You are on page 1of 98

KASUS SEMINAR

PASIEN DENGAN PNEUMONIA


DI RUANG D2 RSAL DR.RAMELAN SURABAYA

OLEH
1. Aridha Budi Pratiwi 173.0016
2. Hilda Ajeng M 173.0040
3. Rurin Khairun Nisaa 173.00
4. Yustina Rahmawati 173.00

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2018
KASUS SEMINAR
PASIEN DENGAN PNEUMONIA
DI RUANG D2 RSAL DR.RAMELAN SURABAYA

OLEH
1. Aridha Budi Pratiwi 173.0016
2. Hilda Ajeng M 173.0040
3. Rurin Khairun Nisaa 173.00
4. Yustina Rahmawati 173.00

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Kelompok
Asal Intitusi : Stikes HangTuah Surabaya/Prodi Profesi Ners

Menyatakan telah melakukan revisi pada makalah seminar sesuai dengan arahan
pembimbing. Serta menyatakan bahwa data yang ditulis ini benar.

Surabaya, Mei 2018


Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

(……..........………............…...…) (………....….......……………….)

Kepala Ruangan D2 Rsal Dr.Ramelan SBY

(Yuliastuti……)

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha

Esa, atas limpahan karunia dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyusun

Makalah Seminar yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada An.A dengan

diagnosa medis Pneumonia di Ruang D2 Rsal Dr.Ramelan SBY” dapat selesai

sesuai waktu yang telah ditentukan.

Penyusunan makalah ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan Program Profesi Ners di Sekolah Tinggi Ilmu

Keperawatan Hang Tuah Surabaya. Makalah ini disusun dengan memanfaatkan

berbagai literature serta mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai

pihak, penulis menyadari tentang segala keterbatasan kemampuan dan pemanfaatan

literature, sehingga makalah ini dibuat dengan sangat sederhana baik dari segi

sistematika maupun isinya jauh dari kata sempurna.

Hormat Kami,

Kelompok

iii
DAFTAR ISI

COVER LUAR ...................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3 Tujuan ......................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................ 3
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................... 3
1.4 Manfaat ....................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi & Fisiologi Sistem Pernafasan ..................................... 5
2.1.1 Anatomi Sistem Pernafasan....................................................... 7
2.1.2 Fisiologi Sistem Pernafasan ...................................................... 9
2.1.3 Pertumbuhan Fisik Paru ............................................................ 21
2.2 Konsep dasar manusia .................................................................. 22
2.2.1 Definisi Pneumonia ................................................................... 22
2.2.2 Etiologi Pneumonia ................................................................... 22
2.2.3 Patofisiologi Pneumonia............................................................ 24
2.2.4 Klasifikasi Pneumonia….......................................................... . 37
2.2.5 Manifestasi Klinis Pneumonia................................................... 38
2.2.6 Test Diagnostik Pneumonia....................................................... 38
2.2.7 Penatalaksanaan Medis Pneumonia........................................... 40
2.2.8 Komplikasi Pneumonia ............................................................. 41
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pneumonia ........................ 42
2.3.1 Pengkajian Asuhan Keperawatan Pneumonia ........................... 42
2.3.2 Diagnosa Keperawatan .............................................................. 45
2.3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................. 46
2.3.4 Implementasi Keperawatan ....................................................... 50
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................... 55
2.3.3 Kerangka Konsep ...................................................................... 57
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan pada An.A ................................................. 58
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian ................................................................................... 26
4.2 Analisa Data ................................................................................ 27
4.3 Diagnosa Keperawatan ................................................................ 27
4.4 Intervensi & Implementasi Keperawatan .................................... 27
4.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................. 94
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 97

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan
cairan dan sel radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang ke dalam
dinding alveolus dan rongga interstisium (Mukty, 2008). Pada sebagian kasus,
pasien tidak mengetahui bahwa dirinya terkena pneumonia akibat penurunan sistem
neurosensoris yang berujung pada melemahnya sistem pernapasan pasien.
Dampak dari pneumonia yang seringkali menyertai ialah adanya gangguan
dari proses pemenuhan kebutuhan oksigen yang merupakan bagian dari kebutuhan
fisologis. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan, oksigen sangat
berperan penting dalam proses metabolisme tubuh. Jika kebutuhan oksigen dalam
tubuh tidak terpenuhi maka oksigen dalam tubuh berkurang dan akan terjadi
kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi
kematian. Kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Terbukti pada seseorang yang kekurangan oksigen
mengalami hipoksia.
Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan
dengan cara pemberian oksigen melalui saluran napas (Hidayat, 2010). Berawal
dari terganggunya proses oksigenasi yang merupakan kebutuhan dasar manusia
dapat timbul masalah keperawatan yang bisa menjadi diagnosa keperawatan yang
befokus pada oksigenasi diantaranya adalah, bersihan jalan napas tidak efektif,
gangguan pertukaran gas dan bahkan perubahan pola napas (NANDA. 2014).
Pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
menegenai sekitar 900.000 pasien (NICE 2008) dan menyebabkan sekitar 30.000
kematian per tahun didunia (ONS 2010). Pada tahun 2011suatu survey acak pada
pasien pneumonia di Indonesia memberikan informasi bahwa 44% dari sampel
berada dibawah usia pensiun dan 24% dari kohort tersebut sepenuhnya tidak dapat
bekerja akibat pneumonia (Britton, 2011). WHO memperkirakan pada tahun 2020
prevalensi pneumonia lebih tinggi pada Negara-negara dimana merokok
merupakan faktor resiko utama. Prevalensi pneumonia meningkat dengan seiring

1
bertambahnya usia, prevalensi ini lebih tinggi pada pria daripada wanita (Ikawati,
2011).
Menurut Smelthzer (2010) pneumonia merupakan infeksi sekunder yang
biasanya disebabkan oleh virus yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan broncus dan alveolus dan bisa juga disebabkan oleh tindak lanjut dari
suatu penyakit kronis lain seperti CVA (Cerebro Vasculer Accident) yang di
perantarai oleh disfagi. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran
kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli akan mengakibatkan
penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa
menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai
pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga pleura. Emfisema (
tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari
pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia,
acidosis respiratori, pada pasien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas.
Peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah diperlukan terutama dalam
bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut, salah satunya ialah melakukan screening disfagia dan
penyuluhan atau discharge planning tentang metoda memberikan asupan nutrisi
yang benar pada pasien-pasien yang berpotensial atau sudah mengalami kelemahan
dalam reflek menelan yang bisa menimbulkan aspirasi pada paru khususnya bagi
pasien yang menderita penyakit gangguan neurosensoris. Bedasarkan uraian diatas
maka penulis tetarik untuk membahas kasus dengan diagnosis “Asuhan
keperawatan Pada An.A dengan Diagnosa medis Pneumonia di Rsal Dr.Ramelan
Sby

1.2 Rumusan Masalah


“ Bagaimanakah asuhan keperawatan pada An.A dengan Diagnosa medis
Pneumonia di Ruang D2 Rsal dr.Ramelan SBY?

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada An.A dengan Diagnosa medis
Pneumonia di ruang D2 RSAL dr Ramelan Surabaya
.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada An.A dengan Diagnosa medis Pneumonia di Ruang
D2 RSAL dr.Ramelan Surabaya
2. Menegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hasil pengkajian pada An.A
dengan Diagnosa medis Pneumonia di Ruang D2 RSAL dr.Ramelan Surabaya
3. Menyusun intervensi asuhan keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan
yang muncul dan melakukan modifikasi intervensi asuhan keperawatan bila
diperlukan pada An.A dengan Diagnosa medis Pneumonia di Ruang D2 RSAL
dr.Ramelan Surabaya
4. Melaksanakan intervensi asuhan keperawatan sesuai dengan intervensi asuhan
keperawatan yang telah disusun sebelumnya pada An.A dengan Diagnosa medis
Pneumonia di Ruang D2 RSAL dr.Ramelan Surabaya
5. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan sesuai dengan implementasi asuhan
keperawatan yang telah dilakukan pada An.A dengan Diagnosa medis
Pneumonia di Ruang D2 RSAL dr.Ramelan Surabaya
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada An.A
dengan Diagnosa medis Pneumonia di Ruang D2 RSAL dr.Ramelan Surabaya
1.4 Manfaat
1. Segi akademis, merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam
hal asuhan keperawatan An.A dengan Diagnosa medis Pneumonia di Ruang D2
RSAL dr.Ramelan Surabaya
2. Segi praktis, karya tulis ilmiah ini akan bermanfaat bagi :
a. Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi masukkan bagi pelayanan
keperawatan di rumah sakit agar perawat mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien An.A dengan Diagnosa medis Pneumonia di Ruang
D2 RSAL dr.Ramelan Surabaya

3
b. Bagi pasien
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi masukkan bagi pasien dalam
merawat diri sendiri dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
An.A dengan Diagnosa medis Pneumonia di Ruang D2 RSAL dr.Ramelan
Surabaya
c. Bagi keluarga pasien
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi masukkan bagi keluarga dalam
merawat anggota keluarganya dengan diagnosa medis pneumonia secara
mandiri di rumah.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diulas mengenai anatomi fisiologi paru -paru, konsep
dasar pneumonia, konsep tracheostomy, konsep dasar asuhan keperawatan
pneumonia, dan kerangka konsep.

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan


2.1.1 Anatomi Sistem Pernapasan
Menurut Evelyn (2008) anatomi saluran pernapasan terdiri dari saluran
pernapasan bagian atas (rongga hidung, sinus paranasalis, dan faring) dan saluran
pernpasan bawah (laring, trachea, bronchus dan alveoli), sirkulasi pulmonal
(ventrikel kanan, arteri pulmonal, kapiler pulmonal, venula pulmonal, vena
pulmonal dan atrium kiri), paru (paru kanan terdiri dari 3 lobus dan paru kiri terdiri
dri 2 lobus), rongga pleura, dan otot-otot pernapasan.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem pernapasaan (Sumber: Adam’s Anatomi.2008)


1. Saluran napas bagian atas terdiri dari :
a. Rongga Hidung
Hidung terdiri dari dua nostril yang merupakan pintu masuk
menuju rongga hidung. Rongga hidung adalah dua kanal sempit

5
yang satu sama lainnya dipisahkan oleh septum. Dinding rongga
hidung dilapisi oleh mukosa serta sel epitel batang, bersilia, dan
berlapis semu. Mukosa tersebut menyaring, menghangatkan,
melembabkan udara yang masuk melalui hidung. Vestibulum
merupakan bagian dari rongga hidung yang berambut yang
berfungsi menyaring partikel-partikel asing berukuran besar agar
tidak masuk ke dalam saluaran pernapasan bagian bawah. Dalam
hidung juga terdapat saluran-saluran yang menghubungkan antar
rongga hidung dengan kelenjar air mata. Bagian ini dikenal dengan
kantung lakrimalis. Kantung nasolakrimalis ini berfungsi
mengalirkan air melalui hidung yang berasal dari kelenjar air mata
jika sseorang menangis (Smelthzer. 2007)
b. Sinus Paranasalis
Sinus paranasal berperan dalam mensekresi mukus,
membantu pengaliran air atau melalui nasilakrimalis, dan membantu
permukaan rongga hidung agar tetap bersih dan lembab. Sinus
paranasal juga termasuk dalam wilayah sistem penghidu. Wilayah
penghidu tersebut terdiri dari permukaan ninferior palatum
kribiform, bagian superior septum nasal, dan bagian superior konka.
Reseptor didalam epitel penghidu ini akan merasakan sensasi bau
c. Faring
Faring (tekak) merupakan pipa berotot yang bermula dari
dasar tengkorak dan berakhir sampai persambungannya deng
esophagus dan batas tulang rawan krikoid. Faring terdiri dari tiga
bagian yang berdasarkan letaknya yakni, nasofaring bagian posterior
rongga nasal yang membuka kearah rongga nasal yang melalui 2
garis (di belakang hidung), oropharing yang dipisahkan oleh
nasopharing dan palatum lunak serta laring yang merupakan gerbang
untuk system respiratorik selanjutnya (di belakang laring)
(Smelthzer. 2007)

d. Nasofaring

6
Bagian faring ini terdapat ini terdapat di dosal kavum nasi
dan terhubung dengan kavum nasi melalui konka dinding lateral
yang dibentuk oleh musculus tensor platini, musculus levator villi
(membentuk platum mole), musculus constructor faringis superior.
e. Orofaring
Orofaring terletak dibelakang cavum oris dan terbentang dari
pallatum molle sampai ketepi atas epiglotis, orofaring mempunyai
atap, dasar dinding anterior, dinding posterior dan dinding lateral.
Orofaring mempunyai dua cabang, yakni ventral dengan kavum oris
dan kaudal terhadap radiks lingua.
f. Laringofaring
Bagian ini terhubung dengan laring melalui mulut, yaitu
melalui saluran auditus laringeus. Dinding depan laringo faring
memiliki plika laringisi epiglotika.
2. Saluran Napas Bagian Bawah Terdiri Dari :

Gambar 2.2 Saluran Pernapasan Bawah (Sumber: Adam’s Anatomi.2008)


a. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang
rawan yang dilengkapi dengan otot, membran jaringan ikat, dan
ligamentum. Bagian ataslaring membentuk epiglotis. Laring terdiri
dari beberapa bagian, yakni kerilago tiroidea, kartilago krikoidea,
kartilago aritenoidea dan kartilago epiglotika.
b. Trachea

7
Trachea merupakan perpanjangan dari laring pada
ketinggian tulang vertebra torakal ke-7 yang bercabang menjadi 2
bronkhus. Ujung cabang trachea disebut carina. Trachea bersifat
sangat fleksibel, berotot dan memilki rata-rata panjang 12 cm
dengan cincin kartilago berbentuk huruf C. Pada cincin tersebut
terdapat silia tegak (pseudostratified ciliatedcolumnar epithelium)
yang mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lendir
(mucus) (Soemantri, 2008).
c. Bronchus
Brnchus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan
dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra
torakalis IV dan V yang biasa disebut broncus prinsipalis dextra dan
broncus prinsipalis sinistra. Bronchus kanan lebih pendek dan besar
daripada broncus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronchus kiri lebih panjang dan lebih ramping dibanding bronchus
kanan, terdiri dari 9-12 cincin. Bronchus bercabang-cabang, cabang
yang lebih kecil disebut bronchiulus (bronchioli). Pada bronchioli
tak terdapat cincin lagi dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
pari/gelembung hawa atau alveoli (Syaifuddin, 2006).
Bronchus disusun oleh jaringan kartilago. Sedangkan
bronchiolus, yang berakhir di alveoli, tidak mengandung kartilago.
Tidak adanya kartilago menyebabkan bronchiolus mampu
menagkap udara. Namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak
kolaps, alveoli dilengkapi denga porus/lubang kecil yang terletak
antar alveoli, yang berfungsi mencegah kolaps antar alveoli
d. Alveoli
Parenkim paru merupakan area yang aktif bekerja dari
jaringan paru-paru. Parenkim itu mengandung berjuta-juta alveolus.
Alveoli merupakan kantong udara yang sangat kecil, dan merupakan
akhir dari bronchiolus respiratorius sehingga memungkinkan
pertukaran oksigen dan karbondioksida di antara kapiler pulmoner
dan alveoli (Soemantri, 2008).

