You are on page 1of 52

BAB III

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1 Geomorfologi

Analisis geomorfologi dilakukan sebelum dan setelah pemetaan lapangan

dengan tujuan untuk memperkirakan variasi jenis litologi, kemiringan umum lapisan

batuan, tahapan geomorfologi, dan kemungkinan struktur geologi yang terdapat di

daerah penelitian. Menurut Yuwono (2004), analisis geomorfologi pada daerah

vulkanik sangat membantu dalam penentuan sumber erupsi yang menjadi dasar

pembagian satuan batuan, terutama pembagian satuan batuan berdasarkan

vulkanostratigrafi.

Pada penelitian ini, analisis geomorfologi dilakukan dengan menggunakan

peta topografi, DEM (Digital Elevation Model) dan pengamatan langsung di

lapangan. Dari proses ini diperoleh data kelurusan punggungan, kelurusan lembah,

pola kontur topografi, pola aliran sungai, besar sudut lereng, bentukan lembah

sungai, dan tingkat erosi yang terjadi. Data tersebut diolah dan dianalisis untuk

menentukan satuan geomorfologi serta proses-proses geologi yang menyebabkannya.

Hasil dari analisis tersebut berupa peta geomorfologi.

3.1.1 Analisis Linier

Pada analisa yang dilakukan pada peta topografi dan data DEM terlihat

adanya pola kelurusan punggungan dan lembah pada area penelitian. Melihat dari

pola yang berkembang kelurusan yang terbentuk bukan akibat dari tektonik

melainkan akibat hasil erupsi gunungapi, analisis linier ini digunakan salah satunya

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 24


untuk mengetahui umur relatif dari satu orientasi kelompok terhadap orientasi

kelompok lainnya, terutama yang terlihat perpotongan dari orientasi kelurusannya.

Berdasarkan hasil analisis linier terbagi menjadi 4 kelompok kelurusan yang

dibagi berdasarkan pola dan distribusinya, dari tua ke muda yaitu kelurusan 1, 2, 3,

dan 4 (Gambar 3.1).

a. Pola kelurusan 1

Kelurusan 1 ini terletak sebelah tenggara daerah penelitian yang ditandai oleh

garis berwarna merah dan berarah NNW -SSE. Pola kelurusan ini dipengaruhi oleh

arah aliran lava Gunung Cakra, beberapa kelurusan ini dipotong secara paralel oleh

kelurusan berarah NNE–SSW yang diperkirakan merupakan bagian dari sesar normal

Cikahuripan.

b. Pola kelurusan 2

Kelurusan ini terletak di bagian selatan daerah penelitian yang ditandai oleh

garis berwarna kuning dan berarah WNW – ESE. Pada area kelurusan ini dicirikan

oleh tekstur permukaan yang relatif halus dengan litologi terdiri dari endapan lahar.

Kelurusan 2 ini relatif memotong kelurusan 3 di sebelah utara yang menandakan

keluruan ini lebih tua dari keluruan 3.

c. Pola keluruan 3

Kelurusan 3 terletak pada area yang masuk dalam satuan geomorfologi

punggungan lava Pasir Malang yang ditandai oleh garis berwarna biru. Kelurusan ini

searah dengan pola sesar normal Cikahuripan yang berarah NE - SW. Selain faktor

aliran lava yang mempengaruhi kelurusan ini sesar normal Cikahuripan juga

mempengaruhi dari pola kelurusan ini. Kelurusan ini dicirikan oleh tekstur

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 25


permukaan relatif kasar yang menandakan litologi yang resisten dan erosi yang

cukup kuat.

d. Pola keluruan 4

Kelurusan 4 menyebar di sebagian tubuh Gunung Guntur yang ditandai oleh

garis berwarna merah tua. Kelurusan ini berarah relatif N – S yang memotong

kelurusan 2, pola dari kelurusan ini dipengaruhi oleh hasil erupsi Gunung Guntur,

Gunung Kabuyutan dan Gunung Paruhpuyan. Berdasarkan tekstur permukaan yang

relatif halus litologi pada pola ini terdiri dari aliran lava yang tertutupi endapan

piroklastik jatuhan yang cukup tebal sehingga pola kelurusan pada area ini tidak

begitu terlihat.

Gambar 3.1. Distribusi kelurusan Kompleks Guntur.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 26


3.1.2 Satuan Geomorfologi

Pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian mengacu pada klasifikasi

Bentuk Muka Bumi (Brahmantyo dan Bandono, 2006), pembentukan morfologi yang

mengacu pada proses-proses geologi baik endogen maupun eksogen. Interpretasi dan

penamaannya berdasarkan kepada deskriptif eksplanatoris (genetis) dan bukan secara

empiris (terminologi geografis umum) ataupun parametris misalnya dari kriteria

persen lereng.

Bentang alam Kompleks Guntur dikontrol oleh material hasil letusan dan

tingkat ketahanan batuan. Aktivitas vulkanik berupa letusan eksplosif dan efusif

berperan menjadi tahap awal dari ekspresi topografi daerah penelitian, kemudian

pengaruh proses erosi mengakibatkan tererosinya batuan-batuan yang berumur lebih

tua. Tingkat ketahanan batuan terhadap proses geomorfik menghasilkan ekspresi

topografi dengan pola kontur yang rapat dan dapat dibagi menjadi tujuh satuan

geomorfologi (Gambar 3.2).

Penarikan batas-batas satuan geomorfologi pada daerah penelitian didasarkan

pada pola kontur yang diamati menggunakan peta topografi, tekstur permukaan yang

dapat dilihat dari DEM dan juga kemiringan lereng yang mengacu pada klasifikasi

van Zuidam (1985) (Gambar 3.3). diperoleh dengan mengolah peta topografi

menjadi peta DEM menggunakan software ArcGIS 10.1.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 27


Gambar 3. 2. Peta geomorfologi Kompleks Guntur.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 28



Gambar 3. 3. Peta kemiringan lereng daerah penelitian
(klasifikasi van Zuidam,1985).

3.1.2.1 Dataran Aliran Lahar Sukakarya

Satuan ini menempati bagian selatan daerah penelitian dengan luas

23,44% daerah penelitian, pada peta ditandai dengan biru tua.Satuan ini

dicirikan oleh pola kontur agak renggang sampai renggang. Satuan ini

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 29


memiliki kemiringan lereng 20-40 dengan ketinggian antara 950 – 1025 mdpl

termasuk dalam lereng landai (van Zuidam, 1985). Litologi penciri satuan ini

berupa lahar hasil, rombakan dari kelompok gunungapi tua dan gunungapi

muda. Pada umumnya satuan ini digunakan sebagai lahan persawahan dan

perkebunan.(Gambar 3.4).

