You are on page 1of 34

BAB 1

PENDAHULUAN

Hepatitis berasal dari bahasa Yunani kuno “hepar”, dengan akar kata
“hepat” yang berarti hati (liver), dan akhiran –itis yang berarti peradangan,
sehingga dapat diartikan peradangan hati.1 Hepatitis adalah istilah umum yang
berarti peradangan sel-sel hati, yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri,
parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang
berlebih dan penyakit autoimmune. Hepatitis dapat disebabkan oleh berbagai
macam virus seperti virus hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C
(HCV), hepatitis D (HDV) dan hepatitis E (HEV).1,2
Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia
termasuk Indonesia. Indonesia merupakan Negara dengan endemisitas tinggi
Hepatitis B terbesar kedua di negara South East Asian Region (SEAR) setelah
Myanmar. Virus Hepatitis B (VHB) telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di
dunia, sekitar 240 juta orang diantaranya menjadi pengidap Hepatitis B kronik.
Sebanyak 1,5 juta penduduk meninggal dunia setiap tahunnya karena Hepatitis. 3
Menurut Rinkesdas 2013, prevalensi hepatitis 1,2% dari penduduk di Indonesia,
dimana 1-5% merupakan ibu hamil dengan virus hepatitis B.4
Penularan infeksi VHB dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu penularan
horizontal dan vertikal. Penularan horizontal VHB dapat terjadi melalui berbagai
cara yaitu penularan perkutan, melalui selaput lendir atau mukosa.5
Mother-to-child-transmission (MTCT) terjadi dari seorang ibu hamil yang
menderita hepatitis B akut atau pengidap persisten HBV kepada bayi yang
dikandungnya atau dilahirkannya. Penularan HBV vertikal dapat dibagi menjadi
penularan HBV in-utero, penularan perinatal dan penularan post natal. Penularan
HBV in-utero ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, karena salah satu
fungsi dari plasenta adalah proteksi terhadap bakteri atau virus. Bayi dikatakan
mengalami infeksi in-utero jika dalam 1 bulan postpartum sudah menunjukkan
HbsAg positif. 5,6

1
Penularan perinatal adalah penularan yang terjadi pada saat persalinan.
Sebagian besar ibu dengan HbeAg positif akan menularkan infeksi HBV vertikal
kepada bayi yang dilahirkannya sedangkan ibu yang antiHbe positif tidak akan
menularkannya. Penularan post natal terjadi setelah bayi lahir misalnya melalui
ASI yang diduga tercemar oleh HBV lewat luka kecil dalam mulut bayi. Pada
kasus persalinan lama cenderung meningkatkan penularan vertikal (lebih dari 9
jam).7
Kehamilan tidak akan memperberat infeksi virus, akan tetapi jika terjadi
infeksi akut bisa mengakibatkan hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan
mortalitas tinggi pada ibu dan bayi. Jika penularan virus hepatitis B dapat dicegah
berarti mencegah terjadinya kanker hati secara primer yang dipengaruhi titer DNA
virus hepatitis B tinggi pada ibu (semakin tinggi kemungkinan bayi akan tertular).
Infeksi akut terjadi pada kehamilan trisemester ketiga, persalinan lama dan mutasi
virus hepatitis B.7

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatitis B
2.1.1 Definisi
Istilah “Hepatitis” dipakai untuk semua jenis peradangan pada sel-sel hati,
yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan, konsumsi
alkohol, lemak yang berlebih dan penyakit autoimun. Ada 5 jenis Hepatitis virus,
yaitu Hepatitis A, B, C, D, dan E. Hepatitis B merupakan peradangan pada sel-sel
hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). Infeksi HBV dapat berupa
infeksi akut atau kronik. Infeksi akut biasanya merupakan self-limiting disease
yang ditandai dengan adanya inflamasi akut dan nekrosis hepatoseluler.
Sedangkan infeksi kronik didefinisikan sebagai infeksi HBV yang persisten,
ditandai dengan dijumpainya hepatitis B surface antigen (HbsAg) di dalam darah
atau serum dalam waktu lebih dari 6 bulan, dengan atau tidak berhubungan
terhadap replikasi aktif virus dan bukti adanya inflamasi dan kerusakan
hepatoseluler.8,9

2.1.2 Etiologi
Penyebab hepatitis B adalah virus Hepatitis B dari golongan virus DNA.
Masa inkubasiya 60-90 hari. Penularan HBV kebanyakan melalui paparan darah
dan cairan tubuh yang terinfeksi terhadap kulit dan mukosa tubuh, termasuk
saliva, menstrual, sekret vagina dan semen. Penularan infeksi HBV dapat berupa
penularan secara vertikal dan horizontal. 95% penularan secara vertikal terjadi
pada masa perinatal dan 5% intra uterina. Sedangkan penularan secara horizontal
dapat dijumpai melalui transfusi darah, jarum suntik yang tercemar, pisau cukur,
tato, transplantasi organ, dan lain-lain.8,9

2.1.3 Diagnosis9,10
1. Anamnesis
Berbagai macam manifestasi kutaneus dari penyakit hepatitis B dapat
dijumpai pada awal infeksi, termasuk gatal-gatal dan ruam makulopapular. Lesi

3
yang beragam ini bersifat episodik, teraba dan kadang-kadang gatal. Perubahan
warna pada kulit dapat dijumpai setelah masa resolusi dari eksantem terutama
pada ekstremitas inferior.

a. Gejala klinis pada fase akut


Periode inkubasi pada infeksi akut HBV adalah 1-6 bulan. Hepatitis anikterik
merupakan bentuk predominan dari fase ini. Kebanyakan penderita asimtomatik
tetapi penderita dengan gejala anikterik lebih berisiko mengalami infeksi kronik
HBV. Sedangkan hepatitis dengan ikterus memiliki periode prodromal. Gejala
konstitusi yang dapat dijumpai berupa anoreksia, nausea, vomitus, demam yang
tidak terlalu tinggi, mialgia, fatigue, kelainan pengecapan dan nyeri pada abdomen
kuadran kanan atas dan nyeri epigastrik.

b. Gejala klinis pada fase kronik


Penderita dengan infeksi kronik HBV dapat berupa immune tolerant atau
merupakan penderita dengan infeksi kronik inaktif tanpa ada bukti infeksi aktif,
penderita ini juga asimtomatik. Penderita dengan infeksi kronik aktif, terutama
dalam masa replikasi dapat mengeluhkan gejala berupa gejala yang serupa pada
infeksi fase akut, fatigue, anoreksia, nausea dan rasa tidak nyaman atau nyeri pada
abdomen kuadran atas. Jika progresif dapat dijumpai gejala hepatik
dekompensata, hepatik ensefalopati, somnolens, gangguan siklus tidur, mental
konfusi, koma, asites, perdarahan gastrointestinal dan koagulopati.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hepatitis fase akut biasanya dijumpai demam yang
tidak terlalu tinggi, jaundice, hepatomegali, splenomegali, palmar eritema dan
spider nevi. Begitu pula pada fase kronik dapat dijumpai hepatomegali,
splenomegali, muscle wasting, palmar eritema, asites, jaundice, ginekomasti,
caput medusae, dan lain-lain.

3. Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi laboratorium yang dapat dilakukan pada penyakit hepatitis B
dapat berupa pemeriksaan enzim hati, yaitu pemeriksaan kadar alanine

4
aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST), alkaline
phosphatase (ALP) dan gamma-glutamyl transpeptidase (GGT), termasuk juga
pemeriksaan fungsi hati yaitu pemeriksaan kadar bilirubin total dan bilirubin
direk, albumin, dan pengukuran international normalized ratio (INR).
Tes serologi HbsAg dan hepatitis B core antibody (anti-HBc)
immunoglobulin M (IgM) dibutuhkan untuk mendiagnosa HBV akut. Meskipun
HbsAg akan dijumpai pada fase akut dan fase kronik. Dijumpainya HbsAg dan
total anti-HBc dengan IgM anti-HBc yang negatif mengindikasi adanya infeksi
HBV kronik. Tidak dijumpai IgM anti-HBc dan adanya HbsAg yang persisten
selama 6 bulan merupakan tanda infeksi HBV kronik. Sedangkan dijumpainya
anti-HBc sendiri dapat mengindikasikan adanya infeksi akut, kronik, sembuh,
ataupun hasil false-positive.

Untuk menilai kadar infektifitas penderita, diperlukan pemeriksaan HBV-


DNA dan dijumpainya hepatitis B e antigen (HbeAg) perlu ditentukan. Indikasi
dalam menentukan replikasi aktif pada penderita yang paling baik adalah
pemeriksaan HBV-DNA. Hasil yang positif tidak hanya menentukan aktif nya
hepatitis tapi juga dapat menunjukkan penyakit lebih infeksius saat virus juga
aktif bereplikasi. Pemeriksaan HBV-DNA juga dianjurkan untuk suspek HBV
(anti-HBc positif dan anti-HBs, HbsAg negatif) atau dalam kasus dimana semua
tes serologi negatif.

2.2 Hepatitis B dalam Kehamilan11


Resiko transmisi HBV perinatal sangat tinggi dalam kehamilan dan
persalinan, oleh karena paparan terhadap sekret vagina dan darah Ibu. Transmisi
intra uterin, meskipun jarang, dapat juga terjadi, contohnya pada situasi kehamilan
prematur terancam, placental abruption, atau prosedur invasif. Prediktor utama
transmisi perinatal adalah viral load Ibu. Tidak adanya profilaksis pasca paparan,
Ibu dengan HbeAg positif mempunyai 70%-90% risiko menularkan daripada Ibu
dengan HbeAg negatif. HBV viral load >180 IU/ml berkorelasi dengan
peningkatan risiko transmisi intra uterin, dan memiliki peran penting dalam
kegagalan imunoprofilaksis, dengan rentang kegagalan hingga 10%.

5
Kehamilan dengan viral load yang tinggi berisiko tinggi menggagalkan
profilaksis pasca paparan dengan studi konfirmasi tentang hubungan linear antara
transmisi vertikal dan viral load. Studi tersebut mendemonstrasikan keefektifan
penggunan terapi antiviral pada kehamilan trimester akhir untuk menurunkan
viral load dan tranmisi hepatitis B dari Ibu ke anak. Percobaan oleh Pan et al pada
Ibu dengan viral load >200.000 IU/ml dan menggunakan Tenofovir 300 mg/hari
dari kehamilan 30-32 minggu sampai 4 minggu post natal menunjukkan viral load
< 200.000 IU/ml pada 68% Ibu saat persalinan. Kemudian, kebanyakan cara
persalinan yang dipilih pada Ibu dengan hepatitis B dalam kehamilan adalah
seksio sesarea elektif yang dikatakan merupakan sarana untuk mengurangi
penularan dari Ibu ke anak, namun cara ini belum terbukti mempengaruhi tingkat
transmisi perinatal pada kebanyakan penelitian.

2.3 Manajemen Post Partum pada Bayi Hepatitis B11


Imunisasi aktif memerlukan vaksinasi berulang selama berbulan-bulan
untuk respon antibodi yang efektif. Imunoglobulin, disisi lain tampaknya efektif
dan protektif selama beberapa bulan, setelah itu berkurang. Jelas bahwa
imunoprofilaksis yang diberikan segera setelah bayi baru lahir secara signifikan
mengurangi kejadian transmisi HBV perinatal. Kemudian, pemberian HBIG dan
vaksin mengurangi sebanyak 0,08 kejadian hepatitis B.
Rekomendasi di Australia, bayi yang lahir dari Ibu dengan HbsAg positif
harus diberikan imunisasi pasif dengan HBIG saat lahir (disarankan dalam 12 jam
pasca lahir dan paling lama dalam 48 jam). Kemudian disarankan untuk melaukan
pemeriksaan anti-HBs dan HbsAg pada 3-12 bulan setelah menyelesaikan proses
vaksin primer. Rekomendasi di New Zealand, bayi yang lahir dari Ibu dengan
HbsAg positif harus diberikan HBIG dalam 12 jam dan disarankan untuk
melakukan pemeriksaan serologi pada usia 5 bulan.
Setelah pemberian imunoprofilaksis yang tepat, proses menyusui oleh Ibu
dengan HbsAg positif tidak menunjukkan meningkatnya kejadian transmisi
perinatal. Menyusui bukan merupakan kontraindikasi pada wanita dengan HBV
yang menggunakan Tenefovir.

6
2.4 Kontrasepsi

2.4.1 Defenisi Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.


Usaha itu dapat bersifat sementara dan dapat juga bersifat permanen. Sampai saat
ini cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut: (1) dapat dipercaya; (2) tidak menimbulkan efek
yang mengganggu kesehatan; (3) daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan;
(4) tidak menimbulkan gangguan sewaktu koitus; (5) tidak memerlukan motivasi
terus-menerus; (6) mudah menggunakannya; (7) murah sehingga dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakatnya.12

2.4.2 Metode Kontrasepsi

A.Metode sederhana

Sanggama Terputus

Cara ini mungkin merupakan cara kontrasepsi yang tertua yang dikenal
oleh manusia, dan mungkin masih merupakan cara yang banyak dilakukan sampai
sekarang. Sanggama terputus ialah penarikan penis dari vagina sebelum terjadinya
ejakulasi. Hal ini berdasarkan kenyataan, bahwa akan terjadinya ejakulasi disadari
sebelumnya oleh bagian terbesar pria, dan setelah itu masih ada waktu kira-kira 1
detik sebelum ejakulasi terjadi. Waktu yang singkat ini dapat digunakan untuk
menarik penis keluar dari vagina.12

Keuntungannya, cara ini tidak membutuhkan biaya, alat – alat maupun


persiapan, akan tetapi kekurangannya bahwa untuk mensukseskan cara ini
dibutuhkan pengendalian diri yang besar dari pihak pria. Beberapa pria karena
faktor jasmani emosional tidak dapat menggunakan cara ini. Selanjutnya,
penggunaan cara ini dapat menimbulkan neurasteni.Kegagalan dengan cara ini
dapat disebabkan oleh:

a) Adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi yang mengandung sperma.