8
Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru
lahir. Seiring dengan pertumbuhan usia, jumlah alveoli pun ikut
bertambah dan akan mencapi jumlah yang sama dengan orang
dewasa pada usia 8 tahun, yakni 300 juta alveoli. Setiap unit alveoli
menyuplai 9-11 prepulmonary dan pulmonary kapiler

Gambar 2.3 Alveoli Paru (Sumber: Adam’s Anatomi.2008)

e. Paru – paru
Paru-paru adalah salah satu organ paling penting dalam
sistem pernapasan. Organ ini berada dalam kantong yang dibentuk
oleh pleura parietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-paru ini
sifatnya lunak, elastis, sifatnya ringan dan terapung dalam air serta
berada dalam rongga toraks.
Paru-paru berwarna biru keabuan dan berbintik-bintik
karena adanya partikel debu yang masuk dan dimakan oleh fagosit.
Hal ini terlihat nyata pada paru pekerja tambang. Paru-paru terletak
di samping mediastinum dan melekat pada perantaraan radiks
pulmonalis, di mana antara paru satu dengan yang lain dipisahkan
oleh jantung, pembuluh darah besar, dan struktur-struktur lain dalam
mediastinum.
Paru terbagi dalam 2 segmen yakni, paru kanan dan paru kiri.
Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu lobus superior, medius dan
inferior. Paru kiri terdiri dari 2 lobus yaitu, superior dan inferior.

9
Gambar 2.4Paru-Paru (Sumber: Adam’s Anatomi.2008)

2.1.2 Fisiologi Sistem Pernapasan


1. Ventilasi Pulmonal
a. Lintasan Penghantar Udara
Menurut Kumar, (2013), agar dapat mencapai paru-paru,
udara harus melewati serangkaian jalan napas yaitu hidung, faring,
laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Bonkus dan bronkioulus
merupakan rangkaian pipa berongga yang sanagt bercabang-cabang
yang kemudian menjadi semakin kecil dan semakin banyak
cabangya pada setiap percabangan. Diantara trachea dan alveoli
paru, jalan napas terbagi 23 percabangan. Zona konduksi merupakan
16 divisi pertama. 7 divisi berikutnya yang meliputi area saluran
bronchial respirasi, saluran alveoli (duktus alveolaris) dan kantung
alveoli (sakus alveolaris) merupakan zona respirasi yang menjadi
tempat pertukarn gas.
Pada setiap kali bernapas terdapa sekitar 500 mL udara yang
masuk kedalam jala napas. Dari jumlah ini, sekitar 150 mL akan
tertinggal dalam lintasan konduksi dan tidak ikut dalam proses
pengambilan bagian pertukaran gas. Dengan demikian, udara
tersebut dinamakan udara ruang rugi (dead space air) 350 mL

10
lainnya akan memasuki area zona respirasi (udara alveoli). Jadi,
ventilasi total paru sekitar 6 L per menit (500 mL x 12), ventilasi
alveoli sekitar 4,2 L per menit (350mL x 12). Kendati tidak turut
serta dalam pertukaran gas, lintasan konduksi udara memiliki
banyak mekanisme pertahanan yang sangat penting untuk
melindungi parenkim paru (vide infra). Secara histologik, dinding
trakeobronkial terdiri dari lapisan submukosa yang terdiri dari otot
polos sweta kelenjar mukus dan lapisan fibrokartilaginosa yang
paling luar. Tersebar diantara torak bersilia terdapat sel-sel goblet
yang melepaskan mukus kedalam lumen jalan napas. Namun,
sumber utama mukus pada lumen tersebut adalah kelenjar mukous
pada lapisan submukosa.
b. Kontrol Saraf Pada Jalan Napas
Kontrol saraf pada jalan napas sangat penting, kontrol saraf
tersebut terdiri dari sistem parasimpatik (kolinergik), sistem
simpatik (adrenergik) dan sistem inhibisi non-adrenergik non-
kolinergik (Kumar, 2013).
Sistem saraf parasimpatik (Vagus) menghasilkan tonus
bronko-konstriktor primer pada jalan napas. Di samping itu, serabut
saraf parasimpatik menginervasi kelenjar mukous pada bronkus dan
sel-sel goblet sehingga terjadi peningkatan sekresi mukous dari
kedua sumber tersebut. Serabut saraf ini bekerja lewat reseptor
muskarinikkolinergik dan asetilkolin sebagai neurotransmiternya.
Inervasi smpatik jalan napas kalaupun ada sangatlah sedikit.
Namun, otot bronkus mengandung reseptor β2 yang merespons
katekolamin dalam darah dan menyebabkan relaksasi
(bronkodilatasi). Disamping itu nervus vagus mengandung serabut
saraf non-adrenergik non-kolinergik yang melepaskan nitrit oksid
pada ujung terminalnya dan menimbulkan bronkodilatasi
Reseptor iritan sensorik yang terletak dalam epithelium jalan
napas bersifat responsif tehadap berbagai stimulus kimia dan
mekanis. Serabut saraf aferen meneruskan ke SSP (reflek batuk)

11
tetapi juga mengaktifkan refleks lokal yang menyebabkan
bronkokonstriksi, peningkatan sekresi kelenjar submukosa dan
peningkatan permebilitas vaskuler. Semua respon ini berperan
penting pada setiap proses terjadinya suatu penyakit.
c. Mekanisme Ventilasi Paru
Menurut Kumar, (2013), keberadaan sejumlah besar serabut
elastik akan memberikan kecenderungan rekoil (recoil) pada paru-
paru, yaitu paru-paru cenderung untuk menjadi kolaps. Tegangan
permukaan cairan yang melapisi alveoli juga turut memberikan
kecenderungan rekoil pada paru-paru. Dinding toraks (thoracic
cage) juga memiliki kecenderungan rekoil yang bekerja dengan arah
kebalikan yaitu dinding toraks tersebut kecenderungan melebar
secara kontinyu. Dua kekuatan yang saling melawan ini akan
menghasilkan tekanan intrapleural yang negatif. Ketika tekanan
negatif ini hilang, misalnya pada pneumotoraks, maka paru-paru
akan kolaps dan dinding dada akan megalami pelebaran.
Inspirasi dihasilkan oleh kontraksinya otot-otot
interkostaliseksterna yang menyebabkan pembesaran rongga toraks
(kavum torakal). Penurunan tekanan intra-pulmonal yang
diakibatkan akan menyebabkan perpindahan udara dari lingkungan
di luar tubuh kedalam paru-paru. Selam pernapasan yang tenang
(quite breathing), ekspirasi paru tidak memerlukan kerja muskuler.
Gerakkan ekspirasi ini ditimbulkan oleh tendensi rekoiling paru-
paru yang menaikkan tekanan intra pulmonal diatas tekanan
atmosfer dan demikian udara akan mengalir keluar. Pada ekspirasi
kuat (misalnya secara fisiologik terjadi pada seseorang menaik napas
dalam, batuk dan mengejan atau secara patologis akibat hilangnya
serabut elastik paru pada penderita emfisema), maka ekspirasi juga
dihasilkan oleh kontraksi aktif otot-otot (ekspiratorius). Pada situasi
semacam ni, kerja pernapasan mengalami peningkatan yang nyata.

12
2. Ventilasi alveolar
Dalam buku Patofisiologi Penyakit (Kumar.2013) dari 500
ml udara yang dihirup pada setiap inspirasi terdapat sekitar 150 mL
udara yang tertinggal didalam jalan napas atas dan tidak turut serta
dalam peetukaran gas (ruang rugi anatomik VD) serta hanya sekitar 350
mL udara yang mencapai alveoli paru dan turut serta dalam pertukaran
gas sehingga :
Ventilasi Pulmonal (VP)= Vt x RR
= 500 x 12
= 6 L/menit.
Ventilasi Alveolar (VA) = (VT - VD) x RR
= (500 - 150) x 12
= 4,2 L/menit
Catatan :RR = respiratory rate/frekuensi pernapasan
Pada pasien dengan pernapasan yang dangkal dan cepat,
ventilasi alveolar dapat mengalami penurunan yang nyata sebagaimana
dilukiskan dalam lewat contoh berikut :

Subyek A Subyek B
VT = 500 mL, RR 12/menit VT = 200 mL, RR 30/menit
VP = 500 x 12 = 6 L/min VP = 200 x 30 = 6 L/min
VA = (500 - 150) x 12 VA = (200 - 150) x 30
= 4,2 L/min = 1,5 L/min
Tabel 2.1 Perbandingan Ventilasi Alveolar (Kumar. 2013)
Walaupun kedua pasien diatasmemilki VP yang sama, namun
VA mengalami penurunan yang nyata pada pasien B sehigga cenderung
menyebabkan hipoksia dan hiperkapnea.
3. Transportasi Gas
a. Transportasi Oksigen
Pada orang dengan kadar hemoglobin normal, setiap 100 mL
darah arterial akan bawa sekitar 19,3 mL oksigen. Oksigen dibawa
oleh darah dalam dua bentuk :

13
1) Dilarutkan secara fisik dari Hb
2) Terikat dengan Hb
Karena koefisien solutabilitas oksigen yang buruk, maka 0,3
mL O2 terdapat dalam bentuk terlarut secara fisik di dalam 100 mL
plasma. Jumlah ini bergantung pada tekanan parsial O2 di dalam
darah. Untuk setiap mm tekanan parsial, 0,003 mL O2 dengan
jumlah yang jauh lebih besar akan diangkut dalam keadaan terikat
dengan Hb. Ketika sudah jenuh sepenuhnya, setiap gram Hb dapat
membawa 1,34 mL O2. Jadi, jika kadar hemoglobin adalah 15 g%,
maka setiap 100 mL darah dapat membawa 20 mL O2 dalam bentuk
terikat dengan Hb.
Hubungan pO2 darah dan saturasi Hb oleh O2 diperlihatkan
dalam

Gambar 2.5 Kurva Disosiasi Oksihemoglobin Dewasa


Yang Khas (Kumar. 2013)

Pada 100 mm pO2 saturasi Hb oleh O2 adalah 100%. Pada 60 mm


pO2, saturasi Hb oleh O2 adalah 90%. Di bawah nilai ini, saturasi
Hb menurun degan tajam. Pada 40 mmHg, saturasi Hb oleh O2
adalah 75% atau dengan kata lain, setiap 100 mL darah hanya dapat
membawa 14 mL O2.
Darah venous campuran campuran yang meninggalkan
arteria pulmonalis memilki pO2 40 mmHg dan kandungan O2 14
mL%. Pada saat melintasi kapiler pulmonal, darah tersebut akan
terpajan udara alveoli dengan pO2 100 mmHg. Akibat gradien

14
tekanan, O2 berdifusi dari udara alveoli dan dengan segera darah
tersebut hampir mencapai pO2 100 mmHg. Jadi, darah yang kaya
akan oksigen dalam vena pulmonalis mempunyai kandungan O2
sebesar 20,3 mL% (0,3 mL + 20 mL). Pada saat darah arterial
mecapai aorta, kadar oksigen sedikit diencerkan oleh darah venous
darivena bronkialis dan pembuluh darah thebesian. Dengan
demikian, darah aorta mengandung 19,3 mL% oksigen.
Jaringan perifer menggunakan O2 secara kontinyu. Jadi,
nilai pO2 jaringan tersebut lebih-kurang 35 - 40 mmHg. Ketika
darah arterial mencapai kapiler jaringan, O2 akan berdifusi keluar
dan pO2-nya mengalami penurunan hingga sekitar 40 mmHg. Pada
nilai pO2 ini, Hb dapt mengikat oksigen sekitar 14 mL (saturasi
75%). Jadi, 5 mL oksigen akan dilepas dari setiap 100 mL darah.
Darah ini kemudian dinamakan sebagi darah yang miskin oksigen
(darah yang mengalami deoksigenasi/reduksi [reduced blood]).
Darah deoksigenasi ini akan mencapai jantung kanan untuk
kemudian sekali lagi mengalami oksigenasi dalam kapiler pulmonal
Dari paparan diatas tampak jelas bahwa bahwapengangkutan
oksigen ke jaringan bergantung pada :
1) pO2 darah arterial
2) kadar hemoglobin dalam darah
3) curah jantung dan aliran darah ke jaringan.
Abnormalitas pada salah satu dari ketiga faktor ini dapat
mengurangi pasokan O2 ke jaringan sehingga mengakibatkan
hipoksia (misalnya, anemik dan stagnan/hambatan). (Kumar.
2013)

15
Gambar 2.6Efek pH dan pCO2 Arterial Pada Kurva Disosiasi Oksi
Haemoglobin. (Kumar. 2013)
b. Transportasi Karbon Dioksida
Karbondioksida dalam darah dibawa dalm 3 bentuk yaitu :
1) Bentuk terlarut secara fisik
2) Sebagai bikarbonat
3) Sebagai hemoglobin karbamino-CO2 yang terikat dengan
gugus terminal amino dari hemoglobin
Pembentukan bikarbonat terjadi karena penggabungan CO2
dengan H2O yang diperantarai oleh enzim karbonik anhidrase untuk
membentuk H2CO3 dan disosiasi lebih lanjut menjadi H+ + HCO3-.
Reaksi ini berlangsung dalam sel darah merah yang mengandung
enzim karbonik anhidrase. HCO3̄berdifusi ke dalam plasma untuk
dipertukarkan dengan Cl-
Dalam jaringan perifer, darah akan mengambil CO2 dan
pCO2 -nya menjadi sekitar 46 mmHg. Pada pCO2 ini, kandungan
CO2-nya adalah 52 mL%(jauh lebihtinggi daripada kandungan O2
dalam darahtersebut). Dari 52 mL ini, 10% terdapat dalam bentuk
terlarut secara fisik. 70% sebagi bikarbonat dan 20% sebagi bentuk
karbamino. Sejumlah besar CO2 dalam bentuk terlarut secara fisik
jika dibandingkan O2 yang hanya 0,3 mL, berkaitan dengan
koefisien solubilitas yang lebih tinggi pada CO2.
Ketika mencapai kapiler pulmonal, darah venous akan
terpejan dengan pCO2 alveolar sebesar 40 mmHg. Gradien tekanan
menyebabkan eliminasi gas CO2 sehingga darah yang sudah

16
dibersihkan ini memilki pCO2 40 mmHg dan kandungan CO2 48
mL%. Jadi, pCO2 diantara darah arterial dan venous hanya bervariasi
antara 40 dan 46 mmHg sehingga berbeda dengan pO2 yang
variasinya jauh lebih luas. Variasi pCO2 yang luas normalnya tidak
dibolehkan terjadi mengingat konsekuensinya yang serius pada
status asam-basa dan fungsi selular. (R. Kumar. 2013)

Gambar 2.7Tiga Bentuk CO2 Yang Diangkut Di Dalam Darah


(Kumar. 2013).
4. Regulasi Respirasi

Pusat Pusat Yang Lebih Tinggi


pneumotaksik

Pusat pernapasan dalam


medula oblongata
Kontraksi ritmis otot inspirasi
Kemoreseptor
Ekspansi Sangkar Toraks Perifer
Sentral

Ventilasi Alveolar

Pertukaran Gas

pO2, pCO2, pH
Gambar 2.8 Kontrol Neural Dan Kimia Respirasi (Kumar. 2013).