Gambar 3.4. Satuan dataran aliran lahar, foto menghadap baratdaya, diambil dari
daerah Sukakarya.

3.1.2.2 Dataran Aliran Lava Sukawangi

Satuan ini menempati bagian tengah daerah penelitian dengan luas

19,31% daerah penelitian, pada peta ditandai dengan biru.

Satuan ini dicirikan oleh pola kontur rapat sampai renggang. Satuan

ini memiliki kemiringan lereng 20-40 dengan ketinggian antara 1150 – 1300

mdpl termasuk dalam lereng landai (van Zuidam, 1985). Litologi penciri

satuan ini berupa lava andesit yang bersumber dari hasil erupsi Gunung

Cikatomas, Gunung Cikakak, Gunung Putri dan Gunung Cidadali.(Gambar

3.5).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 30


Gambar 3.5. Satuan dataran aliran lava dengan material penyusun terdiri dari lava
andesit, foto menghadap selatan, diambil dari puncak Paruhpuyan.

3.1.2.3 Perbukitan Sisa Gunungapi Dano

Satuan ini ditandai dengan warna cokelat, menempati bagian utara

area penelitian dengan luas 17,61% daerah penelitian.

Satuan ini dicirikan oleh pola kontur yang renggang sampai sangat

rapat, dengan besar kemiringan lereng 40 - >550 dan ketinggian antara 1750 -

2248 mdpl termasuk dalam lereng landai sampai sangat terjal (van Zuidam,

1985). Litologi penciri satuan ini berupa lava andesitis dan breksi vulkanik.

Proses eksogen yang mempengaruhi satuan ini berupa pelapukan dan erosi

vertikal. (Gambar 3.6).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 31


Gambar 3.6. Satuan perbukitan sisa gunungapi dengan material penyusun
terdiri dari lava basaltis andesit, foto menghadap timur, diambil dari daerah Gunung
Kabuyutan.

3.1.2.4 Punggungan Aliran Lava Tanjungkarya

Satuan ini ditandai dengan warna cokelat tua, menempati bagian

barat daerah penelitian memanjang timurlaut – baratdaya dengan luas 17,36%

daerah penelitian.

Satuan ini dicirikan oleh pola kontur sangat rapat. Satuan ini memiliki

kemiringan lereng 80 - >550 dengan ketinggian antara 1.512 sampai 1.240

mdpl termasuk dalam lereng curam sampai sangat terjal (van Zuidam, 1985).

Litologi penciri satuan ini berupa lava andesitis. Proses eksogen yang

mempengaruhi satuan ini berupa pelapukan dan erosi vertikal (Gambar 3.7).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 32


Gambar 3.7. Satuan pumggungan aliran lava dengan material penyusun
terdiri dari lava andesitis, foto menghadap baratlaut, diambil dari daerah
Sodong.

3.1.2.5 Kerucut Gunungapi Rancabango

Satuan ini ditandai dengan warna merah,satuan ini menempati

bagian timur daerah penelitian dengan luas 15,82% daerah penelitian.

Satuan ini dicirikan oleh pola kontur renggang sampai rapat. Satuan

ini memiliki kemiringan lereng 20 - 550 dengan ketinggian antara 1.260

sampai 1.859 mdpl termasuk dalam lereng landai sampai terjal (van Zuidam,

1985). Satuan ini terdiri dari Guung Guntur dan Gunung Putri, litologi penciri

satuan ini berupa aliran lava yang tertutupi oleh piroklastik jatuhan. (Gambar

3.8).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 33


Gambar 3.8. Satuan kerucutGunungapi Guntur dengan material penyusun terdiri dari
lava dan piroklastik jatuhan, foto menghadap timurlaut, diambil dari daerah Sodong.

Gambar 3.9. Satuan kerucut Gunungapi Putri dengan material penyusun terdiri dari
lava basaltis foto menghadap timur, diambil dari daerah Tanjungkarya.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 34


3.1.2.6 Dataran Aliran Piroklastik Cibeureum

Satuan ini ditandai dengan warna biru muda. Satuan ini menempati

bagian baratlaut daerah penelitian dengan luas 6,11% daerah penelitian .

Satuan ini dicirikan oleh pola kontur renggang. Daerah ini memiliki

kemiringan lereng 20 - 70 dengan ketinggian antara 1.510 sampai 1.580 mdpl

termasuk dalam lereng landai. (van Zuidam, 1985). Litologi penciri satuan ini

berupa tuf dan piroklastik jatuhan. (Gambar 3.10).

Dataran Aliran Piroklastik

Gambar 3.10. Satuan dataran pirklastik dengan material penyusun terdiri dari tuf dan
piroklastik jatuhan, foto menghadap utara, diambil dari daerah Legok Pulus.

3.1.2.7 Kawah Erupsi Masigit Guntur

Satuan ini ditandai dengan warna merah tua pada peta geoorfologi

Satuan ini terdiri dari kawah Gunung Guntur dan kawah Gunung Masigit dan

memiliki luas 0,42% daerah penelitian.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 35


Kawah Guntur

Kawah ini terletak di sebelah barat daerah penelitian, pola kontur

relatif memanjang ke arah selatan. Kawah ini memiliki kemiringan lereng 20 -

550 dengan ketinggian antara 1.810 sampai 1.940 mdpl termasuk dalam

lereng landai sampai sangan terjal. (van Zuidam, 1985) (Gambar 3.11).

Gambar 3.11. Satuan kawah erupsi Guntur, dinding terdiri dari lava basaltis, foto
menghadap barat, diambil dari Kawah Guntur

Kawah Masigit

Kawah ini terletak di sebelah utara daerah penelitian. Pola kontur

renggang sampai rapat. Kawah ini memiliki kemiringan lereng 20 - 350

dengan ketinggian antara 2.162 sampai 2.200 mdpl termasuk dalam lereng

landai sampai curam (van Zuidam, 1985) (Gambar 3.12).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 36


Gambar 3.12. Satuan kawah erupsi Masigit, dinding terdiri dari lava andesitis, foto
menghadap timurlaut, diambil dari Kawah Masigit sebelah baratdaya.

3.1.3 Pola Aliran Sungai

Pola pengaliran dapat merefleksikan banyak faktor, sehingga menjadi bukti

nyata dan menjadi salah satu pendekatan awal yang umum digunakan untuk

memahami struktur geologi setempat (Howard, 1967). Penentuan pola aliran sungai

pada penelitian ini mengacu pada klasifikasi Howard, 1967 (van Zuidam, 1985).

