You are on page 1of 4

1

Faktor Inkubasi

Faktor inkubasi seperti suhu, kelembaban dan ventilasi

mempengaruhi kualitas DOC dalam berat tetas, panjang badan, aktivitas,

penyerapan yolk sac, penutupan pusar dan juga performans pasca menetas.

Kondisi inkubasi yang buruk mengakibatkan kematian embrio meningkat,

embrio sulit berkembang, daya tetas rendah dan performans yang buruk

(Meijerhof, 2003).

Deeming (2000) melaporkan bahwa suhu inkubasi yang terlalu

rendah sering menyebabkan kematian dengan keadaan cangkang yang telah

retak. Penetasan biasanya terlambat dan berkepanjangan karena anak ayam

tidak mengering secara normal. Selain itu, laporan bahwa suhu inkubasi

yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kematian, dengan kondisi

embrio atau ayam yang keluar dari cangkang, namun ukurannya kecil, dan

lengket. Seringkali anak ayam ini memiliki jari kaki yang bentuknya tidak

normal. Overheating di kedua periode yaitu setter dan hatcher, adalah salah

satu alasan terbesar yang dapat menurunkan kualitas anak ayam. Deeming

(2000) melaporkan juga bahwa suhu tinggi meningkatkan laju

perkembangan embrio serta meningkatkan pula kebutuhan oksigen. Ketika

embrio membakar lebih banyak oksigen, ia menghasilkan lebih banyak

panas buangan, meningkatkan suhu telur lebih lanjut, yang pada gilirannya

menyebabkan peningkatan metabolisme dan kebutuhan akan lebih banyak

oksigen (Lourens, 2003). Konsekuensi dari ini adalah tingkat pertumbuhan

yang buruk, ketidakmampuan untuk sepenuhnya memanfaatkan protein

albumen dan stres pada embrio. Pada saat menetas, tingkat mortalitas

embrio yang tinggi, daya tetas rendah, kualitas ayam yang buruk (Deeming,
2

2000). Kondisi suhu inkubasi yang buruk tidak hanya menghasilkan

mortalitas embrio yang meningkat, tetapi anak ayam yang menetas

(bertahan hidup) kondisi ini tidak akan berkembang dengan baik dan tidak

akan menunjukkan pertumbuhan maksimum (Meijerhof, 2003)

Suhu inkubasi optimum adalah salah satu faktor yang paling penting

untuk menjamin perkembangan embrio yang optimal, keberhasilan proses

penetasan dan juga penting untuk performans pasca menetas (Lourens,

2003). Lourens dkk. (2005) menyimpulkan bahwa dalam kasus suhu telur

yang dipertahankan pada 37,8 ° C selama periode inkubasi, perkembangan

embrio yang lebih tinggi, menetas dan performans pasca menetas dapat

dicapai. Fluktuasi suhu telur menyebabkan dampak negatif pada organ

pembangun, pertumbuhan embrio dan kualitas ayam yang dihasilkan.

Hubungan antara suhu dan kelembaban sudah sangat dikenal.

Kelembaban memiliki dampak yang signifikan pada suhu inkubasi dan

kualitas anak ayam yang dihasilkan. Deeming (2000) melaporkan bahwa

jika kelembaban terlalu rendah, anak ayam cenderung mengalami sedikit

dehidrasi, juga anak ayam yang dihasilkan sedikit lengket. Sebaliknya, jika

kelembapan terlalu tinggi, anak ayam akan berukuran besar dan lemah, serta

anak ayam akan lengket. Joseph dkk. (2006) melaporkan bahwa kelembaban

optimum tampak berada pada kisaran 40-70%. Kelembaban relatif

mempengaruhi hilangnya air dari telur. Selama proses inkubasi, penurunan

berat telur yang optimal harus sekitar 10-14% dari berat telur awal.

Ventilasi sangat penting untuk pertukaran oksigen, karbon dioksida

dan untuk mencegah produksi panas berlebihan oleh embrio selama

inkubasi. Deeming (2000) melaporkan bahwa ventilasi yang tidak memadai


3

dari setter serta hatcher atau bahkan ruang di mana mesin berada, dapat

menyebabkan sejumlah besar embrio akan mengecil yang dikelilingi oleh

cairan. Akumulasi cairan di sekitar embrio disebabkan oleh rendahnya kadar

oksigen dan tingginya konsentrasi karbon dioksida yang dihasilkan dari

ventilasi yang tidak sesuai. Kisaran karbondioksida yang diterima di

berbagai tingkatan inkubator harus 0,1-0,4%, tetapi dalam penetasan tingkat

0,5-0,8% karbondioksida-nya, membatasi tingkat kelangsungan hidup untuk

anak ayam (Decuypere dkk., 2001).

DAFPUS

Decuypere, E., Tona, K., Bruggeman, V. & Bamelis, F. 2001. The day-old chick: a

crucial hinge between breeders and broilers. World’s Poultry Science

Journal. 57, 127-138.

Deeming, D.C. 2000. Are You Overheating Your Eggs Without Realising it?. World

Poultry December 2000. pp. 14-15.

Deeming, D.C. 2000. What is Chick Quality?. World Poultry December 2000. pp.

34-35.

Joseph, N. S., Lourens, A. and Moran Jr., E. T. 2006. The Effects of Suboptimal

Eggshell Temperature During Incubation on Broiler Chick Quality, Live

Performance, and Further Processing Yield. Poultry Science, 85: 932- 938.

Lourens, S., 2003. Residual yolk and egg weight loss during incubation under

controlled eggshell temperatures. Avian and Poultry Biology Reviews 14:

209- 211.Incubation and fertility research group meeting, WPSA Working

Group 6 (reproduction), University of Lincoln, UK, 4-5 September 2003.


4

Lourens, A., Molenaar, R., van der Brand, H., Heetkamp, M.J.W., Meijerhof, R.

and Kemp, B. 2005. Effect of egg size on heat production and the transition

of energy from egg to hatchling. Poultry Science, 85: 770-776.

Meijerhof, R., 2003. Problem Solving in The Commercial Broiler Sector. Avian and

Poultry Biology Reviews 14: 212-214.Incubation and fertility research

group meeting, WPSA Working Group 6 (reproduction), University of

Lincoln, UK, 4-5 September 2003.

You might also like