You are on page 1of 3

a.

FIXED BED
Untuk model fixed bed, batubara yang digasifikasi adalah yang berukuran agak besar, sekitar beberapa sentimeter (lump
coal). Batubara dimasukkan dari bagian atas, sedangkan oksidan berupa oksigen dan uap air dihembuskan dari bagian
bawah alat. Mekanisme ini akan menyebabkan batubara turun pelan – pelan selama proses, sehingga waktu tinggal
(residence time) batubara adalah lama yaitu sekitar 1 jam, serta menghasilkan produk sisa berupa abu. Karena penggas
model ini beroperasi pada suhu relatif rendah yaitu maksimal sekitar 6000C, maka batubara yang akan digasifikasi harus
memiliki suhu leleh abu (ash fusion temperature) yang tinggi. Hal ini dimaksudkan agar abu tidak meleleh yang akhirnya
mengumpul di bagian bawah alat sehingga dapat menyumbat bagian tersebut. Disamping produk utama yaitu gas
hidrogen dan karbon monoksida, gasifikasi pada suhu relatif rendah ini akan meningkatkan persentase gas metana pada
produk gas. Karena gas metana ini dapat meningkatkan nilai kalor gas sintetik yang dihasilkan, maka penggas moving
bed sesuai untuk produksi SNG (Synthetic Natural Gas) maupun gas kota (town gas).
Keuntungan : Membutuhkan Oksigen yang rendah, mudah dibuat dan diopersikan.
Kerugian : Temperature gasifikasi rendah, menghasilkan kandungan metan yang tinggi, mahal untuk ukuran kapasitas
yang kecil.

b. FLUIDIZED BED
Pada tipe fluidized bed, batubara yang digasifikasi ukurannya lebih kecil dibandingkan pada fixed bed, yaitu beberapa
milimeter sampai maksimal 10 mm saja. Tipikal penggas ini memasukkan bahan bakarnya dari samping (side feeding)
dan oksidan dari bagian bawah. Oksidan disini selain sebagai reaktan pada proses, juga berfungsi sebagai media lapisan
mengambang dari batubara yang digasifikasi. Dengan kondisi penggunaan oksidan yang demikian maka salah satu
fungsi tidak akan dapat maksimal karena harus melengkapi fungsi lainnya, atau bersifat komplementer. Hal ini
mengakibatkan tingkat konversi karbon pada tipe ini maksimal hanya sekitar 97% saja, tidak setinggi pada tipe fixed bed
dan entrained flow yang dapat mencapai 99% atau lebih. [Higman, van der Burgt, 2003]. Karena penggas ini beroperasi
pada suhu sekitar 600~10000C, maka batubara yang akan diproses harus memiliki temperatur melunak abu (softening
temperature) di atas suhu operasional tersebut. Hal ini bertujuan agar abu yang dihasilkan selama proses tidak meleleh,
yang dapat mengakibatkan terganggunya kondisi lapisan mengambang. Dengan suhu operasi yang relatif rendah,
penggas ini banyak digunakan untuk memproses batubara peringkat rendah seperti lignit atau peat yang memiliki sifat
lebih reaktif dibanding jenis batubara yang lain. Pengembangan lebih lanjut teknologi penggas jenis ini sangat diharapkan
untuk dapat mengakomodasi secara lebih luas penggunaan batubara peringkat rendah, biomassa, dan limbah seperti
MSW (Municipal Solid Waste).
Keuntungan : Kemampuan memproses bahan bakar yang memiliki kandungan abu tinggi, kontak antara padatan dan gas
sangat baik (efisien), luas permukaan lebih besar (reaksi dapat berlangsung cepat), temperature dapat di kontrol dengan
perbandingan antara udara dan bahan bakar sehingga kondisi operasi mudah diubah-ubah.
Kekurangan : Gas yang dihasilkan kandungan Tar nya tinggi ( > 5 mg/m3 ), tidak sosok untuk umpan dalam wujud air.

