You are on page 1of 18

REFERAT

Hubungan Antara Ukuran Kaki Ibu dengan


Keberhasilan Persalinan

PEMBIMBING:

dr. Aji Pramudito, Sp.OG

DISUSUN OLEH:

Maya Alvia Rahmi

030.13.121

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT


KANDUNGAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

PERIODE 19 FEBRUARI – 28 APRIL 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN

Referat Dengan Judul

“Hubungan antara ukuran kaki ibu dengan keberhasilan persalinan”

Disusun oleh:

Maya Alvia Rahmi

(030.13.121)

Telah disetujui untuk dipresentasikan

Pada Hari…..…….., Tanggal……………. 2018

Pembimbing,

dr. Aji Pramudito, Sp.OG

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Hubungan antara ukuran kaki ibu dengan
keberhasilan persalinan”. Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUD
Kardinah Kota Tegal periode 19 Februari – 28 April 2018.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Aji Pramudito, Sp.OG
sebagai dokter pembimbing, dokter dan staf-staf bagian ilmu kebidanan dan penyakit kandungan di
RSUD Kardinah Kota Tegal, rekan-rekan sesama koasisten ilmu kebidanan dan penyakit kandungan di
RSUD Kardinah Kota Tegal dan semua pihak yang turut serta berperan memberikan doa, semangat dan
membantu kelancaran dalam proses penyusunan referat ini.

Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata
sempurna. Pada kesempatan ini, saya memohon maaf kepada para pembaca. Masukan, kritik, dan saran
akan saya jadikan bahan pertimbangan agar referat kedepannya menjadi lebih baik. Akhir kata, saya
mengucapkan terima kasih.

Tegal, 2018

Maya Alvia Rahmi

3
BAB 1
LATAR BELAKANG

Persalinan adalah proses pengeluaran janin dan plasenta dari uterus. Proses persalinan
dipengaruhi oleh bekerjanya tiga faktor yang berperan yaitu kekuatan mendorong janin keluar
(power) yang meliputi his (kekuatan uterus), kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma
dan ligamentum action, faktor lain adalah faktor janin (passanger) dan faktor jalan lahir
(passage). Apabila ketiga faktor ini dalam keadaan baik, sehat, dan seimbang, maka proses
persalinan akan berlangsung secara normal/ spontan. Namun apabila salah satu dari ketiga
faktor tersebut mengalami kelainan, misalnya keadaan yang menyebabkan kekuatan his tidak
adekuat, kelainan pada bayi atau kelainan jalan lahir maka persalinan tidak dapat berjalan
secara normal.
Gangguan persalinan akibat passage biasanya berkaitan dengan kelainan panggul
wanita. Bentuk dan ukuran panggul sangat menentukan kelancaran persalinan. Karena proses
persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana janin didorong melalui jalan lahir oleh
his. Kondisi wanita berpanggul sempit menjadi salah satu faktor yang menghambat kelahiran
normal dan tidak bisa dibicarakan secara terpisah dengan persalinan. Untuk mengatasi
kesulitan persalinan akibat kelainan panggul ini adalah dengan proses persalinan percobaan,
persalinan normal dan sectio cesar. Kegiatan skrining untuk ibu hamil sangat diperlukan agar
segera diketahui adanya faktor risiko pada semua ibu hamil sebagai komponen penting dalam
perawatan kehamilan
Risiko yang mungkin terjadi akibat kelainan panggul ini pada ibu hamil adalah terjadi
Retrofleksi Uteri Gravida Incarserata, Kepala belum turun pada minggu ke 36 pada
Primigravida, dapat menimbulkan kelainan muka, letak sungsang dan letak lintang, biasanya
bayi ukuran lebih kecil dari ukuran seharusnya sedangkan pengaruh pada persalinan dapat
menyebabkan persalinan lama, kelainan presentasi/posisi, rupture uteri/rupture sympisis dan
pada anak dapat terjadi kematian perinatal, prolapsus foeniculi dan perdarahan otak.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk
mendapatkan keterangan tentang keadaan panggul. Pada wanita dengan tinggi badan kurang
dari 150 cm dapat dicurigai adanya kesempitan panggul. Pelvimetri dengan pemeriksaan dalam
(manual) mempunyai arti yang penting untuk menilai secara agak kasar pintu atas panggul serta
panggul tengah, dan untuk memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul.
Berdasarkan penelitian menyatakan bahwa wanita dengan perawakan pendek (<152 cm
atau 60 inci) dan ukuran sepatu kecil (<4.5) lebih mungkin persalinannya mengalami
komplikasi disproporsi sefalopelvik atau terhentinya dilatasi dan penurunan janin, dengan
demikian lebih mungkin mengalami panggul sempit.19 Penelitian lainnya ada yang
menyatakan bahwa ukuran sepatu atau panjang telapak kaki bukanlah prediktor klinis untuk
meramalkan disproporsi sefalopelvik dan walaupun tinggi badan ibu adalah panduan yang
lebih baik untuk meramalkan adekuasi panggul pada persalinan, 80% ibu dengan tinggi badan
kurang dari 160 cm melahirkan secara pervaginam.21
Jadi pelvimetri dapat digunakan sebagai alat untuk menegakkan diagnosis panggul
sempit dan perlu prediktor lain yang menyokong kearah diagnosa panggul sempit yaitu