Berdasarkan hasil pengamatan dari peta topografi skala 1:12.500 didapatkan bahwa

sungai-sungai di daerah penelitian memiliki dendritik (D), subdendritik (Sub.D) dan

radial (Rd) (Gambar 3.13).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 37


Gambar 3.13. Pola aliran sungai daerah penelitian.

3.1.4. Tahapan geomorfik

Daerah penelitian dicirikan dengan morfologi yang dihasilkan oleh hasil

aktivitas vulkanik Kompleks Guntur. Sungai-sungai di daerah ini didominasi oleh

lembah – lembah yang berbentuk “V” (Gambar 3.14), bentuk lembah sungai “V”

tersebut menunjukkan gejala erosi vertikal lebih intensif terjadi daripada erosi lateral.

Hal ini di dukung dengan kehadiran air terjun yang umum di temukan di daerah

penelitian, aliran sungai yang mengalir deras dan terdapat bongkah-bongkah

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 38


berukuran besar. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara

umum daerah penelitian berada pada tahap geomorfik muda.

Gambar 3.14. Bentuk sumgai “V” di daerah Gunung Gajah.

3.2 Vulkanostratigrafi

3.2.1 Metodologi

Klasifikasi penamaan satuan batuan di daerah penelitian menggunakan sistem

penamaan Sandi Stratigrafi Indonesia tahun 1996 yang ditulis oleh Martodjojo dan

Djuhaeni (1996). Menurut referensi tersebut, satuan batuan atau endapan gunungapi

didefinisikan sebagai kesatuan batuan/endapan gunungapi sebagai hasil proses

kegiatan gunungapi, baik secara primer maupun sekunder dalam suatu interval

waktu. Prinsip ini pada dasarnya tidak hanya membagi berdasarkan ciri batuan, tetapi

juga membagi berdasarkan sumber erupsi, daur letusan, dan waktu kejadian. Sumber

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 39


erupsi dapat berupa kawah atau kaldera. Litologi dengan karakteristik yang sama

kemungkinan dapat dibedakan apabila sumber erupsi maupun waktu kejadiannya

berbeda.

Menurut Martodjojo, dkk. (1996), satuan yang digunakan adalah khuluk dan

gumuk. Khuluk gunungapi adalah satuan dasar dalam pengelompokan satuan

stratigrafi gunungapi. Khuluk merupakan kumpulan batuan/endapan yang dihasilkan

oleh satu atau lebih titik erupsi yang membentuk satu tubuh gunungapi.Khuluk

meliputi daerah yang luas dan umumnya dapat dipetakan dengan skala 1:50.000 atau

lebih besar. Sedangkan gumuk gunungapi adalah bagian dari khuluk yang terbentuk

sebagai hasil suatu erupsi pada tubuh gunungapi tersebut, baik sebagai hasil erupsi

pusat maupun erupsi samping. Gumuk gunungapi merupakan bagian dari khuluk

gunungapi tetapi khuluk gunungapi tidak selalu mempunyai gumuk gunungapi.

Untuk dapat menentukan khuluk dan gumuk di daerah penelitian, hal pertama

yang dilakukan adalah melihat pola kontur secara luas agar dapat memperkirakan

arah produk letusan dan sumber erupsi Dari tahap ini diperoleh satuan khuluk dan

gumuk gunungapi (Gambar 3.15).

Penamaan pusat erupsi sebagai sumber material vulkanik ditentukan berdasarkan

penamaan secara geografis dan disusun secara relatif dari yang berumur tua ke umur

muda. Dari analisa terhadap bentukan geomorfologi, saat ini terlihat 13 bentukan

yang diperkirakan sebagai pusat erupsi, yakni Gunung Cakra yang paling tua dan

Gunung Guntur yang paling muda. Dalam kompleks Guntur beberapa tidak terlihat

dengan jelas pusat erupsinya karena merupakan gunungapi tua yang sudah

mengalami erosi intensif, berdasarkan interpretasi tersebut penulis merangkumnya

dalam sebuah peta geologi gunungapi (Gambar 3.16).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 40


Penamaan batuan piroklastik berdasarkan klasfifikasi Fisher (1984) dan

penamaan batuan beku didasarkan atas dasar klasifikasi William (1982) yang

membagi jenis batuan beku berdasarkan hubungan kerabat mineral. Terdapat 5

kelompok besar (kerabat) yang dapat dibedakan berdasarkan beberapa parameter,

diantaranya: indeks warna (kecerahan secara megaskopis), tekstur khusus,

kandungan kuarsa, plagioklas, dan mineral lainnya. Perbandingan tersebut

digambarkan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1.Klasifikasi batuan beku menurut William (1982).

3.2.2 Pembagian Satuan Batuan

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan didukung analisis petrografi,

secara umum daerah penelitian dibagi menjadi dua khuluk yaitu, Khuluk Cakra dan

Khuluk Masigit, untuk ebih rinci dapat dilihat pada tabel 3.2.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 41


Tabel 3.2. Satuan Lava pada Khuluk Cakra dan Khuluk Masigit

Khuluk Cakra Kode Khuluk Masigit Kode


Lava Gn. Cakra Cal Lava Gn. Masigit Mal
Lava Gn. Cikatomas Ckl Lava Gn. Paruhpuyan 1 Prl.1
Lava Gn. Putri Pul Lava Gn. Paruhpuyan 2 Prl.2
Lava Gn. Martalaja Mtl Lava Gn. Kabuyutan Kbl
Lava Gn. Cidadali Cdl Lava Gn. Guntur Gtl
Lava Gn. Agung Al Lahar Masigit Malh
Lava Gn. Gajah Gal
Breksi Tuf Gajah Gaal
Lava Gn. Pasir Malang Psl
Lahar Kamojang Kmlh

Satuan batuan tersebut terbentuk melalui mekanisme aliran lava (l), aliran

piroklastik (al) dan aliran lahar (lh).

Gambar 3. 15. Kolom vulkanostratigrafi Kompleks Guntur.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 42


Gambar 3.16. Peta geologi Kompleks Guntur.

3.2.2.1.Khuluk Gunung Cakra

3.2.2.1.1 Satuan Lava Gunung Cakra (Cal)

Satuan lava andesit hornblenda Gunung Cakra ini menempati 5,97%

dari keseluruhan area penelitian dan terletak di baratlaut daerah penelitian.