7
b) Terlambatnya pengeluaran penis dari vagina.

c) Pengeluaran semen dekat vulva dapat menyebabkan kehamilan.12

Pantang Berkala

Prinsip metode pantang berkala ini adalah tidak melakukan sanggama pada
masa subur yaitu pertengahan siklus haid atau ditandai dengan keluarnya lendir
encer dari liang vagina. Untuk menghitung masa subur digunakan rumus siklus
terpanjang dikurangi 11 hari dan siklus terpendek dikurangi 18 hari. Dua angka
yang diperoleh merupakan range masa subur. Dalam jangka waktu subur tersebut
harus pantang sanggama, dan diluarnya merupakan massa aman. Sebagai contoh
jika seorang wanita mempunyai siklus haid dari hari ke 28 sampai ke 36, maka
perhitungannya adalah 28-18 = 10, dan 36- 11 = 25. hari ke 10 hingga hari ke 25
daur haid, sehingga masa aman adalah hari pertama sampai hari ke 0 daur haid.13

Metode ini tanpa efek samping, gratis, tidak menggunakan bahan kimia,
dapat digunakan oleh semua wanita baik tua maupun muda. Bagi wanita, cara ini
sangat sulit dilaksanakan karena sukar menentukan saat ovulasi yang tepat
terlebih lagi hanya sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur.12

Kondom

Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang terbuat dari berbagai
bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produk hewani)
yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual.Kondom sudah digunakan di
Mesir sejak tahun 1350 sebelum Masehi. Pada abad ke 18 diberi nama “ kondom
“ yang pada waktu itu digunakan dengan tujuan mencegah penularan penyakit
kelamin. Kondom menghalangi masuknya sperma ke dalam vagina sehingga
pembuahan dapat dicegah.12

Jenis-jenis kondom yang sekarang tersedia beragam tipe :

1) Sebagian besar kondom terbuat dari karet lateks halus dan berbentuk
silinder bulat (garis tengah sekitar 3,0 – 3,5 cm, panjang 15 – 20 cm, tebal 0,03 –
0,08 mm) dengan satu ujung buntu yang polos atau berpentil dan tepi bulat di

8
ujungnya yang terbuka. Kondom dikemas secara individual, digulung sampai ke
tepi, dan disegel secara kedap udara dalam kertas timah impermeabel. Apabila
kemasan terbuka atau robek, maka kondom di dalamnya cepat rusak.

2) Selama bertahun-tahun hanya tersedia satu ukuran tetapi sekarang diketahui


adanya kebutuhan untuk kondom berukuran lebih besar dan lebih kecil dan
keduanya saat ini sudah tersedia.

3) Sebagai usaha untuk meningkatkan akseptabilitas, juga diperkenalkan variasi


yang berpelumas, mengandung spermisida, berwarna, memiliki rasa, beraroma,
dan bertekstur.

4) Tersedia kondom alergi, yang terbuat dari karet lateks dengan rendah residu
dan tidak dipralubrikasi, bagi mereka yang mengalami hipersensitivitas.

5) Kondom yang lebih tebal dan melebihi Standar Inggris dipasarkan terutama
untuk hubungan intim per–anus pada pria homoseks untuk memberikan
perlindungan tambahan terhadap infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Cara Kerja Kondom seperti semua metode barier lainnya, kondom mencegah
spermatozoa mencapai saluran genital atas wanita.14

Keunggulan Kondom:
1) Efektif apabila digunakan secara benar dan konsisten.
2) Tersedia luas, murah, dan sering diberikan secara gratis.
3) Tidak ada persyaratan untuk berkonsultasi dengan petugas kesehatan.
4) Tingkat proteksi yang sangat tinggi terhadap Infeksi Menular Seksual,
termasuk infeksi HIV. Pada uji in vitro, kondom lateks yang utuh tidak dapat
ditembus oleh organnisme yang ditularkan melalui hubungan seks termasuk virus.
5) Perlindungan terhadap karsinoma dan penyakit pramaligna serviks.
6) Peningkatan kemampuan seksual pada sebagian pasien dengan ejakulasi dini.14
Kekurangan Kondom :
1) Penampilan tidak menarik

9
2) Sensasi kenikmatan berkurang sewaktu berhubungan intim, terutama transmisi
kehangatan tubuh.
3) Perlu dipasang sebelum koitus dan segera dibuang sesudahnya, yang bagi
sebagian pasangan dianggap mengganggu aktivitas seksual.
4) Kesulitan ereksi dapat bertambah, walaupun sebagian pria yang sudah lanjut
usia mendapati bahwa pemakian kondom membantu mempertahankan ereksi
mereka.14
Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia yang di gunakan untuk menonaktifkan


atau membunuh sperma.Spermisida menyebabkan sel membran sperma terpecah,
memperlambat pergerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembunuhan sel
telur. Spermisida dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal atau krim.
Metode ini tidak mengganggu produksi air susu ibu (ASI), mudah digunakan dan
tidak memerlukan pemeriksaan kesehatan khusus.Perlu ditekankan bahwa
pemakaian spermisida sebagai tindakan kontraseptif tunggal tidak dianjurkan dan
peran utama zat ini adalah meningkatkan efek kontraseptif dari metode barier
yang lain.12

Jenis-jenis spermisida :
1) Krim dan jeli
Pada bentuk krim, bahan kimia dimasukkan ke dalam suatu bahan dasar sabun
stearat, sedangkan pada bentuk jeli dimasukkan ke dalam bahan dasar yang larut
air. Kedua bentuk ini mencair pada suhu tubuh dan cepat menyebar ke seluruh
vagina.
2) Pesarium vagina
Bahan dasar terdiri dari gelatin, gliserin, tau lilin. Pesarium dikemas dalam kertas
timah dan mudah digunakan. Karena cepat menyebar ke seluruh vagina, bentuk
ini mungkin kurang efektif dibandingkan dengan krim atau jeli tetapi para wanita
sering mendapati presarium ini lebih nyaman.
3) Tisu spermisida