17
Inspirasi pada pernapasan yang tenang merupakan proses
yang aktif karena pekerjaan ini memerlukan kontraksi otot-otot
inspiratorik (diafragma dan otot interkostalis eksterna). Sebaliknya
inspirasi merupakan proses yang pasif akibat rekoilling paru yang
elastik ketika otot-otot inspiratorik berhenti berkontraksi. Otot-otot
ekspiratorik (otot interkostalis interna dan otot abdomen) hanya bekerja
aktif ketika seseorang melakukan upaya ekspirasi paksa seperti, napas
dalam, batuk dan defekasi.
Dari uraian singkat yang diberikan, akan terlihat dengan
jelas bahwa pelepasan impuls saraf secara periodik pada otot-otot
inspiratorik sangat penting untuk inspirasi dan ekspirasi ritmis yang
normal. Keadaan ini ditimbulkan lewat pelepasan impuls secara ritmis
dan spontan dalam sekelompok neuron yang terletak dalam medula
oblongata; neuron ini dinamakan neuron inpiratorik. Neuron ini akan
melepaskan impuls dengan kecepatam yang meningkat secara gradual
selama sekitar2-3 detik, dan sesudah itu pelepasan tersebut secara tiba-
tiba kan berhenti (ramps signals) untuk mulai timbul kembali sesudah
masa sela 3 detik. Neuron inspratorik medularis akan menggerakkan
neuron spinalis (lower mor neuron) dalam regio servikal dan torakal
yang akan termasuk impuls pada otot-otot inspiratorik. Titik
dimatikannya ramps signals tidak sepenunhnya terjadi secara otomatis.
Titik ini harus mencapai pada taraf tertentu bergantung pada umpan-
balik pada pneumotaksik pontinus di samping dari reseptor didalam
dinding toraks dan jalan napas. Reseptor dalam dinding dada, khususnya
pada otot-otot interkostalis memainka peran dalam melaksanakan
“penyetelan/tuning” ventilasi yang halus.
Resptor ini tampaknya mengatur frekuensi dan dalamnya
pernapasan dengan cara sedemikian rupa sehingga untuk pernapasan
yang tenang diperlukan energi yangminimal
Resptor iritan dalam dinding mukosa jalan napas dan
reseptor jukstakapiler (J) didalam interstisium yang berdekatan dengan
kapiler juga mempengaruhi ramp signals. Stimulasi oleh reseptor ini

18
oleh garis iritan dalam saluran napas atau inflamasi dan odema pada
ruang interstisial akan mengakibtakan apnea.(R. Kumar. 2013)
5. Kontrol Kimia
Tujuan akhir dari respirasi pulmonal adalah
mempertahankan gas darah arterial (O2 dan CO2) dan kadar H+ dalam
kisaran normal. Ada tipe kemoreseptor yang sensitif terhadap unsur-
unsur kimia ini, yaitu : kemoreseptor sentral dan perifer. Kemoreseptor
sentral berada pada ventrolateral medula oblongata yang berdekatan tapi
berpisah dengan pusat respirasi medularis. Kemoreseptor sentral sangat
sensitif terhadap perubahan pCO2 dalam darah arterial. Kemoreseptor
ini bekerja sebgai suatu lingkar umpan-balik untuk mengatur CO2 sebagi
berikut : peningkatan pCO2 darah arterial (kandungan CO2) →
peningkatan pCO2 cairan serebrospinal → penurunan pH pada
kemoreseptor sentral → stimulasi kemoreseptor sentral → ventilasi
pulmonal (↑) → ventilasi pulmonal → pCO2 darah arterial (kandungan
CO2) kembali normal. Kemoreseptor perifer terletak dalam badan
karotis dan badan aorta. Kemoreseptor ini merespons pO2 dan pH darah
arterial.
Ventilasi pulmonalsangat sensitif terhadap perubahan yang
kecil sekalipun pada pCO2 darah arterial kedati tidak sensitif terhadap
pO2 darah arterial turun hingga di bawah 60 mmHg di mana di bawah
nilai ini akan terjadi peningkatan ventilasi pulmonal yang dramatis.
Pada beberapa keadaan, sesorang pasien dapat memilki pO2 maupun
pCO2 darah arterial yang rendah(seperti misalnya ketika berada pada
ketinggian/high attitude atau pada hiperventilasi volunter).
Pada kasus-kasus seperti ini peningkatan ventilasi pulmonal
lebih kecil dari yang dapat terjadi apabila pCO2-nya normal.
Peningkatan pCO2 bersama dengan keadaan hipoksia akan
menghasilkan peningkatan ventilasi pulmonal yang lebih nyata. Efek ini
lebih besar daripada sejumlah efek dari masing-masing stimulus itu
sendiri yang dijumlahkan.

19
Gambar 2.9 Hubungan Antara pCO2 Darah Arterial Dan Ventilasi
Pulmonal (Kumar. 2013).

Gambar 2.10 Hubungan Antara pO2 Darah Arterial Dan Ventilasi


Pulmonal (Kumar. 2013).

Gambar 2.11Interaksi pCO2 Darah Arterial Dan Penurunan pO2


Arterial Ventilasi Pulmonal (Kumar. 2013).

2.1.3 Pertumbuhan Fisik paru

20
Pada saat manusia masih berada pada kandungan ibu, tepatnya pada minggu
ke-4 janin mulai membentuk struktur manusia. Saat ini telah terjadi pembentukan
otak dan tulang belakang serta jantung dan aorta (urat besar yang membawa darah
ke jantung). Perkembangan terus terjadi dari sini, pada minggu ke-5 Terbentuk 3
lapisan yaitu ectoderm, mesoderm dan endoderm. Ectoderm adalah lapisan yang
paling atas yang akan membentuk system saraf pada janin tersebut yang seterusnya
membentuk otak, tulang belakang, kulit serta rambut. Lapisan Mesoderm berada
pada lapisan tengah yang akan membentuk organ jantung, paru, buah pinggang,
tulang dan organ reproduktif. Lapisan Endoderm yaitu lapisan paling dalam yang
akan membentuk usus, hati, pankreas dan pundi kencing.
Pada minggu ke-6 ukuran embrio rata-rata 2-4 mm yang diukur dari puncak
kepala hingga bokong. Tuba saraf sepanjang punggung bayi telah menutup. Meski
Anda belum bisa mendengar, jantung bayi mulai berdetak pada minggu ini. Sistem
pencernaan dan pernafasan mulai dibentuk lebih detail, pucuk-pucuk kecil yang
akan berkembang menjadi lengan kaki pun mulai tampak. Pada minggu ke-7
Jantung telah dibagi menjadi bilik kanan dan bilik kiri, begitu pula dengan saluran
udara yang terdapat di dalam paru-paru. Perkembangan janin terus berlangsung dan
pada minggu ke-8 Brochi, saluran yang menghubungkan paru-paru dengan
tenggorokan, mulai bercabang. Semua perkembangan sistem organ janin akan terus
berlanjut hingga pada minggu ke-12 smua organ dan khususnya pada sistem
pernpasan mengalmai proses penyempurnaan.
Hingga pada akhirnya pada proses kelahiran bayi akan menggunakan sistem
pernapasan untuk pertama kalinya yang ditandai dengan menangisnya bayi saat
dilahirkan kedunia. Perlu diketahui selama di dalam rahi sistem pernapsan janin
tidak dipergunkan dikarenakan semua pasokan oksigen bayi bergantung penuh pada
ibu yang melalui plasenta (Masriroh, siti. 2013).

21
2.2 Konsep Dasar Pneumonia
2.2.1 Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan
cairan dan sel radang , dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang ke dalam
dinding alveolus dan rongga interstisium (Mukty, 2008). Pneumonia juga dapat
diartikan sebagai proses inflamasi parenkimparu yang terdapat konsolidasi dan
terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pneumonia merupakan istilah umum yang menandakan infalmasi pada
daerah pertukaran gas dalam paru biasanya mengimplikasikan inflamasi parenkim
paru yang disebabkan oleh infeksi.

2.2.2 Etiologi Pneumonia


Terjadinya penularan yang berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya
reaksi melalui droplet sering disebabkan oleh streptococcus pneumoniae, melalui
selang infus staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator
oleh P. Aureginosa dan Enterobacter. Etiologi pneumonia berbeda-beda dan
berdampak pada obat yang akan diberikan. Mikroorganisme penyebab pneumonia
yang paling sering terjadi ialah bakteri.(Mukty, 2008).
Menurut wiwit (2010), pneumonia dapat terjadi yang diakibatakan oleh
manifestasi penyakit kronis lain salah satunya ialah CVA (Cerebro Vaskuler
Accident) yang menyebabkan penurunan fungsi sistem saraf dan berdampak pada
melemahya reflek organ tertentu dalam hal ini ialah penurunan reflek menelan atau
yang biasa disebut dengan disfagia. Disfagia diklasifikasikan dalam dua kelompok
besar, yaitu disfagia orofaring (atau transfer dysphagia) dan disfagia esofagus.
Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring, dan
esofagus, dapat disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan neurologis,
oculopharyngeal musculardystrophy, menurunnya aliran air liur, xerostomia,
masalah gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik (keganasan, osteofi,
meningkatnya tonus sfingter esophagus bagian atas, radioterapi, infeksi, dan obat-
obatan (sedatif, antikejang, antihistamin).
Gejala disfagia orofaring yaitu kesulitan menelan, termasuk
ketidakmampuan untuk mengenali makanan, kesukaran meletakkan makanan di

22
dalam mulut, ketidakmampuan untuk mengontrol makanan dan air liur di dalam
mulut, kesukaran untuk mulai menelan, batuk dan tersedak saat menelan,
penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, perubahan kebiasaan makan,
pneumonia berulang, perubahan suara (suara basah), regurgitasi nasal. Setelah
pemeriksaan, dapat dilakukan pengobatan dengan teknik postural, swallowing
maneuvers, modifikasi diet, modifikasi lingkungan, oral sensory awareness
technique, vitalstim therapy, dan pembedahan. Bila tidak diobati, disfagia dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi, malnutrisi, atau dehidrasi.
Disfagia esofagus timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter esofagus
bagian bawah, atau kardia gaster. Biasanya disebabkan oleh striktur esofagus,
keganasan esofagus, esophageal rings and webs, akhalasia, skleroderma, kelainan
motilitas spastik termasuk spasme esofagus difus dan kelainan motilitas esofagus
nonspesifik. Makanan biasanya tertahan beberapa saat setelah ditelan, dan akan
berada setinggi suprasternal notch atau di belakang sternum sebagai lokasi
obstruksi, regurgitasi oral atau faringeal, perubahan kebiasaan makan, dan
pneumonia berulang. Bila terdapat disfagia makanan padat dan cair, kemungkinan
besar merupakan suatu masalah motilitas. Bila pada awalnya pasien mengalami
disfagia makanan padat, tetapi selanjutnya disertai disfagia makanan cair, maka
kemungkinan besar merupakan suatu obstruksi mekanik. Setelah dapat dibedakan
antara masalah motilitas dan obstruksi mekanik, penting untuk memperhatikan
apakah disfagianya sementara atau progresif. Disfagia motilitas sementara dapat
disebabkan spasme esofagus difus atau kelainan motilitas esofagus nonspesifik.
Disfagia motilitas progresif dapat disebabkan skleroderma atau akhalasia dengan
rasa panas di daerah ulu hati yang kronis, regurgitasi, masalah respirasi, atau
penurunan berat badan. Disfagia mekanik sementara dapat disebabkan esophageal
ring. Dan disfagia mekanik progresif dapat disebabkan oleh striktur esofagus atau
keganasan esofagus. Bila sudah dapat disimpulkan bahwa kelainannya adalah
disfagia esofagus, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan pemeriksaan barium
atau endoskopi bagian atas. Pemeriksaan barium harus dilakukan terlebih dahulu
sebelum endoskopi untuk menghindari perforasi. Bila dicurigai adanya akhalasia
pada pemeriksaan barium, selanjutnya dilakukan manometri untuk menegakkan
diagnosa akhalasia. Bila dicurigai adanya striktur esofagus, maka dilakukan

23
endoskopi. Bila tidak dicurigai adanya kelainan-kelainan seperti di atas, maka
endoskopi dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum pemeriksaan barium.
Endoskopi yang normal, harus dilanjutkan dengan manometri; dan bila manometri
juga normal, maka diagnosanya adalah disfagia fungsional. Foto thorax merupakan
pemeriksaan sederhana untuk pneumonia. CT scan dan MRI memberikan gambaran
yang baik mengenai adanya kelainan struktural, terutama bila digunakan untuk
mengevaluasi pasien disfagia yang sebabnya dicurigai karena kelainan sistem saraf
pusat. Setelah diketahui diagnosanya, penderita biasanya dikirim ke Bagian THT,
Gastrointestinal, Paru, atau Onkologi, tergantung penyebabnya. Konsultasi dengan
Bagian Gizi juga diperlukan, karena kebanyakan pasien me-merlukan modifikasi
diet.

2.2.3 Patofisiologi Pneumonia


Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit yang
dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napasbagian bawah
yang normal berada dalam keadaan sterill, walaupun bersebelahan dengan sejumlah
besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh
mikroorganisme dari lingkungan di udara yang dihirup. Sterilisasi seluruh napas
bagian bawah ini adalah hasil mekanisme penyaringan yang efektif oleh sistem
pernapasan bagian atas.
Tubuhsebenarnya akan langsung mengaktifkan mekanisme pertahanan saat
terjadi inhalasi bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia maupu penyebaran
terhadap hematogen dari tubuh maupun aspirasi melalui orofaring. Tubuh
pertamakali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan
respons radang.
Timbulya hepatisasi merah dikarenakan perembesan eritrosit dan beberapa
leukosit dari kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut, aliran darah menurun sehingga
alveoli penuh akan leukosit dan eritrosit. Kuman pneumococcus difagosit oleh
leukosi dan sewaktu resolusi makrofag masuk kedalam tahap hepatisasi kelabu dan
tampak berwaran abu-abu kekuningan. Secara perlahan, sel darah merah yang mati
dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna paru kembali
menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas.