4
diantaranya adalah tinggi badan dan ukuran panjang telapak kaki dapat menjadi prediktor untuk
panggul sempit walaupun ukuran telapak kaki masih kontroversial untuk dapat digunakan
sebagai prediktor panggul sempit.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Persalinan


Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan di mulai (inpartu) sejak uterus
berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir
dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks.
Bentuk persalinan berdasarkan teknik :
1. Persalinan spontan, yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui
jalan lahir.
2. Persalinan buatan, yaitu persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi forceps,
ekstraksi vakum dan sectio sesaria
3. Persalinan anjuran yaitu bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari
luar dengan jalan pemberian rangsang.

Persalinan berdasarkan umur kehamilan :


1. Abortus adalah terhentinya proses kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin
di bawah 1.000 gram atau usia kehamilan di bawah 28 minggu.
2. Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada umur kehamilan 28-36 minggu.
Janin dapat hidup, tetapi prematur; berat janin antara 1.000-2.500 gram.
3. Partus matures/aterm (cukup bulan) adalah partus pada umur kehamilan 37-40 minggu, janin
matur, berat badan di atas 2.500 gram.
4. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu
partus yang ditaksir, janin disebut postmatur.
5. Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, di atas
kenderaan, dan sebagainya.
6. Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti
tentang ada atau tidaknya Cephalo pelvic Disproportion (CPD).

2.2 Tanda-tanda Persalinan


Tanda dan gejala inpartu:
1. Timbul rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
2. Keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak karena robekan kecil pada
serviks. Sumbatan mukus yang berasal dari sekresi servikal dari proliferasi kelenjar mukosa
servikal pada awal kehamilan, berperan sebagai barier protektif dan menutup servikal selama
kehamilan. Bloody show adalah pengeluaran dari mukus.
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. Pemecahan membran yang normal terjadi
pada kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12% wanita, dan lebih dari 80% wanita akan
memulai persalinan secara spontan dalam 24 jam.

6
4. Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada. Berikut ini adalah
perbedaan penipisan dan dilatasi serviks antara nulipara dan multipara.
a. Nulipara
Biasanya sebelum persalinan, serviks menipis sekitar 50-60% dan pembukaan sampai 1 cm;
dan dengan dimulainya persalinan, biasanya ibu nulipara mengalami penipisan serviks 50-
100%, kemudian terjadi pembukaan.
b. Multipara
Pada multipara sering kali serviks tidak menipis pada awal persalinan, tetapi hanya membuka
1-2 cm. Biasanya pada multipara serviks akan membuka, kemudian diteruskan dengan
penipisan.5. Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali
dalam 10 menit)

2.3 Tahap Persalinan


Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10 cm.
Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh
karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin di dorong keluar sampai lahir. Dalam kala
III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai
dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi
perdarahan post partum.

a. Kala I (Kala Pembukaan)


Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai
membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis
servikalis karena pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar dan membuka. Kala I
persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks, hingga mencapai
pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase
aktif.
1. Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal kontraksi
yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm,
berlangsung dalam 7-8 jam.
2. Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan dibagi dalam 3
subfase.
a. Periode akselerasi : berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.
b. Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2 jam, pembukaan berlangsung cepat
menjadi 9 cm.
c. Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.
Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat
(kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan
pembukaan multigravida 2 cm/ jam. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara
primigravida dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka lebih
dulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium internum sudah sedikit
terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi
dalam waktu yang sama.

