You are on page 1of 15

PENDAHULUAN

Glaukoma fakomorfik ( phaco = lensa; morph = bentuk) adalah istilah yang digunakan
untuk glaukoma sudut tertutup sekunder yang disebabkan oleh lensa intumesens. Kejadian ini
dapat disebabkan oleh penebalan lensa pada katarak lanjut, pembengkakan lensa yang prosesnya
cepat, ataupun katarak traumatika. Ketiga penyebab ini dapat menyebabkan blokade pada pupil
sehingga sudut mata tertutup.1,2
Glaukoma fakomorfik lebih sering terjadi di negara yang sedang berkembang dibanding
di negara maju. Penyebabnya adalah keterlambatan penanganan karena keterbatasan akses ke
fasilitas operasi, atau kebiasaan pasien yang menunggu katarak sampai matur untuk dilakukan
operasi.1,2
Pembentukan katarak lanjut menyebabkan pembengkakan lensa atau intumesens,
sehingga terjadi penyempitan progresif sudut iridokorneal. Pada mata tersebut, terbentuk
glaukoma dengan hambatan pupil karena adanya perubahan ukuran dan posisi permukaan
anterior lensa. Terhalangnya pupil ataupun luksasio diafragma lensa-iris dapat menyebabkan
sudut mata tertutup.3
Glaukoma dapat terjadi pada ras apapun, jenis kelamin apapun, dan lebih sering
ditemukan pada pasien berusia lanjut dengan katarak senilis. Walaupun demikian, glaukoma juga
dapat terjadi pada pasien dengan usia muda yang menderita katarak traumatika atau katarak
intumesens yang berkembang secara cepat.2
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi Lensa
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus
pandang, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel,
korteks dan nukleus. Ke arah mata anterior, lensa berhubungan dengan cairan bilik mata, dan ke
arah mata posterior, lensa berhubungan dengan badan kaca.

Gambar 1.1 Lapisan lensa

Di belakang iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh zonula zinii (ligamentum
suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus
siliare. Zonula zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare. Zonula zini
melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian
posterior.4
Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Di
sebelah anterior lensa terdapat humor aquous dan di sebelah posteriornya terdapat korpus vitreus.
Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang
melalukan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler
sampai ekuator.3
Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini berperan dalam
proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA,
RNA, protein dan lipid.4
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel panjang
yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih
besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang.
Tiap serat mengandung inti, yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang
berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior.
Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini akan berbentuk
seperti huruf Y dilihat dengan slitlamp. Bentuk Y ini tegak di anterior dan terbalik di posterior
huruf Y yang terbalik. 4

Gambar 1.2 Lamela lensa

Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein
tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan
tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water soluble
merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang
yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble dan urea insoluble. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Seperti telah disinggung sebelumnya,
tidak ada reseptor nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.4

2. Fungsi Lensa
Lensa memiliki fungsi utama untuk memfokuskan berkas cahaya ke retina dengan
mengubah-ubah daya refraksi agar sesuai dengan sinar yang datang sejajar atau divergen.
Perubahan daya refraksi lensa ini disebut sebagai akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan
mengubah kelengkungan lensa terutama kurvatura anterior.3
Otot-otot siliaris relaksasi, serat zonula menegang, dan diameter anteroposterior lensa
mengecil untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh. Dalam posisi tersebut, lensa
diperkecil hingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Sementara itu, untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi hingga tegangan zonula zinii
berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi
oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologis antara korpus siliaris, sonula zinii, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina disebut sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan
usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.5

Gambar 1.3 Akomodasi Lensa1

Pada fetus, lensa berbentuk hampir sferis dan lemah, sementara pada orang dewasa lensa
lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai
pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan hingga dewasa, dan proses
bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua
lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, berwarna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak
sebagai grey reflex atau senile reflex, yang sering disangka katarak. Proses sklerosis ini
menyebabkan lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini
disebut presbiopia, dan biasanya dimulai pada umur 40 tahun.3

3. Sudut Bilik Mata Depan


Sudut bilik mata dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada bagian
ini, terjadi pengaliran cairan bilik mata. Apabila pengaliran keluar cairan bilik mata mengalami
hambatan, maka dapat terjadi peningkatan tekanan bola mata.4
Sudut bilik mata depan berdekatan dengan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji
sklera, garis Schwalbe, dan jonjot iris. Sudut filtrasi ini terdapat di dalam limbus kornea, yang
menghubungkan akhir dari membran Descemet dan membran Bowman, lalu ke posterior, dan ke
dalam mengelilingi kanal Schlemm dan trabekula sampai ke sudut bilik mata depan. Akhir dari
membran Descemet disebut sebagai garis Schwalbe.3,4
Kanal Schlemm merupakan kapiler yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari
satu lapisan sel yang pada bagian dalam dinding tersebut terdapat lubang-lubang sebagai
hubungan langsung antara trabekula dank anal Schlemm.3

4. Fisiologi Aquous Humor


Humor aquous adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata anterior dan posterior.
Volumenya adalah sekitar 250 L, dan kecepatan pembentukannya yang bervariasi. Tekanan
osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor aquous serupa dengan plasma
kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan
protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.

