Professional Documents
Culture Documents
LABA USAHA
A. PENGENALAN
Sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa apabila suatu usaha bisnis memiliki BUT pada
negara sumber, maka kita harus menentukan laba yang diperoleh oleh BUT. Menurut
akuntan, penentuan profit tidak dapat ditentukan secara pasti, dan prinsip ini terlihat dalam
penentuan laba BUT. Ada beberapa celah dimana laba BUT dapat diperkecil dengan cara
memanipulasi data biaya yang dikenakan atas barang dan jasa yang disediakan oleh kantor
pusat kepada BUT. Tentunya, pendapatan BUT akan lebih dipengaruhi oleh nilai
penjualan perusahaan di negara yang melewati BUT dan penjualan yang dibuat langsung
dari luar negeri ke pelanggan di negara tempat BUT berada.
Laba sebuah usaha dari [Negara R]seharusnya (shall be) dikenakan pajak hanya di
[Negara R], kecuali apabila usaha tersebut menjalankan bisnis di [Negara S] melalui
Bentuk Usaha Tetap yang terletak di [Negara S]. Jika usaha tersebut menjalankan bisnis
seperti yang disebutkan di atas, maka laba dari usaha bisa (may be) dikenakan pajak di
[Negara S] namun hanya atas penghasilan atributif dari BUT tersebut.
D. MAKNA “PROFIT”
Apa arti profit sebagai istilah yang digunakan pada Art. 7? Karena profit tidak
didefinisikan di Art. 3 atas DTA model OECD, maka sesuai Chapter 2 kita perlu merujuk
pada hukum domestik dari negara yang bersangkutan untuk menentukan kriteria laba yang
dapat dipajaki di negara tersebut.
Uraian OECD menyebutkan bahwa istilah ‘profit’ memiliki arti yang luas dan
mencangkup semua penghasilan yang didapatkan dalam menjalankan usaha. Art.7 (2) dari
DTA model OECD membahas tentang kepastian laba yang diatribusikan kepada BUT.
Pasal tersebut tidak menyebutkan tentang kerugian yang bisa aja diatribusikan kepada
BUT. Sehingga, Art.7(2) tidak dapat digunakan apabila terdapat kerugian.
Diskusi atas pengaplikasian ketentuan untuk profit hanya dapat ditemukan pada American
Thread Co v. FCT (1946) 3 AITR 484; (1946) 73 CLR 643. Dalam hal itu, ketentuan atas
hal yang dipersoalkan (Secs. 38-42 Australian Income Tax Assessment Act 1936) hanya
tersedia ketika laba dihasilkan.
E. ARTI “BISNIS”
Pasal 5 dan Pasal 7 dari DTA model OECD membicarakan tentang “bisnis dari suatu
perusahaan”. Meskipun pada Pasal 3 (1) (c) dan (d) menyebutkan tentang pengaplikasian
istilah “enterprise/perusaaan”, tidak ada definisi yang pasti pada DTA model OECD
tentang istilah “perusahaan”. Menurut commentary OECD, tidak adanya usaha untuk
mendefinisikan enterprise adalah karena istilah tersebut diartikan menurut ketentuan
hukum domestik negara masing-masing.
Arti dari kata enterprise di DTA Australia merujuk pada High Court in Thiel v.
Commisioner of Taxation 90 ATC 4717. Disitu diartikan bahwa OECD Commentary
dengan jelas mengakui bahwa suatu kegiatan, serta kerangka kegiatan dimana kegiatan
tersebut terlibat, bisa menjadi enterprise yang dimaksud pada Pasal 7 dari DTA Australia-
Switzerland (1980).
Perlu diingat bahwa terdapat perbedaan arti kata enterprise pada hukum domestik. Secara
umum, suatu entitas menjalankan bisnis dan mendapatkan laba dari bisnis tersebut.
Menurut DTAs, enterprise diartikan sebagai menjalankan bisnis dan dapat memiliki BUT.
Gagasan ini tidak sepenuhnya tepat dalam pengertian hukum, namun mungkin DTA
merujuk pada istilah akuntansi.
Banyaknya laba kena pajak di Negara R dan Negara S dapat ditentukan dengan hukum
domestik kedua negara bersangkutan. Namun, apabila Negara R memiliki DTA dengan
Negara S, kuantum lama tersebut diatur secara umum oleh Pasal 7 DTA model OECD.
- Persyaratan mendasar akan keberadaan BUT sebelum negara sumber dapat memajaki
laba usaha
- Direct method akuntasi terpisah dalam BUT
- Pengaplikasian prinsip kewajaran
- Pengurangan beban
- Kontinuitas dan konsistensi dalam atribusi laba
- Perlakuan atas pembelian office
- Kelonggaran indirect method sebagai pengecualian
- Prioritas aturan distributif khusus atas Pasal 7