b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

7
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung selama 2 jam dan pada
multipara 1 jam. Tanda dan gejala kala II
1. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit.
2. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
3. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan/atau vagina.
4. Perineum terlihat menonjol.
5. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
6. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
Diagnosis kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang menunjukkan :
1. Pembukaan serviks telah lengkap.
2. Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina.

c. Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta)


Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.
Perubahan psikologis kala III:
1. Ibu ingin melihat, menyentuh, dan memeluk bayinya.
2. Merasa gembira, lega, dan bangga akan dirinya; juga merasa sangat lelah.
3. Memusatkan diri dan kerap bertanya apakah vagina perlu dijahit.
4. Menaruh perhatian terhadap plasenta

d. Kala IV (Kala Pengawasan)


Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah proses tersebut. Observasi
yang harus dilakukan pada kala IV :
1. Tingkat kesadaran.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,dan pernapasan.
3. Kontraksi uterus.
4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi
400 samapai 500 cc.

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan


faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan yaitu power, passage, passanger.
1. Power (kekuatan)
Power adalah kekuatan janin yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang mendorong
janin keluar dalam persalinan ialah his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi
dari ligament, dengan kerja sama yang baik dan sempurna. Kekuatan terdiri dari kemampuan
ibu melakukan kontraksi involunter dan volunteer secara bersamaan untuk mengeluarkan janin
dan plasenta dari uterus. Kontraksi involunter disebut juga kekuatan primer, menandai
dimulainya persalinan. Apabila serviks berdilatasi, usaha volunteer dimulai untuk mendorong,
yang disebut kekuatan sekunder, dimana kekuatan ini memperbesar kekuatan kontraksi
involunter. Kekuatan primer berasal dari titik pemicu tertentu yang terdapat pada penebalan
lapisan otot di segmen uterus bagian atas. Dari titik pemicu, kontraksi dihantarkan ke uterus
bagian bawah dalam bentuk gelombang, diselingi periode istirahat singkat. Kekuatan sekunder
terjadi segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah yakni
bersifat mendorong keluar. Sehingga wanita merasa ingin mengedan. Usaha mendorong ke
bawah ini yang disebut kekuatan sekunder. Kekuatan sekunder tidak mempengaruhi dilatasi
serviks, tatapi setelah dilatasi serviks lengkap. Kekuatan ini penting untuk mendorong bayi
keluar dari uterus dan vagina. Jika dalam persalinan seorang wanita melakukan usaha volunteer

8
(mengedan) terlalu dini, dilatasi serviks akan terhambat. Mengedan akan melelahkan ibu dan
menimbulkan trauma pada serviks.
2. Passenger (Janin dan Plasenta)
Janin dapat mempengaruhi jalannya kelahiran karena ukuran dan presentasinya. Dari
semua bagian janin, kepala janin merupakan bagian yang paling kecil mendapat tekanan.
Namun, karena kemampuan tulang kepala untuk molase satu sama lain, janin dapat masuk
melalui jalan lahir asalkan tidak terlalu besar dan kontraksi uterus cukup kuat. Passanger atau
janin, bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran
kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melewati
jalan lahir, maka ia dianggap juga sebagai bagian dari passenger yang menyertai janin. Namun
plasenta jarang menghambat proses persalinan pada kehamilan normal.

3. Passage (Jalan Lahir)


Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas:
a) Bagian keras : tulang-tulang panggul (rangka panggul).
b) Bagian lunak : otot-otot, jaringan-jaringan, dan ligament-ligament.
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar panggul, vagina,
dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot
dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam
proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif
kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.

2.5 Anatomi Panggul


Pada tiap persalinan harus diperhatikan 3 faktor penting, yaitu jalan lahir, janin dan
kekuatan yang ada pada ibu. Jalan lahir dibagi atas bagian tulang dan bagian lunak. Bagian
tulang terdiri dari tulang-tulang panggul dengan sendi-sendinya (artikulasio), sedangkan
bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen.
Tulang tulang panggul terdiri atas 1). os koksa yang terdiri atas os ilium, os iskium, dan
os pubis, 2). os sacrum dan 3) os koksigeus. Tulang tulang ini satu dengan yang lainnya
berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri yang disebut
simfisis. Di belakang terdapat artikulasio sakro iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan
os ilium. Diluar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan bergeser sedikit, tetapi pada
kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung
os koksigeus dapat bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.
Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan pelvis
minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis, disebut pula
false pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true
pelvis. Bentuk pelvis minor ini menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu melengkung
ke depan (sumbu carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang menghubungkan titik
persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera pada pintu atas panggul dengan
titik-titik sejenis di Hodge II,III dan IV. Sampai dekat hodge III sumbu itu lurus, sejajar dengan
sacrum untuk selanjutnya melengkung ke depan, sesuai dengan lengkungan sacrum.