Gambar 1.4 Anatomi Bilik Mata dan Fisiologi Aquous Humor2


5. Pembentukan dan Aliran Humor Aquous
Humor aquous diproduksi oleh korpus siliaris. Dari badan siliar, cairan masuk ke bilik
mata posterior, humor aquous mengalir melalui pupil ke bilik anterior lalu ke jalinan trabekular
di sudut bilik mata anterior. Kemudian cairan masuk ke dalam saluran kolektor, lalu ke dalam
pleksus vena di jaringan sklera dan episklera, dan juga ke dalam vena siliaris anterior di badan
siliar.3
BAB III
GLAUKOMA FAKOMORFIK

Definisi1

Glaukoma fakomorfik, seperti yang digambarkan oleh terminologinya (fako: lensa;


morfik: bentuk) merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh perubahan bentuk lensa.
Glaukoma sudut tertutup yang dapat terjadi secara akut, subakut, ataupun kronik oleh karena
katarak matur atau intumesen.

Patofisiologi 3,5,6
Glaukoma fakomorfik dapat terjadi karena pupil terhalang oleh perubahan ukuran dan
posisi permukaan anterior lensa yang mendorong lensa ke anterior sehingga menekan iris.
Terhalangnya pupil atau luksasi diafragma lensa-iris dapat menyebabkan sudut bilik mata
tertutup. Selain itu, glaukoma fakomorfik juga dapat disebabkan oleh mata hiperopia dengan
lensa yang telah lebih besar dibandingkan dengan panjang aksial. Mata seperti ini memiliki bilik
mata depan yang lebih sempit sehingga dapat mencetuskan glaukoma.
Pada mata dengan glaukoma fakomorfik terdapat peningkatan tekanan intra okular yang
patologis. Penyebabnya adalah bentuk lensa yang menebal atau intumesen. Penebalan ini dapat
disebabkan oleh pembentukan katarak matur karena hidrasi korteks. Saat maturasi katarak
berlangsung dan protein lensa denaturasi, terjadi hiperosmolaritas pada lensa yang
mengakibatkan proses hidrasi lensa berlanjut, sehingga lensa menjadi tebal atau intumesen.
Penebalan pada lensa tersebut menyebabkan kapsul lensa meregang, sehingga pada sebagian sisi
lensa terjadi kalsifikasi, sementara di sisi lain menjadi flasid. Penyebab menebalnya atau
intumesensi lensa yang lain adalah trauma tusuk pada kapsul lensa yang menyebabkan terjadinya
hidrasi lensa.
Penebalan lensa yang berlanjut dapat terjadi pada beberapa kondisi. Penderita dengan
diabetes memiliki resiko terjadi penebalan lensa. Intumesensi lensa dapat terjadi akibat reaksi
idiosyncratic terhadap obat sistemik seperti diuretik. Penderita dengan Persistent Hyperplasmic
Primary Vitreus (PHPV) dapat terjadi glaukoma karena adanya ruptur pada kapsul lensa
posterior sehingga membentuk katarak dengan cepat. Sementara itu, kontraksi membran
fibrovaskular dapat mendorong diafragma lensa-iris ke depan dan membuat bilik anterior
menjadi dangkal. Selain itu, trauma dan pseudo eksfoliation mengganggu sokongan dari zonula
zinii sehingga terjadi pergeseran lensa ke anterior, dan membuat bilik mata depan menjadi
dangkal.
Lensa yang tebal dapat menyebabkan penyempitan sudut iridotrabekular secara progresif.
Hal ini meningkatkan tekanan intra okular, sehingga timbul tanda-tanda dan gejala serangan
glaukoma akut sudut tertutup, atau disebut juga glaukoma fakomorfik sudut tertutup akut.
Selama glaukoma fakomorfik belum menimbulkan neuropati optik, maka glaukoma tersebut
adalah akut.