10
Tisu spermisida ini berupa sejenis lembaran segi empat semi transparan larut air
yang cepat larut di vagina untuk membebaskan nonoksinol-9.15
Cara kerja spermisida :
Kerja spermisida bersifat ganda:
1) Bahan dasar preparat secara fisik menghambat pergerakan sperma.
2) Bahan kimia aktif mematikan sperma tanpa merusak jaringan tubuh yang lain.14
Keuntungan :
1) Memberi tambahan pelumas apabila ada masalah kekeringan vagina.
2) Mudah diperoleh tanpa resep.
3) Tidak ada bukti toksisitas topikal vagina dan penyerapan sistemik, kalaupun
ada, sangat terbatas.14
Kekurangan spermisida :
1) Angka kegagalan terlalu tinggi apabila digunakan tersendiri.
2) Pesarium tidak cocok untuk negara tropis karena dapat meleleh. Namun
pesarium yang meleleh akan kembali memadat di dalam kemasannya apabila
didinginkan, serta masih mempertahankan aktivitasnya.
3) Kadang-kadang menimbulkan keluhan bau tidak sedap, rasa menyengat, atau
rasa tidak nyaman di vagina.
4) Pemakaian spermisida yang melebihi dosis normal dapat menyebabkan iritasi
dan ulserasi mukosa vagina dan efek ini tampaknya berkaitan dengan dosis. Epitel
vagina yang rusak dapat mempermudah masuknya organisme yang ditularkan
melalui hubungan intim misalnya HIV.
5) Kurang efektif dalam penggunaanya karena harus menunggu waktu 10 – 15
menit setelah pemakaian sebelum melakukan hubungan seksual dan efektivitas
pemakaian hanya 1-2 jam saja.14

Efek samping spermisida:

1) Alergi (pada salah satu pasangan).

11
2) Busa aerosol jangan digunakan bersama diafragma, karena apabila terbentuk
tekanan di vagina maka diafragma dapat terlepas.14

B.Metode Modren

Pil kombinasi

Pil kombinasi merupakan pil kontrasepsi yang sampai saat ini dianggap
paling efektif. Selain mencegah terjadinya ovulasi, pil juga mempunyai efek lain
terhadap traktus genitalis, seperti menimbulkan perubahan-perubahan pada lendir
serviks, sehingga menjadi kurang banyak dan kental, yang mengakibatkan sperma
tidak dapat memasuki kavum uteri. Juga terjadi perubahan-perubahan pada
motilitas tuba fallopi dan uterus.

Dewasa ini terdapat banyak macam pil kombinasi, tergantung dari jenis
dan dosis estrogen serta jenis progesteron yang dipakai. Pil kombinasi ada yang
berisi 21 atau 22 pil dan ada yang berisi 28 pil dalam satu bungkus. Pil kombinasi
yang berisi 21 atau 22 pil dalam satu bungkus, diminum mulai hari kelima haid
satu pil setiap hari sampai habis. Pil dalam bungkus kedua diminum 7 hari setelah
pil dalam bungkus pertama habis. Pil kombinasi yang berisi 28 pil diminum setiap
malam secara terus-menerus. Tidak semua wanita dapat menggunakan pil
kombinasi.12

Wanita yang mempunyai masalah kesehatan sebagai berikut sebaiknya


tidak menggunakan pil kombinasi:

a) Menderita hepatitis atau penyakit kuning.

b) Menderita gejala stroke atau penyakit jantung.

c) Mempunyai masalah pembekuan darah.

d) Merokok dan umur lebih dari 35 tahun karena akan mempunyai resiko
serangan jantung atau pecah pembuluh darah otak.

e) Menderita diabetes atau epilepsi.16

Efek samping pil kombinasi:

12
Hormon-hormon dalam pil harus cukup kuat untuk dapat mengubah proses
biologik, sehingga ovulasi tidak terjadi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
kadang-kadang timbul efek sampingan.Efek tersebut pada umumnya ditemukan
pada pil kombinasi dengan kelebihan estrogen atau pada pil dengan kelebihan
progesteron.12

Efek-efek sampingan yang masih dapat dianggap ringan ialah sebagai


berikut:

1) Efek karena kelebihan estrogen

Efek-efek yang sering terdapat ialah rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri
pada mamma, flour albus. Rasa mual kadang-kadang disertai muntah, diare, dan
rasa perut kembung.

2) Efek karena kelebihan progesteron

Progesteron dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak


teratur, bertambahnya nafsu makan disertai bertambah berat badan,

akne, alopesia, kadang-kadang mamma mengecil, fluor albus, hipomenorea.

3) Efek sampingan yang berat

Bahaya yang dikuatirkan dengan pil ialah trombo-emboli, termasuk


tromboflebitis, emboli paru-paru, dan trombosis otak.12

Mini Pil

Mini pil tidak mengandung estrogen dan hanya mengandung progestin


saja, sehingga mini pil ini lebih aman bagi wanita yang tidak cocok menggunakan
pil kombinasi. Mini pil ini bagi ibu yang sedang menyusui karena tidak
mengandung zat yang menyebabkan pengurangan produksi ASI, dan digunakan
mulai hari ini pertama sampai hari kelima masa haid.12

Mini pil tidak mengganggu hubungan seksual, tidak mempengaruhi


produksi ASI, nyaman dan mudah digunakan, mengurangi nyeri haid, dan
kesuburan cepat kembali. Sedangkan kekurangannya adalah mengalami gangguan

13
haid, peningkatan atau penurunan berat badan, resiko kehamilan ektopik cukup
tinggi dan apabila lupa satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar.17

Wanita yang tidak boleh menggunakan mini pil adalah mereka yang
termasuk ke dalam:

a) Hamil atau diduga hamil.

b) Mengalami perdarahan pervaginaan yang belum jelas penyebabnya.

c) Menderita kanker payudara atau mempunyai riwayat kanker payudara.

d) Menderita mioma uterus karena progestin memicu pertumbuhan mioma uterus.

e) Mempunyai riwayat stroke karena progestin menyebabkan spasme pembuluh


darah.

f) Mempunyai riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis yang


berumur di atas 20 tahun.

g) Menderita kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau


migrain.16

Suntikan Progestin

Suntikan progestin seperti Depo-Provera dan Noris-Terat mengandung


hormon progestin saja. Suntikan ini sangat baik bagi wanita yang menyusui dan
suntikan di berikan setiap dua bulan atau tiga bulan sekali.Suntikan ini
mengentalkan lendir serviks dan menurunkan kemampuan penetrasi sperma,
menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi sehingga menghambat
transportasi gamet oleh tuba. Penyuntikan harus dilakukan secara teratur sesuai
jadwal yang telah ditentukan.12