9
Bidang atas saluran ini normal berbentuk hampir bulat, disebut pintu atas panggul
(pelvic inlet). Bidang bawah saluran ini tidak merupakan suatu bidang seperti pintu atas
panggul, akan tetapi terdiri atas dua bidang, disebut pintu bawah panggul (pelvic outlet).
Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic cavity). Ruang panggul mempunyai
ukuran yang paling luas dibawah pintu atas panggul, akan tetapi menyempit di panggul tengah,
untuk kemudian menjadi luas lagi sedikit. Penyempitan di panggul tengah ini disebabkan oleh
adanya spina iskiadika yang kadang kadang menonjol ke dalam ruang panggul.
2.5.1 Pintu Atas Panggul (Pelvic inlet)
Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium korpus
vertebra sakral 1, linea innominata (terminalis), dan pinggir atas simfisis. Panjang jarak dari
pinggir atas simfisis ke promontorium lebih kurang 11 cm disebut konjugata vera. Jarak terjauh
garis melintang pada pintu atas panggul lebih kurang 12,5 – 13 cm, disebut diameter transversa.
Bila ditarik garis dari artikulasio sakroiliaka ke titik persekutuan antara diameter transversa
dan konjugata vera dan diteruskan ke linea innominata, ditemukan diameter yang disebut
diameter oblikua sepanjang lebih kurang 13 cm. Jarak bagian bawah simfisis sampai ke
promontorium dikenal sebagai konjugata diagonalis. Secara statistik diketahui bahwa
konjugata vera sama dengan konjugata diagonalis dipotong dengan 1,5 cm. Selain kedua
konjugata ini dikenal juga konjugata obstetrik, jarak dari bagian dalam tengah simfisis ke
promontorium.
Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul yang mempunyai ciri ciri pintu atas panggul sebagai
berikut :
1. Jenis gynaecoid
Panggul paling baik untuk wanita, bentuk pintu atas panggul hampir mirip lingkaran.Diameter
anteroposterior kira kira sama dengan diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 45%
wanita. Merupakan jenis panggul tipikal wanita (female type).
2. Jenis anthropoid
Bentuk pintu atas panggul seperti ellips membujur anteroposterior. Diameter anteroposterior
lebih besar dari diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 35% wanita.
3. Jenis android
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Diameter transversal terbesar terletak di posterior

10
dekat sakrum. Dinding samping panggul membentuk sudut yang makin sempit ke arah
bawah. Jenis ini ditemukan pada 15% wanita. Merupakan jenis panggul tipikal pria (male type).
4. Jenis platypelloid
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arah muka belakang.
Diameter transversa jauh lebih lebar dari diameter anteroposterior. Jenis ini ditemukan pada
5% wanita.

2.5.2 Pintu tengah panggul (Midpelvic)


Midpelvis merupakan bidang sejajar spina ischiadica merupakan bidang dimensi
pelvik terkecil yang menjadi bagian yang penting pada proses engagement kepala janin.
Diameter interspina ± 10 cm atau lebih, dan merupakan diameter terkecil dari pelvis. Diameter
anteroposterior melalui level spina ischiadica normalnya berukuran sekurang kurangnya 11.5
cm. Komponen posteriornya antara titik tengah diameter interspinarum dengan sakrum disebut
diameter sagitalis posterior yang sekurang kurangnya berukuran 4.5 cm.
Memperkirakan kapasitas midpelvik secara klinis (periksa dalam) dengan cara
pengukuran langsung adalah tidak mungkin. Bila spina ischiadica begitu menonjol, dinding
pelvis terasa cembung dan sacrum terasa datar ( tidak cekung), maka kesempitan panggul
tengah bisa dicurigai.
2.5.3 Pintu bawah panggul (Pelvic Outlet)
Pintu bawah panggul tersusun atas 2 bidang datar berbentuk segi tiga, yaitu bidang yang
dibentuk oleh garis antara kedua buah tubera ossis iskii dengan ujung os sakrum dan bagian
bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut
(arkus pubis). Dalam keadaan normal besarnya sudut ini ± 900 atau lebih sedikit.