Epidemiologi1
Glaukoma sudut tertutup yang dikarenakan katarak hipermatur lebih sering terjadi pada
negara dengan tingkat prevalensi katarak yang lebih tinggi namun dengan penanganan yang tidak
memadai. Glaukoma dapat terjadi pada ras apapun, jenis kelamin apapun, dan lebih sering
ditemukan pada pasien usia lanjut dengan katarak senilis, namun juga dapat terjadi pada pasien
usia muda yang menderita katarak traumatika atau katarak intumesen yang berkembang secara
cepat.

Faktor Resiko7
Faktor resiko terjadinya glaukoma fakomorfik yang tersering diketahui adalah usia (> 60
tahun). Semakin bertambahnya usia seseorang, kecenderungan untuk terjadinya katarak matur
menjadi lebih sering, sehingga orang tersebut dapat memiliki sudut bilik mata yang lebih sempit.
Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa panjang aksial yang lebih pendek merupakan salah
satu faktor resiko terbentuknya glaukoma fakomorfik, yaitu dengan panjang aksial ≤23,7 mm.
Kedalaman bilik mata depan yang sempit dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya
glaukoma sekunder. Selain itu, jenis kelamin mungkin dapat menjadi faktor resiko terjadinya
glaukoma ini. Wanita menjadi faktor predominan dengan rasio wanita berbanding laki-laki
adalah 3:1.

Penyebab3
Beberapa faktor predisposisi glaukoma fakomorfik adalah:
 Katarak intumesen
 Katarak traumatika
 Perkembangan katarak senilis yang cepat

Glaukoma fakomorfik lebih umum terjadi pada mata hiperopik dengan lensa yang
besar/cembung dan sudut bilik mata yang dangkal. Serangan akut sudut tertutup dapat dicetuskan
oleh dilatasi pupil pada penerangan suram. Dilatasi sampai midposisi meregangkan iris perifer
sehingga iris terdorong ke depan, dan terjadi kontak dengan jaringan trabekular, sehingga
terbentuk blokade pupil. Sudut tertutup juga dapat dicetuskan oleh tekanan dari posterior lensa
dan pembengkakan lensa. Kelemahan zonular akibat dari ekfoliasi, trauma atau faktor usia juga
berperan dalam menyebabkan glaukoma fakomorfik.

Gejala3

Gejala subyektif glaukoma fakomorfik :


 Nyeri kepala mendadak
 Mata merah
 Pandangan kabur dan melihat bayangan seperti pelangi di sekitar cahaya
 Mual dan muntah
 Penurunan tajam penglihatan yang telah dialami sejak sebelum serangan akut glaukoma

Gejala obyektif glaukoma fakomorfik :


 Tingginya tekanan intraokuler (TIO) lebih dari 35 mmHg
 Pupil mid dilatasi, ireguler.
 Edema kornea
 Injeksi konjungtiva dan silier
 Bilik mata depan yang dangkal, <2mm
 Letak lensa yang lebih ke depan
 Ketebalan lensa setidaknya 5mm
 Pembentukan katarak yang tidak sama pada kedua mata
Pemeriksaan Penunjang 5
 Optical Coherence Tomography (OCT) berguna untuk visualisasi sudut bilik mata depan.
 Gonioskopi berguna untuk mengetahui sudut bilik mata depan tertutup.
 Biometri untuk mengetahui ketebalan lensa dan kedalaman bilik mata anterior. Pada
glaukoma fakomorfik ketebalan lensa setidaknya 5mm (rata-rata ketebalan lensa normal
adalah 4,63 mm) dan kedalaman bilik mata anterior <2mm.

Diagnosis Banding5
 Glaukoma sudut tertutup akut
 Glaukoma fakolitik
 Glaukoma iris plateau
 Glaukoma akibat tumor intraokuler
 Glaukoma akibat uveitis

Prognosis7
Prognosis tajam penglihatan ditentukan oleh tajam penglihatan terakhir yang ditemukan setelah
ekstraksi katarak. Faktor resiko untuk prognosis penglihatan yang buruk adalah tingginya
tekanan intraokuler kronik. Tekanan intraokuler dan durasi serangan dapat memprediksikan hasil
tajam penglihatan terakhir. Serangan yang berlangsung >5 hari merupakan faktor resiko yang
signifikan untuk prognosis akhir tajam penglihatan dan glaukoma yang buruk.
BAB IV
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan glaukoma fakomorfik bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokuler


secara cepat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada saraf optik, kornea, dan untuk
mencegah terbentuknya sinekia. Penurunan tekanan intraokuler penting dalam mempersiapkan
tindakan laser iridotomi, yang dapat memulihkan halangan pupil yang mengakibatkan glaukoma.
Namun, penatalaksanaan definitif glaukoma fakomorfik adalah ekstraksi katarak.5,7
Penanganan glaukoma fakomorfik akut dapat diawali dengan menurunkan tekanan
intraokular dengan menghilangkan komponen pembentuk blokade pupil dengan menggunakan
obat atau laser. Pertama, dapat menggunakan obat topical, oral ataupun intravena berupa
supresan akuos humor dan hiperosmotik. Pilihan kedua, dapat menggunakan miotik. Penggunaan
miotik harus berhati-hati karena walaupun dapat menurunkan tekanan intraokular, tetapi dapat
juga membuat diafragma iris-lensa bergeser ke anterior sehingga memperburuk sudut yang
tertutup.5,7
Penatalaksanaan inisial harus ditujukan pada penurunan tekanan intraokular dengan obat
topikal anti glaukoma yaitu beta-blocker, alpha 2-adrenergic agonist, dan carbonic anhydrase
inhibitor. Obat topikal tunggal tidak cukup mampu untuk menghentikan serangan glaukoma
fakomorfik apabila ada sinekia anterior. Terdapat tiga pilihan pengobatan apabila obat topikal
tidak mampu menurunkan tekanan intraokular sampai ambang toleransi untuk dilakukan
ekstraksi katarak, yaitu :
o Menggunakan obat oral atau intravena, seperti Azetazolamide dan mannitol7
o Argon Laser Peripheral Iridoplasty (ALPI), yang dapat menghentikan serangan.
ALPI juga digunakan untuk menghindari efek sistemik obat oral atau intravena
seperti asidosis metabolik karena penggunaan Azetazolamide atau gagal jantung
kronik akibat hiperosmotik. Penggunaan ALPI dapat menurunkan tekanan
intraokular dengan lebih cepat dibandingkan dengan obat oral ataupun intravena
pada glaukoma primer sudut tertutup.7
o Laser Peripheral Iridotomy (LPI)7
Penggunaan ALPI tidak dapat menyembuhkan blok pupil. Dengan demikian, tetap
memerlukan iridotomi dan terbaik dilakukan dalam waktu 2-3 hari. Iridoplasti digunakan pada
pasien yang akan dilakukan iridotomi karena dapat mencegah terjadinya serangan kedua yang
dicetuskan oleh tetes mata yang menyebabkan dilatasi saat preoperasi.7
Penatalaksanaan sekunder dimulai dengan laser iridotomi untuk memulihkan halangan
pupil. Prosedur ini merupakan pilihan untuk menangani akuos humor yang tidak dapat mengalir
dari bilik mata belakang ke bilik mata depan, memunginkan iris tidak menyumbat jaringan
trabekuler. Dapat digunakan laser argon dan Nd:YAG. Laser iridotomi kadang memulihkan
serangan akut sudut tertutup, tapi bilik anterior tetap dangkal. Sehingga mata rentan untuk
kembali mengalami serangan sudut tertutup; maka, ekstraksi katarak harus dilakukan. Laser
iridotomi harus dilakukan saat mata midriasis karena prosedur pembedahan dapat mencetuskan
serangan.5,7
Gonioskopi berguna setelah dilakukan iridektomi untuk penilaian retrospektif sudut bilik
mata. Jika sudut bilik terlihat melebar, maka mekanisme terhalangnya pupil cenderung
mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat, dan laser iridektomi merupakan terapi efektif
untuk kasus tersebut. Jika sudut tidak terlalu dalam secara signifikan, lensa intumesen atau
terdorongnya lensa ke depan merupakan faktor penyebabnya, dan pasien harus ditatalaksana
dengan ekstraksi katarak. Jika sudut tertutup tidak pulih dengan laser iridotomi, maka perlu
dipertimbangkan sindroma iris plateau sebagai diagnosis banding.5

Pembedahan7
Pembedahan pada kasus glaukoma fakomorfik adalah ekstraksi katarak. Metode ekstraksi
ekstrakapsular sering digunakan terutama Small Incision Cataract Surgery (SICS). Selain itu,
metode yang sering digunakan adalah fakoemulsifikasi. Pada metode ini, bilik mata yang
dangkal dapat mempersulit beberapa langkah pengerjaan. Ekstraksi katarak sering
dikombinasikan dengan trabekulektomi.
Pembedahan bukanlah prosedur pilihan pada mata nanoptalmik. Laser iridotomi perifer
dan iridoplasti dengan terapi medis yang dianjurkan pada kasus ini. Pada pasien dengan mata
nanoptalmik, ekstraksi katarak sering mengakibatkan robekan pada koroid dan badan siliar, serta
robekan retina rematogen.