24
Pneumonia aspirasi dapat disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonia kimia
akibat aspirasi bahan toksik. Penyakit juga bisa disebabkan oleh aspirasi cairan
inert, misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik
simpel oleh bahan padat. Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulang kali,
diantaranya (Ardiansyah.2013) :
1) Penurunan keasadaran yang mengganggu proses penutupan glotis dan
reflek batuk (kejang, stroke, pembiusan, dan tumor otak).
2) Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker
nasofaring, scleroderma).
3) Kerusakan spinkter esophagus oleh selang nasogastrik, termasuk juga
jumlah bahan aspirasi, hyiegene gigi yang tidak baik dan gangguan
mekanisme klirens ginjal.
Luas dan beratnya kondisi pasien sering tergantung pada voluma dan
keasama cairan lambung. Jumlah asam lambung yang banyak dapat menimbulkan
gangguan pernapasan akut dalam waktu satu jam setelah obstruksi akibat dari
aspirasi atau cairan yang masuk kesaluran napas. Namun biasanya, aspirasi sedikit
sehingga hanya menimbulkan sakit ringan.
Pneumonia aspirasi (PA) sering dijumpai dalam keadaan darurat, yaitu pada
pasien dengan gangguan kesadaran atau pasien dengan gangguan reflek menelan.
Karena itu, perlu diwaspadai terjadinya PA pada pasien dengan infeksi, intoksikasi,
gangguan metabolisme, stroke akut dengan atau tanpa masa di otak atau cedera.

25
2.2.4 Klasifikasi Pneumonia
Pneumonia akan dibagi klasifiaksinya menurut etiologi, faktor resiko, dan tanda gejala terjadinya penyakit. Itu semua akan
dijelaskan pada tabel berikut :
No. Jenis Pneumonia Etiologi Faktor Resiko Tanda dan gejala
1 Sindroma tipikal 1. Streptococcus 1. Sickle cell disesases 1. Onset mendadak dingin , mengigil, demam (39-
pneumoniatanpa 2. Hipogaming 40˚C), nyeri dada pleuritis
penyulit 3. Lobulinemi 2. Batuk produktif, sputum hijau dan purulen serta
2. Streptococcus 4. Multiple mieloma mungkin mengandung bercak darah.
pneumonia dengan 3. Terkadang hidung terlihat kemerahan sebagai
penyulit reaksi interkostal, penggunaan otot aksesorius
4. Bisa timbul sianosis
2 Sindroma atipikal 1. Haemophilus influenza 1. Usia tua 1. Onset dalam 3-5 hari,
2. Staphylococcus aureus 2. COPD 2. Malaise, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, dan
3. Mychoplasma 3. Flu batuk kering
4. Pneumonia 4. Anak-anak 3. Nyeri dada karena batuk
5. Virus patogen 5. Dewasa muda
3 Aspirasi 1. Aspirasi basil gram 1. Alkoholisme debilitas 1. Pada kuman anaerob obligat, mulanya onset
negatif, klebsiela, 2. Infeksi nosokomial perlahan
pseudomonas, Gangguan kesadaran 2. Demam dan batuk
enterobacter, eschericia 3. Produksi sputum dan berbau busuk
proteus, basil gram 4. Pada foto rongent dada telihat jaringan
positif. interstisial menggantung pada bagian yang
2. Stafilococcus parunya terkena
3. Aspirasi asam lambung 5. Infeksi bakteri gram negatif atau positif
6. Gambaran klinik mungkin sama dengan
pneumonia klasik
7. Distress respirasi mendadak, dipsnea, sianosis,
batuk, hipoksemia, dan diikuti tanda infeksi
sekunder.
4 Hematogen Terjadi bila kuman 1. Kateter intra vena yang 1. Gejala pulmonal timbul minimal dibanding
patogen menyebar ke terinfeksi gejala septikemi
paru-paru melalui aliran 2. Endokarditis 2. Batuk nonproduktif dan nyeri pleuritik sama
darah, seperti pada kuman 3. Drug abuse seperti yang terjadi pada emboli paru
sthapilococcus, E. Coli, 4. Abses intra abdomen
dan kuman anaerob 5. Pielonefritis
enterik
Tabel 2.2 Klasifikasi Pneumonia (Ardiansyah.2013).

37
2.2.5 Manifestasi Klinik Pneumonia
Pneumonia memiliki beberapa manifestasi klinis berikut merupakan
beberapa diantaranya mennurut Ardiansyah.2013 :
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhumencapai 39,5-40,5 bahkan
dengan infeksi ringan.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda menigeal yang tanpa disertai infeksi
meninges. Kepala nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher adanya
tanda kernig dan bridzinski, dan kan berkurang pada saat suhu turun
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum terjadi. Menetap sampai derajat
yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit,
serigkali memanjang sampai tahap pemulihan
4. Muntah, pada anak kecil mudah sekali mengalami muntah sebagai tanda
awitan penyakit. Biasanya berlangsung singkat
5. Diare, biasanya ringan dan terjadi secara sementara. Sering menyertai
infeksi pernapasan
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum kadang tidak bisa idbedakan
dengan nyeri apendiks
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil mudah tersumbat oleh pembengkakan
mukosa dan eksudasi.
8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernapasan. Mungkin encer dan
sedikit rinorea atau bahkan kental dan purulen, bergantung pada tipe dan
atau tahap infeksi
9. Bunyi napas tambahan, seperti mengi, ronchi, dan krekels

2.2.6 Test Diagnostik Pneumonia


Dalam upaya mengetahui secara mendalam mengenai penyakit pneumonia
memerlukan pendukung yang akurat salah ialah pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium, foto rongent, dan kultur sputum (Muhamad
Ardiansyah.2013) :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya, didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm dalam

38
keadaan leukopenia. Laju endap darah biasanya meningkat hingga 100
mm/jam. Sebaiknya, diusahakan agar biakan dibuat dari sputum saluran
napas bawah.
2. Pemeriksaan Radiologis
Sebaiknya dibuat foto toraks posterior, anterior dan lateral untuk
melihat keberadaan konsolidasi krentrokandial. Hal ini untuk memudahkan
mengenali lobus mana yang terkena, karena setiap lobus memilki
kemungkinan untuk terken. Gambaran konsolidasi hampir selalu mengisi
seluruh lobus, karena mulai dari perifer, gambaran konsolidasi hampir
selalu berbatasan dengan permukaan pleura viseralis. Gambaran radiologis
yang tidak khas biasanya ditemukan pada empiema dan bronkitis
Melalui foto sinar-x, teridentifikasi penyebaran gejala, misalnya
pada lobus dan bronchial. Foto juga dapat membuktikan adanya multiple
abses/infiltrate, empiema (sthapilococcus), penyebaran ekstensif nodul
infiltrate (bakteri), atau peneybaran ekstensif nodul infiltrate (sering kali
viral). Pada pneumonia Mycoplasma, gambaran foto rontgent dada mungkin
bersih.
3. Blood Gas Analisis (BGA)
Berikut merupakan kisaran nilai normal yang merupakan indikator
yang menyusun gas darah :
Tabel 2.3 Kisaran normal untuk hasil Blood Gas Analisis (BGA)
Menurut Jevon dan Ewens, 2009.
No. Parameter Kisaran Normal
1 pH 7,35-7,45
2 PO2 10,0-13,3 kPa
3 PCO2 4,6-6,0 kPa
4 HCO3 22-26 mmol/L
5 SaO2 >95%
6 BE -2 sampai +2

Setiap perubahan yang terjadi dalam nilai normal indikator

39
penyusun memiliki pengaruh yang signifikan yaitu :
Tabel 2.4 Ringkasan perubahan gangguan asam-basa (Resucitation Council
UK, 2008 dikutip oleh Jevon dan Ewens, dalam bukunya Pemantauan
Pasien Kritis. 2009)
No. Gangguan Asam-Basa pH PaCO2 HCO3
1 Asidosis respiratorik ↓ ↑ N
2 Asidosis metabolic ↓ N ↓
3 Alkalosis respiratorik ↑ ↓ N
4 Alkalosis metabolic ↑ N ↑
5 Asidosis respiratorik kompensasi ↓* ↑ ↑
metabolic
6 Asidosis metabolik kompensasi ↓* ↓ ↓
respiratorik
7 Alkalosis respiratorik kompensasi ↑* ↓ ↓
metabolic
8 Alkalosis metabolik kompensasi ↑* ↑ ↑
respiratorik
9 Campuran asidosis respiratorik + ↓ ↑ ↓
metabolic
10 Campuran alkalosis respiratorik + ↑ ↓ ↑
metabolic
* Jika kompensasi jelas terjadi secara komplet, maka pH dapat normal

2.2.7 Penatalaksanaan Medik Pneumonia


Pasien yang mengalami pneumonia menurut Ardiansyah, (2013).,
mendapat beberapa penatalaksanaan medik yaitu :
1. Pasien diposisikan dalam posisi fowler dengan sudut 45 derajat.
Kematian seringkali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia, dan
tekanan susunan saraf pusat. Oleh karena itu, penting dalam melakukan
pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit dan asam basa dengan baik
2. Untuk mencegah hilangnya volume cairantubuh secara umum, dapat
digunakan bronkodilator untuk memperbaiki pengeluaran sekresi dan

40
distribusi ventilasi. Kadang-kadang, mungkin timbul dilatasi lambung
mendadak, terutama jika pneumonia mengenai lobus bawah yang dapat
menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi cepat, atasi hipotensi dengan
cara memperbaiki volume intravaskuler dan melakuakan dekompresi
lambung.
3. Pembrian antibiotik terpilih, seperti penisilin, bisa diberikan
intramuskular. Penisilin diberikan sekurang-kurangya seminggu samapai
pasien tidak mengalami sesak dan tidak ada komplikasi lain dengan abses
paru. Untuk pasien yang mengalami alergi penisilin bisa diberikan
eritromicin
4. Pemberian sefalopsori kepada pasien kepada pasien yang alergi
terhadap penisiln harus dilakukan secara hati-hati karena dapat
menyebabkan reaksi hipersensitifitas silang, terutama dari tipe anafilaksis.

2.2.8 Komplikasi Pneumonia


Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi menurut Burner and Sudarth
(2010), antara lain :
1) Atelektasis
2) Empiema
3) Sindrom distres pernapasan dewasa (SDPD)
4) Pleuritis
5) Edema paru
6) Meningitis
7) Perikarditis superinfeksi
8) Abses paru
9) Efusi pleura

41
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pneumonia
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2.3.1 Pengkajian Asuhan Keperawatan Pneumonia
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah pasien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini(Ignatavicius, 2002). Tahap
ini terbagi atas:
1. Pengambilan data
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis(Ignatavicius, 2002). Kejadian pneumonia tersering
menimpa pada kaum pria dibandinng kaum wanita dikarenakan kaum pria
berpotensi 40x lebih sering dalam merokok. Pada kasus pneumonia aspirasi (PA)
hampir 80% dari penderita memilki riwayat penyakit gangguan neurosensoris yang
cukup lama (kronis). (IDI. 2014).
b. Keluhan Utama
Menurut Mutaqin (2012) pada umumnya keluhan utama pada kasus
pneumonia adalah rasa sesak dan batuk yang disertai peningkatan suhu tubuh.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
pneumonia, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan sejauh mana pnyebaran infeksi yang terjadi. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme port de entri penyakit dapat digunakan metode yang tepat
pada proses pneymbuhan (Ignatavicius, 2002).Keluhan yang paling sering
ditemukan pada pasien dengan pneumonia yang menjadi alasan untuk meminta
pertolongan kesehatan ialah sesak napas, batuk dan peningkatan suhu (Ardiansyah.
2013).

42
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan pneumonia berfokus pada
tahapan sebelumnya, yakni apakah pasien pernah mengalami infeksi saluran
pernapasan dengan gejala-gejala seperti luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin,
dan demam ringan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit pernapasan
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya pneumonia, seperti influenza,
ISPAatau bahkan TB (Tuberculosis).
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, 2002).
2. Pengkajian Psiko, Sosio, dan Spiritual.
Pengkajian psikologis pasien meliputi dimensi yang memungkinkan
perawat memperoleh persepsi secara jelas mengenai status emosi, kognitif dan
perilaku pasien. Pasien dengan pneumonia sering mengalami kecemasan bertingkat
sesuai dengan keluhhan yang dialaminya.
3. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam(Smelthzer.
2007)
a. Gambaran Umum
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatatadalah tanda-tanda,
seperti: peningkatan frekwensi napas, hipotensi, hipertermi atau bahkan
sampai kesulitan dalam bernapas (dypsnea).
2) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan pasien.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

43
bentuk(Smelthzer. 2007)
b. Breath
Pemeriksaan fisik pada pasien denganpneumonia merupakan pemeriksaan
fokus. Secara berurutan, pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi :
a) Inspeksi. Amati bentuk dada dan gerakan pernapasan, serta apakah gerakan
pernapasan sudah simetris. Pada pasien dengan pneumonia sering
ditemukan pernapasan cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan
intercostal. Napas cuping hidung pada sesak berat ditemukan pada anak-
anak. Batuk produktif biasanya seringkali ditemukan pada pasien
pneumonia dan disertai adanya sekret serta sputum yang purulen.
b) Palpasi. Ditandai dengan adanya gerakan dinding toraks anterior atau
ekskresi pernapasan. Pada pasien pneumonia pergerakan pada saat
bernapas biasanya normal dan seimbang.
c) Perkusi. Pasien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
disertai bunyi resonansi atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup
perkusi pada pasien dengan pneumonia didapatkan apabila
bronchopneumonia menjadi satu sarang
d) Auskultasi. Pada pasien pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah
dan bunyi npas tambhan atau ronkhi basah pada sisi yang sakit.
c. Blood
Pada pasien dengan pneumonia, pengkajian yang didapatkan :
1) Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
2) Palpasi : denyut nadi perifer melemah
3) Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran (tanpa penyakit
penyerta lain).
4) Auskultasi :tekanan darah biasanya pada rentang normal dantidak ada
bunyi jantung tambahan.
d. Brain
Pasien dengan pneumonia yang berat sering kali mengalami penurunan
kesadaran. Dan setelah, pemeriksaasn didapatkan sianosis perifer pada kasus
gangguan perfusi jaringan yang berat.