Suntikan ini sangat efektif dalam mencegah kehamilan dalam jangka


panjang, tidak mengganggu hubungan seksual, tidak mengandung estrogen
sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangggu
pembekuan darah. Efek samping yang ditimbulkannya adalah perdarahan yang

14
tidak teratur atau bercak-bercak darah, berat badan meningkat, dan pada
penggunaan jangka panjang dapat menurunkan kepadatan tulang (densitas),
kekeringan pada vagina, menurunkan libio dan sakit kepala.12

Wanita yang tidak boleh menggunakan suntikan ini adalah mereka yang
hamil, mengalami perdarahan pervaginaan, menderita kanker payudara atau
riwayat kanker payudara dan yang menderita diabetes mellitus disertai
komplikasi.12

Implant / Susuk

Implant merupakan salah satu alat kontrasepsi yang dipasang dibawah


kulit di lengan kiri penggunanya. Metode ini dapat dipakai oleh semua wanita
dalam usia reproduksi dan aman dipakai pada masa menyusui. Pemasangan dan
pencabutan kembali metode ini hanya dapat dilakukan oleh petugas kesehatan
yang terlatih. Metode ini membuat lendir serviks menjadi kental, mengganggu
proses pembentukan endometrium, mengurangi transportasi sperma sehingga
menekan ovulasi.12

Sesuai dengan perkembangannya, implant terdiri atas tiga jenis yaitu.

a) Norplant, terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang

3,4 cm, diameter 2,4 mm, dan diisi dengan 36 mg Levonogestrel. Jenis norplant
ini efektif untuk penggunaan selama 5 tahun.

b) Implanon, terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm,
diameter 2 mm yang diisi dengan 68 mg 3-keto-desogestel dan lama kerjanya 3
tahun.

c) Jadena dan indoplant, terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg


Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.

Implant efektif dalam menunda kehamilan jangka panjang (5 tahun), bebas


dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu hubungan seksual, tidak mengganggu
produksi ASI dan dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Waktu yang

15
paling baik untuk pemasangan implant adalah sewaktu haid berlangsung atau
masa pra-ovulasi dari masa haid. Efek samping yang ditimbulkannya adalah nyeri
kepala, peningkatan atau penurunan berat badan, nyeri payudara, mual, pening,
mengalami gangguan haid (terjadinya spotting. Perdarahan haid memanjang atau
lebih sering berdarah).12

Wanita yang tidak boleh menggunakan implant adalah wanita hamil atau
disangka hamil, penderita panyakit hati, kanker payudara, diabetes mellitus,
kelainan kardiovaskular dan wanita yang mempunyai riwayat kehamilan
ektopik.12

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

AKDR adalah cara pencegahan kehamilan yang sangat efektif, aman, dan
reversibel bagi wanita tertentu, terutama yang tidak terjangkit Sindroma Prahaid
(PMS) dan sudah pernah melahirkan. Setelah dirahim, AKDR akan mencegah
sperma pria bertemu dengan sel telur wanita. Pemakaian AKDR dapat sampai 10
tahun (tergantung kepada jenisnya) dan dapat dipakai oleh semua wanita umur
reproduksi.12,18

Pemasangan AKDR sebaiknya dilakukan pada masa haid, untuk


mengurangi rasa sakit dan memudahkan insersi melalui kanalis servik alis. Segera
setelah pemasangan AKDR, rasa nyeri atau kejang di perut dapat terjadi.Biasanya
rasa nyeri ini dapat berangsur – angsur hilang dengan sedirinya.Rasa nyeri dapat
dikurangi atau dihilangkan dengan pemberian analgetika. Jika keluhan
berlangsung terus, sebaiknya AKDR dikeluarkan dan diganti dengan AKDR yang
mempunyai ukuran yang lebih kecil. Sebagai alat kontrasepsi AKDR mempunyai
efektivitas yang tinggi dan merupakan metode jangka panjang, tidak mengganggu
hubungan seksual, tidak mempengaruhi produksi ASI, dapat dipasang segera
setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi), dapat
digunakan setelah menopause, tidak ada interaksi dengan obat-obat dan
membantu mencegah kehamilan ektopik. Efek samping yang ditimbulkannya

16
adalah perubahan siklus haid, haid menjadi lebih banyak dan lama, adanya
perdarahan berat saat haid sehingga memungkinkan menyebabkan anemia.12

Cara Pemasangan AKDR:

Setelah kandung kencing dikosongkan, akseptor dibaringkan di atas meja


ginekologik dalam posisi litotomi. Kemudian, dilakukan pemeriksaan bimanual
untuk mengetahui letak, bentuk, dan besar uterus. Spekulum dimasukkan ke
dalam vagina, dan serviks uteri dibersihkan dengan larutan antiseptik (sol betadine
atau tingtura jodii). Sekarang dengan cunam serviks di jepit bibir depan porsio
uteri, dan dimasukkan sonde kedalam uterus untuk menentukan arah poros dan
panjangnya kanalis servikalis serta kavum uteri. AKDR dimasukkan ke dalam
uterus melalui ostium uteri eksternum sambil mengadakan tarikan ringan pada
cunam serviks.15

Tabung penyalur digerakkan didalam uterus, sesuai dengan arah poros


kavum uteri sampai tercapai ujung atas kavum uteri yang telah ditentukan lebih
dahulu dengan sonde uterus. Selanjutnya, sambil mengeluarkan tabung penyalur
perlahan-lahan, pendorong (plunger) menahan AKDR dalam posisinya. Setelah
tabung penyalur keluar dari uterus, pendorong juga dikeluarkan, cunam
dilepaskan, benang AKDR digunting sehingga 2½ - 3 cm keluar dari ostium uteri,
dan akhirnya spekulum diangkat.22

Efek samping AKDR.

a) Perdarahan
Umumnya setelah pemasangan AKDR, terjadi perdarahan sedikit–sedikit yang
cepat berhenti. Kalau pemasangan dilakukan sewaktu haid, perdarahan yang
sedikit-sedikit ini tidak akan diketahui oleh akseptor. Jika terjadi perdarahan
banyak yang tidak dapat diatasi, sebaiknya AKDR dikeluarkan dan diganti dengan
AKDR yang berukuran kecil.
b) Rasa nyeri dan kejang di perut