Pada peta topografi satuan ini memiliki pola kontur yang mengipas dan

menyebar. Pada bagian barat, penyebaran satuan ini ditutupi oleh bentukan

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 43


kontur punggungan memanjang yang merupakan hasil dari aliran lava

Gunung Cakra.

Litologi penyusun satuan ini berupa lava andesitis, abu gelap,

porfiritik, fenokris berupa plagioklas dan hornblenda, masadasar afanitik,

berwarna abu gelap (Gambar 17).

Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa andesit piroksen, tekstur hipokristalin, porfiritik, terdapat

tekstur pada mineral berupa sieve, rim opak dan zoning dengan fenokris

(35%) terdiri dari plagioklas, piroksen,hornblenda, biotit dan mineral opak

bentuk euhedral-anhedral, berukuran 0,075-1,6 mm tertanam dalam

masadasar terdiri dari gelas, plagioklas, piroksen dan mineral opak (Gambar

3.18).

Gambar 3.17. Singkapan lava Gunung Cakra dan struktur vesikuler (kanan).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 44


Gambar 3.18. Sayatan petrografi lava andesit piroksen Gunung Cakra.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Cakra yang dicirikan

oleh struktur vesikuler dan autobreksi pada beberapa tempat. Menurut

Purbawinata, 1990 satuan ini berumur Plistosen Akhir.

3.2.2.1.2. Satuan Lava Gunung Cikatomas (Ckl)

Satuan lava andesit piroksen Gunung Cikatomas ini menempati

11,05% dari keseluruhan area penelitian dan terletak di tengah daerah

penelitian. Pada peta topografi satuan ini memiliki pola kontur sistematis

mulai dari kontur rapat berangsur renggang. Pada bagian selatan, penyebaran

satuan ini dibatasi oleh bentukan kontur yang terjal menbentuk gawir.

Singkapan segar hanya terdapat di beberapa tempat yaitu di desa Sodong dan

Pakuhaji karena sebagian besar daerah ini telah menjadi ladang.

Litologi penyusun satuan ini berupa lava andesit, abu-abu terang,

memiliki tekstur porfiritik, dengan fenokris berupa plagioklas dan hornblenda

dalam masadasar afanitik, berwarna abu terang (Gambar 3.19).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 45


Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa sayatan andesit hornblenda, tekstur hipokristalin,vitrofirikdan

terdapat tekstur pada mineral berupa sieve dan zoning, fenokris (40%) terdiri

dari plagioklas,hornblenda, piroksen, k-feldspar dan mineral opak, berukuran

0,0125-1,25 mm, berbentuk euhedral-anhedral, tertanam dalam masadasar

terdiri dari gelas, plagioklas dan k-feldspar (Gambar 3.20).

Gambar 3.19. Singkapan lava Gunung Cikatomas dan struktur autobreksi (kiri).

Gambar 3.20. Sayatan petrografi lava andesit hornblenda Gunung Cikatomas.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Cikatomas yang

ditandai dengan auto breksi dan vesikuler. Hal ini menunjukkan bahwa satuan

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 46


ini terbentuk melalui mekanisme aliran. Menurut Purbawinata, 1990 satuan

ini berumur Plistosen Akhir.

3.2.2.1.3 Satuan Lava Gunung Putri (Pul)

Satuan lava andesit piroksen Gunung Putri ini menempati 4,50% dari

keseluruhan area penelitian dan terletak di baratlaut daerah penelitian. Pada

peta topografi satuan ini memiliki pola kontur yang rapat. Terdapat bukaan

dengan arah memanjang ke arah timur diduga bukaan tersebut akbiat dari

longsornya sebagian tubuh gunung dan menjadi jalur keluarnya aliran lava

Gunung Putri. Batas satuan lava ini terlihat mencolok dari sekitarnya, dilihat

dari bentukan yang masih resisten membuat satuan ini masuk dalam

geomorfologi bukit terisolir.

Litologi penyusun satuan ini berupa lava andesit, abu gelap, porfiritik,

fenokris berupa plagioklas dan piroksen, massadasar afanitik, berwarna gelap

(Gambar 3.21).

Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa basal piroksen, memiliki tekstur hipokristalin porfiritik dan

aliran, pada mineral terdapat juga tekstur berupa sieve, zoning, rim opak,

fenokris (25%) terdiri dari plagioklas, piroksen, dan mineral opak bentuk

euhedral-anhedral, berukuran 0,025-1,25 mm tertanam dalam masadasar terdiri

dari gelas, plagioklas dan mineral opak (Gambar 3.22).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 47


Gambar 3.21. Struktur sheeting joint pada lava Gunung Putri

Gambar 3.22. Sayatan petrografi lava basal piroksen Gunung Putri.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Putri yang dicirikan

oleh vesikuler pada permukaan lava dan terlihat tekstur aliran pada analisa

mikroskopik, terdapat pula struktur sheeting joint. Hal ini menunjukkan bahwa

satuan ini terbentuk melalui mekanisme aliran. Menurut Purbawinata, 1990

satuan ini berumur Plistosen Akhir ( 0.14 – 0.08 Ma).

3.2.2.1.4 Satuan Lava Gunung Martalaja (Mtl)

Satuan lava basal piroksen Gunung Martalaja ini menempati 4,45% dari

keseluruhan area penelitian dan terletak di baratdaya daerah penelitian. Pada

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 48


peta topografi satuan ini memiliki pola kontur menumpuk ke arah tenggara

yang berbatasan langsung dengan satuan lahar Kamojang sehingga membentuk

gawir, satuan ini ditindih oleh satuan dari Lava Cidadali. Pada daerah ini

sebagian besar lahan sudah dipakai untuk perkebunan dengan ketebalan soil

yang cukup tebal.

Litologi penyusun satuan ini berupa lava andesit, abu gelap, porfiritik,

fenokris berupa plagioklas dan hornblenda, masadasar afanitik, berwarna gelap

(Gambar 3.23).

Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa andesit hornblenda, memiliki tekstur hipokristalin, porfiritik,

pada mineral terdapat tekstur berupa sieve, zoning dan rim opak, fenokris

(67%) terdiri dari plagioklas, hornblenda, biotit, k-feldspar dan mineral opak,

bentuk euhedral-anhedral, berukuran 0,075-1,2 mm tertanam dalam masadasar

terdiri dari gelas, plagioklas, dan mineral opak (Gambar 3.24).

Gambar 3.23. Lava Gunung Martalaja dengan struktur vesikuler (kanan).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 49


Gambar 3.24. Sayatan petrografi lava andesit hornblenda Gunung Martalaja.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Martalaja yang

dicirikan oleh autobreksi dan vesikuler. Menurut Purbawinata, 1990 satuan ini

berumur Plistosen Akhir.