Medikamentosa5
Tujuan dari farmakoterapi bagi glaukoma fakomorfik adalah untuk mengurangi
morbiditas dan untuk mencegah komplikasi.
 Carbonic Anhydrase Inhibitor (Azetazolamide, Dorzolamide)
Carbonic anhydrase merupakan enzim yang banyak ditemukan pada jaringan tubuh,
termasuk mata. Mengkatalisis reaksi reversibel sehingga karbon dioksida menjadi
terhidrasi dan asam karbonar menjadi terdehidrasi. Dengan memperlambat pembentukan
ion bikarbonat dengan mengurangi secara berurutan transport sodium dan cairan, maka
dapat menghambat anhidrase karbonat pada badan silier di mata. Efek tersebut
mengurangi sekresi akuos humor, kemudian menurunkan tekanan intraokular.
 Alpha-adrenergic agonists (Apraclonidine)
Menurunkan tekanan intraokular dengan mengurangi produksi akuos humor.
 Agen Hiperosmotik (Isosorbide, Mannitol)
Menurunkan tekanan intraokular dengan membentuk gradien osmotic antara cairan
okuler dan plasma. Tidak untuk penggunaan jangka panjang.
 Prostaglandin (Bimatoprost, Travoprost, Unoproston, Latanoprost)
Menurunkan tekanan intraokular dengan memperbesar aliran akuos humor.
 Beta-blockers (Levobunolol, Timolol)
Mengurangi produksi akuos humor.
BAB V
KESIMPULAN

Glaukoma fakomorfik merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh kelainan


pada lensa, dapat menyerang ras apapun, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, lebih sering
ditemukan pada usia >60 tahun dengan panjang aksial yang pendek, dan perempuan lebih banyak
terkena daripada laki-laki. Glaukoma fakomofik mudah terjadi pada pasien dengan katarak
matur. Katarak matur dapat mengakibatkan sudut bilik mata tertutup dan mengakibatkan
glaukoma fakomorfik, sedangkan katarak hipermatur dapat mengakibatkan glaukoma fakolitik.
Katarak matur menyebabkan lensa menebal dan mendorong iris ke dalam jaringan
trabekula sehingga sudut bilik mata tertutup dan akhirnya meningkatkan tekanan intraokuler.
Peningkatan tekanan intraokuler ini menyebabkan pasien yang menderita glaukoma fakomorfik
mengeluh nyeri yang akut, pandangan kabur, melihat bayangan seperti pelangi (halo) disekitar
cahaya, mual, dan muntah. Pasien secara umum mengalami penurunan visus sebelum episode
akut dikarenakan adanya riwayat katarak.
Glaukoma fakomorfik lebih sering terjadi pada mata hiperopik yang kecil dengan lensa
yang besar/cembung dan sudut bilik mata yang dangkal. Serangan akut sudut tertutupnya dapat
dicetuskan oleh dilatasi pupil pada penerangan yang suram.
Penatalaksanaan glaukoma fakomorfik bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokuler
secara cepat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada saraf optik, kornea, dan untuk
mencegah terbentuknya sinekia. Tatalaksana definitif pada kasus ini adalah ekstraksi katarak.
Sebelum pembedahan, penatalaksanaan dapat menggunakan obat topikal, oral, ataupun
intravena, serta iridoplasti dan laser iridotomi perifer.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhartiya S, Jain M, Kumar M. Phacomorphic Glaucoma : Management Strategies. Journal


of Current Glaucoma Practice 2009;3(2):39-46.
2. Prajna NV, Ramakrishnan R, Krishnadas R, et al. Lens induced glaucomas—visual results
and risk factors for final visual acuity. Indian J Ophthalmol 1996;44(3):149-55.
3. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 17, Alih bahasa Brahm U Pendit, Editor
Edisi Bahasa Indonesia Diana Susanto. EGC. Jakarta, 2009.
4. Ilyas, Sidarta,, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke -3, Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 2013.
5. Laurenti K, Salim S. Lens Induced Glaucoma : Diagnosis and Management. p. 55-6.
[Online]. Available at: https://www.aao.org/eyenet/article/lens-induced-glaucoma-diagnosis.
(Accessed: 12th August 2017).
6. Glaukoma Fakomorfik :
http://books.google.co.id/books?id=QHK2-
q5WsAYC&pg=PA268&dq=phacomorphic+glaukoma&hl=en&sa=X&ei=axxMUvzUOIrjr
AeI_oHgDg&ved=0CCwQ6AEwAA#v=onepage&q=phacomorphic%20glaucoma&f=false
7. Kaplowitz KB, Kapoor KG. An Evidence-Based Approach to Phacomorphic Glaucoma.
Clinical and Experimental Opthalmology 2011.

You might also like