17
Rasa nyeri atau kejang di perut dapat terjadi segera setelah pemasangan AKDR,
biasanya rasa nyeri ini berangsur-angsur hilang dengan sendirinya. Rasa nyeri
dapat dikurangi atau dihilangkan dengan jalan memberi analgetika.
c) Ketidakteraturan menstruasi
Selama beberapa bulan pertama dapat terjadi bercak darah atau perdarahn antara
menstruasi, tetapi hal ini berkurang seiring dengan waktu. Bercak darah pra dan
pascamenstruasi yang berlangsung 2 sampai 3 hari juga sering terjadi.22
Menurut Leveno terdapat beberapa keuntungan penggunaan AKDR seperti
progesteron dan AKDR yang mengandung levonogestrel mengurangi darah haid
dan dapat digunakan untuk mengobati menoragia. Selain itu, berkurangnya
pengeluaran darah sering disertai oleh berkurangnya disminore. Wanita yang
mempunyai kontraindikasi terhadap kontrasepsi oral kombinasi dan norplant
sering dapat menggunakan kontrasepsi ini. Setelah penghentian penggunaan,
kesuburan tidak berkurang.23
Kerugian pemakaian AKDR
1. Pola perdarahan menstruasi
2. Infeksi
3. Ekspulsi
4. Perforasi.12
Kontrasepsi Mantap 17,18

. Tubektomi

Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan


fertilitas/kesuburan seorang perempuan. Sangat efektif dan permanen, tindakan
pembedahan yang aman dan sederhana, tidak ada efek samping, konseling dan
informed consent(persetujuan tindakan) mutlak diperlukan. Keuntungan
tubektomi ialah motivasi hanya satu kali saja sehingga tidak diperlukan motivasi
yang berulang-ulang, efektifitas hampir 100%, tidak mempengaruhi libido
seksualis, kegagalan dari pihak pasien tidak ada. Metode dengan operasi dewasa
ini dijalankan atas dasar sukarela dalam rangka keluarga berencana. Kerugiannya

18
adalah bahwa tindakan ini dapat dianggap bersifat tidak reversible, walaupun
sekarang ada kemungkinan untuk membuka tuba kembali pada mereka yang
aklhirnya masih menginginkan anak lagi dengan rekanalisasi. Oleh karena itu
penutupan tuba hanya dapat dikerjakan pada nereka yang memenuhi syarat-syarat
tertentu.Dilakukan pada wanita yang memenuhi syarat-syarat berikut:

1. umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup

2. umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak hidup

3. umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup.

Tindakan yang dilakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai


tuba falopii terdiri atas pembedahan transabdominal seperti: laparotomi, mini
laparotomi, laparoskopi; dan pembedahan tranvaginal, seperti kolpotomi posterior,
kuldoskopi; serta pembedhan transervika (trans-uterin), seperti penutupan lumen
tuba histeroskopik. Mekanisme kerja : mengoklusi tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan
ovum. Metode tubektomi antara lain :

1. Pomeroy Metode

Pomeroy merupakan cara yang paling sederhana dan paling sering


dilakukan. Bagian tengah tuba dijepit sedemikian rupa sehingga membentuk
lingkaran, kemudian diikat pada bagian pangkalnya dan direseksi di atas ikatan.

19
2.Metode Parkland

Parkland serupa dengan dengan metode Pomeroy, namun masing-masing


ujung tuba diikat tersendiri untuk mencegah rekanalisasi. Kedua tuba dibebaskan
dari mesosalping pada daerah yang avaskular, kemudian diikat pada 2 tempat, dan
selanjutnya segmen tengah tuba direseksi sepanjang 1-2 cm. Gambar Metode
Parkland

3. Madlener Cara Madlener serupa dengan cara Pomeroy, tetapi pangkal


dari loop dijepit (crushed) dengan klem kemudian diligasi tanpa direseksi.

4. Irving Masing-masing tuba diligasi pada 2 tempat menggunakan benang


yang diserap, kemudian dipotong dengan bagian proksimal yang lebih panjang.
Dibuat lubang pada dinding uterus anterior atau posterior dekat utero-tubal
junction kemudian ditanamkan ujung tuba proksimal ke dalam uterus sampai
miometrium kemudian dijahit. Ujung tuba distal ditanamkan ke dalam
mesosalping dan kemudian dijahit.

5. Uchida Bagian serosa tuba dipisahkan dari bagian muskularis tuba


dengan menginjeksikan larutan salin isotonik subserosa. Dilakukan insisi linear
pada balooning serosa, kemudian dipisahkan secara tumpul bagian serosa tuba
dengan bagian muskularis tuba. Bagian muskularis tuba diligasi pada 2 tempat
dengan jarak kurang lebih 5 cm kemudian direseksi. Bagian serosa tuba ditutup
dan dijahit dengan bagian proksimal muskularis tuba di dalamnya, sedangkan
bagian distal muskularis tuba tetap di luar.

6. Kroener (Fimbriektomi) Kedua tuba pada bagian ampula diikat di 2


tempat menggunakan benang silk, kemudian bagian distal ampula beserta seluruh
fimbriae direseksi. Kroener melaporkan tidak ada kegagalan, tetapi peneliti lain
melaporkan tingkat kegagalan 3%. Kegagalan cara ini biasanya disebabkan karena
terdapat bagian jaringan fimbria yang tertinggal, atau terjadi rekanalisasi pada
bagian proksimal tuba.

20
BAB III
STATUS PASIEN

ANAMNESIS PRIBADI

NAMA Ny. R

UMUR 37 Tahun

PARITAS G4P3A0

NO.RM 00.73.95.02

AGAMA Kristen Protestan

PEKERJAAN Ibu Rumah Tangga

ALAMAT Jl. Lumban Tambak KEC PORSEA

TANGGAL MASUK 08 April 2018

ANAMNESIS UMUM

Ny R, 37 tahun, G4P3A0, Batak, Kristen, SMA, Ibu Rumah Tangga menikah


dengan Tn J, 40 tahun, Batak, Kristen, S1, Pegawai Swasta datang ke RSUP Haji
Adam Malik pada tanggal 08 April 2018 pukul 19.00 WIB

Keluhan Utama : Mules-mules mau melahirkan.

Telaah : Hal ini dialami sejak ± 3 hari yang lalu,Riwayat keluar air-
air dari kemaluan tidak dijumpai. Riwayat keluar darah
dari kemaluan pada kehamilan ini tidak dijumpai. Riwayat
nyeri perut tidak dijumpai. BAK dan BAB dijumpai kesan
normal.

