You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tahap yang mengawali proses perkembangan hewan setelah gametogenesis adalah


fertilisasi. Proses ini mempertemukan kedua macam gamet dan sekaligus mempertahankan
jumlah kromosom anakan tetap diploid seperti induknya. Proses perkawinan pada mamalia
melibatkan perilaku seksual yang khas yang dikendalikan oleh hormon seks. Selain itu, hormon
seks juga mempengaruhi siklus reproduksi pada hewan betina. Hewan betina pada umumnya
menjadi reseptif terhadap hewan jantan pada saat berada pada tahap/masa estrus. Setelah
diketahui bahwa mencit betina berada pada tahap/masa estrus, maka mencit betina dipelihara
dalam satu kandang dengan seekor mencit jantan agar terjadi perkawinan. Mencit betina yang
bunting dipisahkan dari mencit betina dan dipelihara hingga melahirkan. Fertilitas betina diamati
berdasarkan jumlah implantasi dan jumlah anakan.

Fertilisasi pada berbagai jenis dapat dibedakan berdasarkan tempat berlangsungnya, yaitu
fertilisasi secara internal, dan fertilisasi secara eksternal. Fertilisasi secara eksternal adalah
fertilisasi yang berlangsung di luar tubuh induknya. Jenis fertilisasi ini banyak dijumpai pada
hewan-hewan akuatik, antara lain berbagai jenis ikan, katak, dan sebagainya. Fertilisasi secara
internal adalah fertilisasi yang berlangsung di dalam tubuh induknya. Fertilisasi memiliki
beberapa fungsi antara lain transmisi gen dari paternal dan maternal kepada keturunannya,
merangsang sel telur untuk berkembang lebih lanjut, menghasilkan terjadinya syngami, yaitu
peleburan sifat genetis paternal dan maternal, mempertahankan kondisi diploiditas suatu species
tertentu dari jenisnya, penentuan jenis kelamin secara genetis. Pada dasarnya fertilisasi bukan
merupakan proses tunggal, melainkan rangkaian proses yang melibatkan kedua gamet.
Pengembangan peternakan di Indonesia khususnya dalam rangka meningkatkan populasi ternak,
untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, perlu didukung oleh berbagai faktor.
Beberapa teknologi reproduksi diaplikasikan untuk menigkatkan angka kebuntingan dan
kelahiran anak,salah satu teknologi yang sekarang berkembang adalah fertilisasi invitro.

Teknologi fertilisasi in vitro (FIV) pada ternak, khususnya sapi merupakan salah satu
usaha memanfaatkan limbah ovari dari induk sapi betina yang dipotong di Rumah Potong
Hewan. Fertilisasi in vitro ini diharapkan dapat memproduksi embrio sapi dalam jumlah massal
untuk dititipkan pada induk resipien, sehingga dapat diperoleh ternak dalam jumlah banyak
untuk meningkatkan populasi sapi di Indonesia. Proses fertilisasi in vitro meliputi pengambilan
oosit dari folikel ovarium, maturasi oosit, kapasitasi sperma, fertilisasi in vitro, dan kultur oosit
yang sudah difertilisasi untuk menjadi embrio (Boediono et al., 2000). Keberhasilan FIV
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kualitas oosit bangsa sapi (Bilodeau dan Panich,
2002). Kualitas oosit ditentukan berdasarkan kompleks lapisan kumulus oophorus (cumulus
oocyte complex) yaitu sel-sel granulosa yang mengelilingi oosit dalam kondisi utuh (padat) atau
tidak. Kualitas oosit dengan ekspansi optimal massa kumulus menyediakan faktor esensial
selama proses maturasi, menjaga oosit dan berperan selama tahapan pembelahan meiosis serta
mendukung maturasi sitoplasma (Adifa et al., 2010). Penentuan kualitas oosit secara morfologis
menurut Widayati et al. (2014), dibagi menjadi 5 kualitas yaitu A) oosit yang masih diselubungi
sel-sel kumulus dengan utuh, B) oosit yang hanya sebagian diselubungi sel-sel kumulus, C) oosit
yang tidak diselubungi sel-sel kumulus atau oosit gundul, D) oosit yang diselubungi fibrin, dan
E) ooplasma kecil yang diselubungi sel-sel kumulus. Dalam penelitian ini digunakan oosit
kualitas A dan kualitas B. Oosit dengan kualitas A dan B diharapkan dapat meningkatkan
perkembangan embrio dengan embrio berkualitas excellent dan good yang sesuai sebagai donor
pada proses transfer embrio. Kualitas oosit pada setiap bangsa sapi menentukan fertilisasi sapi.
Setiap bangsa sapi memiliki tingkat fertilisasi yang berbeda, seperti pada Sapi Bali (Bos
sondaicus) memiliki tingkat fertilisasi yang tinggi sekitar 83 – 86%, lebih tinggi dibandingkan
sapi eropa (Bos taurus) yang 60% (Abidin, 2002). Darlian (2013), melaporkan fertilisasi dan
pembentukan blastosis bangsa Sapi Bali (Bos sondaicus) lebih tinggi dibandingkan dengan sapi
Simental (Bos taurus) secara in vitro. Berdasarkan hal tersebut dilaksanakan penelitian untuk
mengetahui pengaruh kualitas oosit terhadap perkembangan embrio Sapi Bali dan Sapi Brahman
secara in vitro .

