pertumbuhan yang lambat
dan memerlukan waktu yang lama untuk berkembang biak. Jenis ikan ini
membutuhkan waktu sekitar 50-70 tahun untuk mencapai usia dewasa dan
berkembang biak. Dilaporkan pula bahwa ikan ini, hanya mampu menghasilkan
jumlah anak yang relatif sedikit dibandingkan dengan kelompok ikan yang
bernilai ekonomis lainnya (White et al 2010).
Tingginya aktifitas perdagangan sirip ikan hiu menjadi masalah serius
dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut sehubungan dengan lambatnya
perkembangbiakan hiu yang Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 2
Tahun 2017 2 berdampak pada penurunan populasi hiu yang signifikan dari tahun
ke tahun (Mundy et al 2013). Menghadapi masalah tersebut, berbagai kebijakan
dalam tingkatan internasional, nasional hingga daerah telah dibuat untuk
mengendalikan perburuan ikan hiu hingga perdagangan sirip ikan hiu. Akan
tetapi, ikan hiu pada umumnya didaratkan dalam bentuk potongan tubuh setelah
melalui proses fining pemisahan sirip dan bagian tubuh ikan (hiu), sehingga
menjadi kendala serius dalam proses pengenalan spesies. Kesulitan yang sama
dialami pula dalam kegiatan perdagangan sirip ikan hiu, yang mana objek yang
digunakan sebagai acuan pengenalan spesies hanya berupa potongan sirip yang
sulit untuk dikenali/identifikasi spesiesnya, dari data yang dipublikasikan Red list
fauna data IUCN (internasional Union for Conservation of nature) menunjukan
ikan hiu telah dikategorikan spesies terancam punah.
Berdasarkan Hasil diatas maka perlu dilakukan penelitian yang dapat
membantu menjaga kelestarian dari ikan hiu martil di Kabupaten Indramayu yaitu
penelitian mengenai status penangkapan dari hiu martil, potensi penangkpan
lestari, dan potensi ekonomi optimal dari usaha penangkapa yang dilakukan, serta
kebijakan yang harus diterapkan untuk menjaga kelestarian ikan hiu martil.
Menganalsis pendekatan masalah dengan menggunakan model produksi surplus
untuk mengetahui status penangkapan lestari dari ikan hiu marti. model ini
menggunakan data hasil tangkapan time series hasil penangkapan sebelumnya (
12 tahun terakhir) untuk menentukan atau memperkirakan hasil yang akan datang
berdasarkan data dari Jumlah hasil tangkapan per usaha yang dilakukan (CPUE),
kemudian untuk memperkirakan laju eksploitasi optimal digunakan pendekatan
model Gordon-Schafer.

You might also like