44
e. Bladder
Pengukuran volume input dan output pasien dengan pneumonia perlu
dipantau. Oleh karena itu, monitoring adanya oliguria, karena hal paling sulit
ditangani dan merupakan tanda awal dari shock.
f. Bowel
Pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan juga
penurunan berat badan
g. Bone
Secara umum kelemahan dan kelelahan fisik sering terjadi yang
menyebabkan ketergantungan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
(Muhamad Ardiansah. 2013).
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboraturium
Eritrositosis sekunder yang didapatka dari kadar Hb dan hematokrit
mencerminkan keadaan hipoksemia yang kronis.
b. Pemeriksaan Radiologis :
X-foto thoraks sangat dibutuhkan dalam proyeksi PA serta lateral, namun
perlu ditekankan bahwa kolerasi kelainan foto thorak dengan gradasi obstruksi jalan
napas tidak besar

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Ardiansyah (2013), ditinjau dari segi kebutuhan dasar manusia
yang mengalami gangguan pneumonia adapun diagnosa keperawatan yang lazim
dijumpai pada pasienpneumoniayang terpasang ventilator adalah sebagai berikut:

1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan


sekret
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
3. Resiko tinggi penyebaran infeksi yang berhubungan dengan tidak
memadahinya mekanisme pertahanan tubuh.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen

45
5. Hiperthermia b.d proses penyakit.

2.3.3 Intervensi Keperawatan


1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 10 menit,
diharapkan Bersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil : Sekret dapat keluar, nafas kembali efektif.
Tabel 2.5 Intervensi Dan Rasional Diagnosa Keperawatan Tidak
Efektifnya Bersihan Jalan Nafas Berhubungan Dengan
PenumpukanSecret
No Intervensi Rasional
1 Lakukan pengkajian fungsi pernapasan Penurunan bunyi napas menunjukkan
dan karakteristik napas (bunyi napas, akumulasi sekret dan ketidakefektifan
kecepatan, irama, kedalaman, dan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat
penggunaan otot bantu napas). menimbulkan penggunaan otot bantu napas
dan peningkatan kerja pernapasan.
2 Kaji kemampuan pasien mengeluarkan Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental
sekresi. Lalu catat karakter dan volume (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat).
sputum.
3 Pantau tanda-tanda vital Perubahan Tanda-tanda vital terutama pada
karakteristik napas menunjukan adanya
distrees pernapasan.
4 Berikan posisi semi/fowler tinggi dan Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru
bantu pasien latihan napas dalam dan dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi
batuk efektif. maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret kejalan napas
besar untuk dikeluarkan.

5 Pertahankan intake cairan sedikitnya Hidrasi yang adekuat membantu


2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan. mengencerkan sekret dan mengefektifkan
pembersihan jalan napas.

46
6 Bersihkan secret dari mulut dan trakea, Mencegah obstruksi dan ispirasi. Pengisapan
bila perlu lakukan pengisapan (suction). diperlukan bila pasien tidak mampu
mengeluarkan sekret. Eliminasi lendir
dengan suction sebaiknya dilakukan dalam
jangka waktu kurang dari 10 menit dengan
pengawasan efek samping suction.
7 Kolaborasi pemberian antibiotik dan Pengobatan antibiotik yang ideal
analgesik sesuai indikasi. berdasarkan pada tes uji resistensi bakteri
terhadap jenis antibiotik sehingga lebih
mudah mengobati Dispnea.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru


Tujuan : Pasien dapat mempertahankan tingkat oksigen yang
adekuatuntukkeperluan tubuh.
Kriteria hasil :Pasien tidak mengalami sesak nafas, BGA (Blood Gas
Analisis) dalambatas normal, Dantidakadatanda-
tandasianosis.
Tabel 2.6 Intervensi Dan Rasional Diagnosa Keperawatan
Kerusakanpertukaran Gas Berhubungan Dengan Edema Paru
No Intervensi Rasional
1 Lakukan pengkajian karakteristik nafas Pneumonia mengakibatkan efek luas pada
(bunyi nafas, frekuensi pernafasan), paru, bermula dari bagian kecil
peningkatan upaya pernapasan, ekspansi bronkhopenia sampai inflamasi difus yang
thoraks, dan kelemahan. luas, nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis yang
luas. Efeknya terhadap pernapasan
bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat,
2 Pantau tanda-tanda vital Perubahan Tanda-tanda vital terutama pada
karakteristik napas menunjukan adanya
distrees pernapasan.

47
3 Pantau perubahan tingkat kesadaran, kaji Akumulasi sekret dan berkurangnya
adanya sianosis dan perubahan warna jaringan paru yang sehat dapat mengganggu
kulit oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
4 Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, Menurunkan konsumsi oksigen selama
dan bantu kebutuhan perawatan diri priode penurunan pernapasan dan dapat
sehari – hari sesuai keadaan pasien. menurunkan beratnya gejala.
5 Pemberian oksigen sesuai kebutuhan Terapi oksigen dapat mengoreksi
tambahan. hipoksemia yang terjadi akibat penurunan
ventilasi/ menurunnya permukaan alveolar
paru.
6 Kolaborasi pemberian antibiotik dan Pengobatan antibiotik yang ideal
analgesik sesuai indikasi. berdasarkan pada tes uji resistensi bakteri
terhadap jenis antibiotik sehingga lebih
mudah mengobatiPneumonia.

3. Resiko tinggi penyebaran infeksi yang berhubungan dengan tidak


memadahinya mekanisme pertahanan tubuh.
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi selama masa perawatan
Kriteria Hasil :Tidak muncul tanda infeksi, pasien dapat
mendemonstrasikan kegiatan menghindarkan infeksi
Tabel 2.7 Intervensi Dan Rasional Resiko Tinggi Penyebaran Infeksi
Yang Berhubungan Dengan Tidak Memadahinya Mekanisme
Pertahanan Tubuh
No. Intervensi rasional
1 Monitor tanda-tanda vital, terutama selam Selama periode ini penyakit berpotesi
proses terapi berkembang menjadi komplikasi yang lebih
fatal.
2 Ubah posisi dan berikan pulmonary toilet Meningkatkan ekspektorasi
yang baik
3 Lakuka isolasi sesuai dengan kebutuhan Dapat mencegah penyebaran atau
individual memproteksi pasien dari infeksi lainnya

48
4 Anjurkan pasien istirahat yang memadai Memfasilitasi proses penyembuhan da
oeningkatan daya tahan tubuh secara alami
5 Monitor keefektifan terapi anti mikrobial Tanda-tanda perbaikan kondisi seharusnya
muncul antara 24-48 jam.
6 Beriak obat anti mikrobial sesuai hasil dari Obat-obat ini digunakan untuk membunuh
pemeriksaan sputum mikroba dan penyebab pneumonia

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan


kebutuhan oksigen
Tujuan : Aktivitas dapat terpenuhi selam proses keperawatan
Kriteria Hasil : Kekuatan otot meningkat, denyut nadi dalam batas
normal, tidak sesak napas dan tidak muncul sianosis
Tabel 2.8 Intervensi Dan Rasional Intoleransi Aktivitas Berhubungan
Dengan Tidak Seimbangnya Persediaan Dan Kebutuhan Oksigen
No Intervensi Rasional
1 Evaluasi respon pasien saat aktifitas. Catat Memberikan kebutuhan pasien dan
danlaporkan adanya dipsnea memfasilitasi dalam pemlihan intervensi
2 Berikan lingkungan yang nyaman Mengurangi stress dan stimulasi berlebihan
3 Bantu pasien dalam mengambil posisi Mengurangi keluaran tenaga pasien
yang nyaman
4 Batu pasien dalam memenuhi perawtan Menimilkan kelelahan dan menolong
diri menyeimbangkan suplai oksigen

5. Hiperthermiaberhubungan dengan proses penyakit


Tujuan :Hipertermi teratasi
Kriteria hasil :Suhu tubuh dalam batas normal (36-37°C).
Tabel 2.9Intervensi Dan Rasional Diagnosa Keperawatan Hiperthermia
Berhubungan Dengan Proses Penyakit
No Intervensi Rasional
1 Lakukan pengkajian tanda – tanda vital untuk mengetahui keadaan umum pasien
tiap 3 jam atau lebih sering.

49
2 Berikan kompres air dingin. Konduksi suhu membantu menurunkan suhu
tubuh.Mandi dengan air dingin dan selimut
yang tidak terlalu tebal memungkinkan
terjadinya pelepasan panas secara konduksi
dan evaforasi (penguapan). Antipiretik dapat
mengontrol demam dengan memengaruhi
pusat pengaturan suhu di hipotalamus.
Cairan dapat membantu mencegah dehidrasi
karena meningkatnya metabolisme.
Menggigil menandakan tubuh memerlukan
panas lebih banyak
3 Kolaborasi dengan tim medis untuk Mempercepat proses penyembuhan dengan
pemberian terapi cairan dan pemberian Antibiotik , dan untuk mengatasi infeksi.
antibiotik dan anti analgesik.

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Menurut Hidayat (2006), implementasi keperawatan merupakan tahap
keempat dalam proses keperawatan dalam melaksanakan berbagi strategi atau
tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan terhadap
pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak pasien, tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan
terdapat dua tindakan yaitu, tindakam mandiri dan tindakan kolaborasi.
Menurut Potter dan Perry (2005) komponen implementasi dari proses
keperawatan mempunyai lima tahap yaitu, mengkaji ulang pasien, menelaah dan
memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi area bantuan,
mengimplementasikan intervensi keperawatan, dan mengomunikasikan intervensi.

1. Mengkaji ulang pasien


Pengkajian adalah suatu proses yang berkelanjutan, yang mungkin
difokuskan difokuskan hanya pada satu dimensi atau sistem. Setiap kali perawat
berinteraksi dengan pasien, data tambahan dikumpulkan untuk mencerminkan

50
kebutuhan fisik, perkembangan, intelektual, emosional, sosial, spiritual pasien.
Ketika data baru didapatkan dan kebutuhan baru diidentifikasi, perawat
memodifikasi asuhan keperawatan.
2. Menelaah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada.
Meskipun rencana asuhan keperawatan telah dikembangkan sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang teridentifikasi selama pengkajian, perubahan dalam
status pasien mungkin mengharuskan modifikasi asuhan keperawatan yang telah
direncanakan. Sebelum memulai perawatan, perawat menelaah rencana asuhan
keperawatan dan membandingkannya dengan data pengkajian untuk memvalidasi
diagnosa keperawatan yang dinyatakan dan menentukan apakah intervensi
keperawatan yang paling sesuai untuk situasi klinis saat itu. Jika status pasien telah
berubah dan diagnosa keperawatan serta intervensi keperawatan yang berhubungan
tidak lagi sesuai, maka rencana asuhan keperawatan harus dimodifikasi.
Modifikasi asuhan keperawatan yang telah ada mencangkup beberapa
langkah. Pertama, data dalam kolom pengkajian direvisi sehingga mencerminkan
status kesehatan terbaru pasien. Data baru yang dimasukkan dalam rencana asuhan
harus diberi tanggal untuk meniginformasikan anggota tim perawatan kesehatan
yang lain tentang waktu dimana terjadi perubahan.
Kedua diagnosa keperawatan direvisi. Diagnosa keperawatan yang tidak
relevan dihapuskan, dan diagnosa keperawatan yang baru ditambahkan dan diberi
tanggal. Karena status pasien dan kebutuhan perawatan kesehatannya berubah,
maka prioritas, tujuan dan hasil yang diharapkan juga harus direvisi. Tanggal revisi
tersebut juga ditulis pada rencana asuhan.
Ketiga, metode implementasi spesifik direvisi untuk menghubungkan
diagnosa keperawatan yang baru dan tujuan pasien yang baru. Revisi ini
mencerminkan status pasien saat ini. Selain itu, implemenasi yang direvisi dapat
mencakup kebutuhan spesifik pasien akan sumber perawatan kesehatan.
Akhirnya, perawat mengevaluasi respons pasien terhadap tindakan
keperawatan. Jika respons pasien tidak konsisten dengan hasil yang diharapkan,
diperlukan revisi lebih lanjut terhadap rencana asuhan.
3. Mengidentifikasi bidang bantuan

51
Beberapa situasi keperawatan yang mengharuskan perawat untuk mencari
bantuan. Bantuan dapat berupa tambahan tenaga, pengetahuan, atau ketrampilan
keperawatan. Sebelum mengimplementasikan asuhan, perawat mengevaluasi
rencana untuk menentukan kebutuhan bantuan dan tipe yang dibutuhkan.
Beberapa situasi keperawatan membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan
tambahan. Perawat membutuhkan pengetahuan tambahan ketika memberikan
medikasi baru atau mengharapkan prosedur baru. Informasi ini dapat diperoleh dari
buku prosedur atau panduan rumah sakit, anggota tim perawatan kesehatan lainnya
dapat dirujuk.
4. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
Perawat memilih intevensi keperawatan berikut metoda untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan :
a. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
b. Mengonsulkan dan menyuluh pasien dan keluarganya.
c. Memberi asuhan keperawatan langsung
Untuk mencapai tujuan terapeutik bagi pasien, perawat melakukan
intervensi untuk mengompensasi reaksi yang merugikan, dengan menggunakan
tindakan pencegahan dan preventif dalam memberikan asuhan dan menyiapkan
pasien untuk prosedur spesifik, dan melakukan tindakan yang menyelamatkan jiwa
dalam situasi darurat.
d. Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf lainnya
Praktik keperawatan terdiri atas ketrampilan kognitif, interpersonal, dan
psikomotor (teknis). Setiap ketrampilan diperlukan untuk mengimplementasikan
intervensi. Perawat bertanggungjawab untuk mengetahui kapan salah satu dari
metoda ini lebih dibutuhkan dari metoda lainnya untuk mempunyai pengetahuan
teoritis yang diperlukan serta ketrampilan psikomotor untuk mengimplementasikan
setiap intervensi.
Ketrampilan kognitif mencankup pengetahuan keperawatan. Perawat harus
mengetahui alasan untuk setiap intervensi terapeutik, memahami respons fisiologis
dan psikologis normal dan abnormal, mampu mengidentifikasi kebutuhan
pembelajaran dan pemulangan pasien, dan mengenali promosi kesehatan pasien dan
kebutuhan pencegahan penyakit.