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian fertilisasi invitro


2. Bagaimana teknik fertilisasi invitro
1.3 Tujuan
Agar mahasiswa dapat Mengetahui definisi fertilisasi invitro dan Mengetahui tenik
fertilisasi invitro.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknik Reproduksi Berbantu Fertilisasi In Vitro

Fertilisasi in vitro adalah fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh melalui proses tertentu
untuk mendapatkan embrio (Speroff, dkk., 2010). Proses itu meliputi stimulasi ovarium, petik
ovum, fertilisasi, dan transfer embrio. Sementara, proses kehamilan lanjutan seperti implantasi,
plasentasi, tumbuh-kembang, dan maturasi berlangsung merujuk pada kehamilan alamiah;
termasuk risiko-risikonya. Hal ini merupakan salah satu cara TRB yang biasanya dilakukan pada
pasangan infertil setelah upaya-upaya untuk memperoleh kehamilan dengan teknik TRB yang
lainnya tidak berhasil.

Dengan demikian, FIV merupakan rangkaian proses yang meliputi stimulasi ovarium
terkontrol, petik ovum, fertilisasi, dan transfer embrio.

1. Stimulasi ovarium terkontrol adalah upaya merangsang folikulogenesis dan oogenesis


dengan berbagai cara terkontrol sehingga diperoleh multi folikel dan ovulasi multipel.
Tujuan akhir stimulasi ovarium adalah untuk memperoleh oosit yang lebih banyak.

2. Petik ovum adalah proses pengambilan oosit melalui aspirasi cairan folikel menggunakan
jarum disposibel khusus bertekanan negatif antara 100-110 mmHg sampai dinding folikel
mengalami kolaps. Petik ovum dilakukan transvaginal dengan bantuan ultrasonografi
(USG) dan transabdominal dengan bantuan laparoskopi atau laparotomi.

3. Fertilisasi adalah proses pembuahan oosit oleh spermatosit sehingga terjadi proses fusi
menghasilkan zigot dan berkembang menjadi embrio. Terdapat beberapa cara FIV yaitu:

 Konvensional adalah cara fertilisasi dimana oosit diinkubasi dengan 50.000-


100.000 sperma hidup dalam tempo 12-18 jam, suhu 370 C, 5% CO2, dan 98%
kelembaban.
 Intracytoplasmicsperm injection (ICSI) adalah cara fertilisasi dimana oosit
diinjeksi dengan satu spermatosit yang telah diseleksi dengan bantuan pipet
berpenampang 2-7 μm.

4. Transfer embrio adalah proses pemindahan embrio dari luar tubuh ke dalam kavum
uterus memakai pipet khusus. Sementara, implantasi pada endometrium terjadi secara
alamiah.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Fertilisasi In Vitro

Fertilisasi in vitro adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di
luar tubuh betina. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal,
pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Fertilisasi in vitro merupakan suatu metode untuk membuahkan suatu kehidupan baru dalam
sebuah cawan petri. Anak-anak yang dibuahkan melalui fertilisasi in vitro terkadang lebih
dikenal sebagai “bayi tabung”. Beberapa telur diambil dari ovarium betina setelah ia meminum
obat-obatan fertilitas yang mengakibatkan matangnya banyak telur sekaligus. Sperma diambil
dari jantan, biasanya melalui masturbasi. Telur dan sperma akhirnya disatukan dalam sebuah
cawan kaca, di mana pembuahan terjadi dan kehidupan baru dibiarkan berkembang selama
beberapa hari. Dalam kasus yang paling sederhana, embrio-embrio kemudian ditransfer ke dalam
rahim betina dengan harapan bahwa satu akan bertahan hidup dan berkembang hingga
saat persalinan. (John M. Haas, 2008)

Adapun untuk fertilisasi ada dua jenis yaitu fertilisasi eksternal/in vitro (di luar tubuh)
dan fertilisasi internal/in vivo (di dalam tubuh).