3.2.2.1.5 Satuan Lava Gunung Cidadali (Cdl)

Satuan lava andesit piroksen Gunung Cidadali ini menempati 3,48%

dari keseluruhan area penelitian dan terletak di baratdaya daerah penelitian.

Pada peta topografi satuan ini memiliki pola kontur menumpuk ke arah

tenggara yang berbatasan langsung dengan satuan lahar Kamojang sehingga

membentuk gawir, satuan ini ditindih oleh satuan dari lava Cidadali. Pada

daerah ini sebagian besar lahan sudah dipakai untuk perkebunan.

Litologi penyusun satuan ini berupa lava andesit, abu terang,memiliki

tekstur porfiritik dengan fenokris berupa plagioklas dan piroksen dalam

masadasar afanitik berwarna terang (Gambar 3.25).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 50


Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa andesit piroksen, memiliki tekstur hipokristalin, porfiritik pada

mineral terdapat tekstur berupa sieve, zoning, dan rim opak, fenokris (67%)

terdiri dari plagioklas, piroksen, hornblenda, k-feldspar, dan mineral opak,

bentuk euhedral-anhedral, berukuran 0,075-1,2 mm tertanam dalam masadasar

terdiri dari gelas, plagioklas, dan mineral opak. (Gambar 3.26).

Gambar 3.25. Lava Gunung Cidadali dengan struktur vesikuler (kanan).

Gambar 3.26. Sayatan petrografi lava andesit hornblenda Gunung Cidadali.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Cidadali yang

dicirikan oleh auto breksi serta vesikuler. Menurut Purbawinata, 1990 satuan

ini berumur Plistosen Akhir.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 51


3.2.2.1.6 Satuan Lava Gunung Agung (Al)

Satuan lava andesit piroksen Gunung Agung ini menempati 1% dari

keseluruhan area penelitian dan terletak di timurlaut daerah penelitian.

Topografi satuan ini memiliki pola kontur yang cukup rapat dan terjal.

Penyebaran ke arah barat ditutupi oleh lava Gunung Masigit ke selatan ditutupi

lava Gunung Paruhpuyan sedangkan ke timur ditutupi oleh lava Gunung

Picung. Sebagian besar daerah ini tertutupi vegetasi yang cukup lebat.

Litologi penyusun satuan ini berupa lava andesit, abu kelabu, memiliki

tekstur porfiritik dengan fenokris berupa piroksen dengan masadasar afanitik,

berwarna abu (Gambar 3.27).

Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa andesit piroksen, memiliki tekstur hipokristalin pilotasitik, pada

mineral terdapat tekstur rim piroksen dan zoning dengan fenokris (30%) terdiri

dari plagioklas, piroksen dan mineral opak bentuk euhedral-anhedral,

berukuran 0,025-0,35 mm tertanam dalam masadasar terdiri dari gelas,

piroksen, plagioklas dan mineral opak (Gambar 3.28).

Gambar 3.27. Lava Gunung Agung dengan struktur vesikuler (kanan)

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 52


Gambar 3.28. Sayatan petrografi lava andesit piroksen Gunung Agung.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Agung yang dicirikan

oleh vesikuler pada permukaan lava dan terlihat tekstur aliran pada analisa

mikroskopik. Hal ini menunjukkan bahwa satuan ini terbentuk melalui

mekanisme aliran. Menurut Purbawinata, 1990 satuan ini berumur Plistosen

Akhir ( 0.08 – 0.04 Ma).

3.2.2.1.7 Gunung Gajah (Gal)

Satuan lava basal piroksen Gunung Gajah ini menempati 7,92% dari

keseluruhan area penelitian dan terletak di timurlaut daerah penelitian.

Topografi satuan ini memiliki pola kontur yang cukup rapat dan mengipas

kearah barat, lava ini ditutupi oleh breksi tuf hasil erupsi Gunung Gajah.

Kondisi pada , satuan ini berbatasan dengan lava Cakra sebelah barat dan

ditutupi lava Masigit di sebelah timur.

Litologi penyusun satuan ini berupa lava basaltis, abu aelap, memiliki

tekstur porfiritikfenokris berupa plagioklas dan piroksen dengan masadasar

afanitik yang berwarna abu gelap (Gambar 3.29).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 53


Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa basal piroksen, memiliki tekstur hipokristalin porfiritik, pada

mineral terdapat tekstur rim opak, zoning, sieve, fenokris (35%) terdiri dari

plagioklas, piroksen, dan mineral opak, bentuk euhedral-anhedral, berukuran

0,07-2,5 mm tertanam dalam masadasar terdiri dari gelas, mineral opak, dan

plagioklas (Gambar 3.30).

Gambar 3.29. Lava Gunung Gajah dengan struktur vesikuler (kanan).

Gambar 3.30. Sayatan petrografi lava basal piroksen Gunung Gajah.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Gajah yang dicirikan

oleh auto breksi serta vesikuler pada permukaan lava. Berdasarkan hal tersebut

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 54


menunjukkan bahwa satuan ini terbentuk melalui mekanisme aliran. Menurut

Purbawinata, 1990 satuan ini berumur Plistosen Akhir (0.08 Ma).

3.2.2.1.8 Gunung Pasir Malang (Psl)

Satuan lava andesit piroksen Gunung Pasir Malang ini menempati

15,76% dari keseluruhan area penelitian dan terletak di barat daerah penelitian.

Topografi satuan ini memiliki pola kontur relatif rapat serta memiliki bentuk

punggungan yang berarah timurlaut – baratdaya. Aliran lava satuan ini

menabrak dari satuan lainnya yaitu satuan Lava Gajah, Lava Cikatomas dan

ujung satuan ini menutupi sebagian satuan Lava Cidadali.

Litologi penyusun satuan ini berupa lava andesit, abu terang, memiliki

tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan hornblenda dalam masadasar

berwarna abu terang (Gambar 3.31).

Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa andesit piroksen, memiliki tekstur hipokristalin porfiritik, pada

mineral terdapat tekstur zoning dan opak rim, fenokris (43%), terdiri dari

plagioklas, piroksen dan mineral opak, subhedral-anhedral, ukuran kristal

0,025-1,3 mm tertanam dalam masadasar terdiri dari gelas, plagioklas, dan

mineral opak (Gambar 3.32).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 55


Gambar 3.31. Lava Gunung Pasir Malang.