RPT : Tidak ada

RPO : Tidak ada

RIWAYAT HAID : HPHT : ? Juli 2017

21
TTP : ? April 2018

ANC : Spesialis kandungan dan Bidan 3x

MENARCHE : 12 tahun

RIWAYAT PERSALINAN :

1. Perempuan, 3000 gr, aterm, psp, bidan, klinik, 12 tahun, sehat.

2. Perempuan, 3100 gr, aterm, psp, bidan, klinik, 10 tahun, sehat

3. Laki-laki, 3150 gr, aterm, psp, bidan, klinik 6 tahun, sehat

4. Hamil ini

STATUS PRESENS

Sensorium Compos Mentis

Tekanan darah 130/70 mmHg

Pernafasan 20 x/menit

Nadi 72 x/menit

Suhu 36,3ºC

Anemia Tidak ada

Ikterus Tidak ada

Sianosis Tidak ada

Dispnoe Tidak ada

Edema Tidak ada

STATUS OBSTETRIK

22
Inspeksi Abdomen membesar, asimetris

Palpasi
Leopold I TFU : 3 Jari bpx

Leopold II Teraba kepala sebelah kiri

Leopold III Terbawah kosong

Leopold IV Punggung

Gerak Janin (+)

His (+) 3x20”/10’

DJJ 144 x/i

VT Cervix Sacral 3cm. effacement


80%, selaput ketuban (+), bagian
bawah punggung janin,

ST Lendir darah (+), Selaput ketuban :


(-)

23
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

08 April 2018

Test Result Unit References

Hemoglobin 11,8 g% 12-16

Erythrocyte 3,63 106/mm3 4.0-5.40

Leucocyte 10,650 /ul 4000-11000

Hematocrite 35 % 36.0-42.0

Trombosit 200.000 103/uL 150-400

Eosinophil 1,3 % 0.0-5.0

Basophil 0,3 % 0.0-1.0

Neutrophil 77,2 % 50-70

Lymphocyte 16,4 % 20.0-40.0

Monocyte 4,8 % 2.0-8.0

Neutrophil absolute 8,26 103/µL 5.0-7.0

Lymphocyte absolute 1,75 103/µL 1.0-4.0

Eosinophil absolute 0,14 103/µL 0.00-0.50

Basophil absolute 0,03 103/µL 0.0-0.10

MCV 95 Fl 80.0-97.0

MCH 32,5 Pg 27.0-33.7

MCHC 34,1 g% 31.5-35.0

Ureum 15 mg/dl 15-40

Creatinin 0,56 mg/dl 0,6-1,1

Natrium 137 mEq/L 135-155

Kalium 4 mEq/L 3.6-5.5

Klorida 106 mEq/L 96-106

Glukosa ad random 62 Mg/dl <200

24
HbsAg Reaktif

Anti HIV Non reaktif

FAAL HEMOSTASIS

PT 13,0 detik

APTT 28,2 detik

USG TAS

Janin tunggal, letak lintang, anak hidup

FM (+), FHR (+) 144 x/i, regular

BPD : 9,89 cm

HC : 34,45

25
AC : 34,11 cm

FL : 7,6 cm

EFW : 3683 gram

Plasenta fundal grade III

Kesimpulan : IUP (39-40) Minggu + LL + AH

DIAGNOSIS SEMENTARA: MG + KDR (39-40) minggu + LL + AH+


Hepatitis B

TERAPI :

 Bed rest
 IVFD RL 20 gtt/ i
 Inj Ceftriaxone 1gr/12jam

RENCANA :

 Sectio Cesarea
 Sterilisasi Pomeroy

STATUS NEONATUS

Lahir Tanggal, 8 april


2018 Pukul 13.21

Keadaan Lahir Hidup


Nilai APGAR 8/9
Bantuan Pernafasan Tidak Ada

Jenis Kelamin Laki-Laki


Berat Badan 3440 gram

Panjang Badan 50 cm
Anus +

26
FOLLOW UP

08 Februari 2018

S Mules-mules mau melahirkan

O Sens : CM HR : 80 x/I T : 36,3C


TD : 130/70 mm Hg RR : 20 x/i
Abdomen : membesar asimetris
TFU : 4 jari bpx
P/V : (-)
Gerak : (+)
HIS : 3x20”/ 10’
DJJ : 144 x/i
BAK (+) normal
BAB (+) normal
VT : Cervix Sacral 3cm. effacement 80%, selaput ketuban (+), bagian bawah
punggung janin, Sarung Tangan : Lendir darah (+), Selaput ketuban : (-)

A MG + KDR (39-40) minggu + LL + AH+ Hepatitis B

P
- Bed rest
- IVFD RL 20 gtt/ i
- Inj Ceftriaxone 1g/12 jam
Sectio cesarea
R

09 Februari 2018

27
S -

O Sens : CM HR : 88 x/I T : 36,7C


TD : 110/70 mm Hg RR : 22 x/i
Abdomen : soepel, peristaltic (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat
Kontraksi : kuat
P/V : (-) lochia (+)
Luka Operasi : kesan kering
BAK (+) via kateter , UOP : 90cc
BAB (-)
Flatus (+)

A Post SC a/i letak lintang + post sterilisasi pomeroy + NH1


- Bed rest
P - IVFD RL 20 gtt/ i
- Inj Ceftriaxone 1g/12 jam
- Inj Ketorolac 30 mg/ 8jam
- Diet MB
Aff Kateter Besok
R

28
10 April 2018
S -

O Sens : CM HR : 88 x/I T : 36,7C


TD : 110/70 mm Hg RR : 22 x/i
Abdomen : soepel, peristaltic (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat
Kontraksi : kuat
P/V : (-) lochia (+) rubra
Luka Operasi : kesan kering
BAK (+) via kateter , UOP : 90cc
BAB (-)
Flatus (+)

A Post SC a/i letak lintang + post sterilisasi pomeroy + NH2


- Bed rest
P - IVFD RL 20 gtt/ i
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Vitamin B complex
- Diet MB
Aff Infus, aff kateter dan terapi oral
R

S -
11 April 2018
O Sens : CM HR : 88 x/I T : 36,7C
TD : 110/70 mm Hg RR : 22 x/i
Abdomen : soepel, peristaltic (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat
Kontraksi : kuat
P/V : (-) lochia (+) rubra
Luka Operasi : kesan kering
BAK (+) via kateter , UOP : 90cc
BAB (-)
Flatus (+)

A Post SC a/i letak lintang + post sterilisasi pomeroy + NH3

29
- Bed rest
- Asam mefenamat 3x500 mg
P - Vitamin B complex
- Cefadroxil 3x500 mg

PBJ

BAB 4

DISKUSI KASUS

30
TEORI KASUS

Penularan HBV kebanyakan melalui Pada ibu ini, cara penularan virus ini
paparan darah dan cairan tubuh yang masih belum dikenal pasti. Cara yang
terinfeksi terhadap kulit dan mukosa paling rentan dapat tertular melalui
tubuh, termasuk saliva, menstrual, mukosa tubuh, menstrual, sekret
sekret vagina dan semen vagina dan semen.

Gejala konstitusi yang dapat Dari anamnesis pada ibu ini tidak
dijumpai berupa anoreksia, nausea, dijumpai gejala khas untuk Hepatitis
vomitus, demam yang tidak terlalu B.Dijumpai mules mules mau
tinggi, mialgia, fatigue, kelainan melahirkan.
pengecapan dan nyeri pada
abdomen kuadran kanan atas dan
nyeri epigastrik.