Fertilisasi eksternal: fertilisasi eksternal adalah proses pembuahan ovum oleh sperma terjadi di
luar tubuh organisme betinanya, seperti dialami oleh golongan ikan dan katak. Organisme ini
selalu mengeluarkan telur-telurnya dalam jumlah banyak, untuk mengatasi banyak gangguan di
sekelilingnya dari faktor alam maupun binatang pemangsa.

Fertilisasi internal: fertilisasi internal adalah proses pembuahan ovum oleh sperma terjadi di
dalam tubuh organisme betinanya, sehingga lebih aman dari gangguan faktor luar, tersimpan di
dalam rahim organisme betinanya. Hanya saja perkembangan ovum yang telah dibuahinya dapat
bermacam-macam, misalnya ada yang mengalami ovovipar (telur menetas menjadi bayi di luar
tubuh betinanya, seperti terjadi pada golongan serangga dan burung), ovovivipar (telur menetas
menjadi bayi sewaktu akan ke luar dari tubuh betinanya, seperti terjadi pada golongan kadal),
dan vivipar (melahirkan bayi atau anak, seperti terjadi pada golongan hewan menyusui).
3.2 Keuntungan Fertilisasi in vitro

Berikut ini adalah beberapa keunggulan dari fertilisasi in vitro :


 Mempercepat peningkatan populasi dan produksi ternak serat perbaikan mutu genetis
 Memanfaatkan Ovarium dari RPH
 Perkembangan zigot dapat diamati
 Pembuahan dapat dilakukan diluar tubuh ternak

3.3 Metode Pembuahan Fertilisasi In Vitro


Fertilisasi In Vitro dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards (1997). Merupakan suatu
upaya peningkatan produksi didalam menyelamatkan bibit unggul yang tidak dapat dilakukan
dengan fertilisasi in vivo yaitu dengan suatu teknik pembuahan dimana sel ovum dibuahi diluar
tubuh.Teknologi fertilisasi secara in vitro (FIV) pada ternak, khususnya sapi merupakan salah
satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari induk sapi betina yang dipotong di Rumah Potong
Hewan. FIV ini diharapkan dapat memproduksi embrio sapi dalam jumlah massal untuk
dititipkan pada induk resipien, sehingga dapat diperoleh ternak dalam jumlah banyak untuk
meningkatkan populasi ternak di Indonesia (Kaiin et al., 2008).

In Vitro Fertilization (IVF) Merupakan metode pengamatan terhadap terjadinya proses


fertilisasi dengan cara membuat percobaan pembuahan di luar tubuh. Menurut Supri Ondho
(1998) secara garis besar percobaan IVF meliputi serangkaian kegiatan berupa mengumpulkan
ovarium, koleksi oosit, kapasitasi spermatozoa, pembuahan dan perkembangan embrio.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan fertilisasi In Vitro :

a. Pengumpulan ovarium dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Pengumpulan ovarium


dilaksanakan dengan cara mengambil ovarium dari ternak yang dipotong. Setelah
ovarium didapatkan, kemudian dimasukkan ke dalam NaCl fisiologis 0,9% dan di bawa
ke laboratorium.
b. Koleksi Oosit, proses koleksi oosit ini dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu aspirasi
(menghisap), sayatan dan injeksi medium.
c. Maturasi Oosit, Fertilisasi, Kultur in Vitro
d. Pembekuan Embrio
e. Program Transfer Embrio

a) Metode Koleksi Oosit

Berikut ini adalah metode yang dapat digunakan didalam melakukan koleksi oosit :

1. Aspirasi
 Ovarium dipindahkan ke dalam cawan petri kemudian dicuci/dibilas dengan
menggunakan NaCl Fisiologis 0,9%.
 Ovarium diletakkan di dalam beker glass dan pertahankan suhu pada 37,5 ºC.
 Permukaan ovarium dibersihkan sekali lagi dari kemungkinan adanya kotoran yang
masih melekat, dengan cara meletakkan di atas kertas saring.
 Disposable syringe diisi dengan NaCl Fisiologis 0,9% (1-1,5 ml). Gunakan jarum
suntik ukuran 21 g yang dipasang pada disposable syringe ukuran 5 ml tersebut.
 Tusukan diarahkan pada bagian parenkhim ovarium dekat folikel yang membentuk
vesikula (diameter 1-5), kemudian diaspirasi. Atau dapat pula jarum ditusukkan
melalui stroma ovarium lalu menuju folikel. Cara ini untuk menghindari terlepasnya
oosit keluar dari permukaan ovarium melalui permukaan folikel yang tipis.
 Setelah seluruh folikerl dalam satu ovarium diaspirasi. Selanjutnya cairan aspirasi
yang mengumpul memenuhi syringe dipindahkan segera ke dalam petridish 35 mm
yang telah dipersiapkan.
 Jumlah, kualitas oosit, serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium dicatat.
 Oosit yang didapatkan kemudian dibilas sebanyak tiga kali dengan NaCl Fisiologis
0,9 % kemudian dipindahkan sementara ke dalam medium yang sama untuk
menunggu proses selanjutnya.