Gambar 3.32. Sayatan petrografi lava andesit piroksen Gunung Pasir Malang.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Pasir Malang yang

dicirikan oleh kekar kolom serta vesikuler pada permukaan lava. Hal ini

menunjukkan bahwa satuan ini terbentuk melalui mekanisme aliran. Menurut

Purbawinata, 1990 satuan ini berumur Plistosen Akhir.

3.2.2.2. Khuluk Gunung Masigit

3.2.2.2.1 Satuan Lava Gunung Masigit (Mal)

Satuan lava basal piroksen Gunung Masigit ini menempati 3,60%

dari keseluruhan area penelitian dan terletak di utara daerah penelitian.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 56


Topografi satuan ini memiliki pola kontur relatif kasar. Pada bagian puncak

terdapat kawah yang sudah tidak aktif diinterpretasikan sebagai tempat

erupsi pusat dari Khuluk Masigit Tua, selain itu puncak Masigit ini menjadi

puncak tertinggi pada daerah penelitian. Aliran lava satuan ini mengalir

kearah barat menutupi sebagian satuan lava Gunung Gajah dan berada

dibawah satuan lava Gunung Agung pada bagian timur Sebagian besar

daerah ini tertutupi vegetasi yang cukup lebat.

Litologi penyusun satuan ini berupa lava basaltis, berwarna hitam

memiliki tekstur afanitik (Gambar 3.33).

Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa basal piroksen, memiliki tekstur hipokristalin porfiritikpada

mineral terdapat tekstur sieve, rim piroksen dan zoning, fenokris (25%)

terdiri dari plagioklas, piroksen, olivin dan mineral opak, berbentuk

euhedral-anhedral, berukuran 0,075-2,25 mm tertanam dalam masadasar

terdiri dari gelas, plagioklas, mineral opak, dan piroksen (Gambar 3.34).

Gambar 3.33. Lava Gunung Masigit dengan struktur kekar kolom (kiri).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 57


Gambar 3.34. Sayatan petrografi lava basal piroksen Gunung Masigit.

Pada satuan ini terdapat kekar kolom serta vesikuler pada permukaan

lava. Hal ini menunjukkan bahwa satuan ini terbentuk melalui mekanisme

aliran. Menurut Purbawinata, 1992 satuan ini berumur Plistosen Akhir.

3.2.2.2.2 Satuan Lava Gunung Paruhpuyan.1 (Prl.1)

Satuan lava andesit piroksen Gunung Parhpuyan 1 ini menempati

4,63% dari keseluruhan area penelitian dan terletak di utara daerah

penelitian. Topografi satuan ini memiliki pola kontur sistematis pada bagian

bawah mempunyai pola kontur renggang berangsur menjadi rapat pada

bagian atas atau puncak. Terdapat manifestasi berupa solfatara yang

menyebabkan batuan sekitar teralterasi. Pada bagian timur satuan ini

tertutupi oleh endapan piroklastik jatuhan Guntur dan lava Kabuyutan.

Aliran lava mengalir kearah selatan dan barat menabrak dengan satuan Lava

Agung.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 58


Litologi penyusun satuan ini berupa lava andesit, abu terang,

memiliki tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen,

hornblenda dalam masadasar berwarna abu terang (Gambar 3.35).

Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa andesit piroksen, memiliki tekstur hipokristalin porfiritik,

terdapat tekstur pada mineral berupa sieve, rim opak dan zoning, fenokris

(40%), terdiri dari plagioklas, piroksen, hornblenda, k-feldspar, dan mineral

opak, berbentuk euhendral-anhedral, berukuran 0,025-1,2 mm tertanam

dalam masadasar yang terdiri dari gelas, mineral opak, plagioklas. (Gambar

3.36).

Gambar 3.35. Lava Gunung Paruhpuyan.1 dengan struktur vesikuler (kanan).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 59


Gambar 3.36. Sayatan petrografi lava andesit piroksen Gunung Paruhpuyan 1.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Paruhpuyan 1 yang

dicirikan oleh vesikuler pada permukaan lava dan tekstur aliran pada

pengamatan mikroskopik. Hal ini menunjukkan bahwa satuan ini terbentuk

melalui mekanisme aliran. Menurut Purbawinata(1990) satuan ini berumur

Plistosen akhir.

3.2.2.2.3 Satuan Lava Gunung Paruhpuyan 2 (Prl.2)

Satuan lava andesit hornblenda Gunung Paruhpuyan 2 ini menempati

0,91% dari keseluruhan area penelitian dan terletak di dalam satuan Lava

Paruhpuyan 2. Topografi satuan ini memiliki pola kontur rapat dan membentuk

punggungan yang memanjang utara – selatan, diinterpretasikan satuan ini

terbentuk saat Gunung Paruhpuyan erupsi. Satuan ini dibatasi oleh sungai di

sebelah barat dan timurnya, arah dari aliran lava satuan ini mengalir ke arah

selatan. Sebagian besar satuan ini tertutupi endapan piroklastik jatuhan Gunung

Guntur.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 60


Litologi penyusun satuan ini berupa lava andesit, abu-abu, memiliki

tekstur porfiritik dengan fenokris berupa hornblenda dalam masadasar afanitik

berwarna abu (Gambar 3.37).

Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa andesit hornblenda, memiliki tekstur hipokristalin porfiritik

pada mineral terdapat tekstur sieve, rim opak dan zoning, fenokris (40%),

terdiri dari plagioklas, hornblenda, piroksen, biotit dan mineral opak, berbentuk

euhendral-anhedral, berukuran 0,025-1,2 mm tertanam dalam masadasar yang

terdiri dari gelas, mineral opak, plagioklas (Gambar 3.38).

Gambar 3.37. Singkapan lava andesit hornblenda Gunung Paruhpuyan 2.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 61


Gambar 3.38. Sayatan petrografi lava andesit hornblenda Gunung Paruhpuyan 2.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Paruhpuyan 2 yang

dicirikan oleh vesikuler pada permukaan lava serta tekstur aliran pada

pengamatan mikroskopik. Hal ini menunjukkan bahwa satuan ini terbentuk

melalui mekanisme aliran. Menurut Purbawinata, 1990 satuan ini berumur

Plistosen Akhir.

3.2.2.2.4 Satuan Lava Gunung Kabuyutan (Kbl)

Satuan lava basal piroksen Gunung Kabuyutan ini menempati 4,23%

dari keseluruhan area penelitian dan terletak di timurlaut daerah penelitian.

Topografi satuan ini memiliki pola pola kontur relatif rapat.. Satuan ini

tertutupi oleh endapan piroklastik jatuhan Gunung Guntur dan berbatasan

langsung dengan satuan Lava Gunung Guntur, aliran lava satuan ini mengalir

kearah selatan dan barat.