Pemeriksan Fisik: Pemeriksaan Fisik:


Biasanya dijumpai demam yang Pada ibu ini, pemeriksaan fisik dalam
tidak terlalu tinggi, jaundice, batas normal. Tida dijumpai tanda
hepatomegali, splenomegali, palmar tanda asites maipun hepatomegali,
eritema dan spider nevi. Begitu pula
pada fase kronik dapat dijumpai
hepatomegali, splenomegali, muscle
Pemetiksaan Penunjang
wasting, palmar eritema, asites,
jaundice Dilakukan tes serologi HbsAg dengan
hasil reaktif dan hsil INR.
Pemeriksaan Penunjang :
Tes serologi HbsAg dan
pengukuran international
normalized ratio (INR). dibutuhkan
untuk menegakkan Hwpatitis B.

Resiko transmisi HBV perinatal Pada penanganan ibu ini, dilakukan


sangat tinggi dalam kehamilan dan sectio sesarea karena posisi bayi dalam
persalinan, oleh karena paparan keadaan lintang,
terhadap sekret vagina dan darah
ibu. Kebanyakan cara persalinan
yang dipilih pada ibu dengan
hepatitis B dalam kehamilan adalah
seksio sesarea elektif yang
dikatakan merupakan sarana untuk
mengurangi penularan dari ibu ke
anak,

31
Imunisasi aktif memerlukan Pada penanganan bayi, diberikan
vaksinasi berulang selama berbulan- imunoglobulin selama janin dalam
bulan untuk respon antibodi yang kandungan dan vaksinasi aktif setelah
efektif. Imunoglobulin, disisi lain bayi dilahirkan.
tampaknya efektif dan protektif
selama beberapa bulan, setelah itu
berkurang.

Metode Kontrasepsi Pada ibu dilakukan metode


kontrasepsi yang jenis non hormonal
1. Hormonal yaitu sterilisasi pomeroy dengan
indikasi usia > 35 tahun, anak terakhir
1. Non Hormonal
usia 6 tahun, multiparitas dan keluarga
harmonis.

BAB 5
KESIMPULAN

32
Ny R, 37 tahun, G4P3A0, Batak, Kristen, SMA, Ibu Rumah Tangga
menikah dengan Tn J, 40 tahun, Batak, Kristen, S1, Pegawai Swasta datang ke
RSUP Haji Adam Malik pada tanggal 08 April 2018 pukul 19.00 WIB. Dilakukan
anamnesa dan pemeriksaan fisik di dapatkan diagnose awal MG + KDR (39-40
minggu) + LL + AH+ Hepatitis B

Sensorium : Compos Mentis (GCS : E4M6V5), TD : 130/70 mmHg,


pulse : 72x/i, RR: 20x/i, T: 36,30C. Pemeriksaan obstetrik didapatkan abdomen :
membesar asimetris, TFU: 2 jari diatas umbilikus, punggung janin teraba 2 jari di
atas umbilikus ibu, teregang : teraba ekstremitas, terbawah : kosong, 5/5, gerak :
(+), His : (+) 3 kali 30 detik per 10 menit, DJJ : 144x/i, VT : Cervix sacral 3cm,
effacement 80%, selaput ketuban (+). Rencana : Sectio Cesarea. Kemudian Lahir
bayi perempuan, berat badan lahir: 3000 gram, panjang badan lahir : 50 cm
APGAR Score : 8/9, anus (+). Dilakukan sterilisasi pomeroy pada ibu ini.
Keadaan umum ibu pasca operasi stabil.
Selama perawatan pasien diberi terapi : Cefadroxil tab 3 x 500 mg, Asam
mefenamat 3 x 5000 mg, Vit. B.comp 2 x 1.Kondisi pasien stabil pada NH3 dan
pasien dianjurkan kontrol ke PIH pada tanggal 16/4/2018.

DAFTAR PUSTAKA

33
1. WHO. Hepatitis B. [internet]. Lanset.2016.385(9963):117–71. Tersedia
dari : http://www.who.int/mediacentre/factshe ets/fs204/en/ .
2. Sanityoso, Andri. Hepatitis Viral Akut. Dalam : Sudoyo, Aru W. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009. hlm. 645-52.
3. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan:
Kementerian Kesehatan RI; 2014.
4. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2013.
5. Merry, V. Pengelolaan Hepatitis B Dalam Kehamilan Dan Persalinan
[Tesis]. Semarang : Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang; 2001.
6. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Elsevier; 2008.
7. Budihusodo U. Hepatitis Akut pada Kehamilan. Dalam: Laksmi, Purwita
W, Mansjoer A, Alwi I, Setiati S, et al. penyakit-penyakit pada kehamilan :
peran seorang internis. Jakarta : Interna Publishing; 2008. hlm. 393-405.
8. InfoDATIN. Situasi dan Analisis Hepatitis. Jakarta: Depkes RI. 2016.
9. WHO. Guidelines for the prevention, care and treatment of persons with
chronic hepatitis B infection. WHO. 2015.
10. Pyrsopoulos NT, Reddy KR, Talavera F, Anand BS, Wu GY. Hepatitis B.
Emedicine.medscape. 2017. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/177632-overview
11. Troung A, Walker S. Management of Hepatitis B in pregnancy.
RANZCOG. 2016.
12. Albar, E. 2008.Kontrasepsi.Dalam: Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B.,
Rachimhadhi, T. (eds). Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 535-563.
13. Samra-Latif, O.M., Cowan, B.D. 2011. Contraception.Wood Johnson
University. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/258507
-overview#showall
14. Gebbie, A. 2006. Metode Barier Dalam: Glasier, A., Gebbie, A. (eds).
Keluarga Berencana & Kesehatan ReproduksiEdisi 4. Jakarta: EGC, 140-
173
15. Manuaba, I.A.C., Manuaba, I.B.G.F.2009. Keluarga Berencana. Dalam:
Manuaba, I.A.C., Manuaba, I.B.G.F.(eds). Memahami Kesehatan
Reproduktif Wanita. Edisi 2. Jakarta: EGC, 235-238.
16. Kishen, M. 2006. Alat Kontrasepsi dalam Rahim. Dalam: Glasier, A.,
Gebbie, A.(eds). Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
17. Heffner, L.J., Schust, D.J. 2005. Kontrasepsi Dalam: Heffner, L.J., Schust,
D.J. (eds). At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi 2. Jakarta: Erlangga, 58-
59.
18. Winknjosastro H, Saifudin AB. Ilmu Kandungan. Kontrasepsi. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Edisi kedua. Jakarta, 2008.

34

You might also like