2.6 Disproporsi Sefalo-Pelvik


Istilah disproporsi sefalopelvik mulai dipakai sebelum abad ke 20 yaitu persalinan
macet akibat dari ketidakseimbangan antara ukuran kepala janin dan ukuran panggul ibu.

11
Ketidakseimbangan fetopelvik bisa karena panggul sempit, ukuran janin yang besar, atau
biasanya kombinasi dari keduanya.
Menurut Althaus, dkk bahwa disproporsi sefalopelvik, dimana kepala janin adalah terlalu
besar untuk melewati panggul ibu, tetap menjadi indikasi kunci seksio sesaria di Amerika
Serikat. Sering, diagnosisnya tetap diagnosis retrospektif yang ditegakkan hanya setelah
intervensi multipel untuk melakukan persalinan pervaginam selama periode waktu yang
panjang.
2.6.1 Dimensi Janin Pada Disproporsi Fetopelvik
Ukuran janin sendiri jarang menjadi penjelasan yang tepat untuk persalinan yang gagal.
Bahkan dengan evolusi teknologi sekarang, batas ukuran janin untuk memprediksi disproporsi
fetopelvik masih sukar dijelaskan. Kebanyakan kasus disproporsi berasal dari janin yang
memiliki berat badan dalam rentang populasi obstetrik umum. Dua pertiga neonatus yang
membutuhkan seksio sesaria setelah persalinan forseps yang gagal memiliki berat kurang dari
3700 gr. Dengan demikian, faktor lain seperti malposisi kepala, macetnya pasase janin melalui
jalan lahir. Ini mencakup asinklitismus, posisi oksiput posterior, dan presentasi wajah dan dahi.
2.6.2 Perkiraan Ukuran Kepala Janin
Usaha untuk memprediksi disproporsi fetopelvik secara klinis dan radiologis
berdasarkan ukuran kepala janin terbukti mengecewakan. Müller (1880) and Hillis (1930)
menjelaskan perasat klinis untuk memprediksi disproporsi. Regio dahi dan suboksipital
dipegang dengan jari-jari tangan melalui dinding abdomen dan penekanan yang kuat diarahkan
ke bawah sesuai aksis dari pintu atas panggul. Bila tidak ada disproporsi, kepala dengan mudah
memasuki panggul, dan persalinan pervaginam memungkinkan untuk dilakukan. Thorp dkk
(1993b) melakukan evaluasi prospektif terhadap mueller-hillis manuever dan menyimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara distosia dan penurunan kepala janin yang gagal selama
manuver.
Pengukuran diameter kepala janin dengan menggunakan teknik radiografi polos tidak
digunakan karena distorsi paralaks. Diameter biparietal dan lingkar kepala dapat diukur dengan
ultrasonografi, dan telah ada usaha untuk menggunakan informasi ini dalam tatalaksana
distosia. Thurnau dkk (1991) menggunakan fetal-pelvic index untuk mengidentifikasi
komplikasi persalinan. Sayangnya, pengukuran tersebut dalam memprediksi disproporsi
sefalopelvik memiliki sensitivitas yang jelek. Sekarang ini tidak ada metode yang memuaskan
untuk prediksi akurat disproporsi fetopelvik berdasarkan ukuran kepala.
Pemeriksaan besar janin dapat dilakukan sesaat sebelum partus atau waktu partus.
Kalau bentuk normal dan letak anak memanjang, yang menentukan imbang feto pelvik ialah
kepala, maka disebut imbang sefalo pelvik. Besarnya kepala rata rata tergantung dari besarnya
(berat) janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala digunakan Berat Badan (BB) janin:
1. Umur kehamilan dan taksiran persalinan (rumus Naegle)
2. Berat badan ditaksir melalui palpasi kepala pada abdomen (EBW). Cara ini memerlukan
latihan dan pengalaman yang agak lama.
3. Perhitungan menurut Poulsson-Langstadt