Litologi penyusun satuan ini berupa lava basal, hitam, memiliki tekstur

afanitik berwarna hitam (Gambar 3.39).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 62


Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa basal piroksen, hipokristalin intergranular, aliran, rim piroksen,

zoning dan sieve, fenokris (15%) terdiri dari plagioklas, piroksen, olivin dan

mineral opak, subhedral-anhedral, berukuran 0,075-0,8 mm tertanam dalam

mssadasar terdiri dari gelas, plagioklas, dan piroksen (Gambar 3.40).

Gambar 3.39. Lava Gunung Kabuyutan dengan struktur autobreksi (kiri).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 63


Gambar 3.40. Sayatan petrografi lava basal piroksen Gunung Kabuyutan.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Kabuyutan yang

dicirikan oleh struktur auto breksi serta vesikuler pada permukaan lava dan

tekstur aliran pada pengamatan mikroskopik. Hal ini menunjukkan bahwa

satuan ini terbentuk melalui mekanisme aliran. Menurut Purbawinata, 1990

satuan ini berumur Plistosen Akhir.

3.2.2.2.5 Satuan Lava Gunung Guntur (Gtl)

Pada peta topografi, satuan ini memiliki pola kontur yang relatif

rapat ke arah utara pada puncak tertingginya. Bagian puncak satuan ini

memperlihatkan adanya struktur kawah yang diinterpretasikan sebagai sumber

erupsi dari Gunung Guntur dan terdapat manifestasi berupa solfatara, aliran

lava satuan ini mengalir ke arah timur. Sebagian besar tubuh Gunung Guntur

ini ditutupi oleh material hasil letusan Gunung Guntur sendiri yang cukup tebal

yaitu piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran dengan ketebalan ± 2cm – 5m.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 64


Litologi penyusun satuan ini berupa lava basaltis, abu kehitaman,

memiliki tekstur porfiritik dengan fenokris piroksen dalam masadasar afanitik

berwarna abu kehitaman (Gambar 3.41).

Hasil pengamatan mikroskopik pada sampel satuan ini menunjukkan

litologi berupa basal piroksen, tekstur hipokristalin porfiritik, terdapat tekstur

pada mineral berupa rim piroksen, sieve dan zoning, fenokris (30%), terdiri dari

plagioklas, piroksen, olivin dan mineral opak, euhedral-anhedral, berukuran

0,02-0,8 mm tertanam dalam massadasar terdiri dari gelas, mineral opak,

plagioklas, dan piroksen (Gambar 3.42).

Gambar 3.41. Lava Gunung Guntur dengan struktur autobreksi (kiri)

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 65


Gambar 3.42. Sayatan petrografi lava basal piroksen Gunung Guntur.

Satuan ini merupakan produk efusif dari Gunung Guntur yang

dicirikan oleh struktur vesikuler pada permukaan lava. Hal ini menunjukkan

bahwa satuan ini terbentuk melalui mekanisme aliran. Menurut Purbawinata,

1990 satuan ini berumur Plistosen Akhir sampai Resen.

3.2.2.2.6 Lahar Kamojang (Kmlh)

Satuan lahar Kamojang ini menempati 9,28%dari keseluruhan area

penelitian dan terletak sebelah baratdaya daerah penelitian. Topografi satuan

ini memiliki pola kontur renggang dan relatif landai. Satuan ini berbatasan

dengan satuan lahar Masigit dibatasi oleh sungai yang mengalir baratdaya –

tenggara, diinterpretasikan satuan ini berasal dari hasil endapan material lepas

Khuluk Cakra dan gunungapi tua yang berada sebelah barat daerah penelitian.

Berdasarkan pola kontur satuan ini memanjang kearah tenggara yang

diinterpretasikan sebagai arah aliran dari pengendapan lahar tersebut.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 66


Litologi penyusun satuan ini berupa endapan lahar berwarna cokelat

kehitaman, sortasi cukup baik, kemas terbuka, matriks supported, bentuk butir

menyudut-menyudut tanggung, ukuran fragmen dominan kerakal. Fragmen

terdiri dari pecahan batuan beku dengan matriks pasir halus berwarna cokelat

kehitaman (Gambar 3.43).

Gambar 3.43. Singkapan Breksi Lahar Kamojang.

Satuan ini merupakan produk laharik dari Khuluk Cakra dan gunungapi

lebih tua yang dicirikan oleh matriks mengandung mud. Berdasarkan hal

tersebut menunjukkan bahwa satuan ini termasuk dalam produk sekunder dari

aktivitas gunungapi yaitu lahar. Menurut Alzwar, dkk., 1992 satuan ini

berumur Kuarter.

3.2.2.2.7 Lahar Masigit (Malh)

Satuan lahar Masigit ini menempati 16,66% dari keseluruhan area

penelitian dan terletak sebelah tenggara daerah penelitian. Topografi satuan ini

memiliki pola kontur relatif kasar. Satuan ini berbatasan dengan satuan Lahar

Kamojang dibatasi oleh sungai yang mengalir baratdaya – tenggara,

diinterpretasikan satuan ini berasal dari hasil endapan material lepas Khuluk

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 67


Masigit. Berdasarkan pola kontur satuan ini memanjang kearah tenggara yang

diinterpretasikan sebagai arah aliran.

Litologi penyusun satuan ini berupa lahar berwarna abu kehitaman,

sortasi buruk, kemas terbuka, bentuk butir menyudut-menyudut tanggung,

ukuran butir kerakal sampai berangkal. fragmen terdiri dari pecahan batuan

beku dengan matriks pasir halus (Gambar 3.44).

Gambar 3.44. Singkapan Breksi Lahar Masigit dengan struktur imbrikasi.

Satuan ini merupakan produk lahar dari Khuluk Masigit yang dicirikan

oleh bentuk fragmen yang menyudut – menyudut tanggung dan terdapat

struktur imbrikasi yang mencirikan adanya arus air yang bekerja, serta dalam

matriks mengandung mud .Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa

satuan ini termasuk dalam produk sekunder dari aktivitas gunungapi yaitu

lahar. Menurut Alzwar, dkk., 1992 satuan ini berumur Kuarter.

3.2.2.2.8 Breksi Tuf Gunung Gajah (Gaal)

Satuan breksi tuf Gunung Gajah ini menempati 4,75% dari keseluruhan

area penelitian dan terletak sebelah baratdaya daerah penelitian. Topografi

satuan ini memiliki pola kontur renggang yang mengekspresikan dataran

landai. daerah ini berbatasan dengan satuan lava yang memiliki kontur relatif

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 68


lebih terjal sehinga terlihat adanya perbedaan yang kontras dengan satuan ini.