52
Ketrampilan interpersonal penting untuk tindakan keperawatan yang
efektif. Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada pasien, keluarganya, dan
anggota tim perawatan kesehatan lain. Perhatian dan rasa saling percaya
ditunjukkan ketika perawat berkomunikasi secara terbuka dan jujur. Penyuluhan
dan konseling harus dilakukan hingga tingkat pemahaman dan pengharapan pasien.
Perawat juga harus sensitif pada respon emosional pasien terhadap penyakit dan
pengobatan. Penggunaan ketrampilan interpersonal yang sesuai memungkinkan
perawat mempunyai perseptif terhadap komunikasi verbal dan nonverbal pasien.
Ketrampilan psikomotor mencangkup kebutuhan langsung perawatan
pasien, seperti penggantian balutan, memberikan suntikan, atau melakukan
pengisapan trakheostomi. Perawat mempunyai tanggung jawab professional untuk
mendapatkan ketrampilan ini. Dalam halnya ketrampilan baru, perawat mengkaji
tingkat kompetensi mereka dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
memastikan bahwa pasien mendapat tindakan dengan aman.
5. Mengomunikasikan intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan dituliskan atau dikomunikasikan secara verbal.
Ketika dituliskan, intervensi keperawatan dipadukan ke dalam rencana asuhan
keperawatan dan catatan medis pasien. Rencana perawatan biasanya mencerminkan
tujuan intervensi keperawatan. Setelah intervensi diterapkan, respons pasien
terhadap pengobatan dicatatkan pada lembar catatan yang sesuai. Informasi ini
biasanya mencakup deskripsi singkat tentang pengkajian keperawatan, prosedur
spesifik, dan respon pasien.
Deskripsi singkat tentang temuan pengkajian yang berkaitaan dan respon
pasien pada catatan medis pasien memvalidasi perlunya intervensi keperawatan
spesifik. Dengan menuliskan waktu dan rincian tentang intervensi
mendokumentasikan bahwa prosedur telah diselesaikan.
Intervensi keperawatan juga dikomunikasikan secara verbal dari satu
perawat ke perawat lainnya. Perawat umumnya berkomunikasi secara verbal dari
satu perawat ke perawat lainnya atau dari tenaga perawat professional lainnya.
Perawat umumnya berkomunikasi secara verbal ketika pergantian tugas,
memindahkan pasien ke unit perawatan lain, atau memulangkan pasien ke lembaga
perawatan kesehatan lainnya. Intervensi keperawatan yang tertulis atau

53
dikomunikasikan secara verbal, bahasa yang digunakan harus jelas, ringkas, dan
tidak terbelit-belit.
Menurut Potter dan Perry (2005) perawat menjalankan rencana asuhan
keperawatan dengan menggunakan beberapa implementasi. Metode implementasi
lainnya mencangkup supervise dan evaluasi dari anggota tim perawatan kesehatan
lainnya. Untuk setiap diagnosa keperawatan, perawat mengidentifikasi intervensi
yang sesuai, yang dari setiap intervensi tersebut membutuhkan pengetahuan teoritis
spesifik dan ketrampilan klinik spesifik.
1. Membantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
Kebutuhan pasien akan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
mungin bersifa sementara, permanen, atau rehabilitative, melalui pengkajian,
perawat mengumpulkan data yang menguatkan kebutuhan bantuan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Dengan perawat menganalisis data ini, diagnosa
keperawatan dibuat dalam hubungannya dengan bantuan yang dibutuhkan.
2. Konseling
Konseling adalah metoda implementasi yang membantu pasien
menggunakan proses pemecahan masalah untuk mengenali dan menangani stres
dan yang memudahkan hubungan interpersonal di antara pasien, keluarganya, dan
tim perawatan kesehatan. Perawat memberikan konseling untuk membantu pasien
menerima perubahan aktual atau yang akan terjadi yang diakibatkan oleh stres.
Konseling adalah dukungan emosional, intelektual, spiritual dan psikologis.
Banyak teknik konseling digunakan memelihara pertumbuhan kognitif, perilaku,
perkembangan, eksperimental, dan emosional pada pasien. Konseling mendorong
individu untuk meneliti ketersediaan alternatif dan untuk memutuskan pilihan mana
yang bermanfaat dan sesuai.

3. Penyuluhan
Konseling berkaitan erat dengan penyuluhan. Keduanya mencangkup
ketrampilan berkomunikasi untuk menimbulkan perubahan pada pasien.
Penyuluhan adalah suatu metoda implementasi yang digunakan untuk menyajikan
prinsip, prosedur, dan teknik yang tepat tentang perawatan kesehatan untuk pasien
dan untuk menginformasikan pasien tentang status kesehatannya. Sebagai tanggung

54
jawab keperawatan, penyuluhan diimplementasikan pada semua lingkup perawatan
kesehatan, seperti unit perawat akut, perawatan di rumah, dan lingkungan
komunitas. Perawat bertanggungjawab untuk mengkaji kebutuhan pembelajaran
pasien dan bertanggung gugat terhadap kualitas edukasi yang diberikan.
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Menurut Hidayat (2006), evaluasi merupakan tahap terakhir proses
keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi, perawata harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Tahap evaluasi ini terdiri atas dua kegiatan, yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dilakukan selam proses perawatan berlangsung atau menilai
respons pasien, sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang
diharapkan. Evaluasi dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respons
segera.
2. Evaluasi Sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada
waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan.
Disamping itu, evaluasi juga menjadi alat ukur atas tujuan yang mempunyai kriteria
tertentu untuk membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai, atau tercapai
sebagian.
a. Tujuan tercapai.
Tujuan ini dikatakan apabila pasien telah menunjukkan perubahan dan
kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian.
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara
keseluruhan sehingga masih perlu dicari masalah atau penyebabnya.
Adapun evaluasi dari implementasi keperawatan meliputi :
1. Tidak adanya gangguan dalam bersihan jalan napas

55
2. Tanda-tanda kerusakan pertukaran teratasi
3. Suhu tubuh dalam keadaan normal

56
2.4 Kerangka Konsep

Obstruksi
Jalan napas,
apnea

Tindakan
Invasif

Trakeostomi

Pemasangan
ventilator

Tekanan
negatif
ventilasi Efusi Pleura
mekanik

Kerangka Konsep Pneumonia Aspirasi (PA)

57
BAB 3
PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK/BAYI

Ruangan : D2 Anamnesa diperoleh dari :


Diagnosa medis : Pneumonia 1. Orang tua
No. Register : 5498xx 2. Rekamedis
Tgl/Jam MRS : 03 Mei 2018 / 04.04 WIB
Tgl/Jam pengkajian : 03 Mei 2018 / 08.00 WIB

I. IDENTITAS ANAK
Nama : An. A
Umur / Tanggal Lahir : 9 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Golongan Darah :
Bahasa yang dipakai :
Anak Ke- : Satu
Jumlah Saudara : Satu
Alamat : Kupang Gn Timur - SBY

II. IDENTITAS ORANG TUA


Nama ayah : Tn. F Nama Ibu : Ny. G
Umur : 32 tahun Umur : 27 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : jawa Suku/Bangsa : jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan :IRT
Penghasilan : Penghasilan :
Alamat : Kupang Gn Timur –SBY Alamat : Kupang Gn timur -SBY

III. KELUHAN UTAMA


Batuk 1 minggu dahak susah keluar

IV. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Sebulan sebelum pasien batuk pasien menjalani opname di ruangan D1 RSAL Dr.

Ramelan Surabaya dengan keluhan mengalami alergi pada susu formula. Sejak saat

anaknya alergi susu formula orang tuanya mengganti susu anaknya dengan menggunakan

susu soya karena asi pada ibu tidak keluar. Pada tanggal 9 februari pasien mengalami

batuk pilek disertai suara grok-grok. 5 hari kemudian pasien mengalami demam selama

3 hari. Pada tanggal 18 februari 2018 pasien muntah 3x sehari. Pasien di bawa ke poli

58
anak Dr. Ramelan Surabaya pada pukul 9.30 WIB. Dari poli, dianjurkan untuk rawat inap

oleh dokter.

Kemudian dipindahkan di ruang D2. Didapatkan hasil observasi Suhu : 37,7oc, Nadi :

110x/menit RR: 24x/menit, PEWS: 0. Diberikan terapi D5 ¼ ns, dan injeksi antrain

75mg/iv. Pada saat pengkajian didapatkan hasil observasi suhu : 37oc, nadi : 130x/menit,

RR : 30x/menit, PEWS : 0, anak tampak rewel dengan menangis bertemu dengan orang

asing dan orang tuanya mencoba menenangkan anaknya dengan meminumkan susu soya

agar anaknya tenang tetapi anak menolak.

V. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN


A. Prenatal Care
Selama proses kehamilan untuk pemeriksaan kehamilan ibu rutin untu memeriksakan

kandungannyadi puskesmas terdekat. Pada kehamilan ke-8 ibu melakukan imunisasi

TT dan sering mengkonsumsi Fe pada kehamilan. Pada saat kehamilan ibu tidak

memiliki keluhan yang mengganggu proses kehamilannya. Kehamilan anak pertama

ini membuat ibu senang sehingga mengalami kenaikan berat badan yang signifikat

kurang lebih 23 kg.

B. Natal Care
Pada proses persalinan ibu melakukan persalinan pada usia kehamilan 38 minggu dan

saat persalinan ibu di bantu oleh dokter yang berada di dekat rumahnya. Saat proses

perasalinan berjalan dengan lancar tanpa ad penyulit persalinan. Saat lahir bayi

berjenis kelamin perempuan tersebut memiliki BB 2600 gram dan TB 45 cm. Bayi

lahir dengan sehat dan ibu mengatakan waktu lahir anaknya menangis dengan keras.

C. Post Natal Care

59
Masa setelah proses persalinan tali pusar bayi lepas pada hi ke 10 hari. Kondisi bayi

sehat tidak ada penyakit dan tidak ada riwayat ikterik.

VI. RIWAYAT MASA LAMPAU


A. Penyakit- Penyakit Waktu Kecil
Anak G mempunyai riwayat ASD dan ibu dari An.G juga memiliki riwayat penyakit

yang sama, selain ASD An.G mempunyai riwayat alergi susu formula. Akibat alergi

tersebut An.G sampai opname di RSAL Dr.Ramelan Surabaya. semenjak tau anaknya

alergi dengan susu formula orang tua mengganti susu anak G dengan menggunakan

susu soya karena ASI ibu sudah tidak keluar lagi.

B. Pernah Dirawat Di Rumah Sakit


Anak G pernah opname di ruang D1 RSAL Dr. Ramelan Surabaya karena mengalami

alergi susu pada susu formulanya. Sekarang susu formula An.G diganti dengan susu

soyaoleh orang tuanya.

C. Penggunaan Obat- Obatan


Anak G tidak ada menggunakan obat-obatan.

D. Tindakan (Operasi atau Tindak Lanjut)


Anak G tidak pernah melakukan operasi

E. Alergi
Anak G alergi pada susu formula. Setelah orang tua tau kalau anaknya alergi susu

formula orang tua mengganti susu anaknya dengan susu soya karena asi ibu tidak

keluar lagi.

60
F. Kecelakaan
Tidak ada

G. Imunisasi
Hepatitis B : sudah diberikan pada usia 0

Polio : polio 1 dan 2sudah diberikan pada usia 2, dan 3 bulan

BCG : sudah diberikan pada usia 2 bulan

DPT : DPT 1 dan 2 sudah diberikan pada usia 2 dan 3 bulan

Campak : belum pernah diberikan

Hib : sudah diberikan pada usia 2 dan 3 bulan

VII. PENGKAJIAN KELUARGA


A. Genogram (Sesuai dengan Penyakit)

6 bulan

Ket :

: Laki-Laki : Perempuan

: Meninggal : Pasien
: Tinggal Serumah

B. Psikososial Keluarga
Tidak terkaji

61
VIII. RIWAYAT SOSIAL
A. Yang Mengasuh Anak
Anak G diasu oleh kedua orang tua dan terkadang jika orang tuanya sama-sama

bekerja An.G dititipkan kepada nenek.

B. Hubungan Dengan Anggota Keluarga


Kedekatan yang terjalin antara An. G dengan keluarganya terjalin dengan baik.

C. Hubungan Dengan Teman Sebaya


Hubungan dengan teman atau orang baru An.G terlihat sangat

D. Pembawaan Secara Umum


Anak G terlihat aktif bermain dengan orang tuanya dan neneknya dan An.G terlihat

tidak takut dengan kedatangan orang baru dan saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter

maupun perawat An.G tidak menangis. An G walau di tinggal oleh orang tua kerja

dan hanya dengan nenek di rumah sakit An.G tidak menangis.

IX. KEBUTUHAN DASAR


A. Pola Nutrisi
Pola nutrisi An.G terpenuhi dengan frekuensi makan 8x60ml per 24 jam dan

mendapatkan bantuan infus 500cc per 24 jam (saat di rumah sakit). Anak G

mengkonsumsi susu soya karena alergi susu formulir. Selama masuk rumah sakit

nafsu minum susu pasien menurun. Anak G minum susu dengan menggunakan botol

susu (dot). Anak G saat minum susu dibantu dengan orang tua nya terkadang jg

minum susu dipegangi sendiri.

B. Pola Tidur

62
Pola aktivitas sebelum tidur ialah dengan meminum susu dan mendengarkan lagu-

lagu klasik. Tidak perlu membaca cerita dan tidak ada benda-benda yang dibawa

tidur.

C. Pola Aktivitas/Bermain
Pola aktivitas dan bermain pasien hari-harinya dengan keluarga dan teman nya tetapi

saat di rumah sakit aktivitas bermainnya hanya dengan keluarga.

D. Pola Eliminasi
Pola eliminasi urin BAK tidak terkaji karena pasien menggunakan diampers, warna

urine di diampers pasien berwarna kuning jernih. Pola eliminasi BAB dalam sehari

1x, warna kuning kecoklatan.

X. KEADAAN UMUM (PENAMPILAN UMUM)


A. Cara Masuk
Setelah periksa di poli anak, anak G di rujuk ke ruang D2 karena batuk yang berat
dan sputum tidak keluar

B. Keadaan Umum
Pasien ampak lemas dan pasien tampak batuk-batuk

XI. TANDA- TANDA VITAL


Tekanan Darah :

Suhu/Nadi : 37oc

RR : frekuensi : 30x/menit

Irama nafas : vesikular

Pola nafas : regular

Suara nafas tambahan : ronki basah

Alat bantu pernafasan : tidak ada

TB/BB : BB: 10,5 kg dan TB: 60cm

63
XII. PEMERIKSAAN FISIK (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
A. Pemeriksaan Kepala dan Rambut
Rambut pasien berwarna hitam, lurus, dan penyebaran rambut rambut merata. Kulit
kepala pasien tidak di temukan adanya laserasi.

B. Mata
Konjungtiva tampak tidak anemis, selera tidak ikterik, pupil tampak berwarna hitam
dan berbentuk bulat,dan reflek cahaya ada.

C. Hidung
Bentuk hidung normal dan simetris, septum pas ditengah, setelah di nabulazer
terdapat banyak sekret yang mengental dan kehijauan, tidak ada polip.

D. Telinga
Daun telinga simetris antara kanan dan kiri, dan daun telinga tampak bersih, pada
liang telinga tidak terdapat serumen dan fungsi pendengaran tidak mengalami
gangguan pendengaran.

E. Mulut dan Tenggorokan


Bentuk mulut dan tenggorokan normal, lidah normal, tidak ada sianosis, bibir tampak
kering. Pertumbuhan gigi sesuai dengan usianya.