12
Uterus dianggap sebagai suatu benda yang terdiri dari bahan homogen berbentuk ellips jika
letak janin memanjang. Volume tergantung dari diameter transversa dan diameter longitudinal
dari uterus yang diukur dengan menggunakan jangka Baudeloque. Kemudian secara empiris
dibuat suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara BB dan jumlah kedua diameter.
4. Rumus Johnson-Toshack
Berdasarkan atas ukuran Mac Donald, yaitu jarak antara simfisis pubis dan batas antara
f.u. melalui konveksitas abdomen:
BBJ = (MD 12) x 155 gram
BBJ = Berat badan janin dalam gram
MD = Ukuran Mac Donald dalam cm
Kepala belum di H III: (MD 13)
Kepala di H III; (MD 12)
Kepala lewat H III: (MD 11)
Bila ketuban sudah pecah ditambah 10%
5. Dengan menggunakan alat alat canggih seperti ultrasonografi, diameter biparietalis dapat
diukur.

2.7 Panggul Sempit


Panggul disebut sempit apabila ukurannya 12 cm kurang dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada pintu atas panggul, ruang tengah panggul, pintu bawah panggul
atau kombinasi dari ketiganya.
Pembagian Panggul Sempit:
A. Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet) :
Conjugata diagonal (CD) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Dikatakan sempit bila
CV kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 11,5 cm.
Pembagian tingkatan panggul sempit:
Tingkat I : CV = 9 10 cm = borderline
Tingkat III : CV = 6 8 cm = ekstrim
Tingkat IV : CV = 6 cm = mutlak
B. Kesempitan pintu tengah panggul (mid pelvis) :
Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.5 cm, diameter
sagitalis posterior 5 cm. Dikatakan sempit bila diameter interspinarum <10 cm atau <9,5cm
atau ≤9cm atau bila diameter interspinarum ditambahkan dengan diameter sagitalis posterior
kurang dari 13,5 cm.

13
Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :
Diameter sagitalis posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm.
Dikatakan sempit bila jumlah kedua diameter < 15 cm atau bila diameter intertuberosum < 8
cm. Kelainan bentuk atau ukuran panggul dapat diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan
yang baik.
Anamnesis perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu, ada/tidak penyakit rachitis, patah
tulang panggul, coxitis dan sebagainya. Pelvimetri klinik atau radiologik harus dapat
menentukan perkiraan bentuk dan ukuran panggul dengan baik.
Sebenarnya, melalui mata telanjang calon ibu bisa mengetahui luas panggulnya. Kalau
ibu bertubuh tinggi besar, bisa dipastikan ukuran panggulnya relatif luas. Sedangkan ibu yang
tidak terlalu tinggi, hanya 145 cm atau malah kurang, kemungkinan besar ukuran panggulnya
kecil dan sempit. Namun pengamatan ini hanya asumsi. Pemeriksaan yang akurat hanya bisa
dilakukan secara klinis dengan roentgen.

2.8 Komplikasi Panggul Sempit pada Kehamilan


Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa
pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat
berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum,
ruptur uteri mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula
vesikovaginalis, atau fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin
dengan tulang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan kematian
perinatal, dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin bahkan bisa menimbulkan
fraktur pada os parietalis.

2.9 Penanganan Panggul Sempit


Dewasa ini 2 cara merupakan tindakan utama untuk menangani persalinan pada panggul
sempit, yakni seksio sesaria dan partus percobaan.
2.9.1 Seksio Caesar
Seksio dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum persalinan mulai atau pada
awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa
waktu.
Berdasarkan perhitungan konjugata vera pada pintu atas panggul dapat diambil tindakan yaitu:
 panjang CV 8 10 cm → partus percobaan
 panjang CV 6 8 cm → SC primer
 panjang CV < 6 cm → SC absolut.

14
2.9.2 Partus percobaan
Adalah suatu partus fisiologis yang dilakukan pada kehamilan aterm, anak presentasi
belakang kepala dengan suspek disproporsi sefalopelvik (CPD). Tindakan partus percobaan
adalah memastikan ada tidaknya CPD. Dimulai saat penderita dinyatakan in partu, dengan
penilaian kemajuan persalinan dimulai setelah persalinan masuk fase aktif. Penilaian terhadap
kemajuan persalinan, turunnya kepala dan putar paksi dalam dilakukan setiap 2 jam. Bila pada
setiap penilaian per 2 jam tersebut terdapat perubahan yang bermakna komponen yang dinilai
itu, maka partus percobaan dikatakan ada kemajuan dan diteruskan. Bila dari 3 komponen
tersebut tidak ada kemajuan yang bermakna, maka partus percobaan dikatakan gagal,
dipastikan ada CPD dan persalinan diakhiri dengan seksio sesaria.

