You are on page 1of 4

BAB 10

LABA USAHA

A. PENGENALAN

Sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa apabila suatu usaha bisnis memiliki BUT pada
negara sumber, maka kita harus menentukan laba yang diperoleh oleh BUT. Menurut
akuntan, penentuan profit tidak dapat ditentukan secara pasti, dan prinsip ini terlihat dalam
penentuan laba BUT. Ada beberapa celah dimana laba BUT dapat diperkecil dengan cara
memanipulasi data biaya yang dikenakan atas barang dan jasa yang disediakan oleh kantor
pusat kepada BUT. Tentunya, pendapatan BUT akan lebih dipengaruhi oleh nilai
penjualan perusahaan di negara yang melewati BUT dan penjualan yang dibuat langsung
dari luar negeri ke pelanggan di negara tempat BUT berada.

Sehingga, dalam bab ini kita akan :

- Menjelaskan bagaimana laba dialokasikan kepada BUT menggunakan pendekatan


OECD model DTA dan UN model DTA
- Mengilustrasikan perbedaan antara direct dan indirect methods untuk menghitung laba
BUT dan mendiskripsikan kapan penggunaan tiap metode tersebut diizinkan
- Menjelaskan hubungan antara Pasal 7 dengan artikel DTA lainnya, dan
- Melihat artikel OECD dan UN model DTA yang membahas tentang pemajakan atas
penghasilan dari lalulintas udara internasional.

B. PENGAPLIKASIAN HUKUM DOMESTIK


Pada kebanyakan negara, setelah hukum pajak domestik menentukan bahwa suatu bisnis
memiliki penghasilan yang bersumber dari negara tersebut, hukum tersebut selanjutnya
menentukan laba yang dapat dipajaki. Biasanya, dalam pengertian luas, hal ini
menyangkut penentuan pendapatan kotor dari negara tersebut, yang selanjutnya
memberikan pengurangan atas biaya yang diperbolehkan (beserta kerugian yang dialami
tahun sebelumnya) sehingga dapat ditentukan nilai pendapatan bersih. Hasilnya adalah
penghasilan yang dijadikan dasar di mana tarif pajak relevan negara sumber diterapkan
untuk kemudian ditentukan pajak terutang di negara sumber.
Pada kebanyakan kasus, kewajiban pajak hanyalah hasil atas presentase dari penghasilan
kotor dari entitas selain penduduk. Contohnya, perusahaan asuransi non-residen (atau
perusahaaan reasuransi) tanpa bentuk fisik di negara sumber hanya akan dikenakan pajak
penghasilan sebesar 5% dari jumlah premium yang mereka hasilkan dari menyediakan
asuransi untuk pelanggan dari negara sumber. Namun, seperti yang kita lihat, peraturan
domestik tersebut dapat dikesampingkan dengan adanya ketentuan berlawanan yang
terkandung dalam DTA yang relevan dengan hal tersebut.

C. KETENTUAN BUT DI NEGARA SUMBER

Pasal 7 (1) dari DTA model OECD menyebutkan bahwa :

Laba sebuah usaha dari [Negara R]seharusnya (shall be) dikenakan pajak hanya di
[Negara R], kecuali apabila usaha tersebut menjalankan bisnis di [Negara S] melalui
Bentuk Usaha Tetap yang terletak di [Negara S]. Jika usaha tersebut menjalankan bisnis
seperti yang disebutkan di atas, maka laba dari usaha bisa (may be) dikenakan pajak di
[Negara S] namun hanya atas penghasilan atributif dari BUT tersebut.

D. MAKNA “PROFIT”
Apa arti profit sebagai istilah yang digunakan pada Art. 7? Karena profit tidak
didefinisikan di Art. 3 atas DTA model OECD, maka sesuai Chapter 2 kita perlu merujuk
pada hukum domestik dari negara yang bersangkutan untuk menentukan kriteria laba yang
dapat dipajaki di negara tersebut.

Uraian OECD menyebutkan bahwa istilah ‘profit’ memiliki arti yang luas dan
mencangkup semua penghasilan yang didapatkan dalam menjalankan usaha. Art.7 (2) dari
DTA model OECD membahas tentang kepastian laba yang diatribusikan kepada BUT.
Pasal tersebut tidak menyebutkan tentang kerugian yang bisa aja diatribusikan kepada
BUT. Sehingga, Art.7(2) tidak dapat digunakan apabila terdapat kerugian.

Diskusi atas pengaplikasian ketentuan untuk profit hanya dapat ditemukan pada American
Thread Co v. FCT (1946) 3 AITR 484; (1946) 73 CLR 643. Dalam hal itu, ketentuan atas
hal yang dipersoalkan (Secs. 38-42 Australian Income Tax Assessment Act 1936) hanya
tersedia ketika laba dihasilkan.
E. ARTI “BISNIS”
Pasal 5 dan Pasal 7 dari DTA model OECD membicarakan tentang “bisnis dari suatu
perusahaan”. Meskipun pada Pasal 3 (1) (c) dan (d) menyebutkan tentang pengaplikasian
istilah “enterprise/perusaaan”, tidak ada definisi yang pasti pada DTA model OECD
tentang istilah “perusahaan”. Menurut commentary OECD, tidak adanya usaha untuk
mendefinisikan enterprise adalah karena istilah tersebut diartikan menurut ketentuan
hukum domestik negara masing-masing.