F. Tengkuk dan Leher


Tidak ada jejas, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

G. Pemeriksaan Thorax/Dada
Paru

Inspeksi : bentuk dada normo chest dan simetris.

Palpasi : pola napas regular 30x/menit,terdapat tactil fremitus meningkat pada kedua

sisi.

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : terdapat suara ronkhi basah (terdengar di kedua sisi lapang paru saat fase

inspirasi dan ekspirasi).

Jantung

Inspeksi : tidak ada pembesaran jantung

Palpasi :irama jantung reguler

64
Perkusi : pekak

Auskultasi : bunyi S1 S2 tunggal

H. Punggung
Tidak ada jejas maupun luka. Tidak terdapat lordosis, kifosis, dan scoliosis.
I. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : peru berbentuk datar

Palpasi : tidak ada distensi abdomen

Perkusi : redup

Auskultasi : bising usus 15x/menit

J. Pemeriksaan Kelamin Dan Daerah Sekitarnya (Genitalia dan Anus)


Tidak ada kelainan pada genetalia dan anusnya
K. Pemeriksaan Muskuluskeletal
Klien tampak aktif dalam bergerak dan bermain.
L. Pemeriksaan Integumen
Kulit lembab, kuning kecoklatan, bersih. Akral hangat kering merah.

XIII. TINGKAT PERKEMBANGAN


A. Adaptasi sosial
Awal masuk anak G sudah mampu beradaptasi dengan lingkuan dan orang lain
dengan tidak menangisnya An.G jika di dekati dengan orang asing dan mau di ajak
dengan orang lain selain keluarga.
B. Bahasa
Anak G bisa berbicara akan tetapi anakG jika diajak berkomunikasi sudah bisa
ngoceh-ngoceh.
C. Motorik Halus
Anak G sudah mampu menggegam selang infus dan terkadang memegangi dotnya
sendiri.
D. Motorik Kasar
Anak G sudah bisa terkurap dan minta duduk terkadang jika saat di gendong

Kesimpulan dari Pemeriksaan Perkembangan


Anak G tidak mengalami gangguan proses tumbuh kembang.

XIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium
Hasil laboratorium tanggal : 19 februari 2018

Leukosit 9.900 g/dL

65
Hemoglobin 11,1 g/dL
PCT 335.000

B. Rontgen
Hasil rontgen tanggal : 19 februari 2018

Cor : besar bentuk normal


Pulmo : tampak bronchovasikuler meningkat dengan bercak-bercak granuler halus
kedua paru.
Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam
Hemidiapraghma kanan kiri normal
Tulang normal
Kesan : menyokong bronchopneumonia

C. Terapi
Tanggal : 19 februari 2018

Inf D5 ¼ ns 500cc/24jam

Injeksi antrain75 gr

Dexamethasone 3 x ⅛ amp

Ranitidine 2 x ⅛ amp

Syrup paracetamol 3 x ¾ cth

Injeksi viccilin 3x200 mg

Surabaya, 19 februari 2018

______________________
NIM:

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

___________________________ __________________________

66
ANALISA DATA

Nama Klien : An. G. Ruangan/Kamar : D2/8A.


Umur : 6 bulan No. Register : 5418xx

No. Data Penyebab Masalah


1. Ds : Hipersekresi jalan napas Bersihan jalan napas
Ibu mengatakan bahwa anaknya susah tidak efektif
batuk, hingga menangis dan terdengar
suara grok-grok.

Do :
1. Tidak mampu batuk
2. sputum tertahan
3. ronkhi
4. anak rewel, menolak untuk
minum susu.

2. Ds : ibu pasien mengatakan anaknya Kehilangan cairan aktif Resiko hipovolemia


tidak mau minum
Do :
 pasien tampak lemas
 pasien tampak tak mau minum
 mukosa bibir pasien tampak
kering

67
3. DS : ibu pasien mengatakan anaknya Kurang terpapar Defisit pengetahuan
alergi terhadap susu formula dan informasi
mengatakan jika anaknya hanya
mengkonsumsi susu formula saja
tanpa ada makanan pendamping.
DO :
 Keluarga pasien tampak kurang
mengetahui cara mengelolah
makanan pendamping yang
sesuai umur anaknya.
 keluarga pasien tampak tidak
mengetahui dampak alergi
terhadap anak.

68
PRIORITAS MASALAH
Nama Klien : An.G Ruangan/Kamar : D2/8A
Umur : 6 bulan No. Register : 5418xx

Tanggal
No Diagnosa Keperawatan Nama Perawat
Ditemukan Teratasi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d 19-02-2018 24-02-2018
Hipersekresi jalan napas
2. Resiko hipovolemia b.d Kehilangan 19-02-2018 21-02-2018
cairan aktif
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar 19-02-2018 24-02-2018
informasi

69
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : An.G No. Rekam Medis: 5418XX
Hari Rawat Ke: ...........................................

N Diagnosa Tujuan Rencana Intervensi Rasional


o Keperawat
an
1. Bersihan Setelah 1. Observasi 1. Untuk
jalan nafas dilakukan status mendeteksi
tidak tindakan pernafasan tanda awal
efektif b/d keperawatan sekurangnya bahaya
hipersekre selama 3x24 jam setiap 4 jam
si jalan diharapkan atau menurut
nafas. masalah teratasi. standar yang 2. Untuk
Dengan kriteria telah mengurangi
hasil : ditetapkan. faktor
1. Bersihan 2. Observasi penyebab
jalan penyebab batuk
nafas batuk 3. Posisi rileks
efektif dapat
2. Suara 3. Berikan mengurangi
nafas posisi yang batuk.
vesikuler nyaman 4. Untuk
3. Frekuens mencairkan
i nafas 4. Anjurkan sekresi.
normal kepada
(30- keluarga 5. Supaya
60x/men agar dahak dapat
it). memberikan keluar.
4. Tidak minum
ada hangat 6. Untuk
sesak 5. Memberikan infeksi tidak
nafas. terapi sesuai menyebar
advis dokter
melakukan
nabulazer
6. Kolaborasika
n dengan
dokter untuk
pemberian
antibiotik

89
2. Resiko Setelah 1. Mengobserv 1. Memantau
hipovolemi dilakukan asi TTV kondisi
a b.d asuhan 2. Monitor pasien
Kehilangan keperawatan tanda – tanda 2. Memantau
cairan aktif
selama 3x24 meningkatny apakah ada
jam, diharapkan a kekurangan tanda-tanda
masalah teratasi. cairan dehidrasi
Dengan kriteria (turgor tidak dan
hasil : elastis, ubun- menentukan
1. Tanda- ubun cekung, tindakan
tanda produksi urin selanjutnya
vital menurun,
dalam membran 3. Untuk
batas mukosa mencegah
normal kering, bibir terjadinya
2. Turgor pecah-pecah) syok
kulit 3. Observasi 4. Untuk
normal tanda-tanda mencegah
3. Aktifitas dehidrasi agar anak
bermain 4. Anjurkan tidak
anak kepada sampai
seperti keluarga mengalami
awal untuk dehidrasi
tidak memberikan 5. Mencegah
sakit minuman anak
sedikit tapi mengalami
sering syok
5. Kolaborasi hipovolemia
pemberian
obat dengan
dokter

119
3. Defisit Setelah 1. Observas 1. Untuk
pengetahua dilakukan i tingkat mengeta
n b.d asuhan pengetah hui
kurang keperawatan uan tingkat
terpapar
selama 3x24 keluarga pengeta
informasi
jam, diharapkan huan
masalah teratasi. 2. Identifik keluarga
Dengan kriteria asi pasien
hasil : kemungk 2. Untuk
1. Keluarga inan mengura
pasien penyebab ngi
mampu alergi resiko
melakuk dengan kambuh
an cara yang terhadap
pemberi tepat alergi
an 3. Sediakan 3. Untuk
makanan informasi menunja
pendamp yang ng
ing yang tepat nutrisi
tepat untuk anak
untuk makanan
pasien pendamp 4. Supaya
2. Keluarga ing untuk ibu
mampu anak usia mandiri
menjelas 6 bulan dalam
kan 4. Ajarkan pemenu
kembali kepada han
apa yang keluarga nutrisi
sudah untuk kepada
dijelaska menerap anak
n. kan
makanan
pendamp
ing yang
cocok
untuk
pasien.

TINDAKAN KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN


Nama Klien : An. G.
Ruangan/Kamar : D2/8A.

120
Umur : 6 bulan No.
Register : 5418xx

N Tgl/Ja Tindakan TT Tgl/Ja Catatan TT


o m Pera m Perkembangan Pera
wat wat
1 20/02/  Mengobser 20/02/ S:
18 vasi 18  ibu pasien
08.00 14.00
keadaan mengatakan
umum anaknya
pasien, batuk grok-
k/u: lemah, grok
08.30 GCS: 456, O:
akral:  Suhu 36,8oc,
HKM, nadi :
kesadaran: 128x/menit,
compos RR:
09.20
mentis. 28x/menit
 Mengobser  Akral
10.25 vasi tanda- hangat
tanda vital  nabulazer
: keluar
Suhu : lender
37oc, RR: berwarna
30x/menit, kuning
11.10
Nadi : kehijauan
130x/meni (selain lewat
12.00
t. hidung
 Memberika lendir juga
n terapi keluar
13.00
sesuai melalui
advis fases dan
dokter:

121
Inf. D5 ¼ muntah
ns pasien)
500cc/24 A:
jam  Masalah
Inj. keperawatan
Viccilin belum
3x200 mg teratasi
Inj. Dexa
3x⅛ amp P:
14.00
Inj.  Intervensi
15.00 Ranitidine dilanjutkan
2x⅓ amp 1. Berikan
 Memberika nebulaze
n edukasi r
16.00 kepada 2. Berikan
keluarga minum
agar air
memberik hangat
an pasien 3. Berikan
minum posisi
19.00 hangat yang
 Memberika nyaman
n edukasi S:
kepada  ibu pasien
20.00
keluarga mengatakan
makanan anaknya
pendampin masih batuk
g untuk grok-grok,
21.00
anak usia 6 muntah dan
22.00 bulan diare
 Observasi O:
tanda-

122
tanda  Suhu 36,8oc,
dehidrasi nadi :
 Mengobser 21.00 128x/menit,
vasi tanda- RR:
tanda vital 28x/menit
04.30
:  Muntah
Suhu : lebih dari 3x
36,8oc,  Akral
RR: hangat
28x/menit,  Anak
Nadi: tampak
05.00
128x/meni lemas
06.30 t.  Diare lebih
 Memeberik dari 4x
an posisi (berwarna
yang coklat
nyaman kekuningan,
untuk konsistensi
pasien cair + ada
 Anjurkan ampasnya)
pada A:
keluarga  Muncul
agar tetap masalah
memperta keperawatan
hankan baru
kebutuhan
minum P:
pasien  Intervensi
 Memberika dilanjutkan
n terapi 1. Ajarkan
sesuai kepada
keluarga

123
advis untuk
dokter: memberi
Inj. minum
Viccilin sedikit tapi
3x200 mg sering
Inj. Dexa S:
3x⅛ amp ibu pasien
Obat mengatakan
antidiare tidak tahu
Memberik makanan
an obat pendamping
oral pamol yang cocok
3x¾ cth untuk
 Timbang anaknya.
terima O:
pasien  Keluarga
dengan pasien
dinas pagi tampak
 Monitor bingung
keadaan A:
umum  Masalah
pasien k/u keperawatan
lemah, belum
rewel. teratasi
PEWS : 0
 Mengobser P:
vasi TTV  Intervensi
pasien: dilanjutkan
Suhu: 1. Edukasi
36,3oc, kepada
RR: 26 untuk
x/menit, memenuhi

124
Nadi: 07.00 kebutuhan
120x/meni makanan
t, PEWS: 0 pendamping
 Memberika selain susu
n nebulizer formula saja
Ventolin S:
0,5 mg +  ibu pasien
Pz mengatakan
 Monitor anaknya
keadaan masih batuk
umum grok-grok
pasien k/u O:
lemah,  Suhu 36,3oc,
rewel. nadi :
PEWS : 0 120x/menit,
 Mengobser RR:
vasi TTV 25x/menit
pasien:  Akral
Suhu: hangat
37,3oc,  nabulazer
RR: 23 keluar lendir
x/menit, berwarna
Nadi: putih jernih
122x/meni (selain lewat
t, PEWS: 0 hidung
 Edukasi lendir juga
kepada keluar
keluarga melalui
agar tetap fases dan
memberik muntah
an minum pasien)
walau anak A:

125
menolak  Masalah
dengan keperawatan
minum teratasi
sedikit dan sebagian.
sering
 Memberika P:
n posisi  Intervensi
nyaman dilanjutkan
pasien 1. Berikan
 Timbang nebulaze
terima r
pasien 2. Berikan
dengan minum
dinas sore air
 Memberika hangat
n terapi 3. Berikan
sesuai posisi
advis yang
dokter: nyaman
Inj.
Viccilin S:
3x200 mg  ibu pasien
Inj. Dexa mengatakan
3x⅛ amp anaknya
Inj. masih
Ranitidine muntah dan
2x⅓ amp diare.
 Monitor O:
keadaan  Suhu 37oc,
umum nadi :
pasien k/u 120x/menit,
lemah,

126
rewel. RR:
PEWS : 0 24x/menit
 Mengobser  Muntah
vasi TTV hanya 1x
pasien:  Akral
Suhu: hangat
36,9oc,  Anak
RR: 24 tampak
x/menit, lemas
Nadi:  Diare 1x
118x/meni (berwarna
t, PEWS: 0 kuning
 Monitor konsistensi
keadaan cair + ada
umum ampasnya)
pasien k/u A:
lemah,  Masalah
rewel. keperawatan
PEWS : 0 teratasi
 Mengobser sebagian
vasi TTV P:
pasien:  Intervensi
 Suhu: dilanjutkan
o
36,8 c, 1. Ajarkan
RR: 25 kepada
x/menit, keluarga
Nadi: untuk
118x/meni memberi
t, PEWS: 0 minum
 Memberika sedikit tapi
n nebulizer sering
Ventolin S:

127
0,5 mg + ibu pasien
Pz mengatakan
 Memberika bingung
n edukasi untuk
pada pemberian
keluarga makanan
untuk pendamping
memberik untuk pasien
an makan O:
pendampin  Keluarga
g yang pasien
tepat tampak
bingung
 Ibu pasien
tampak
mulai
memahami
apa yang
harus
dilakukan
A:
 Masalah
keperawatan
teratasi
sebagian

P:
 Intervensi
dilanjutkan
1. Edukasi
kepada
untuk

128
memenuhi
kebutuhan
makanan
pendamping
selain susu
formula saja

S:
 ibu pasien
mengatakan
anaknya
masih batuk
grok-grok
O:
 Suhu 37,3oc,
nadi :
122x/menit,
RR:
23x/menit
 Akral
hangat
 nabulazer
keluar lendir
berwarna
putih jernih
(selain lewat
hidung
lendir juga
keluar
melalui
fases pasien)
A:

129
 Masalah
keperawatan
teratasi
sebagian.

P:
 Intervensi
dilanjutkan
1. Berikan
nebulaze
r
2. Berikan
minum
air
hangat
sedikit
tetapi
sering
3. Berikan
posisi
yang
nyaman
4. Tetapka
n
berikan
antibioti
k sesuai
advis
dokter

S:

130
 ibu pasien
mengatakan
anaknya
sudah tidak
muntah
tetapi masih
diare.
O:
 Suhu 37,2oc,
nadi :
122x/menit,
RR:
23x/menit
 Akral
hangat
 Anak
tampak
lemas
 Diare 1x
(berwarna
kuning
konsistensi
cair + ada
ampasnya +
ada
lendirnya)
A:
 Masalah
keperawatan
teratasi
sebagian

131
P:
 Intervensi
dilanjutkan
1. Ajarkan
kepada
keluarga
untuk
memberi
minum
sedikit tapi
sering
2. Edukasi
kepada
keluarga
jika anak
masih diare
pemberian
susunya
S:
ibu pasien
mengatakan
bingung
untuk
pemberian
makanan
pendamping
untuk pasien
O:
 Keluarga
pasien
tampak
bingung

132
 Ibu pasien
tampak
mulai
memahami
apa yang
harus
dilakukan
A:
 Masalah
keperawatan
teratasi
sebagian

P:
 Intervensi
dilanjutkan
Edukasi
kepada
untuk
memenuhi
kebutuhan
makanan
pendamping
selain susu
formula saja

2 21/02/  Mengobser 21/02/ S:


18 vasi 18  Ayah
08.00 14.00
keadaan pasien
umum mengatakan
pasien, anaknya
k/u: lemah,

133
GCS: 456, masih batuk
08.30 akral: grok-grok
HKM, O:
kesadaran:  Suhu 37,2oc,
compos nadi :
mentis. 126x/menit,
 Mengobser RR:
09.20 vasi tanda- 24x/menit
tanda vital  Akral
: hangat
10.25 Suhu :  nabulazer
37,2oc, keluar lendir
RR: berwarna
24x/menit, putih jernih
Nadi : (selain lewat
11.10
126x/meni hidung
t. lendir juga
 Memberika keluar
n terapi melalui
12.00
sesuai fases pasien)
advis  hasil foto
dokter: thorak :
Inf. D5 ¼ bronchopne
13.00 ns umonia
500cc/24  terdengar
jam rochi
Inj. A:
Viccilin  Masalah
3x200 mg keperawatan
Inj. Dexa teratasi
3x⅛ amp sebagian.

14.00

134
Inj. P:
Ranitidine  Intervensi
15.00
2x⅓ amp dilanjutkan
 Memberika 1. Berikan
n edukasi nebulaze
kepada r
keluarga 2. Berikan
16.00 agar minum
memberik air
an pasien hangat
minum sedikit
hangat tetapi
 Memberika sering
n edukasi 3. Berikan
18.00 kepada posisi
keluarga yang
agar tetap nyaman
19.00 memantau 4. Tetapka
anak agar n
tetap mau berikan
minum antibioti
walau k sesuai

20.00 sedikit advis


tetapi dokter
sering S:
 Mengobser  ibu pasien
vasi tanda- mengatakan
tanda vital anaknya
: diare
Suhu : berkurang.
36,3oc, 21.00 O:
RR:
21.00

135
24x/menit,  Suhu 36,4oc,
22.00 Nadi: nadi :
122x/meni 122x/menit,
t. RR:
 Mengobser 24x/menit
vasi intake  Akral
23.00 output hangat
 Mengobser  Anak
vasi diare tampak
dan lemas
muntah  Diare 1x
anak (berwarna
04.30
 Memberika kuning
n obat oral konsistensi
pamol 3x¾ cair + ada
cth ampasnya +
05.00  Mengeduk ada
asi lendirnya)

06.30 keluarga  Infus masih


agar selalu terpasang
melaporka D5 ¼ 7 tpm.
n jika anak A:
muntah  Masalah
dan diare keperawatan
(warna, teratasi
konsistensi sebagian
, dan brp P:
kali)  Intervensi
 Memberika dilanjutkan
n terapi 1. Ajarkan
sesuai kepada
keluarga

136
advis untuk
dokter: memberi
Inj. minum
07.00
Viccilin sedikit tapi
3x200 mg sering
Inj. Dexa 2. Edukasi
3x⅛ amp kepada
Obat keluarga
antidiare jika anak
 Timbang masih diare
terima pemberian
pasien susunya
dengan lebih cair
dinas pagi S:
 Monitor ibu pasien
keadaan mengatakan
umum bingung
pasien k/u jenis
lemah, makanan
rewel. pendamping
PEWS : 0 untuk pasien
 Mengobser O:
vasi TTV  Ibu pasien
pasien: tampak
Suhu: mulai
36,4oc, memahami
RR: 23 apa yang
x/menit, harus
Nadi: dilakukan
120x/meni A:
t, PEWS: 0  Masalah
keperawatan

137
 Memberika teratasi
n nebulizer sebagian
Ventolin P:
0,5 mg +  Intervensi
Pz dilanjutkan
 Memberika Edukasi
n edukasi kepada
kepada untuk
keluarga memenuhi
untuk tetap kebutuhan
memberik makanan
an cairan pendamping
yang selain susu
banyak. formula saja
 Memberika S:
n posisi  ibu pasien
yang mengatakan
nyaman anaknya
kepada masih batuk
pasien grok-grok
 Memberika O:
n  Suhu 37,1oc,
penjelasan nadi :
tentang 120x/menit,
pentingnya RR:
makanan 23x/menit
pendampin  Akral
g kepada hangat
keluarga  nabulazer
 Monitor keluar lendir
keadaan berwarna
umum putih jernih

138
pasien k/u A:
lemah,  Masalah
rewel. keperawatan
PEWS : 0 teratasi
 Mengobser sebagian.
vasi TTV P:
pasien:  Intervensi
Suhu: dilanjutkan
37,1oc, 1. Berikan
RR: 22 nebulaze
x/menit, r
Nadi: 2. Berikan
118x/meni minum
t, PEWS: 0 air
 Edukasi hangat
kepada sedikit
keluarga tetapi
agar tetap sering
memberik 3. Berikan
an minum posisi
walau anak yang
menolak nyaman
dengan 4. Tetapka
minum n
sedikit dan berikan
sering antibioti
 Memberika k sesuai
n saran advis
kepada dokter
keluarga S:
agar  ibu pasien
memberik mengatakan

139
an anaknya
makanan sudah tidak
pendampin muntah dan
g seperti sudah tidak
bubur diare
berprotein, O:
bubur  Suhu 36,9oc,
beras nadi :
merah 118x/menit,
 Memberika RR:
n posisi 22x/menit
nyaman  Akral
pasien hangat
 Timbang  Anak
terima tampak
pasien sudah tidak
dengan lemas
dinas sore  Anak
 Memberika terlihat aktif
n terapi bermain
sesuai dengan
advis mainanya
dokter: A:
Inj.  Masalah
Viccilin keperawatan
3x200 mg teratasi
Inj. Dexa P:
3x⅛ amp Hentikan
Inj. intervensi
Ranitidine
2x⅓ amp S:

140
 Monitor  ibu pasien
keadaan mengatakan
umum anaknya
pasien k/u masih batuk
lemah, grok-grok
rewel. O:
PEWS : 0  Suhu 37,3oc,
 Mengobser nadi :
vasi TTV 120x/menit,
pasien: RR:
Suhu: 25x/menit
36,2oc,  Akral
RR: 22 hangat
x/menit,  nabulazer
Nadi: keluar lendir
116x/meni berwarna
t, PEWS: 0 putih jernih
 Monitor A:
keadaan  Masalah
umum keperawatan
pasien k/u teratasi
lemah, sebagian.
rewel.
PEWS : 0 P:
 Mengobser  Intervensi
vasi TTV dilanjutkan
pasien: 1. Berikan
 Suhu: nebulaze
o
36,8 c, r
RR: 25 2. Berikan
x/menit, minum
Nadi: air

141
118x/meni hangat
t, PEWS: 0 sedikit
 Memberika tetapi
n nebulizer sering
Ventolin 3. Berikan
0,5 mg + posisi
Pz yang
 Memberika nyaman
n edukasi Tetapkan
pada berikan
keluarga antibiotik
untuk sesuai advis
memberik dokter
an air S:
hangat ibu pasien
kepada mengatakan
anak untuk masih takut
dahaknya untuk
mudah memberikan
keluar makanan
selain di pendamping
bantu O:
dengan  Ibu pasien
nabulazer tampak
belum
memahami
pentingnya
makanan
tambahan
untuk
anaknya
A:

142
 Masalah
keperawatan
teratasi
sebagian
P:
 Intervensi
dilanjutkan
1. Edukasi
kepada
untuk
memenu
hi
kebutuha
n
makanan
pendamp
ing
selain
susu
formula
saja
2. Identifik
asi apa
saja
faktor
pemicu
terjadiny
a alergi
pada
anak

143
3 22/02/  Mengobser 22/02/ S:
18 vasi 18  ibu pasien
08.00 14.00
keadaan mengatakan
umum anaknya
pasien, masih batuk
k/u: lemah, grok-grok
GCS: 456, tetapi sudah
08.30 akral: berkurang
HKM, O:
kesadaran:  Suhu 36,9oc,
compos nadi :
mentis. 120x/menit,
 Mengobser RR:
09.20 vasi tanda- 23x/menit
tanda vital  Akral
: hangat
10.25 Suhu :  nabulazer
37,2oc, keluar lendir
RR: berwarna
24x/menit, putih jernih
11.10 Nadi :  dahak keluar
126x/meni melalui
t. muntahnya
12.00  Memberika A:
n terapi  Masalah
sesuai keperawatan
13.00 advis teratasi
dokter: sebagian.
14.00
Inf. D5 ¼ P:
ns  Intervensi
15.00 500cc/24 dilanjutkan
jam

144
Inj. 1. Berikan
Viccilin nebulaze
3x200 mg r
16.00 Inj. Dexa 2. Berikan
3x⅛ amp minum
18.00
Inj. air
Ranitidine hangat
2x⅓ amp sedikit
 Memberika tetapi
n edukasi sering
19.00 kepada 3. Berikan
keluarga posisi
agar 21.00 yang
memberik nyaman
an pasien 4. Tetapka
20.00
minum n
hangat berikan
 Memberika antibioti
n edukasi k sesuai
kepada advis
21.00 keluarga dokter
agar tetap S:

22.00 memantau ibu pasien


anak agar mengatakan
tetap mau masih takut
minum untuk
walau memberikan
23.00 sedikit makanan
tetapi pendamping
sering 07.00 O:
 Mengobser  Ibu pasien
vasi tanda- tampak

145
tanda vital belum
: memahami
Suhu : pentingnya
04.30
36,3oc, makanan
RR: tambahan
24x/menit, untuk
05.00
Nadi: anaknya
06.30 122x/meni A:
t.  Masalah
 Memberika keperawatan
n terapi teratasi
sesuai sebagian
advis P:
dokter:  Intervensi
Inj. dilanjutkan
Viccilin 1. Edukasi
3x200 mg kepada
Inj. Dexa untuk
3x⅛ amp memenu
 Timbang hi
terima kebutuha
pasien n
dengan makanan
dinas pagi pendamp
 Monitor ing
keadaan selain
umum susu
pasien k/u formula
lemah, saja
rewel. 2. Identifik
PEWS : 0 asi apa
saja

146
 Mengobser faktor
vasi TTV pemicu
pasien: terjadiny
Suhu: a alergi
36,8oc, pada
RR: 23 anak
x/menit,
Nadi: S:
120x/meni Ayah pasien
t, PEWS: 0 mengatakan
 Memberika anaknya
n nebulizer batuknya
Ventolin sudah
0,5 mg + berkurang
Pz O:
 Memberika 1. Suhu
n edukasi 36,7oc,
kepada nadi :
keluarga 118x/me
untuk tetap nit, RR:
memberik 22x/meni
an cairan t
yang 2. Akral
banyak. hangat

 Memberika 3. nabulaze

n posisi r keluar

yang lendir

nyaman berwarna

kepada putih

pasien jernih

 Monitor 4. dahak

keadaan keluar

147
umum melalui
pasien k/u muntahn
lemah, ya
rewel. A:
PEWS : 0 Masalah
 Mengobser keperawatan
vasi TTV teratasi
pasien: sebagian.
Suhu: P:
37,0oc, Intervens
RR: 22 i
x/menit, dilanjutk
Nadi: an
118x/meni 1. Berikan
t, PEWS: 0 nebulaze
 Edukasi r
kepada 2. Berikan
keluarga minum
agar tetap air
memberik hangat
an minum sedikit
walau anak tetapi
menolak sering
dengan 3. Berikan
minum posisi
sedikit dan yang
sering nyaman
 Memberika 4. Tetapka
n posisi n
nyaman berikan
pasien antibioti
k sesuai

148
 Timbang advis
terima dokter
pasien S:
dengan Ibu
dinas sore pasien
 Memberika mengata
n terapi kan
sesuai anaknya
advis batuknya
dokter: sudah
Inj. berkuran
Viccilin g
3x200 mg O:
Inj. Dexa 1. Suhu
3x⅛ amp 36,3oc,
Inj. nadi :
Ranitidine 118x/me
2x⅓ amp nit, RR:
 Monitor 22x/meni
keadaan t
umum 2. Akral
pasien k/u hangat
lemah, 3. nabulaze
rewel. r keluar
PEWS : 0 lendir

 Mengobser berwarna

vasi TTV putih

pasien: jernih

Suhu: 4. dahak

36,2oc, keluar

RR: 22 melalui

x/menit,

149
Nadi: muntahn
116x/meni ya
t, PEWS: 0 5. anaknya
 Monitor aktif
keadaan bermain
umum dengan
pasien k/u orang
lemah, tuanya
rewel. A:
PEWS : 0 Masalah
 Mengobser keperawatan
vasi TTV teratasi
pasien: sebagian.
 Suhu: P:
36,8oc, Interven
RR: 25 si
x/menit, dilanjutk
Nadi: an
118x/meni 1. Berikan
t, PEWS: 0 nebulaze

 Memberika r

n nebulizer 2. Berikan

Ventolin minum

0,5 mg + air

Pz hangat

 Memberika sedikit

n edukasi tetapi

pada sering

keluarga 3. Berikan

untuk posisi

memberik yang

an air nyaman

150
hangat 4. Tetapka
kepada n
anak untuk berikan
dahaknya antibioti
mudah k sesuai
keluar advis
selain di dokter
bantu
dengan
nabulazer

151

You might also like