2.10 Teknik Pengukuran Panggul


Ada dua cara mengukur panggul:
 Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan dilakukan dengan jari pada usia kehamilan 36 minggu. Caranya, dokter akan
memasukkan dua jarinya (jari telunjuk dan tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh bagian
tulang belakang/promontorium. Setelah itu, dokter akan menghitung jarak dari tulang
kemaluan hingga promontorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah
panggul. Melalui pemeriksaan ini kita akan mendapatkan Conjugata diagonal (jarak antara
promontorium dengan simfisis bawah), untuk mendapatkan Conjugata vera, maka conjugata
diagonal − 1,5 cm.
Jarak minimal antara tulang kemaluan dengan promontorium adalah 11 cm. Jika kurang
maka dikategorikan sebagai panggul sempit. Namun, jika bayi yang akan lahir tidak terlalu
besar, maka ibu berpanggul sempit dapat melahirkan secara normal.
 Pemeriksaan Rontgen
X-ray pelvimetri pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1900 oleh Denticle dari Leipzig
dan semakin dikenal sampai sekarang. Pada tahun 1944 Colcher AE dan Sassman W
menemukan tehnik praktis pada pelvimetri dan kemudian dimodifikasi oleh Robert C Brown
pada tahun 1972.
X-ray pelvimetri dilakukan dengan cara memotret panggul ibu, menggunakan alat rontgen.
Selama pemotretan ibu diminta duduk, persis seperti tindakan rontgen pada anggota tubuh lain,
hanya saja intensitas cahaya yang digunakan lebih rendah. Hasil foto dianalisa untuk
mengetahui ukuran panggul. Bahkan aneka kelainan letak bayi pun sebetulnya bisa terdeteksi
dengan cara ini. Dibanding pengukuran secara klinis, pengukuran dengan alat rontgen
menghasilkan data yang lebih terperinci mengenai diameter pintu panggul. Namun bahaya
radiasi terutama dengan proyeksi Thoms dimana posisi pasien setengah duduk dan jika letak
janin dalam letak kepala, maka alat kelamin janin berada diatas dan dekat dengan tabung
rontgen. Dengan demikian akan meningkatkan radiasi pada alat kelamin janin.
Indikasi pemeriksaan Rontgen pada kehamilan bila ada kecurigaan fetopelvik disproporsi
atau kecurigaan panggul sempit, riwayat operasi seksio sesaria atau riwayat forcep serta

15
riwayat kematian janin dalam persalinan. X ray pelvimetri juga dilakukan bila pada
pemeriksaan klinis didapati ukuran konjugata diagonal < 11,5 cm atau diameter intertuberous
< 8 cm serta bila kepala janin tidak masuk pintu atas panggul dan malposisi letak janin seperti
pada presentasi bokong, wajah atau letak lintang.

2.11 Hubungan antara ukuran kaki ibu dengan keberhasilan persalinan


Menurut pendapat Henri ginting, pasien panggul sempit dengan panjang telapak kaki
<22cm dan 8 orang (44,4%) pasien panggul sempit dengan panjang telapak kaki ≥22cm. Bisa
disimpulkan bahwa wanita dengan panjang telapak kaki <22cm memiliki proporsi panggul
sempit yang lebih besar dibandingkan dengan wanita yang panjang panjang telapak kaki nya
≥22cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahmood A.Tahir dkk yang menyatakan bahwa
ukuran sepatu bukanlah prediktor klinis untuk meramalkan disproporsi sefalopelvik; tetapi
berlawanan dengan pendapat Kennedy dan Greenwald dkk yang menyatakan bahwa ukuran
sepatu kecil (<4,5) atau panjang telapak kaki yang kecil lebih mungkin persalinannya
mengalami komplikasi disproporsi sefalopelvik atau terhentinya dilatasi dan penurunan janin,
dengan demikian lebih mungkin mengalami panggul sempit. Menurut Atik dkk, dari 50
responden data responden untuk panjang telapak kaki ibu hamil maksimum 24 cm dan
minimum 21 cm. Rata-rata panjang kaki kanan ibu hamil adalah 23 cm dan mendapatkan
ukuran panjang kaki menunjukkan ukuran panggul yang berarti bila panjang kaki pendek
berarti ukuran panggul kecil.