2. Teknik sayatan.
 Ovarium disayat menjadi 4 sampai delapan bagian, kemudian setiap bagian disayat
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gunting/skapel dalam
cawan petri yang diisi NaCl fisiologis 0,9% secukupnya. Dengan bantuan mikroskop
pembesaran 200 kali dapat diidentifikasi oosit yang terdapat dalam ovarium tadi.
 Dengan menggunakan mikropipet dipindah/ dikumpulkan oosit yang sudah diperoleh
kedalam cawan petri lainnya.
 Dihitung jumlah perolehan dari kualitas oosit, media serta waktu yang dibutuhkan
dari setiap ovarium dengan cara ini.
 Oosit yang dipindahkan dibilas tiga kali kemudian dipindahkan ke dalam Na Cl
fisiologis 0,9% untuk dilakukan proses selanjutnya.

3. Teknik injeksi medium.


 Ovarium dicuci bersih dengan menggunakan NaCl fisiologis 0,9%.
 Isi disposable syringe dengan NaCl fisiologis 0,9% 1-1,5 ml. Tusukan-tusukan dibuat
merata diseluruh permukaan ovarium dengan menggunakan jarum ukuran 21 g,
kemudian disemprotkan medium perlahan-lahan.
 Cairan medium mengandung oosit yang keluar dari ovarium ditampung di dalam
petridish.
 Hitung dan amati jumlah, kualitas oosit yang dapat diperoleh serta waktu yang
dibutuhkan dari setiap ovarium dengan cara ini.
 Oosit yang didapatkan kemudian dibilas tiga kali dan dipindahkan ke dalam medium
NaCl fisiologis 0,9% untuk dilakukan peruses selanjutnya.

b) Klasifikasi Oosit
Berikut ini merupakan klasifikasi oosit yang didasarkan atas Cumullus Oophorusyang
dapat dijadikan sebagai parameter kualitas oosit :
 Kualitas A, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus kompak.
 Kualitas B, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus sebagian.
 Kualitas C, adalah oosit yang tidak mempunyai Cumullus Oophorus.
 Maturasi oosit dapat dilakukan pada oosit yang mempunyai kualitas A dan B.
c) Maturasi Oosit, Fertilisasi, Kultur In Vitro

Oosit yang terkoleksi dan mempunyai kualitas sangat baik dan baik (A dan B) kemudian
dicuci dalam media maturasi.

TCM 199 (GIBCOTM) + 10 % fetal calf Serum (FCS, GIBCOTM) dan ditambahkan
hormon E2 (1μg/ ml), hCG (10μg/ml) dan FSH (10μg/ml). Oosit tersebut dimasukkan ke dalam
50 μl spot media maturasi yang sebelumnya telah diekuilibrasi di dalam inkubator CO2 5%,
temperatur 38 °C dan dikultur selama 22-24 jam (Margawati et al., 2000).

Sebelum dilakukan fertilisasi, sperma beku X atau Y sapi PO yang telah dipisahkan
dengan menggunakan kolom BSA 5-10% (Kaiin et al., 2003) di-thawing dan masing-masing
diperiksa motilitasnya. Motilitas sperma ≥ 40% digunakan untuk memfertilisasi oosit secara in
vitro. Sperma X atau Y yang telah di-thawing kemudian dimasukkan ke dalam tabung
sentrifugasi, ditambah media semen washing solution (SWS) yang terdiri atas media Brackett
Oliphant (BO) yang mengandung kafein dan heparin, kemudian sperma disentrifugasi dengan
kecepatan 1800 rpm selama 5 menit pada temperatur 27°C. Supernatan dibuang, kemudian
endapan sperma (0,5 ml) ditambah dengan media semen dilution solution (SDS, yang terdiri atas
media BO dan BSA 20 mg/ ml) sampai konsentrasi 1 x 106 / ml. Spot berisi 100 μl SDS berisi
sperma X atau Y dibuat di dalam cawan petri, kemudian ditutup dengan mineral oil dan
diinkubasi untuk kapasitasi sperma selama 1 jam. Setelah itu dilakukan pencucian oosit yang
telah dimaturasi dengan menggunakan media oocyte washing solution (OWS, yang terdiri atas
media BO dan BSA 10 mg/ml). Oosit yang telah dicuci kemudian ditempatkan ke dalam spot
SDS + sperma (10 oosit/ spot) dan dikultur selama 6-7 jam dalam inkubator CO2.