Batas dari satuan ini yaitu dengan satuan Lava Gajah di utrara, Lava Pasir

Malang di timur, Lava Cakra di baratlaut dan di ujung aliran dengan Lava

Cidadali, satuan breksi tuf ini diinterpretasikan berasal dari hasil erupsi

Gunung Gajah yang menutupi satuan Lava Gajah. berdasarkan pola kontur

satuan ini memanjang kearah baratdaya yang diinterpretasikan sebagai arah

aliran dari satuan ini.

Litologi penyusun satuan ini berupa breksi tuf berwarna cokelat, sortasi

buruk, kemas terbuka, matriks supported, bentuk butir menyudut-menyudut

tanggung, ukuran butir kerakal sampai berangkal. terdiri dari fragmen basal

dan andesit dan matriks tuf halus berwarna cokelat (Gambar 3.45).

S N

Gambar 3.45 Singkapan Breksi Tuf Gajah.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 69


Satuan ini merupakan produk piroklastik aliran dari Gunung Gajah

yang dicirikan oleh fragmen yang sejenis, sortasi buruk, matriks tuf dan bentuk

butir yang menyudut.Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa satuan ini

terbentuk melalui mekanisme aliran.Menurut Alzwar, dkk., 1992 satuan ini

berumur Kuarter.

3.3. Struktur Geologi

Struktur geologi pada daerah penelitian di analisis menggunakan DEM, peta

topografi, dan pengamatan langsung di lapangan untuk menemukan bukti-bukti

pendukung struktur geologi.

Struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian terdiri dari struktur primer

dan struktur sekunder. Struktur primer yang terdapat di daerah penelitian berupa

kekar berlembardan kekar kolom, sedangkan struktur sekunder di daerah penelitian

terdiri dari sesar normal Cikahuripan dan struktur kawah.

3.3.1. Struktur Primer

Struktur primer di daerah penelitian diinterpretasikan melalui pengamatan

langsung di lapangan. Struktur primer ini shetting joint yang terbentuk akibat

perbedaan suhu dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kekar akibat tektonik

(Yuwono, 2004).

Kekar kolom

Struktur kekar ini dapat diamati di kawah Gunung Masigit, Desa Dano.Struktur

ini terbentuk dari pendinginan lava yang berasal dari erupsi Gunung Masigit

(Gambar 3.46).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 70


Gambar 3.46. Struktur kekar kolom di Kawah Masigit, foto menghadap tenggara.

Kekar berlembar

Struktur kekar berlembar pada lava terbentuk akibat adanya perbedaan suhu

yang terjadi pada saat lava mengalir, ketika lava bagian luar sudah membeku tetapi

pada bagian dalam masih bersifat fluida akibatnya lava yang membeku diatasnya

akan terseret (terpancung) oleh aliran lava di bawahnya dan akan membentuk

pancungan yang membentuk kekar berlembar. Struktur ini dapat diamati di aliran

lava Gunung Putri dan Gunung Cikatomas di Desa Rancabango dan Pakuhaji.

(Gambar 3.47).

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 71


Gambar 3.47. Struktur kekar berlembar lava Cikatomas (kiri) dan lava Putri (kanan).

3.3.2. Struktur Sekunder

Struktur sekunder pada daerah penelitian diinterpretasikan melalui citra SRTM,

peta topografi, dan pengamatan langsung di lapangan.Struktur sekunder di lapangan

berupa sesar normal Cikahuripan dan struktur kawah.

Sesar Normal Cikahuripan

Berdasarkan pengamatan dilapangan maupun interpretasi data DEM

(Gambar 3.47) pada daerah penelitian sesar Cikahuripan ini berarah timurlaut –

baratdaya melalui sungai Cikahuripan sebelah tengara Pasir Cisaat. Akibat dari

gerak magma dan erupsi yang berulang mengakibatkan terjadinya inflasi-

deflasi berkali-kali, karena efek gaya berat dan keragaman sifat fisik batuan hal

tersebut dapat berkembang menjadi sesar normal di daerah puncak dan lereng

atas (Bronto drr., 2004a). Hal tersebut yang membuat adanya sesar normal di

Gunung Pasir Malang yang berarah timurlaut – baratdaya.

Bukti sesar yang dijumpai di lapangan berupa gawir (Gambar 3.48)

sedangkan pada data DEM terlihat kelurusan mulai dari puncak Pasir Malang

sampai Kampung Awiligar. Pada bagian baratlaut relatif naik sedangkan

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 72


bagian tenggara relatif turun berdassarkan hal tersebut penulis menginterpretasi

kelurusan tersebut merupakan sesar normal.

Gambar 3.48. Interpretasi sesar normal Cikahuripan terlihat pada DEM.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 73


Gambar 3.49. Gawir yang diinterpretasikan sebagai sesar normal Cikahuripan.
berarah timurlaut – baratdaya, foto menghadap barat.

Struktur Kawah

Kawah Masigit

Kawah Masigit terletak di puncak Gunung Masigit.Kawah Masigit ini

dberdasarkan bentuk depresi dari data DEM, selain itu pola kontur pada kawah

ini relatif rapat dan memiliki arah bukaan kawah kearah baratdaya (Gambar

3.50).

Gambar 3.50. Kawah Gunung Masigit, foto menghadap utara.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 74


Kawah Guntur

Kawah Guntur terletak di Gumuk Gondang.Kawah ini dianalisis berdasarkan

bentuk depresi dari data DEM, selain itu pola kontur pada kawah ini relatif

lebih rapat dari kawah Masigit serta memilki arah sumbu kawah berarah utara

– selatan (Gambar 3.51).

Gambar 3.51 Kawah Gunung Guntur, foto menghadap barat.

Struktur kawah ini terbentuk karena adanya collapse pada “perut”

gunungapi akibat dari dikeluarkannya produk erupsi dalam jumlah yang

cukup masif, yaitu lava dan piroklastik aliran ke arah timurGunung Guntur.

Struktur ini berbentuk sirkular dan berada di daerah tempat produk erupsi dari

Gunung Guntur terbentuk.

Menurut Suppe (1985), struktur ini dapat terbentuk karena runtuhnya

batuan ke ruang kosong di bawah permukaan yang terbentuk akibat

penghilangan material di dalam gunungapi dan hal ini tidak berhubungan

dengan ekstensi horizontal, namun lebih karena adanya pengaruh dari gaya.

Adi Setiadi – 1012007 Teknik Geologi STTMI 75

You might also like