16
BAB III
KESIMPULAN

Jalannya persalinan dipengaruhi oleh 3P, power, passage, passenger, dimana gangguan
persalinan akibat passage biasanya berkaitan dengan kelainan panggul wanita. Bentuk dan
ukuran panggul sangat menentukan kelancaran persalinan. Karena proses persalinan
merupakan suatu proses mekanik, dimana janin didorong melalui jalan lahir oleh his. Kondisi
wanita berpanggul sempit menjadi salah satu faktor yang menghambat kelahiran normal dan
tidak bisa dibicarakan secara terpisah dengan persalinan. Untuk mengatasi kesulitan persalinan
akibat kelainan panggul ini adalah dengan proses persalinan percobaan, persalinan normal dan
bedah cesar. Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa
pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat
berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum,
ruptur uteri mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula
vesikovaginalis, atau fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin
dengan tulang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan kematian
perinatal, dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin bahkan bisa menimbulkan
fraktur pada os parietalis. Maka dari itu untuk mengetahui panggul sempit pada ibu maka
dilakukan pengukuran panggul dengan pelvimetri. Jadi pelvimetri dapat digunakan sebagai alat
untuk menegakkan diagnosis panggul sempit dan perlu prediktor lain yang menyokong kearah
diagnosa panggul sempit yaitu diantaranya adalah ukuran panjang telapak kaki. Menurut
pendapat Henri ginting, bahwa wanita dengan panjang telapak kaki <22cm memiliki proporsi
panggul sempit yang lebih besar dibandingkan dengan wanita yang panjang panjang telapak
kaki nya ≥22cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahmood A.Tahir dkk yang menyatakan
bahwa ukuran sepatu bukanlah prediktor klinis untuk meramalkan disproporsi sefalopelvik;
tetapi berlawanan dengan pendapat Kennedy dan Greenwald dkk yang menyatakan bahwa
ukuran sepatu kecil (<4,5) atau panjang telapak kaki yang kecil lebih mungkin persalinannya
mengalami komplikasi disproporsi sefalopelvik atau terhentinya dilatasi dan penurunan janin,
dengan demikian lebih mungkin mengalami panggul sempit.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Raman S, Samuel D, Suresh K; A comparative Study of X ray Pelvimetry and CT


Pelvimetry; ANZJOG Volume 31 Issue 3, hal 217 220
2. Panggul Sempit Vs Melahirkan Normal. Available from: www.Balita Anda.com
3. Cecil Bull, H; Pelvimetry in obstetric ; Available from www.pubmedcentral.nih.gov
4. SOGC. ALARM International: a program to reduce maternal mortality and morbidity,
edition Ottawa: 2010
5. Winkjosastro H, Saifudin B A, Rachimhadhi T. Distosia karena Kelainan Panggul.
Dalam. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwona Prawirohardjo,Yakarta 2002:
637 47
6. Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al. Anatomy
of the Reproductive Tract. In. Williams Obstetrics 21st Jdition. Thw Mc Graw Hill
Companies, New Cork. 2001: 28 40.
7. Janglish,J, et al ; Normal Pelvic Dimensions for Saudi Arabian Women in Tabuk
Obtained by CT Pelvimetry; 1995
8. Awonuga, Merhi, Samuels et al. Anthropometric measurement in diagnosis of pelvic
size: an analysis of maternal height and shoe size and computed tomography
pelvimetric data. Arch Gynecol Obstet (2007) 276: 523 528.
9. Aflah N. Thesis: Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesaria Atas Indikasi
Panggul Sempit. Departemen Obstetri Ginekologi FK USU, Medan. 2009
10. Mahmood A Tahir, Campbell M. Doris and Wilson W. Alex. Maternal height, shoe
size, and outcome of labour in white primigravidas: a prospective anthropometric study.
BMJ vol 297. Aberdeen. 1988
11. Purwandari A, Tombokan S, Kulas EI. HUBUNGAN PANJANG TELAPAK KAKI
KANAN IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN PANGGUL SEMPIT DI RS.
ROBERT WOLTER MONGINSIDI TELING MANADO. INFOKES-Jurnal Ilmu
Kesehatan. 2010;4(2):114-21.

18

You might also like