Arti dari kata enterprise di DTA Australia merujuk pada High Court in Thiel v.
Commisioner of Taxation 90 ATC 4717. Disitu diartikan bahwa OECD Commentary
dengan jelas mengakui bahwa suatu kegiatan, serta kerangka kegiatan dimana kegiatan
tersebut terlibat, bisa menjadi enterprise yang dimaksud pada Pasal 7 dari DTA Australia-
Switzerland (1980).

Perlu diingat bahwa terdapat perbedaan arti kata enterprise pada hukum domestik. Secara
umum, suatu entitas menjalankan bisnis dan mendapatkan laba dari bisnis tersebut.
Menurut DTAs, enterprise diartikan sebagai menjalankan bisnis dan dapat memiliki BUT.
Gagasan ini tidak sepenuhnya tepat dalam pengertian hukum, namun mungkin DTA
merujuk pada istilah akuntansi.

F. HUBUNGAN DENGAN NEGARA SUMBER


Suatu BUT dapat dikenakan pajak di negara dimana BUT tersebut berada (Negara S)
karena adanya partisipasi dalam kehidupan ekonomis Negara S, atau karena ada hubungan
antara Negara S dengan aktivitas BUT, yang menimbulkan adanya penghasilan yang dapat
dikenai pajak. Sehingga, karena alasan ini, hanya income attributable atas BUT yang dapat
dipajaki. Sedangkan penghasilan lain yang tidak memiliki hubungan dengan BUT maupun
yang tidak menghasilkan partisipasi dalam kehidupan ekonomi, seperti export barang
maupun jasa dari Negara R ke Negara S, tidak dapat dipajaki.

G. ALOKASI LABA UNTUK BUT


Saat perusahaan (Perusahaan R) memiliki BUT di negara lain (Negara S), Negara S
biasanya memiliki hak untuk memajaki laba yang didapat dari negaranya dan biasanya
memiliki klaim pertama untuk membebankan pajak pada laba tersebut. Apabila negara
asal Perusahaan R (Negara R) memajaki worldwide income atas penghasilan warganya,
biasanya mereka dapat memberi keringanan pajak kepada Perusahaan R atas pajak yang
mereka bayar di Negara S dengan cara mengkreditkan pajak yg dibayar di sana.
Saat Perusahaan R memiliki BUT di Negara S, masalah yang muncul adalah menentukan
besar laba yang dapat dikenai pajak di Negara S. Besar laba akan dipengaruhi dengan
transaksi antara BUT dengan kantor pusat maupun divisi lain dari Perusahaan R, atau bisa
juga atas afiliasi Negara R di negara lain selain Negara S. Alokasi profit untuk BUT dan
kantor pusat/divisi lain Perusahaan R/ entitas yang berhubungan dengan Perusahaan R
diluar Negara S, akan memengaruhi tax collection masing-masing negara. Hubungan
terbalik akan terjadi : penurunan pada laba BUT (laba kantor pusat/yang disebutkan diatas
naik) mengurangi claim pajak Negara S dan mengakibatkan claim atas pajak oleh Negara
R naik (atau negara lain dimana entitas yang berhubungan berada). Sebaliknya, kenaikan
pada laba BUT (bersamaan dengan pengurangan di kantor pusat/lainnya), akan
meningkatkan claim pajak Negara S dan mengakibatkan claim atas pajak oleh Negara
R/lainnya turun. Apakah Perusahaan R menginginkan laba kena pajak atas BUT nya tinggi
atau rendah tergantung pada tarif pajak Negara S dibandingkan dengan Negara R. Laba
kena pajak dari BUT dapat dimanipulasi dengan transaksi antara BUT dengan kantor
pusat/divisi lain/perusahaan afiliasi Perusahaan R untuk memindahkan laba keluar
maupun kedalam negara S.

Banyaknya laba kena pajak di Negara R dan Negara S dapat ditentukan dengan hukum
domestik kedua negara bersangkutan. Namun, apabila Negara R memiliki DTA dengan
Negara S, kuantum lama tersebut diatur secara umum oleh Pasal 7 DTA model OECD.

Pasal 7 terdiri dari elemen berikut :

- Persyaratan mendasar akan keberadaan BUT sebelum negara sumber dapat memajaki
laba usaha
- Direct method akuntasi terpisah dalam BUT
- Pengaplikasian prinsip kewajaran
- Pengurangan beban
- Kontinuitas dan konsistensi dalam atribusi laba
- Perlakuan atas pembelian office
- Kelonggaran indirect method sebagai pengecualian
- Prioritas aturan distributif khusus atas Pasal 7

You might also like