Oosit yang difertilisasi kemudian dicuci dengan media kultur CR1aa + 5% FCS sambil
dihilangkan sel-sel kumulusnya dengan menggunakan pipet. Zigot kemudian dimasukkan ke
dalam spot media kultur yang kemudian dimasukkan ke dalam inkubator CO2 5%, temperatur
38°C. Pengamatan perkembangan embrio dari tahap 2 sel sampai morula/blastosis dilakukan
setiap 24 jam selama 6-7 hari.

d) Pembekuan Embrio
Embrio yang mencapai tahap morula atau blastosis dalam kultur in vitro kemudian dicuci
dalam media DPBS mengandung 20% FCS, kemudian dipindahkan berturut-turut ke dalam
media yang mengandung gliserol 3,3%; 6,7% sampai 10% masing-masing selama 10 menit.
Embrio dan gliserol dalam volume sesedikit mungkin kemudian dimasukkan ke dalam straw
bersama dengan kolom-kolom media berisi sukrosa yang berfungsi sebagai media pencuci
gliserol pada saat thawing. Setelah itu, straw yang berisi embrio tersebut dibekukan dengan
menggunakan mesin programmable freezer ET-1 (FHK) dengan penurunan temperatur secara
bertahap 1oC/menit. Selanjutnya pada saat mencapai temperatur - 30oC, straw dimasukkan dan
disimpan dalam tangki nitrogen cair (temperatur -196oC).

e) Program Transfer Embrio

Seleksi induk sapi yang akan digunakan sebagai ternak resipien dilakukan dengan
memeriksa keadaan alat reproduksinya. Sapi dengan kondisi reproduksi yang memenuhi syarat
digunakan sebagai ternak resipien.

Setelah itu sapi diprogram dan disinkronisasi berahinya dengan penyuntikan PGF2α
(Prosolvin, Intervet) dengan dosis 2 ml/ ekor secara intra muskular. Transfer embrio
menggunakan embrio beku hasil FIV dengan sperma hasil pemisahan dilakukan pada hari ke 6
setelah berahi pada induk resipien sapi Bali di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara dan
resipien sapi FH di kandang ternak Puslit Bioteknologi LIPI di Cibinong. Straw embrio beku di-
thawing dalam air hangat 37° C kemudian langsung ditransfer ke induk resipien dengan
menggunakan gun transfer.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fertilisasi InVitro merupakan suatu upaya peningkatan produksi didalam menyelamatkan


bibit unggul melalui suatu teknik pembuahan dimana sel ovum dibuahi diluar tubuh. Proses
Fertilisasi In Vitro yaitu Sel telur yang belum matang (oosit) diambil dari ternak hidup atau
ovarium berasal dari ternak betina yang baru dipotong. Oosit tersebut kemudian dimatangkan
dan dibuahi di laboratorium, dan dikultur sampai pada tahap tertentu dan selanjutnya ditransfer
ke ternak resipien atau dibekukan untuk ditansfer kemudian. Proses ini dikenal sebagai
pematangan in vitro atau fertilisasi buatan atau dikenal sebagai IVM / IVF (In Vitro Maturation/
In Vitro Fertilization). Teknik fertilisasi in vitro yang telah dikenal yaitu: Aspirasi,teknik
sayatan dan teknik injeksi medium.
DAFTAR PUSTAKA

Lubis., A, M. 2000. Pemberdayaan bioteknologi reproduksi Untuk peningkatan mutu genetik


ternak. WARTAZOA Vol. 10 No. 1. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Mohamad, Kusdiantoro dkk. 2005.Vitrifikasi Ovarium Mencit Menggunakan Etilen Glikol Dan
Dmso Sebagai Krioprotektan Dan Viabilitasnya Pasca Autotranplantasi Di Subkapsula
Ginjal.Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Nursyam. 2008. Perkembangan Iptek Di Bidang Reproduksi Ternak Untuk Meningkatkan


Produktivitas Ternak. Fakultas Pertanian Unlam. Banjarbaru.

You might also like