C. ENTRAINED BED
Untuk tipe entrained flow, penggas ini sekarang mendominasi proyek – proyek gasifikasi baik yang berbahan bakar
batubara maupun minyak residu. Pada alat ini, batubara yang akan diproses dihancurkan dulu sampai berukuran 100
mikron atau kurang. Batubara serbuk ini disemburkan ke penggas bersama dengan aliran oksidan, dapat berupa oksigen,
udara, atau uap air. Proses gasifikasi berlangsung pada suhu antara 1200~18000C, dengan waktu tinggal batubara
kurang dari 1 detik. Dengan suhu operasi sedemikian tinggi, pada dasarnya tidak ada batasan jenis batubara yang akan
digunakan karena abunya akan meleleh membentuk material seperti gelas (glassy slag) yang bersifat inert. Meski
demikian, batubara sub-bituminus sampai dengan antrasit lebih disukai untuk penggas jenis ini. Lignit atau brown coal
pada prinsipnya dapat digasifikasi, hanya saja kurang ekonomis karena kandungan airnya yang tinggi yang
menyebabkan konsumsi energi yang besar. Meskipun abu akan meleleh membentuk slag, tapi batubara berkadar abu
tinggi sebaiknya dihindari pula karena dapat mengganggu kesetimbangan panas akibat proses pelelehan abu dalam
jumlah banyak. Batubara dengan suhu leleh abu tinggi biasanya dicampur dengan kapur (limestone) untuk menurunkan
suhu lelehnya sehingga suhu pada penggas pun dapat ditekan. Gasifikasi suhu tinggi pada penggas ini menyebabkan
kandungan metana dalam gas sintetik sangat sedikit, sehingga gas sintetik berkualitas tinggi dapat diperoleh.

Keuntungan : Tidak terlalu memperhatikan karaktristik dan bahan baku, sesuai untuk bahan baku yang berukuran kecil,
Gas produser mengandung sedikit TAR, Abu diambil dalam bentuk slag.
Kerugian : Oksigen yang dibutuhkan lebih banyak, Bahan baku yang berukuran besar memerlukan pengolahan awal agar
dapat memenuhi spesifikasi umpan grasifier, pengoperasian yang rumit.
Teknologi Pulvurize

Didalam Boiler, air dipanaskan menggunakan panas hasil pembakaran batubara serbuk dari Pulverizer. Pulverizer berfungsi untuk menggiling batubara
yang jumlahnya ditakar oleh Coal Feeder. Prinsip kerja dari Pulverizer adalah penggilingan menggunakan putaran Roll Wheel, Batu bara digiling
diantara grinding ring yang mempunyai tiga buah Roll Wheel atau lebih sehingga menjadi serbuk. Batubara serbuk hasil penggilingan Pulverizer ditiup
oleh udara primer dari PAF (Primary Air Fan) dan bergabung dengan udara sekunder dari SAF (Secondary Air Fan) didalam burner lalu terbakar dalam
ruang bakar Boiler. Jumlah produksi uap pada boiler tergantung pada panas hasil pembakaran batubara serbuk tersebut.

Bagian - Bagian Mill Pulvurize :

Kelebihan dan kekurangan Pulverize boiler :

Kelebihannya : Efisiensi relatif tinggi, Proses pembakaran lebih merata pada tungku pembakaran.

Kekurangannya : Konstruksinya rumit dan membutuhkan dana investasi yang mahal.

Grate stoker

Salah satu sistem pembakaran pada boiler adalah sistem chain grate stoker. Schematic diagramnya adalah sebagai berikut :

1. Pada sistem pembakaran ini, batubara dimasukkan didalam coal hoper lalu dibawa ke coal bunker dengan menggunakan conveyor.

2. Dari coal bunker batubara didorong ke ruang bakar dengan menggunakan screw feeder. Banyaknya bahan bakar yang masuk di atur oleh
motor yang sudah di setting putarannya oleh pabrik pembuatnya.

3. bahan bakar yang di dorong oleh screw feeder jatuh di chain grate stoker.

4. Ketika chain grate berputar sepanjang tungku, batubara terbakar sebelum jatuh pada ujung chain sebagai abu.

5. Diperlukan settingan dan perhitungan yang akurat untuk menentukan putaran motor chain grate, damper udara dan baffles untuk memberikan
performance yang baik agar pembakarannya sempurna dan menghasilkan sedikit mungkin jumlah karbon yang tidak terbakar dalam abu.

Keunggulan menggunakan chain grate stoker:


1. Tidak membutuhkan tempat yang besar.
2. Tidak membutuhkan daya listrik yang besar karena motor-motor yang digunakan ukuran kecil.
3. Biaya investasi tidak terlalu mahal jika dibandingkan dengan sistem pembakaran Fluidesasi.

Kelemahan Chain Grate :


1. Pengoperasian terbilang sulit karena butuh perhitungan yang presisi untuk setting putaran motor chain grate, damper udara dan baffles agar
batubara tepat habis terbakar di ujung chain.
2. Rentan terhadap kerusakan karena moving part berada di tempat yang temperaturnya sangat tinggi.
3. Memerlukan maintenance yang rutin karena banyak jelaga dari pembakaran menempel di komponen boiler.
4. Membutuhkan batubara paling sedikit 7% ash content untuk melapisi chain.
5. Harus menggunakan batubara yang kalorinya tinggi.
6. Ukuran batubara harus seragam.

You might also like